SISTEM
ENDOKRIN
Dosen Pengajar :
Ns Astrid, S.Kep., M.Kep
Disusun Oleh :
Cecilia Delima Putri
A/218 S1 Keperawatan
2114201011
SISTEM ENDOKRIN
Sistem endokrin adalah sistem yang bekerja dengan perantaraan zat-zat kimia
(hormon) yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin
Hasil sekresi dari Kelenjar endokrin disebut = hormon, yang dialirkan melalui
aliran darah di sel dan organ tubuh dengan cara permukaan sel kelenjar
menempel pada dinding stenoid/ kapiler darah dan dari itu ia akan meregulasi
pengaruh khusus.
Jadi Integrasi sistim endokrin dilakukan oleh hormon Setelah disekresi oleh
kelenjar endokrin hormon diangkut oleh darah kejaringan sasaran untuk
mempengaruhi / mengubah kegiatan di jaringan tersebut
HORMON
Hormon merupakan bahan yang
dihasilkan oleh organ tubuh yang
memiliki efek regulatorik spesifik
terhadap aktifitas organ tertentu
Hormon adalah penghantar/ transmiter
kimiawi yang dilepas oleh sel-sel khusus
kedalam jaringan darah dan dibawa oleh
responsive cell / sel tanggap ketempat
terjadinya kegiatan metabolisme
BIOKIMIA ENDOKRIN
PATOFISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN
SECARA UMUM
Hormon berperan mengatur dan mengontrol fungsi organ. Hormon dapat
bekerja di dalam sel yang menghasilkan hormone itu sendiri (autokrin),
mempengaruhi sel sekitar (parakrin), atau mencapai sel target di organ lain
melalui darah (endokrin). Di sel target, hormon berikatan dengan reseptor dan
memperlihatkan pengaruhnya melalui berbagai mekanisme transduksi sinyal
selular. Hal ini biasanya melalui penurunan faktor perangsangan dan
pengaruhnya menyebabkan berkurangnya pelepasan hormon tertentu, berarti
terdapat siklus pengaturan dengan umpan balik negatif. Pada beberapa kasus,
terdapat umpan balik positif (jangka yang terbatas), berarti hormon
menyebabkan peningkatan aktifitas perangsangan sehingga meningkatkan
pelepasannya.
Istilah pengontrolan digunakan bila pelepasan hormon dipengaruhi secara bebas
dari efek hormonalnya. Beberapa rangsangan pengontrolan dan pengaturan yang
bebas dapat bekerja pada kelenjar penghasil hormon.
PATOFISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN
"DIABETES MELLITUS"
Diabetes Mellitus merupakan gangguan pada metabolism karbohidrat, protein
dan lemak karena insulin tidak bekerja secara optimal ataupun jumlah insulin
tidak memenuhi kebutuhan. Gangguan bisa terjadi karena adanya kerusakan
pada sel beta pancreas karena pengaruh zatkimia, virus maupun bakteri, bisa
karena penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pancreas dan kerusakan
reseptor insulin di jaringan perifer.
Sel beta pancreas yang tidak berfungsi secara optimal sehingga berakibat kurangnya
sekresi insulin dan menyebabkan kadar glukosa darah tinggi. Tingginya kadar
glukosa darah mengakibatkan glukosa masuk ke dalam darah lalu masuk ke urin
(glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotic yang ditandai dengan pengeluaran
urine berlebihan (poliura). Banyaknya cairan yang hilang akan menimbulkan sensasi
rasa haus, dan glukosa yang hilang melalui urine menyebabkan kurangnya glukosa
yang dapat diubah menjadi energy sehingga menimbulkan rasa lapar yang
meningkat, mudah lelah dan mengantuk.
FARMAKOLOGI
SISTEM ENDOKRIN
1. ACTH KORTIKOTROPIN (ACTHAR)
Kortikotropin merupakan larutan ACTH murni Efek samping :
dalam gelatin untuk suntikan I.M atau SC. a) Mengakibatkan peningkatan sekresi
Dipakai untuk : hormon korteks adrenal
a) Mendiagnosis gangguan kelenjaradrenal b) Reaksi hipersensitivitas
b) Mengobati insufisiensi kelenjar adrenal, dan
c) Alkalosis hipokalemik
c) Sebagai antiinflamasi dalam mengobati
Interaksi obat :
suatu respon.
a) Timbul keracunan digitalis
Cara Kerja:
b) Diuretik dan penisilin menyebabkan
a) Merangsang kelenjar adrenal untuk
hipokalemia
mensekresikan kortikosteroid.
c) Rifampin dan barbiturat mengurangi
b) Waktu paruh 15-20 menit.
c) Kortikotropin menekan respon imun dan
efek ACTH
inflamasi
LANJUTAN...
Defisiensi ACTH
SK : I.M : 4 x/sehari 20 U
Kortikotropin Pemberian I.V untuk
I.V : 10-2- U dalam 500
(ACTHAR) pemeriksaan diagnostik
ml 3x/sehari
dan pengganti hormon
2. Antitiroid
Menghambat sintesis hormon tiroid pada kasus hipertioid.
untuk hipertiroidisme yang disertai dengan pembesaran kelenjar tiroid.
Penyakit Grave/Tirotoksikosis: hipertiroidisme yang paling sering terjadi karena hiperfungsi
kelenjar tiroid.
Operasi pengangkatan dan terapi yodium radioaktif.
Interaksi : Menurunkan efek insulin dan antidiabetik oral, digoksin meningkatkan efek obat-obat
tiroid.
LANJUTAN...
OBAT DOSIS
I.M : 4x/sehari 10 U
HIPOTIROID Thyrotropin (Thytropar)
selama 1-3 hari
Kalsitonin (Cibacalsin
I.M : S. C : 0,5 mg 1-2x/sehari
Calsynnar)
OBAT DOSIS
Propiltiourasil
HIPERTITOID O : 3x/sehari 70-200 mg selama 6-8 minggu
(Propacil)
Larutan iodin
O : 2-6 tts 3x/sehari
kuat (lugol)
3. GROWTH HORMONE (GH)
a) DWARFISME
Defisiensi GH terlihat jika seorang anak tingginya jauh di bawah
standar dan akan menyebabkan dwarfisme. Pemberian GH
selama beberapa tahun akan meningkatkan tinggi sebanyak 1
kaki. Pemakaian jangka panjang dapat menahan sekresi insulin
dan menyebabkan DM.
b) GIGANTISME DAN AKROMEGALI
Terjadi pada hipersekresi GH dan seringkali menyebabkan tumor
LANJUTAN...
OBAT DOSIS
Somatrem
Dwarfisme I.M : S.C : 100mcg/kg 3x/seminggu
(Protoprin)
Somatropin
I.M : S.C : 60mcg/kg 3x/seminggu
(Humatrope)
HIPOPARATIROIDISME
Kalsifedrol O : 50-100 mcg/hari Untuk penyakit tulang akibat ginjal kronik dan
(Calderol) dialisis ginjal
Ergokalsiferol
O : 50.000-200.000 IU/hari Untuk hipoparatiroidisme
(Drisol)
HIPOPARATIROIDISME
Kalsitonin
S.C : I.M : mala 100IU/hari, Untuk penyakit Grave, hiperparatiroidisme,
salmon
selanjutnya 50-100 IU/hari hiperkalasemia
(Calsimar)
6. KELENJAR ADRENAL
A. GLUKOKORTIKOID
Obat-obat glukokortikoid disebut kortison.
B. MINERALKORTIKOID
Tolbutamid
O : 0,5- 2mg/hari dalam dosis terbagi 2-3 6-12 jam
(Orinase)
Asetoheksami
O: 0,25-1,5 mg/hari dosis tunggal/dosis terbagi 2 10-24 jam
d (Dymerol)
B. PEMERIKSAAN FISIK
PALPASI
dilakukan pada kelenjar tiroid dan testis. Lakukan palpasi kelenjar tiroid per lobus
dan catat ukuran, jumlah, dan nyeri palpasi. Umumnya, kelenjar tiroid tidak teraba
AUSKULTASI
dilakukan pada bagian leher di atas kelenjar tiroid untuk mengidentifikasi “bruit”.
Bruit adalah bunyi yang dihasilkan karena turbulensi pada pembuluh darah
tiroidea. Normalnya, bruit tidak terdengar. Bruit terdengar jika terjadi
peningkatan sirkulasi darah ke kelenjar tiroid akibat peningkatan aktivitas kelenjar
tiroid.
LANJUTAN...
PENGKAJIAN
Riwayat kesehatan sekarang: biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama
gatal-gatal pada kulit, bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat,
mata kabur, kelemahan tubuh.
Disamping itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah,
BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kram otot, gangguan
tidur/istirahat, haus, pusing/sakit kepala (Bachrudin dan Najib, 2016)
LANJUTAN...
PENGKAJIAN
Pengkajian didapatkan emosi labil, tremor, kardiovaskular menunjukkan tekanan darah
sistolik meningkat, tekanan diastolik menurun, takikardi saat istirahat, disritmia,
murmur, kulit teraba hangat, kemerahan dan basah. Mata terjadi diplopia, penglihatan
kabur. Nutrisi/metabolik didapatkan data BB menurun, dan nafsu makan bertambah,
cepat lelah, otot lemah, tonus otot kurang. eliminasi menunjukkan pola berkemih
(poliuria, nocturia), rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih, nyeri tekan abdomen, diare,
urine encer pucat kuning. Klien juga menunjukkan intoleran terhadap cuaca panas.
LANJUTAN...
2. Asuhan Hipertiroidisme
DIAGNOSA INTERVENSI
3. Asuhan Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid sebagai akibat
kegagalan mekanisme kompensasi kelenjar tiroid dalam memenuhi kebutuhan
jaringan tubuh akan hormon tiroid
PENGKAJIAN
Status mental: fungsi intelektual,bicara, memori, tingkat kesadaran
Berat badan dan suhu tubuh, Kulit: temperatur dan adanya edema pitting, Kepala dan
leher: rambut, palpasi tiroid dan wajah. Kardiovaskuler: kecepatan nadi, tekanan
darah saat istirahat dan aktivitas, serta besarnya jantung. Abdomen: bising usus
Motorik: kekuatan dan kelemahan otot, tonus, massa otot, rentang gerak sendi dan
reflek tendon. Perubahan nafsu makan (anoreksia), berat badan dan defekasi
LANJUTAN...
3. Asuhan Hipotiroidisme
DIAGNOSA INTERVENSI
4. Asuhan Gigantisme
Gigantisme adalah pertumbuhan berlebihan akibat pelepasan hormon
pertumbuhan berlebihan yang terjadi pada masa anak-anak dan remaja
PENGKAJIAN
Klien mengeluh pertumbuhan tulang abnormal pada gigantism. Pada
gigantisme klien biasanya mengatakan pertumbuhan tulang yang berlebihan
sehingga tinggi badan abnormal. Didapatkan masa pubertas yang tertunda
dan alat kelamin tidak dapat tumbuh sempurna. Pada Riwayat penyakit dahulu
klien mungkin pernah menderita tumor hipofisis jinak
LANJUTAN...
4. Asuhan Gigantisme
DIAGNOSA INTERVENSI
Anticipatory Guidance
Kecemasan Calming Technique
Anxiety Reduction
Coping Enhancement
Koping tidak efektif
Behavior Modification
LANJUTAN...
5. Asuhan Keperawatan Cushing
syndrome
Cushing syndrome terjadi akibat aktivitas korteks adrenal yang berlebihan.
Sindrome tersebut dapat terjadi akibat permberian kortikosteroid atau
ACTH yang berlebihan atau akibat hiperplasia korteks adrenal.
PENGKAJIAN
Riwayat kesehatan dan pemeriksaan jasmani harus berfokus pada efek yang
ditimbulkan oleh konsentrasi hormon adrenal yang tinggii terhadap tubuh dan
ketidakmampuan korteks adrenal untuk bereaksi terhadap perubahan kadar
kortisol dan aldosteron. Kondisi kulit pasien harus diperikssa dan dikaji untuk
menemukan trauma, infeksi, fisura, memar serta edema
LANJUTAN...
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan diagnostic kelenjar hipofise
Foto tulang (osteo) : untuk melihat kondisi tulang. Pada klien gigantisme,
ukuran tulang akan bertambah besar dan panjang. Pada akromegali, tulang
perifer bertambah ukurannya ke samping.
Pemeriksaan darah dan urin :
1. Kadar growth hormone (normal: 10 µg/ml) Specimen: darah vena
2. Tiroid Stimulating Hormon (TSH) (normal 6-10 µg/ml) ,untuk melihat apakah
gangguan tiroid bersifat primer atau sekunder.
3. Kadar Adenokortikotropik (ACTH) dengan tes supresi deksametason.
Specimen: darah vena dan urin
PEMERIKSAAN PENUNJANG
B. Pemeriksaan diagnostic pada kelenjar tiroid
Up take Radioaktif (RAI) :
untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap iodide (nilai
normal : normal jika 10-35% ). kurang dari 10% disebut hipotiroidisme. Lebih
dari 35% disebut hipertiroidisme.
T3 dan T4 serum
specimen yaitu darah vena. nilai normal Iodium bebas 0,1-0,6 mg/dl; T3 0,2-0,3
mg/dl; T4 6-12 mg/dl pada dewasa, dan T3 180-240 mg/dl pada bayi dan anak.
Scanning Tyroid
menggunakan teknik radio iodine scanning untuk menentukan jumlah dan fungsi
nodul tiroid.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
C. Pemeriksaan diagnostic pada kelenjar Paratiroid
Percobaan Sulkowitch : untuk memeriksa perubahan jumlah kalsium dalam
urin sehingga dapat diketahui aktivitas kelenjar paratiroid
Pemeriksaan radiologi : untuk melihat kemungkinan adanya kalsifikasi tulang,
penipisan, dan osteoporosis.
Pemeriksaan EKG : untuk melihat kelainan gambaran EKG akibat perubahan
kadar kalsium serum terhadap otot jantung. Pada hiperparatiroid, akan
dijumpai gelombang Q-T yang memanjang.
Pemeriksaan elektromiogram : untuk mengidentifikasi perubahan kontraksi
otot akibat perubahan kadar kalsium serum
PEMERIKSAAN PENUNJANG
D. Pemeriksaan diagnostic pada kelenjar Pankreas
Pemeriksaan glukosa dilakukan untuk mengetahui kadar glukosa dalam
darah.
Kadar gula darah puasa : didapatkan setelah puasa selama 8-10 jam. nilai
normal dewasa adalah 70-110 mg/dl; bayi 50-80 mg/dl; dan anak-anak 60-100
mg/dl.
kadar glukosa darah dapat diukur dengan gula darah 2 jam setelah makan
atau gula darah 2 jam post prandial (PP) : untuk menilai kadar gula darah dua
jam setelah makan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
E. Pemeriksaan diagnostic pada kelenjar Adrenal
Pemeriksaan hemokonsentrasi darah
Nilai normal pada dewasa wanita 37-47%; pria 45-54%; anak-anak 31-
43%; bayi 30-40%; dan neonatus 44-62%.
Percobaan Vanil Mandelic Acid (VMA)
untuk mengukur katekolamin dalam urine. Digunakan urin 24 jam (nilai
normal antara 1-5 mg)
Stimulasi tes
untuk mengevaluasi dan mendeteksi hipofungsi adrenal. Dapat dilakukan
terhadap kortisol dengan pemberian ACTH. Stimulasi aldosterone
dnegan pemberian sodium
PENDIDIKAN KESEHATAN
PADA PASIEN DIABETES MELITUS, PCOS (POLYCYSTIC OVARY
SYNDROME) DAN TYROID
1. PENKES DIABETES MELITUS
Tujuan : Melalui pendidikan kesehatan, individu yang menderita diabetes melitus dapat memahami
tentang penyakitnya dan cara mengelolanya dengan baik
Berikut adalah beberapa pendidikan kesehatan yang harus dilakukan pada diabetes melitus:
Pengetahuan tentang diabetes melitus : seperti penyebab, gejala, dan faktor risiko. untuk
dapat mengidentifikasi gejala awal dari diabetes melitus
Pola makan yang sehat : jenis makanan yang harus dihindari atau dikonsumsi dan serta cara
menghitung jumlah karbohidrat, lemak, dan protein
Latihan fisik yang teratur : dapat membantu mengontrol kadar gula darah pada individu
yang menderita diabetes melitus.
Monitoring kadar gula darah: penkes tentang cara melakukan tes gula darah dan bagaimana
menginterpretasi hasilnya.
Pengelolaan obat-obatan : Penkes tentang jenis obat-obatan yang digunakan, dosis yang
tepat, cara penggunaan, dan efek samping yang mungkin terjadi.
Pencegahan komplikasi : tentang cara mencegah komplikasi dan tanda-tanda awal
komplikasi yang mungkin terjadi. seperti jantung, gangren, atau kerusakan ginjal.
2. PENKES PCOS (POLYCYSTIC OVARY SYNDROME)
Tujuan : Untuk membantu individu memahami kondisi bagaimana cara mengelolanya dengan baik
Berikut adalah beberapa pendidikan kesehatan yang harus dilakukan pada PCOS:
Pengetahuan tentang PCOS : seperti penyebab, gejala, dan faktor risiko. untuk dapat
mengidentifikasi gejala awal dan mencari pengobatan yang tepat
Pola makan yang sehat : Makanan sehat seperti sayuran, buah-buahan, biji-bijian, protein nabati
dan rendah lemak hewani dapat membantu mengatur kadar gula darah dan insulin yang stabil.
Latihan fisik yang teratur : dapat membantu menurunkan berat badan, mengatur kadar gula
darah dan insulin, serta memperbaiki kesehatan mental dan emosional.
Penggunaan Kontrasepsi Hormonal: Penting untuk memberikan penkes tentang jenis kontrasepsi
hormon, efek samping yang mungkin terjadi, dan manfaat yang diberikan.
Pengelolaan infertilitas : Penkes tentang tentang pengelolaan infertilitas pada wanita dengan
PCOS, termasuk pengobatan infertilitas dan teknologi reproduksi yang tersedia.
Perencanaan Kehamilan : tindakan apa yang harus diambil sebelum dan selama kehamilan, serta
cara mempersiapkan diri secara fisik dan mental.
3. PENKES TYROID
Tujuan : Untuk memahami kondisi kesehatan tiroid dan bagaimana cara mengelolanya dengan baik
Berikut adalah beberapa pendidikan kesehatan yang harus dilakukan pada TYROID:
Pengetahuan tentang PCOS : seperti fungsi, peran, gejala, dan penyebab penyakit tiroid. . untuk dapat
mengidentifikasi gejala awal dan mencari pengobatan yang tepat
Pola makan yang sehat : Makanan seperti ikan, sayuran hijau, kacang-kacangan, dan buah-buahan dapat
membantu menjaga kesehatan tiroid.
Pengelolaan stress : Kegiatan seperti yoga, meditasi, dan olahraga dapat membantu mengurangi stres
dan meningkatkan kesehatan tiroid.
Pola tidur yang baik: Pola tidur yang buruk dapat memengaruhi kesehatan tiroid, sehingga penting untuk
memberikan pendidikan kesehatan tentang pola tidur yang baik
Pengelolaan obat-obatan : Penkes tentang jenis obat-obatan yang digunakan, dosis yang tepat, cara
penggunaan, dan efek samping yang mungkin terjadi.
Pencegahan komplikasi : Individu yang menderita kondisi tiroid berisiko tinggi mengalami komplikasi
seperti pembesaran kelenjar tiroid dan gangguan pada sistem saraf. Oleh karena itu, penting untuk
memberikan pendidikan kesehatan tentang cara mencegah komplikasi dan tanda-tanda awal komplikasi
yang mungkin terjadi.
JURNAL SISTEM ENDOKRIN,
TREND DAN ISSUE EVIDENCE
BASED PRACTICE
"DIABETES MELLITUS)
TREND DAN ISSUE DIABETES MELLITUS
Berdasarkan hal tersebut penanggulangan diabetes melitus termasuk dalam
Program Indonesia Sehat Penyakit Tidak Menular (PTM) (Sudirman & Modjo,
2021).
Untuk mencegah terjadinya peningkatan dan keparahan diabetes melitus,
maka dilakukan penatalaksanaan intervensi diabetes melitus dengan tujuan
utama terapi diabetes untuk menormalkan aktivitas insulin, dan kadar glukosa
darah. (Brunner & Suddarth, 2015).
Upaya pengendalian diabetes juga membutuhkan perawatan medis yang
berkelanjutan dan pendidikan manajemen mandiri untuk menghindari terjadinya
komplikasi akut dan mengurangi risiko terjadinya komplikasi kronis (Yuni et al.,
2020). Salah satu manajemen mandiri untuk pengendalian DM dalam mengatasi
masalah ketidakseimbangan kadar glukosa darah, yaitu dengan program
Diabetes Self Management Education (DSME) (Adu dkk., 2019).
TREND DAN ISSUE DIABETES MELLITUS
Diabetes mellitus merupakan salah satu gangguan dari sistem endokrin
yang sudah menjadi trend dikalangan masyarakat di Indonesia dimana
mayoritasnya mengkonsumsi makanan berkerbohidrat tinggi seperti nasi.
Prevalensi kasus diabetes melitus secara global terus meningkat setiap
tahun. Menurut International Diabetes Federation (2021) menyatakan
bahwa pada tahun 2021 penderita diabetes mencapai 537 juta orang di
dunia, dan jumlah ini diproyeksikan mencapai 643 juta pada tahun 2030 dan
783 juta pada tahun 2045 (International Diabetes Federation, 2021).
Di Indonesia, jumlah penderita diabetes sebanyak 19,47 juta orang pada
tahun 2021, dan diprediksi akan meningkat menjadi 28,57 juta orang pada
tahun 2045 (Sarah Kartika & K. Wulandari, 2021)
TREND DAN ISSUE DIABETES MELLITUS
Diabetes self management education (DMSE) dalam klasifikasi luaran
keperawatan (NOC) didefinisikan tindakan seseorang untuk mengelola
diabetes, pengobatan, pencegahan perkembangan penyakit dan komplikasi
(Butcher., dkk, 2018)
Metode ini memfasilitasi pengetahuan, keterampilan dan kemampuan
perawatan mandiri (self care behavior) yang sangat dibutuhkan oleh penderita
diabetes (Sudirman, 2018).
IDENTITAS JURNAL
a. Nama Jurnal : Jurnal Keperawatan
b. Volume : 20
c. Nomor : 4
d. Halaman : 128-137
e. Tahun Terbit : 2022
f. Tahun Penelitian : 2022
g. Judul Jurnal :
Studi Kasus : Penatalaksanaan Diabetes Self Management Education (DSME)
Terhadap Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
h. Nama Penulis : Siska Yulia Hananto , Suci Tuty Putri , Asih Purwandari W.
ISI/PEMBAHASAN
PASIEN 1 PASIEN 2
INTERVENSI KEPERAWATAN
Untuk mencegah terjadinya peningkatan diabetes melitus, maka dilakukan
penatalaksanaan Intervensi diabetes melitus dengan tujuan utama terapi diabetes untuk
menormalkan aktivitas insulin, dan kadar glukosa darah
Yaitu dengan Diabetes self management education (DSME) mengarahkan penderita dapat
melakukan perawatan secara mandiri (Sudirman & Modjo, 2021). Diabetes self management
education (DMSE) dalam klasifikasi luaran keperawatan (NOC) didefinisikan tindakan
seseorang untuk mengelola diabetes, pengobatan, pencegahan perkembangan penyakit dan
komplikasi (Butcher., dkk, 2018). Metode ini memfasilitasi pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan perawatan mandiri (self care behavior) yang sangat dibutuhkan oleh penderita
diabetes (Sudirman, 2018).
ISI/PEMBAHASAN JURNAL
Diabetes melitus tipe 2 terjadi pada kedua klien ditandai dengan hiperglikemia
diakibatkan oleh ketidakmampuan sel-sel tubuh untuk merespon insulin secara
maksimal, kondisi ini disebut retensi insulin (Brunner & Suddarth, 2015; Nurrahmi,
2015). Dengan timbulnya retensi insulin, hormon kurang efektif untuk mendorong
peningkatan produksi insulin. Pada kedua subjek didapatkan nilai kadar glukosa
darah puasa sangat tinggi yaitu diatas nilai normal >126 mg/dl.
Pada penelitian ini didapatkan pengkajian keduanya memiliki tanda dan gejala
yang sama yaitu poliuri, polidipsi, dan polifagi (Hugeng & Santoso, 2017).
Ketidakseimbangan kadar glukosa darah pada pasien DM tipe 2 dapat
disebabkan karena ketidakseimbangan suplai dan pengeluaran energi
meningkatkan konsetrasi asam lemak dalam darah, sehingga menurunkan
penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak, yang mengakibatkan terjadinya
resistensi insulin semakin meningkat (American Diabetes Association, 2018).
ISI/PEMBAHASAN JURNAL
Diabetes melitus tidak dapat disembuhkan akan tetapi dapat dikontrol dengan
managemen mandiri yang baik. Salah satu managemen mandiri yang dapat
dilaksanakan yaitu DSME.
Diabetes Self Management Education (DSME) ini mengarahkan penderita dalam
melakukan managemen mandiri, yang sejalan dengan klasifikasi luaran keperawatan
(NOC) didefinisikan sebagai tindakan seseorang untuk mengelola diabetes,
pengobatan, pencegahan, dan pengembangan penyakit (Butcher., dkk, 2018).
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa sebelum dan sesudah pelaksanaan DSME
terjadi pengaruh pada glukosa darah dan managemen mandiri klien jadi meningkat.
Pada klien 1 didapatkan hasil gula darah puasa sebelum DSME 175 mg/dl dan sesudah
dilakukan 146 mg/dl. Namun pada klien 2 didapatkan hasil glukosa darah meningkat
yaitu dari 226 mg/dl menjadi 240 mg/dl karena tidak disiplin terhadap diit diabetes
melitus dan kepatuhan minum obat.
KESIMPULAN JURNAL
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa ada penurunan
kadar glukosa darah dan manajemen mandiri setelah
pelaksanaan DSME secara konsisten pada pasien diabetes
melitus tipe 2 . Hasil uji glukosa darah puasa pada subjek 1
mengalami penurunan sebanyak 29 mg/dl , sedangkan subjek 2
mengalami peningkatan sebanyak 11 mg/dl. Hal ini berbeda
dikarenakan komponen DSME terjadi perbedaan kepatuhan pada
komponen diit dan kepatuhan minum obat
MANAJEMEN KASUS
PERAN PERAWAT
SEBAGAI ADVOKASI
Peran Perawat Advokat Dalam Penanganan Diabetes Melitus
Pembela (advokat) : melakukan pembelaan terhadap pasien melalui
dukungan peraturan, dengan fungsi:
1. Mendemonstrasikan teknik komunikasi efektif
2. Menghormati hak pasien
3. Meminta persetujuan sebelum melakukan tindakan
4. Melaksanakan fungsi pendamping
5. Memberi informasi kepada pasien dan keluarga untuk mengawasi
masalah kesehatan
6. Memfasilitasi pasien memanfaatkan sumber-sumber