Anda di halaman 1dari 3

PIDATO TENTANG ETIKA MURID TERHADAP GURU

Hadirin yang berbahagia


Pada kesempatan kali ini izinkanlah saya menyampaikan pidato tentang etika murid
terhadap guru. Barang kali kita telah mengetahui bahwa etika berkaitan dengan sikap, watak atau
perilaku yang berkaitan dengan nilai-nilai yang dipandang baik atau buruk. Dalam prosesnya
tentunya setiap orang harus memiliki etika dalam kehidupannya entah itu berkaitan dengan
hubungan pada sang Pencipta atau sesama manusia.
Menurut kamus besar bahasa indonesia etika diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik
dan apa yang buruk; dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Berdasarkan asal katanya,
istilah etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos (tunggal) yang artinya adalah watak, akhlak,
sikap, dan cara berfikir. Sedangkan bentuk jamaknya adalah thaeta yang artinya adat kebiasaan atau
akhlak yang baik.
Jadi dapat didefinisikan bahwa etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan, ilmu
tentang adat kebiasaan, atau ilmu yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup dalam
masyarakat terhadap apa yang baik dan buruk, sehingga darinya secara tidak langsung tumbuh
kesepakatan perihal cara berpikir dan cara berperilaku yang dinilai baik atau buruk. Singkatnya
etika adalah tentang hal-hal yang patut dan pantas untuk dilakukan dan tidak lakukan.
Dalam kehidupan ini manusia membutuhkan etika sebagai bagian dari cara ia hidup. Etika
menyaratkan sebuah proses penghargaan dan penghormatan antara sesama manusia. Etika
merupakan sebuah kesepakatan moral bagaimana suatu hal dipandang baik atau buruk dalam setiap
hubungan yang dijalin oleh manusia.
Hadirin yang berbahagia  Salah satu etika yang perlu diketahui dan amalkan keberadaannya
adalah etika terhadap guru. Barang tentu kita tahu bahwa guru adalah sosok penyampai dan
pengamal ilmu yang keberadaannya harus dihormati dan dihargai. Islam bahkan secara jelas
menetapkan bahwa salah satu syarat kebermanfaatan ilmu adalah cara seorang siswa bersikap
dihadapan gurunya. Jika etika nya baik maka ilmu tersebut memberikan banyak kebermanfaatan
dalam hidup dan begitupun sebaliknya.
Dalam perjalanan sejarah, perjalanan keilmuan manusia tidak dapat berkembang tanpa
campur tangan guru. Guru memiliki ilmu dan pengalaman kehidupan yang begitu dalam sehingga
murid-muridnya dapat mengambil pelajaran dari setiap ilmu yang disampaikan. Di lembaga
pesantren kiranya kita dapat melihat bagaimana sosok guru memberikan ilmu, semangat, dan doa
terhadap para murid-muridnya. Sehingga, setiap kebaikan guru menjadi suatu hal yang memberikan
konsekuensi bahwa keberadaannya harus dihargai dan dihormati.
 Etika terhadap guru menjadi hal yang sangat penting disadari keberadannya, tentunya kita
miris dengan kondisi saat ini dimana sering kali ditemukan siswa yang tidak menghormati gurunya.
Sering kali kita menemukan bagaimana siswa sekolah tidak bersikap santun terhadap gurunya
misalnya bersikap acuh tak acuh, tidak mendengarkan guru yang menjelaskan pelajarannya, tidak
menerima dengan lapang nasihat gurunya dan sebagainya.
Banyak berita-berita hari ini yang mencerminkan adanya kemunduran etika berkaitan
dengan hubungan siswa dan guru. Yang paling membuat pilu adalah adanya berita tentang
pembunuhan seorang mahasiswa terhadap dosen yang membimbingnya. Ini adalah bentuk
kemunduran etika yang paling mengkhawatirkan dimana etika terhadap guru hanya menjadi sebuah
nama dalam perjalanan sejarah.
Berita yang menggambarkan pembunuhan mahasiswa terhadap dosen di salah satu
universitas di indonesia merupakan bencana yang menimpa pendidikan di indonesia. Bayangkan
saja, seorang guru yang keberadaannya berprofesi sebagai profil kebaikan dan penyampai ilmu
terhadap ratusan mahasiswa harus meregang nyawanya oleh anak didiknya sendiri. Lalu kita
bertanya-tanya di letakkan dimana kah nurani manusia dalam pendidikan saat ini sehingga
seseorang yang mengecap pendidikan tinggi dengan tega membunuh gurunya sendiri?
Melihat pelbagai kasus hari ini yang berkaitan dengan kemunduran etika tentunya membuat
kita bertanya-tanya tentang bagaimana seharusnya seorang siswa bersikap terhadap gurunya? Nah
untuk menjawab pertanyaan ini kita dapat merujuk pada kitab yang berjudul Ta’lim Mutaallim
karya Syekh Burhanuddin Az-Zarnuji yang berbicara tentang akhlak seseorang dalam mendalami
ilmu pengetahuan.
Menurut kitab ini ada beberapa etika yang harus dimiliki murid berkaitan dengan
hubungannya terhadap guru, diantaranya adalah: pertama, tidak melintas dihadapan guru,’’ hal ini
dikatakan dalam kitab bahwa diantara perbuatan yang menghormati guru adalah tidak melintas
dihadapannya. Mengetahui ini tentunya kita mengerti bahwa sosok guru sangat mulia sehingga
untuk melintas di depannya pun tidak diperbolehkan. Barang kali kita ingat bahwa guru adalah
pewaris para nabi yang keberadaannya tidak mewariskan harta benda melainkan ilmu.
Kedua, tidak duduk di tempat duduk guru. Hal ini dikatakan dalam kitab yang barang kali
redaksinya seperti ini,’’ tidak menduduki tempat duduknya. Dalam islam guru memiliki kedudukan
yang tinggi dibanding muridnya sehingga keberadaannya tidak boleh dipersamakan dengan murid
termasuk didalamya perihal tempat duduk.
Ketiga, tidak memulai berbicara kecuali atas izinnya. Sikap berbicara pun menjadi bagian
dari etika yang harus diperhatikan dimana hanya dengan izinnya kita dapat berbicara kaitannya
dengan proses pembelajaran.
Keempat adalah tidak banyak bicara di sebelahnya. Hal ini dimungkinkan karena kita
sebagai murid merupakan seseorang yang sedang mendalami ilmu sehingga perkataan yang
sekiranya tidak penting dan mengganggu guru ketika kita berada di sebelahnya perlu dihindari. Hal
ini pun berkaitan bahwa akan lebih baik jika murid lebih banyak mendengarkan daripada berbicara
hal-hla yang sekiranya tidak perlu.
Kelima, tidak menanyakan suatu hal yang membosankan guru. Jangankan terhadap guru,
pertanyaan yang membosankan terhadap teman pun adalah sesuatu yang tidak menyamankan.
Untuk itu akan lebih baik jika kita sebagai murid dapat melihat keadaan guru kita apakah sedang
baik untuk di mintai pertanyaan atau tidak.
Keenam adalah mengambil waktu yang tepat untuk bertanya. Jadi pada prakteknya kita
harus melihat keadaan guru kita apakah tepat untuk dimintai pertanyaan atau tidak. Memahami
keadaan seseorang apalagi guru adalah bentuk penghargaan dan penghormatan yang harus tetap
dipelihara.
Ketujuh adalah jangan pernah mengetuk pintu tetapi bersabarlah sampai guru keluar.
Kedelapan adalah upayakanlah untuk mencari ridhonya dan hindarilah suatu hal yang membuatnya
murka dan menjunjung tinggi perintahnya selama tidak bertentangan dengan ilmu agama. Barang
kali keridhoan guru menjadi untaian tangga doa yang akan membuat murid meraih kesuksesan
dalam kehidupannya.
Ada banyak cerita berkaitan dengan keridhoan guru ini, di pesantren sendiri masyhur cerita-
cerita yang mencerminkan kesuksesan seorang santri karena keridhoan gurunya. Misalnya adalah
banyak dari santri yang ketika di pesantrennya tampak biasa atau bahkan tidak secerdas orang lain
tapi karena ia berbakti dan takzim pada gurunya ia meraih kesuksesan dalam kehidupannya ketika
keluar dari pesantren. Cerita-cerita semisal ini sangat masyhur di kalangan santri, dimana keridhoan
guru menjadi salah satu kekuatan seseorang untuk meraih kesuksesan.
Yang terakhir adalah menghormati anak-anaknya dan siapapun yang berhubungan baik
dengan guru. Dalam hal ini silaturahmi harus dipelihara terhadap setiap orang yang memiliki
hubungan dengan guru.
Hadirin yang berbahagia, Mengetahui akhlak yang harus dilakukan guru terhadap muridnya
melalui kitab Ta’lim Muata’allim ini tentunya membuat kita menyadari suatu hal yaitu bahwa
betapa jauhnya akhlak atau etika kita hari ini dengan apa yang ditunjukan oleh islam. Lalu pada
akhirnya kita mempertanyakan seberapa tingginya etika kita hari ini dengan muslim masa lalu?
Etika menjadi hal yang penting untuk dipelihara terutama kaitannya dalam hubungan
terhadap guru. Guru memiliki kedudukan yang tinggi dalam islam hingga keberadaannya harus
dihormati dan dihargai diantaranya dengan akhlak yang baik ketika bersamanya. Mengetahui hal ini
tentunya kita entah itu sebagai siswa atau guru sekalipun harus belajar untuk memantaskan diri
dalam profesinya masing-masing.
 Tidak dapat dipungkiri pula bahwa mundurnya etika siswa terhadap guru saat ini adalah
adanya suatu kondisi dimana guru tidak lagi menjadi cermin seorang pendidik. Sering kali kita
menemukan bagaimana hal-hal duniawi menjadi tujuan seseorang untuk menjadi guru sedangkan di
masa lalu sosok guru begitu tulus tanpa pamrih dalam mengantarkan jiwa-jiwa manusia untuk
mengenal Tuhannya. Maka bagaimana mungkin warna-warni jiwa manusia di didik oleh pengejar
rupiah?
Akhirnya kita sampai pada kesimpulan bahwa saatnya kita selaku siswa menjadi lebih
beretika terhadap guru karena melaluinya lah percikan-percikan ilmu dihantarkan. Sehingga melalui
ilmu yang meskipun sedikit itu kita dapat lebih mengenal sang Pencipta. Adapun jika kita sebagai
guru saatnya membersihkan hati dari kecenderungan untuk mengejar materi, saatnya menjadi lebih
menyadari bagaimana seharusnya menjadi guru yang notebenenya merupakan pewaris ilmu nabi.
Barang kali demikianlah yang dapat saya sampaikan, kurang dan lebihnya mohon dimaklumi dan
dimaafkan. Billahi Taufik Wal Hidayah Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Anda mungkin juga menyukai