Anda di halaman 1dari 2

Nama : Ni Ketut Febriyani

NIM : 2107531089

Program Studi : S1 Akuntansi

“JAGAL”

Film Jagal merupakan film dokumenter karya sutradara asal Amerika


Serikat, Joshua Oppenheimer. Film ini memberikan gambaran tentang sisi lain
dibalik kejadian bersejarah 30 September 1965. Bahwasanya, di balik peristiwa
“pengkhianatan” ada kasus yang jauh lebih besar dan lebih kejam untuk diketahui
bersama. Di dalam film ini menceritakan dan merekonstruksi adegan-adegan
bagaimana kejamnya pembantaian orang-orang yang dituduh sebagai PKI.

Poin utama yang saya petik dari Film Jagal ini, yaitu tentang rasa
kemanusiaan. Yang mana di dalam film ini ditunjukan bagaimana Anwar Congo,
sang preman bioskop, dan rekan-rekannya melakukan pembunuhan dengan cara-
cara yang sangat tidak manusiawi. Tidak bisa dibayangkan betapa menakutkan
dan mengerikannya situasi pada masa itu. Ratusan ribu orang dibunuh, dipenggal,
disembelih, bahkan sampai organ tubuhnya dimakan. Ke mana perginya rasa
kemanusiaan mereka? Sadarkah mereka akan tindakannya?. Meskipun kita tahu
bahwa paham komunis memang tidak bisa diterapkan di Indonesia. Namun
bagaimana bisa mereka melakukan tindakan biadab tersebut tanpa merasa iba,
tanpa merasa kasihan. Ironisnya, mereka dengan bebas berkelakar tentang
kejahatan dan pelanggaran HAM yang mereka lakukan di masa lalu. Bahkan tak
sedikit dari mereka yang menganggap dirinya sebagai pahlawan.

Di samping itu, di dalam film “Jagal” ini juga diungkapkan secara


gamblang mengenai sisi gelap pemerintah pada masa itu. Hal itu terlihat jelas
dengan adanya peranan Pemuda Pancasila dalam aksi pembunuhan massal ini.
Yang mana, Pemuda Pancasila merupakan sebuah organisasi paramiliter yang
mendukung pemerintahan Orde Baru Soeharto. Dan berdasarkan dokumen-
dokumen yang ditemukan, membuktikan bahwa pembunuhan massal 1965-1966
itu tersentralisasi secara nasional di bawah kendali pemimpin Angkatan Darat
pada saat itu, yaitu Mayor Jenderal Soeharto

Betolak dari hal tersebut, saya sendiri berharap semoga kejadian-kejadian


seperti pada tahum 1965-1966 ini tidak terulang lagi. Biarlah sejarah yang kelam
ini tetap menjadi sejarah yang patut dikenang dan diresapi maknanya agar para
generasi muda mampu memandang dan mengkaji peristiwa G 30 S/PKI dari dua
sisi.

Anda mungkin juga menyukai