Anda di halaman 1dari 39

METODE TAKRIR DALAM MENJAGA HAFALAN AL-QURAN JUZ 29

DAN JUZ 30 PESERTA DIDIK DI MA SYARIF HIDAYATULLOH


CIPONGKOR KABUPATEN BANDUNG BARAT
(Studi Kasus Pada Peserta Didik Kelas XII di MA Syarif Hidayatulloh
Cipongkor Bandung Barat)

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti seminar proposal pada


Program Studi Pendidikan Agama Islam

Oleh
Nurul Kholipah
NIM 1901069

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL FALAH
2023
HALAMAN PENGESAHAN

METODE TAKRIR DALAM MENJAGA HAFALAN AL-QURAN JUZ 29


DAN JUZ 30 PESERTA DIDIK DI MA SYARIF HIDAYATULLOH
CIPONGKOR KABUPATEN BANDUNG BARAT
(Studi Kasus Pada Peserta Didik Kelas XII di MA Syarif Hidayatulloh
Cipongkor Bandung Barat)

PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
Nurul Kholipah
NIM 1901069

Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Falah


Program Studi Pendidikan Agama Islam
NIM 1901069

Disahkan Oleh :
Dosen Pembimbing Akademik

Saepulloh, M.A
NIDN. 2105026702

Menyetujui
Ketua Program Studi
Pendidikan Agama Islam

Awan Gunawan, M.Ag


NIDN. 2114078301

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada


Allah SWT yang selalu memberikan begitu banyak nikmat dan pertolongan
kepada penulis sehingga proposal skripsi ini dapat terselesaikan dengan usaha,
semangat, doa. Proposal Skripsi ini dengan judul “Metode Takrir dalam Menjaga
Hafalan Al-Quran Juz 29 dan Juz 30 Peserta Didik di MA Syarif Hidayatulloh
Cipongkor Kabupaten Bandung Barat”.
Penyusunan proposal skripsi ini untuk memenuhi sebagian syarat
mengikuti seminar proposal pada Program Studi Pendidikan Agama Islam STAI
Darul Falah Cihampelas Bandung Barat.
Penulis menyadari dalam penyusunan proposal skripsi ini banyak
mendapat dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Dengan
ketulusan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberi kemudahan kepada penulis sehingga proposal
skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
2. Bapak Saepulloh, M.A selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
sangat membantu penulis, baik dari segi bimbingan, arahan dan bantuan
lainnya.
3. Kedua orang tua, yang selalu memberikan semangat dan senantiasa
mendoakan.
4. Suamiku tercinta, yang selalu memberikan dukungan dan doa yang luar biasa
atas segala yang penulis tempuh.
5. Teman-teman seperjuangan yang saat ini sama-sama sedang berusaha untuk
mencapai titik bahagia diakhir masa-masa perkuliahan.
Tentunya masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan proposal
skripsi ini, namun dengan segala keterbatasan semoga proposal skripsi ini dapat
bermanfaat dikemudian hari khususnya bagi penulis dan umumnya untuk kita
semua.

Cihampelas, Januari 2023


Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................i

KATA PENGANTAR .................................................................................ii

DAFTAR ISI ................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................1

1.1 Latar Belakang Penelitian ................................................................1


1.2 Fokus Masalah .................................................................................3
1.3 Rumusan Masalah ............................................................................3
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................4
1.5 Manfaat Penelitian ...........................................................................4
1.6 Struktur Organisasi Skripsi ..............................................................5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................6

2.1 Metode Takrir ..................................................................................6

2.1.1 Pengertian Metode Takrir ........................................................6

2.1.2 Sistem Pengajaran Metode Takrir ...........................................9

2.1.3 Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Takrir ........................9

2.1.4 Kelemahan dan Kelebihan Metode Takrir ..............................13

2.2 Kemampuan Menghafal Al-Quran ..................................................14

2.2.1 Pengertian Kemampuan Menghafal Al-Quran ........................14

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi dalam Menghafal Al-Quran .......18

2.2.3 Syarat-syarat Menghafal Al-Quran ..........................................19

2.2.4 Keutamaan Menghafal Al-Quran .............................................19

2.3 Menjaga Hafalan Al-Quran .............................................................21

2.3.1 Pengertian Menjaga Hafalan ....................................................21

2.3.2 Faktor yang Menunjang Terjaganya Hafalan ..........................25

2.3.3 Faktor yang Menghambat Terjaganya Hafalan ........................26

iii
2.4 Penelitian yang Relevan ..................................................................26

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................29

3.1 Desain Penelitian .............................................................................29

3.2 Lokasi Penelitian .............................................................................29

3.3 Partisipan .........................................................................................30

3.4 Definisi Operasional Variabel .........................................................30

3.5 Pengumpulan Data ...........................................................................31

3.5.1 Observasi ..................................................................................31

3.5.2 Wawancara ...............................................................................31

3.5.3 Dokumentasi ............................................................................32

3.6 Analisis Data dan Keabsahan Data ..................................................32

3.6.1 Analisis Data ............................................................................32

3.6.2 Pengkajian Keabsahan Data .....................................................33

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................35

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Al-Quran adalah firman Allah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW
sebagai mukjizat yang melewati banyak masa, terjaga didalam dada, terbaca
didalam lidah, ditulis di dalam mushaf, diketahui surat-surat dan ayat-ayatnya,
huruf-huruf dan kata-katanya terpelihara dari penambahan dan pengurangan,
maka tidak diperlukan batasan dalam definisinya, dan tidak memerlukan
bilangan dalam batasannya (Muhammad Imam, 2013 : 28).
Al-Quran diturunkan melalui Malaikat Jibril, diriwayatkan kepada kita
dengan mutawatir, membacanya terhitung sebagai ibadah dan tidak akan
ditolak kebenarannya (Ahsin Wijaya, 2009 : 1).
Al-Quran merupakan sumber dan mata air yang memancarkan ajaran-
ajaran islam. Hukum-hukum islam yang mengandung serangkaian
pengetahuan tentang akidah, pokok-pokok akhlak dan perbuatan dapat
dijumpai sumber asli dalam ayat-ayat Al-Quran.
Sebagaimana firman Allah SWT QS Al-Baqarah: 2 :

َ ‫ك ْال ِكتَابُ اَل َري‬


‫ْب فِ ْي ِه‬ َ ِ‫َذل‬
“Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka
yang bertaqwa” (Kementerian Agama RI, 2011, hal. 33)
Ayat diatas menjelaskan bahwa salah satu fungsi Al-Quran adalah
sebagai pedoman dan petunjuk bagi seluruh umat muslim yang bertaqwa.
Dalam ajaran Islam, menghafal Al-Quran bernilai ibadah apabila
berniatkan hanya karena Allah SWT dan mengharap ridho-Nya. Menghafal
Al-Quran merupakan suatu perbuatan yang terpuji dan mulia. Para ulama
sepakat bahwa hukum menghafal Al-Quran adalah fardhu kifayah (Maitsa
Ulinnuha, 2017).
Dalam menghafal Al-Quran Perlu ke istiqomahan dalam menjaganya.
Penghafal Al-qur’an harus memperhatikan kualitas dirinya. Ia harus menjaga
hati, perilaku, serta pergaulannya. Jika tidak, hafalan yang sudah melekat
dalam ingatan akan terlupakan akibat kekhilafan. Selain itu pula, penghafal

1
2

Al-Quran perlu mengetahui metode dan teknik yang dapat memudahkan


usaha-usaha tersebut sehingga berhasil dengan baik, sebab di dalam dunia
belajar terutama dalam pembelajaran berbasis masalah (PBM), metode jauh
lebih penting dari materi.
Demikian urgennya metode dalam proses pendidikan dan pengajaran.
Sebuah proses belajar mengajar bisa dikatakan tidak berhasil bila dalam
proses tersebut tidak menggunakan metode. Sebuah metode dikatakan baik
apabila bisa mengantar kepada tujuan yang akan dicapai. Begitu juga dalam
menghafal Alqur’an, metode yang baik sangat mempengaruhi terhadap proses
menghafal, sehingga dapat tercipta dalam menghafal Al-Quran. Terdapat 5
metode menghafal al-qur’an yakni: bin nadzar, tahfidz, talaqqi, takrir dan
tasmi’.
Bagi sebagian orang, menghafal Al-Quran menjadi suatu kebutuhan
dan motivasi bagi hidupnya. Namun setiap orang pula memiliki kemampuan
dan potensi menghafal Al-Quran yang berbeda-beda. Para penghafal Al-
Quran tentunya ingin cepat menghafal Al-Quran dan menginginkan
hafalannya lancar serta tidak mudah lupa. Tentunya diperlukan Muraja’ah
atau mengulang-ngulang hafalan yang sudah di hafal agar melekat dalam
ingatan.
Salah satu metode yang cocok sebagai solusi penghafal Al-Quran
adalah metode takrir. Metode takrir adalah bentuk sistematis dari cara
menghafal Al-Quran yang paling tua dan banyak diamalkan oleh para huffaz
(penghafal Al-Quran) dari dulu hingga sekarang. Metode ini merupakan suatu
metode untuk mengulang-ngulang hafalan dalam Al-Quran.
Madrasah Aliyah Syarif Hidayatulloh adalah salah satu Madrasah yang
memiliki program Tahfidzul Quran. Program ini diterapkan kepada semua
siswa-siswi terutama untuk siswa kelas XII.
Dalam program Tahfidzul Quran ini, siswa-siswi diberi target hafalan.
Untuk siswa-siswi kelas XII diberikan target hafalan 2 juz, yakni juz 30 dan
juz 29 sebagai salah satu syarat memperoleh kelulusan. Untuk memenuhi
target ini tentunya perlu adanya bimbingan dari guru. Serta perlu adanya
kesadaran dan motivasi yang tinggi dari siswa dalam menghafal Al-Quran.
3

Dengan adanya target bagi siswa kelas XII, MA Syarif Hidayatulloh


menerapkan metode takrir bagi siswa-siswinya. Dimana metode ini dilakukan
dengan cara menghafal ¼ halaman. Setelah hafal dan lancar siswa
menyetorkan hafalannya kepada guru tahfidz. Apabila hafalan siswa lancar
maka guru menandatangani buku monitoring hafalan siswa, kemudian siswa
melanjutkan menghafal ¼ halaman lagi dan disetorkan kembali kepada guru
tahfidz apabila sudah hafal dan seterusnya seperti itu sampai hafal satu
halaman utuh.
Dari latar belakang diatas, penulis tertarik melakukan penelitian secara
mendalam dan menjadikannya sebagai penelitian. Oleh karenanya, penelitian
ini akan diberi judul “Metode Takrir Dalam Menjaga Hafalan Al-Quran
Juz 29 dan Juz 30 Peserta Didik di MA Syarif Hidayatulloh Cipongkor
Kabupaten Bandung Barat”.
1.2 Fokus Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, permasalahan
yang akan penulis teliti dapat difokuskan pada pengelolaan :
1.2.1 Penerapan Metode Takrir
1.2.2 Dampak positif dari penerapan Metode Takrir
1.2.3 Faktor pendukung dan penghambat penerapan Metode Takrir
1.3 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian dan fokus masalah penelitian di
atas, maka apat dijabarkan rumusan masalah sebagai berikut:
1.3.1 Bagaimana penerapan metode takrir dalam menjaga hafalan Al-Quran
juz 29 dan juz 30 peserta didik di MA Syarif Hidayatulloh ?
1.3.2 Bagaimana dampak positif dari metode takrir dalam menjaga hafalan
Al-Quran juz 29 dan juz 30 peserta didik di MA Syarif Hidayatulloh ?
1.3.3 Apa saja faktor pendukung dan penghambat pada penerapan metode
takrir dalam menjaga hafalan Al-Quran juz 29 dan juz 30 peserta didik
di MA Syarif Hidayatulloh ?
4

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti adalah sebagai
berikut:
1.4.1 Untuk mengetahui penerapan metode takrir dalam menjaga hafalan
Al-Quran juz 29 dan juz 30 peserta didik di MA Syarif Hidayatulloh
1.4.2 Untuk mengetahui dampak positif dari metode takrir dalam menjaga
hafalan Al-Quran juz 29 dan juz 30 peserta didik di MA Syarif
Hidayatulloh
1.4.3 Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat pada penerapan
metode takrir dalam menjaga hafalan Al-Quran juz 29 dan juz 30
peserta didik di MA Syarif Hidayatulloh
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat pada berbagai
pihak, di antaranya:
1.5.1 Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
khazanah keilmuan di bidang agama Islam, terlebih
khususnya pada peserta didik terutama dalam menjaga hafalan Al-Quran
juz 29 dan juz 30 peserta didik di MA Syarif Hidayatulloh.
1.5.2 Manfaat praktis
1. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan tentang cara menghafal
dan mempertahankan hafalan Al-Quran yang sudah dihafal.
2. Bagi peserta didik, diharapkan dapat mengetahui manfaat
penerapan metode takrir yang telah diterapkan dan mengetahui
hambatan-hambatannya.
3. Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
keilmuan dalam pembelajaran tahfidzul quran.
4. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
tambahan referensi metode hafalan Al-Quran yang efektif untuk
diterapkan pada peserta didik berikutnya dalam tahfidzul quran,
sehingga dapat menghasilkan tahfidzul quran yang cerdas.
5

5. Bagi peneliti lain, diharapkan setelah adanya penelitian ini akan


berkembang bagi metode-metode hafalan Al-Quran lainnya lebih
efektif.
1.6 Struktur Organisasi Skripsi
1. Bab 1 Pendahuluan
Pada bab 1 pendahuluan penulis memafarkan tentang latar
belakang penelitian yang berisikan masalah yang mendasari penulisan
skripsi, kemudian fokus masalah, rumusan masalah, tujuan masalah,
manfaat penelitian skripsi dan struktur organisasi skripsi.
2. Bab 2 Kajian Pustaka
Pada bab 2 berisikan kajian Pustaka landasan teori penelitian
penulis tentang metode takrir meliputi: pengertian metode takrir, sistem
pengajaran metode takrir, langkah pelaksanaan metode takrir, kelemahan
dan kelebihan metode takrir. Serta teori kemampuan menghafal Al-Quran
yang meliputi: pengertian menghafal Al-Quran, faktor yang
mempengaruhi dalam menghafal Al-Quran, syarat menghafal Al-Quran,
dan keutamaan mengahafal Al-Quran. Teori menjaga hafalan Al-Quran
meliputi: pengertian menjaga halafan, faktor yang menunjang terjaganya
hafalan, dan faktor yang menghambat terjaganya hafalan.
3. Bab 3 Metodologi Penelitian
Berisikan tentang metode peneliti dalam mencari dan
mengumpulkan data peneliti di lapangan. Desain penelitian, lokasi
penelitian, partisipan, sumber data, tekhnik pengumpulan data, tekhnik
analisis data dan pengecekan keabsahan data.
4. Daftar Pustaka
Berisikan sumber-sumber buku ataupun jurnal yang memuat nama
penulis, judul buku, tahun terbit, dan kota atau nama penerbit.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Metode Takrir


2.1.1 Pengertian Metode Takrir
Dalam pelaksanaan pembelajaran, hal yang menentukan tujuan
tercapai secara efektif salah satunya terletak pada penggunaan metode
pembelajaran yang tepat. Terlebih dengan perkembangan zaman di
dunia pendidikan banyak membawa perubahan dalam pola pikir yang
awam menjadi lebih modern. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an
surat An-Nahl ayat 125, yang berbunyi:

‫ َو َج ِد ْلهُ ْم‬،‫ة ْال َح َسنَ ِة‬dِ َ‫لى َسبِي ِْل َرب َِّك باِ ْل ِح ْك َم ِة َو ْال َم ْو ِعظ‬ َ ‫ع ِإ‬ ٌ ‫اٌ ْد‬
َ ‫باِ لّتِ ْي ِه َى َأحْ َس ُن ِإ َّن َرب ََّك هُ َو َأ ْعلَ ُم بِ َم ْن‬
‫ض َّل َع ْن َسبِ ْيلِ ْي ِه‬
‫َوهُ َو َأ ْعلَ ُم با ِ ْل ُم ْهتَ ِد ي َْن‬
Artinya: “serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pengajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (Kementerian
Agama RI, 2011, hal. 417)
Berdasarkan ayat tersebut diterangkan bahwa metode yaitu cara
untuk mengantarkan bahan pembelajaran memakai asas pendidikan
ataupun teori belajar. Secara definisi, metode bisa diartikan suatu
prosedur yang dipergunakan pendidik dalam melaksanakan tugas-tugas
kependidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (dari segi
pendidik).
Selain itu metode juga dapat berarti teknik yang dipergunakan
peserta untuk menguasai materi tertentu dalam proses mencari ilmu
pengetahuan (dari segi peserta didik). Metode pembelajaran adalah
cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh peserta agar
terjadi proses belajar pada peseerta didik dalam upaya mencapai tujuan.

6
7

Berdasarkan pendapat tersebut dapat diartikan bahwa metode


pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan guru agar proses
pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan tujuan pembelajaran
dapat tercapai secara optimal. Untuk itu metode sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan tujuan pembelajaran.
Kata ‫ تقرير‬dengan arti ketetapan/kenyataan dan ‫قر‬-‫ يىقرر‬-‫ ق رر‬dengan
arti tinggal/diam. Al Jarjani (2012 : 3) menjelaskan bahwa takrir yaitu
memberikan penjelasan tentang pengertian dengan ibarat. Sedangkan
dalam istilah nahwu pengertian tetap selalu bersamaan dengan
kontinyuitas, sehingga pengertian ini dalam pendidikan lebih dekat
dengan usaha kontinyuitas dalam belajar untuk dapat meraih hasil yang
maksimal.
Pengertian yang telah dikemukakan, baik berdasarkan pengertian
bahasa maupun yang dijelaskan dalam Al-Qur’an al karim bahwa takrir
mempunyai pengertian diam/tetap dan senang. Dari penelitian ini
penulis memahami pengertian tetap ini merupakan
istikomah/konsekuen yang membutuhkan kontinyuitas dalam sebuah
metode pendidikan sehingga dengan ketekunan dan keistiqamahan
seseorang dalam belajar akan membuat ilmunya meresap lebih lama
dalam dadanya.
Metode takrir yaitu mengulang hafalan atau mensima’kan hafalan
yang pernah dihafalkan/sudah pernah disima’kan kepada guru tahfidz,
takrir dimaksudkan agar hafalan yang pernah dihafal tetap terjaga
dengan baik. Selain dengan guru, takrir juga dilakukan sendiri sendiri
dengan maksud melancarkan hafalan yang telah dihafal, sehingga tidak
mudah lupa. Misalnya pagi hari untuk menghafal materi hafalan baru,
dan sore harinya untuk men takrir materi yang telah dihafalkan.
Metode takrir secara etimologi berasal dari bahasa yunani
“metodos” kata ini berasal dari dua suku kata yaitu “metha” yang
berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara.
Metode berarti jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam Kamus
Bahasa Indonesia, “metode” adalah cara yang teratur dan berfikir baik
8

untuk mencapai maksud. Sehingga dapat dipahami bahwa metode


berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran
agar mencapai tujuan belajar.
Metode adalah strategi yang tidak bisa ditinggalkan dalam proses
belajar mengajar. Setiap kali mengajar guru pasti menggunakan
metode.
Metode yang digunakan itu tidak sembarangan sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Istilah takrir dalam Bahasa Arab (‫ تكريرا‬-‫ يكرر‬-‫ )ارر‬yang
berarti mengulang-ulang. Metode takrir adalah salah satu aturan agar
informasi-informasi yang diterima ke memori jangka sesaat bisa
berlangsung ke memori jangka lama dengan cara mengulang-ulang
(herearsal atau takrir). Pada kesempatan ini ada dua cara pengulangan:
1) Maintenance rehearsal, yakni cara untuk memperbaiki ingatan
tanpa harus mengganti struktur atau dapat dikatakan pengulangan
tanpa berfikir.
2) Elaborative rehearsal, yaitu cara untuk mengulang yang
diorganisasikan dan diolah dengan aktif, serta dikembangkan
hubungan-hubungannya sampai menjadi sesuatu yang berarti.
Pengungkapan kembali informasi yang tersimpan di dalam memori
kadang kala terbukti dengan sendirinya dan kadang kala perlu untuk
dipancing. Hafalan Al-Quran secara berurutan dengan sendirinya akan
menjadi pancingan untuk ayat-ayat sesudahnya. Oleh sebab itu, lebih
susah untuk membacakan potongan ayat yang terdapat di ayat
sebelumnya dari pada yang terdapat di ayat sesudahnya.
Masalah yang selalu dialami oleh mereka para penghafal Al-Quran
yakni memikirkan tempat terletaknya ayat yakni di sisi atas Al-Quran
disebabkan terlalu seringnya penghafal Al-Quran menghafal satu
halaman. Penyimpanan informasi di dalam gudang memori dan
seberapa lama kekuatannya juga tergantung pada individu. Ada orang
yang memiliki daya ingat teguh, sehingga menyimpan informasi dalam
waktu lama, meskipun tidak atau jarang diulang.
9

Sementara yang lain memerlukan pengulangan secara berkala


bahkan cenderung terus menerus, perlu ditegaskan bahwa gudang
memori itu tidak akan penuh dengan informasi-informasi yang di
masukkan ke dalamnya walaupun disimpan berulang-ulang, karna
kemampuannya menurut pakar psikologi nyaris tanpa batas.
Hanya perlu diketahui bahwa belahan otak (otak kanan atau otak
kiri) mempunyai fungsi yang berbeda. Fungsi belahan otak kiri
terutama untuk menangkap persepsi kognitif, menghafal, berfikir linier
dan teratur. Sedangkan belahan otak kanan lebih terkait dengan
persepsi hilistic imajinatif, kreatif dan bisosiatif (Fithriani, 2016 : 418).
Hafalan yang telah disima’ oleh guru yang semula sudah lancar,
terkadang masih sering terjadi kelupaan bahkan terkadang semua
hafalan menjadi hilang. Maka dari itu, perlu diadakan takrir atau
mengulang kembali hafalan yang telah diperdengarkan kepada
instruktur atau guru.
2.1.2 Sistem Pengajaran Metode Takrir
1. Peraga
Guru mempraktekan dengan cara melafalkan terlebih
dahulu dengan bacaan ayat Al-Quran, lalu peserta didik
mempraktekan bacaan yang telah dibacakan oleh guru. Membaca
dengan cermat ayat-ayat Al-qur’an yang akan di hafal secara
berulang-ulang.
2. Individual
Hal ini dilakukan secara mandiri yaitu peserta didik terlebih
dahulu membaca kemudian menghafal, dan setelah hafal
mensima’kan kepada teman secara berpasang-pasangan.
2.1.3 Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Takrir
Adapun langkah-langkah dalam melaksanakan metode takrir yaitu :
1. Membaca ayat yang akan dihafal
2. Mengahafal sedikit demi sedikit ayat yang akan dihafal
3. Menghafal ayat per ayat sampai batas materi
4. Mengulang hafalan sampai benar-benar lancar
10

5. Wajib mengulang hafalan (takrir) Kembali


6. Tasmi’
Tasmi’ yaitu memaksimalkan hafalan yang sudah dihafal
dihadapan perorangan maupun jamaah. Dengan demikian seorang
penghafal Alqur’an dapat mengetahui kekurangan yang ada pada
dirinya, karena kadang kala para penghafal Al-qur’an lengah dalam
menghafal atau mengucapkan huruf yang hendak dihafal.
Dengan tasmi' ini para penghafal Al-qur’an akan tahu letak
kesalahan mereka dan lebih bisa fokus dalam menghafal Al-qur’an.
Untuk itu, untuk seorang hafidzh wajib hukumnya untuk
memperdengarkan hafalannya kepada para hafidz yang lainnya
atau lebih baik lagi jika disimak bersama hafidzh yang sangat teliti.
Tujuannya agar para hafidz mengetahui letak kesalahan
bacaan yang terlupakan. Karena tidak sedikit yang salah ketika
membaca surat dan tidak sadar akan kesalahan meskipun tengah
melihat mushaf. Sebab itu tasmi’ (mensima’kan hafaln kepada
hafidz lainnya) adalah salah satu sarana agar mengetahui letak
kesalahan bacaan. Dengan demikian hal tersebut berguna bagi
hafalannya.
Di dalam proses menghafal Al-qur’an keinginan untuk lebih cepat
menghatamkan sangat wajar, akan tetapi keinginan tersebut jangan sampai
menjadikan terlalu cepat untuk menghafal dan berpindah kehafalan yang
baru. Disayangkan hafalan yang sudah ada terlewati karena lebih
memperhatikan hafalan yang baru.
Mengulang hafalan yang baik, hendaknya mengulang yang sudah
pernah dihafalkan atau disetorkan kepada guru atau kiai secara terus
menerus dan istiqamah. Tujuan dari takrir atau mengulang ialah supaya
hafalan yang sudah dihafalkan terjaga dengan baik, kuat dan lancar.
Mengulang hafalan bisa dilakukan sendiri atau didengar oleh guru atau
teman.
Metode takrir terbagi menjadi empat, yakni :
1) Takrir hafalan secara mandiri/sendiri
11

Penghafal Al-qur’an harus bisa membagi waktu untuk


mentakrir maupun menambah hafalan yang baru. Untuk hafalan
yang baru harus lebih sering ditakrir minimal seminggu dua kali
dan hafalan yang sudah lama perlu pula ditakrir setiap hari.
Maksudnya hafalan yang bertambah banyak maka wajib pula ada
terdapat sekali atau satu kali selama seminggu dan ada pula yang
hatam dalam waktu dua hari. Semua dikerjakan sesuai
kemampuan individu dan apabila ada waktu yang luang dapat
mengulang untuk menghatamkan Al-qur’an. Seperti demikian
pula sebaliknya, jika sedang sibuk maka semampunya saja
(Roffiul Wahyudi, 2017 : 45).
2) Muroja’ah malam
Ketika menghafal, seyogyanya mengharuskan diri supaya
sering bangun malam untuk memuroja’ah hafalan baru dan terus
memuroja’ah hafalan yang lama. Sebab melimpah sekali firman
Allah SWT yang menerangkan tentang keutamaaan seseorang
ketika pada malam hari membaca Alqur’an. Allah SWT
berfirman dalam Al-qur’an surat Al-Imran ayat 113-114, yang
berbunyi:

ِ َ‫ب ُأ َّمةٌ قَآ ِئ َمةٌ يَ ْتلُ ْو َن َءاي‬


‫ت‬ ِ َ‫لَ ْيس ُْو ا َس َوا ًء ِم ْن َأ ْه ِل ْال ِكت‬
)113( ‫ن‬ َ ‫هَللْا ِ َءانَآ َء الَّي ِْل َوهُ ْم يَ ْس ُج ُد ْو‬
ِ ‫يُْؤ ِمنُ ْو َن باِهَلل ِ َو ْاليَ ْو ِم ْاالَ ِخ ِر َويَْأ ُمر ُْو َن باِ ْل َم ْعر ُْو‬
‫ف‬
َ ‫ت َوُألَِئ‬
‫ك‬ ِ ‫لخي َْر‬ َ ‫َويَ ْنهَ ْو َن َع ِن ْال ُم ْن َك ِر َويُ َس ِر ُع ْو َن ِفى ْا‬
)114( ‫ْن‬ َ ‫صلِ ِحي‬َّ ‫ِم َن ال‬
Artinya: “ mereka itu tidak (seluruhnya) sama; di antara
ahli kitab ada golongan yang jujur, mereka membaca ayat-ayat
Allah pada malam hari, dan mereka juga bersujud (shalat).
Mereka beriman kepada Allah SWT di hari akhir, mereka
menyuruh (berbuat) yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan;
mereka termasuk orang-orang yang saleh”. (Kementerian
Agama RI, 2011, hal. 22-23)
12

3) Al-qur’an dijadikan sebagai wirid


Diriwayatkan dari para hafidz, Ibnu Abi Dunya berkata, ada
seorang hafidz yang lupa akan wiridnya karena tertidur dimalam
hari. Setelahnya ia bermimpi, seakan-akan ada yang berkata:
“aku heran seorang pemuda berbadan sehat, ia tidur lelap hingga
fajar tiba, padahal tidak ada yang mampu menghalau serangan
kematian ketika ia datang diwaktu malam”.
4) Mentakrir ketika shalat
Sudah semestinya hafidz hafidzah memakai ayat yang
dihafal ketika shalat, di shalat sunah ataupun shalat wajib.
Hafalan yang dilafalkan ketika shalat seyogyanya dibaca secara
urut. Ketika hendak melaksanakan shalat, akan lebih bagus
memakai ayat yang sudah dihafal. Karena bisa membantu proses
menghafal. apabila mampu untuk istiqomah mentakrir membaca
satu lembar atau setengah dalam sholat, jadi dalam wktu satu
hari dapat lancar satu atau dua lembar.
Seorang penghafal seyogyanya dapat memanfaatkan waktu
shalat untuk mentakrir hafalannya, ketika menjadi imam maupun
shalat sendiri. Selain menambah hafalan cara demikian dapat
melancarkan hafalan.
Allah SWT telah berfirman dalam Al-qur’an surat Al-
Baqarah ayat 153, yang berbunyi:

‫صلَو ِة‬ َّ ‫يََأيُّهَا الَّ ِذي َْن َءا َمنُ ْو ا ا ْستَ ِع ْينُ ْو ا باِ ل‬
َّ ‫صب ِْر َوال‬
)153( ‫ْن‬َ ‫صبِ ِري‬َّ ‫ِإناَهللَ َم َع ال‬
Artinya: ”Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah
pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh,
Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Kementerian Agama
RI, 2011, hal. 231)
Maka mintalah tolong terhadap Allah SWT, dan perbanyak
mentakrir ketika shalat. Seperti yang telah dilaksanan Rosulullah
dan para sahabat. Kemudian pula Allah SWT berfirman dalam
Al-qur’an surat Al-Baqarah ayat 238, yang artinya:
13

“Peliharalah semua shalat (mu), dan (peliharalah) shalat


wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan
khusyu”. (Kementerian Agama RI, 2011, hal. 352)
Shalat wusthaa ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang
paling utama. Ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud
dengan shalat wusthaa ialah shalat Ashar. Menurut kebanyakan
ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan
dengan sebaik-baiknya.
Ayat diatas menjelaskan bahwa salah satu cara di dalam
melancarkan hafalan Al-qur’an adalah dengan cara mengulang
hafalannya di dalam shalat. Dengan cara tersebut shalat kita akan
terjaga dengan baik karena dipastikan seseorang tersebut sudah
hafal bacaan sholat.
Kesimpulannya, uraian di atas berkaitan dengan beberapa
penerapan metode takrir dalam rangka memelihara hafalan
supaya tetap terjaga. Hal ini karena, manusia tidak dapat
dipisahkan dengan sifat lupa, karena lupa merupakan identitas
yang selalu melekat dalam dirinya. Dengan pertimbangan inilah,
agar hafalan Al-qur’an yang telah dicapai dengan susah payah
tidak hilang, mengulang hafalan dengan teratur adalah cara
terbaik untuk mengatasinya.
2.1.4 Kelemahan dan Kelebihan Metode Takrir
Dalam penggunaan suatu metode, tentu terdapat kelebihan dan
juga kelemahan. Berikut kelebihannya adalah :
1) Memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam melafalkan ayat,
sehingga dapat melafalkan ayat dengan benar sesuai dengan
makharijul huruf dan ilmu tajwid yang tepat. Sebab terkadang jika
mengulang sendiri terdapat kesalahan yang tidak disadari. Akan
berbeda jika melibatkan guru/patner, kesalahan-kesalahan yang
terjadi akan mudah diketahui dan kemudian diperbaiki
2) Memperkokoh hafalan yang pernah dihafal
14

3) Meningkatkan ingatan, ketika seorang penghafal mengulang-ulang


ayat yang ia hafal, ketika itu pula prosentase kekuatan ingatannya
akan bertambah
4) Pengulangan menjadikan proses menghafal lebih cepat dan mampu
bertahan lama didalam ingatan.
Selain itu terdapat pula kelemhannya, yakni:
1) Ketika terjadi kesalahan dalam mengulang hafalan dengan sendiri,
maka tidak ada yang membenarkan kesalahan tersebut, kesalahan
hanya dapat dirumah menjadi benar jika penghafal menyadari
bahwa terdapat kesalahan dalam melafalkan ayat-ayat Al-qur’an
2) Membutuhkan waktu yang lama, harus terus menerus mengulang.
orang yang Al-qur’an maka harus siap untuk terus mengulang-
ulang hafalannya.
2.2 Kemampuan Menghafal Al-qur’an
2.2.1 Pengertian menghafal Al-qur’an
Menghafal asal kata ‫اظ‬dd‫ حفظا ج حف‬-‫ يحفظ‬-‫ حفظ‬yang artinya menghafal
ataupun menjaga. Menanamkan materi dalam ingatan adalah suatu
aktivitas didalam menghafal sehingga dapat diproduksi nantinya dalam
ingatan. Menghafal adalah sebuah usaha aktif agar dapat memaksukan
informasi kedalam otak. Kuswana menjelaskan bahwa menghafal
adalah mendapat kembali pengetahuan yang relevan dan tersimpan di
memori jangka panjang (Saadulloh, 2017 : 49).
Pengertian Al-qur’an secara bahasa adalah bacaan, karna kata Al-
qur’an adalah bentuk masdar dari fi’il madhi qoro’a yaqro’u qur’anan.
Sedangkan pengertian Al-qur’an secara istilah adalah kalam Allah
SWT yang diturunkan ke hati nabi Muhammad SAW Secara berangsur-
angsur dalam bentuk ayat-ayat dan surat-surat selama fase kerasulan
(23 tahun), dimulai dari surat al-fatihah dan diakhiri dengan surat an-
nas, disampaikan secara metawatir mutlak, sebagai bukti kemu’jizatan
atas kebenaran risalah Islam (Saadulloh, 2017 : 49).
Menghafal Al-qur’an adalah suatu proses mengingat, dimana seluruh
materi harus diingat secara sempurna. Karena itu, seluruh proses
15

pengingatan terhadap ayat dan bagian-bagiannya itu mulai dari proses


awal hingga pengingatan kembali (recalling) harus tepat. Keliru dalam
memasukkan atau menyimpannya, akan keliru pula dalam
mengingatnya kembali, atau bahkan sulit ditemukan dalam memori.
Seorang ahli psikolog ternama. Atkinson (1999 : 122), menyatakan
bahwa para ahli psikologi menganggap penting membuat perbedaan
dasar mengenai ingatan. Pertama, mengenai tiga tahapan, yaitu
encoding (memasukkan memori kedalam ingatan), storage (menyimpan
informasi yang telah dimasukkan), dan retrieval (mengingat kembali
informasi tersebut). Kedua, mengenai dua jenis ingatan, yaitu short
term memory (ingatan jangka pendek), dan long term memory (ingatan
jangka panjang).
1) Encoding (memasukkan informasi kedalam ingatan)
Encoding adalah suatu proses memasukan data-data informasi
kedalam ingatan. Proses ini melalui dua alat indra manusia, yaitu
penglihatan dan pendengaran. Kedua alat indra yaitu mata dan
telinga, memegang peranan penting dalam penerimaan informasi
sebagaimana banyak dijelaskan dalam ayat-ayat Al-qur’an, dimana
penyebutan mata dan telinga selalu beriringan (as-sama’ wal
abshar). Itulah sebabnya, sangat dianjurkan untuk mendengarkan
suara sendiri (sekedar didengar sendiri) pada saat menghafal Al-
qur’an agar kedua alat sensorik ini bekerja dengan baik.
Tanggapan dari hasil pandangan dan pendengaran oleh kedua alat
sensorik tadi (mata dan telinga) harus mengambil bentuk
tanggapan yang identik (persis sama). Karena itu, untuk
memudahkan menghafal Al-qur’an sangat dianjurkan untuk hanya
menggunakan satu model mushaf Al-qur’an secara tetap agar tidak
berubah-ubah strukturnya didalam peta mental.
2) Strorage (penyimpanan)
Proses lanjut setelah encoding adalah penyimpanan informasi
yang masuk didalam gudang memori. Gudang memori terletak
didalam memori jangka panjang (long term memory) semua
16

informasi yang dimasukkan dan disimpan didalam gudang memori


itu tidak akan pernah hilang. Apa yang disebut lupa sebenarnya
hanya kita tidak berhasil menemukan kembali informasi tersebut
didalam gudang memori. Mungkin karna lemahnya proses saat
pemetaannya, sehingga sulit ditemukan kembali. Padahal,
sesungguhnya masih ada didalam gudang memori.
Perjalanan informasi dari awal diterima oleh indra hingga
kememori jangka pendek, bahkan kememori jangka panjang ada
yang bersifat otomatis (automatic processing) dan ada pula yang
harus diupayakan (offortful processing). Keduanya dilamai dalam
kehidupan sehari-hari.
Proses penyimpanan yang bersifat otomatis pada umumnya
merupakan pengalaman-pengalaman yang istimewa. Sementara itu
pengalaman-pengalaman yang umum dialami sehari-hari harus
diupayakan penyimpananya kalau memang hal itu dikehendaki
atau diperlukan. Demikian pula informasi-informasi yang kami
terima dan hal itu dianggap penting untuk disimpan, tentu
diperlukan pengamatan yang serius. Penghafal Al-qur’an termasuk
pada kategori yang kedua ini, jadi harus diupayakan secara
sungguh-sungguh agar tersimpan untuk yang diorganisasikan dan
diproses secara aktif, serta dikembangkan hubungan-hubungannya
sehingga menjadi sesuatu yang bermakna. Takrir yang dilakukan
pada umumnya oleh penghafal Al-qur’an adalah cara pertama
yaitu, mengulang dan mengulang ayat-ayat Al-qur’an sampai
dihafal dengan lancar.
Cara ini memang lebih cocok dipakai terutama jika menghafal
materi yang tidak dipahami maknanya serta menginginkan urutan-
urutan hafalan secara persis dengan teks aslinya. Sedangkan jika
yang ingin diingat adalah makna atau inti sarinya, maka cara yang
kedua lebih baik karena tidak terikat pada teks. Tetapi, menghafal
sesuatu yang dimengerti urutan (sequence) seperti hafalan Al-
qur’an memang harus selalu diulang, berbeda dengan materi yang
17

cukup diperlukan makna dan intisarinya saja biasanya tidak terlalu


menuntut pengulangan yang terus-menerus.
Perlu ditegaskan bahwa gudang memori itu tidak akan penuh
dengan informasi-informasi yang dimasukkan kedalamnya
walaupun disimpan berulang-ulang, karna kemampuannya menurut
para pakar psikologi nyaris tanpa batas. Hanya perlu diketahui
bahwa belahan otak (otak kanan dan otak kiri) mempunyai fungsi
yang berbeda. Fungsi belahan otak kiri terutama untuk menangkap
persepsi kognitif, menghafal, berpikir linier dan teratur. Sedangkan
belahan otak kanan lebih terkait dengan persepsi holistic,
imajinatif, kreatif, dan bisosiatif. Menurut fungsinya tersebut, otak
kirilah yang yang bekerja keras ketika menghafal Al-Quran.
3) Retrieval (pengungkapan kembali)
Pengungkapan kembali informasi yang telah disimpan didalam
gudang memori ada kalanya serta merta da nada kalanya perlu
pancingan. Dalam proses mengahafal ayat Al-Quran, urutan-urutan
ayat sebelumnnya otomatis menjadi pancingan terhadap ayat-ayat
selanjutnya.
Karena itu, biasanya lebih sulit menyebutkan ayat-ayat yang
terletak sebelumnya dari pada yang terletak sesudahnya. Atau
mungkin akan menemukan masalah ketika akan mengingat ayat
yang terletak diawal pojok Al-qur’an. Apabila persambungan
antara satu halaman dengan halaman berikutnya tidak berurut
dalam peta mental, maka mungkin akan terjadi kegagalan pada saat
ingin mereproduksi awal halaman baru. Oleh karena itu, perlu
dilakukan persambungan dalam menghafalkannya, agar didalam
peta mental juga terjadi persambungan yang berarti. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara menghafal ulang satu dapat diingat dan
lancar melafalkan di luar kepala.
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Menghafal Al- Qur’an
Problema yang dihadapi oleh para penghafal Al-qur’an bermacam-
macam. Mulai dari pengembangan minat, kesulitan menjaga hafalan,
18

pembagian waktu sampai kepada metode menghafal Al-qur’an itu


sendiri. Beberapa faktor pendukung dalam menghafal Al-qur’an:
1. Berbaik Sangka kepada Allah dan Yakin
Senantiasalah percaya dengan pertolongan Allah SWT bahwa
sesungguhnya Allah SWT akan memberikan kepadamu apa yang
kamu inginkan, dan dengan tanpa batasan. Jadilah orang yang
berbaik sangka kepada Allah SWT. Senantiasalah berharap agar
mendapatkan kebaikan. Percayalah bahwa kamu akan hafal, kamu
akan ingat hafalanmu karena Allah Maha Penolong dan Allah
menurut prasangka hamba kepadanya.
2. Kontinu Meskipun Sedikit
Pepatah Arab mengatakan “Tetesan Air Bisa Melubangi
Batu” peribahasa ini memberikan isyarat bahwa sesuatu yang
dikecil tetapi dilakukan terus menerus, akan memberikan
kekuatan dan kekokohan seiring berjalannya waktu. Oleh
karena itu, biarlah menghafal sedikit tetapi kontinu itu lebih
baik dari pada menghafal banyak tapi sebulan sekali. Dapat
hafalan tiga juz lancar lebih baik dari pada lima juz tapi hanya
sekedar lewat dan tidak bisa dibaca.
3. Mengeraskan Bacaan dan Melagukannya
Setiap bagian dari keduanya memiliki pengaruh tertentu
dalam mewujudkan hafalan dan menguatkan ingatan. Cobalah
lakukan sendiri kemudian lihatlah perbedaannya ketika
semakin tinggi suara akan menguatkan hafalan, dan rahasia
dalam masalah ini ada dua hal:
Pertama, meninggikan suara bisa mewujudkan pemusatan
pikiran, yaitu menghilangkan segala was-was. Kedua,
meninggikan suara bisa menimbulkan ikatan-ikatan suara dan
pendengaran yang bisa membantu untuk memantapkan hafalan.
Demikian juga dengan melagukannya, akan benar-benar
membantu anda untuk menghafal. Ketika bacaan kokoh dan
19

kuat maka hafalan akan lebih cepat dan kuat. Berikut ini faktor
penghambat dalam menghafal Al-qur’an:
a. Menghafal itu sulit
b. Ayat yang dihafal sering lupa
c. Banyak ayat-ayat yang serupa
d. Gangguan internal dan eksternal
e. Banyak kesibukan
f. Melemahnya semangat
2.2.3 Syarat-syarat Menghafal Al-Quran
Adapun syarat yang harus dimiliki oleh calon penghafal al-Qur’an
adalah sebagai berikut :
a. Mampu mengosongkan benaknya dari pikiran-pikiran dan
permasalahan yang akan mengganggunya.
b. Memiliki niat yang ikhlas.
c. Memiliki keteguhan hati dan kesabaran.
d. Bersikap konsisten (istiqāmah).
e. Menjauhi dari sifat tercela (madzmūmah).
f. Mendapat izin dari orang tua.
g. Mampu membaca dengan baik.
2.2.4 Keutamaan Mengahafal Al-Quran
Membaca, mendengarkan, mempelajari, dan mengamalkan
Alquran tentu akan mendapatkan kemuliaan tersendiri dari Allah SWT.
Apalagi, bisa menghafal Alquran.
Berikut 12 keutamaan bagi penghafal Alquran:
Pertama, mendapatkan kedudukan yang tinggi dalam pandangan
Allah SWT. Hal ini dikarenakan, seseorang yang menghafal Alquran
sudah pasti mencintai Kalamullah (perkataan Allah), sedangkan Allah
sangat mencintai mereka yang cintai pada kalam-Nya.
Kedua, penghafal Al-Quran akan meraih banyak sekali pahala,
karna setiap satu huruf Al-Quran yang dibaca akan mendapatkan 10
pahala.
20

Rasulullah bersabda : “Siapa saja membaca satu huruf dari


kitabulloh (Al-Quran) maka dia akan mendapat satu kebaikan.
Sedangkan satu kebaikan dilipatkan kepada sepuluh semisalnya. Aku
tidak mengatakan alif lam mim satu huruf, akan tetapi alif satu huruf,
lam satu huruf dan mim satu huruf “ (HR At-Tirmidzi)
Ketiga, penghafal Alquran yang menjunjung tinggi nilai Alquran
dijuluki dengan ‘’Ahlullah’’ yang berarti keluarga Allah atau orang
yang dekat dengan Allah. Hal ini juga sebagaimana yang dikatakan
oleh Rasulullah SAW.
Dari sahabat Anas bin Malik RA. Nabi Muhammad SAW
bersabda: ‘’Sesungguhnya bagi Allah ada orang yang terdekat
dengannya.’’ Kemudian, sahabat bertanya ‘’Siapa mereka ya Rasul?’’
Nabi menjawab, “Mereka adalah ahlul Qur’an. Mereka itulah
keluarga Allah dan orang-orang yang terdekat dengan-Nya.’’ (HR.
Ahmad dan Ibnu Majah)
Keempat, Nabi Muhammad SAW pernah menyegerakan
penguburan sahabat yang meninggal dunia dalam perang Uhud, yang
hafalannya lebih banyak daripada lainnya.
Kelima, Nabi Muhammad SAW memerintahkan para sahabat agar
yang menjadi imam sholat adalah mereka yang paling bagus membaca
Alquran, sekaligus juga menghafalnya.
Keenam, Nabi menjanjikan bahwa orang tua yang memiliki anak
penghafal Alquran akan diberikan mahkota oleh Allah SWT pada hari
kiamat nanti. Mahkota tersebut memiliki cahaya yang lebih indah
daripada cahaya matahari yang menerangi kediaman mereka di dunia.
Ketujuh, penghafal Alquran telah mengaktifkan sel-sel otaknya
yang berjumlah miliaran melalui kegiatan menghafal. Kegiatan ini
berpotensi untuk menjadikan otaknya menjadi semakin kuat dan cerdas.
Kedelapan, penghafal Alquran termasuk orang-orang terdepan
dalam menjaga keaslian, kemurnian dan kelestarian kitab suci Alquran.
21

Kesembilan, bahwa seseorang yang menghafal Alquran dan selalu


membaca ayat-ayat suci Alquran akan menciptakan dirinya sebagai
manusia yang saleh.
Kesepuluh, penghafal Alquran akan mendapatkan syafaat Alquran
pada hari kiamat. Alquran akan terus mengawal ‘’Shahib’’nya
semenjak dari kubur sampai masuk surga.
Kesebelas, penghafal Alquran yang selalu Muraja’ah (mengulang
hafalannya), ia sebenarnya tengah melakukan olahraga otak dan lidah.
Pada saat itu, otak akan berjalan bagai kumparan yang terus-menerus
bergerak.
Kedua belas, karena Alquran adalah kitab ‘’Mubarak’’ yang penuh
berkah atau tempat menumpuknya kebaikan, informasi yang dihafal
dalam otak adalah kalam Allah yang penuh kesucian dan
kemuliaan.Untuk itu, para penghafal Alquran akan mendapatkan
keberkahan dalam hidupnya. Tidak hanya itu, Allah SWT juga akan
memberikan penghargaan di dunia sebelum penghargaan di akhirat.
2.3 Menjaga Hafalan Al-Quran
2.3.1 Pengertian Menjaga Hafalan
Menjaga hafalan Al-Quran atau murajaah adalah menjaga hafalan
Al-Quran dengan terus-menerus mengulangnya guna meraih mutqin
atau kuat dalam bacaan, hafalan, pemahaman, dan pengamalan para
hafizh Quran.
Seseorang tidak mungkin bisa menghafal Al-Qur’an tanpa
kontinyu melakukan Muraja’ah (pengulangan). Tanpa Muraja’ah,
hafalan akan cepat lepas dan tidak lama kemudian penghafalnya segera
melupakannya bila tidak mengulanginya.
Demikian setiap orang yang menghafal Al-Qur’an sebenarnya tahu
betul bahwa jika dia tidak me-Muraja’ah secara terus-menerus maka
hafalannya akan hilang. Sesungguhnya kita dan Al-Qur’an selalu
bersama dalam sebuah perjalanan, perjalanan yang dimulai sejak masa
kita di ayunan hingga masa kita diliang lahad (meninggal), perjalanan
sekejap sampai akhir hayat kita. Sehingga, teman setia dalam
22

perjalanan ini adalah Al-Qur’an Al-Karim. Sedangkan me-Muraja’ah


nya adalah sebagai penjaga keamanan dalam perjalanan tersebut. Hal
ini sangat menolong kita dalam melakukan Muraja’ah secara efisien
dengan izin Allah SWT.
Macam-Macam Muraja’ah dalam Hafalan Al-Qur’an :
1. Muraja’ah Lima Kategori
Misalnya ketika kita sudah hafal satu halaman tertentu dari
mushaf atau kita sudah hafal informasi dan perjalanan tertentu
untuk pertama kali maka ada lima katagori Muraja’ah yang
harus anda penuhi untuk memperkuat hafalan, sehingga hafalan
anda akan berpindah ke memori (ingatan) jangka panjang dan
hafalan anda menjadi mudah diucapkan oleh lisan:
1) Muraja’ah pertama satu jam setelah menghafal.
2) Muraja’ah kedua satu hari setelah menghafal.
3) Murajaah ketiga satu pekan setelah menghafal.
4) Muraja’ah keempat satu bulan setelah menghafal.
5) Muraja’ah kelima tiga bulan setelah menghafal.
Setelah lima tahapan Muraja’ah, hafalan (ingatan) kita
akan berpindah ke memori jangka panjang sehingga akan
mudah menghadirkan hafalan tersebut setiap waktu. Adapun
jadwal di atas sifatnya umum, sehingga dapat diterapkan pada
semua hal yang hendak dihafalkan.
2. Muraja’ah Tujuh Kategori
Berusahalah untuk mengulang halaman yang dihafal
minimal tujuh kali. Ketika menghafal target harian (misalnya
satu halaman dalam satu hari) menganjurkan hafalan tersebut
selesai pada pagi hari maka setelah selesai menghafal, cobalah
mengulanginya sebagai berikut:
1. Pada waktu hendak mengendarai mobil untuk pergi
bekerja dipagi hari. Gunakan waktu untuk me-
Muraja’ah hafalan anda sesaat sebelum berangkat, satu
jam setelah anda selesai menghafalnya.
23

2. Bacalah hafalan baru anda tadi malam shalat-shalat


sirriyah (shalat zhuhur dan Ashar).
3. Ketika mengendarai mobil hendak pulang dari kerja.
4. Dalam shalat sunah dan ketika qiyamul lail.
5. Dalam setiap waktu.
6. Sebelum tidur.
7. Ketika bangun tidur.
3. Muraja’ah Pekanan
Sebaiknya ada suatu hari yang dikhususkan untuk
Muraja’ah pekanan ini, diantaranya yang lebih baik adalah
pada hari libur. Ketika kita mulai Muraja’ah halaman-halaman
yang sudah kita hafal, sebaiknya kita mengikuti langkah-
langkah relaksasi dan memasuki periode awal: pikiran-pikiran
positif dan visualisasi. Kita harus melakukan hal-hal sedikitnya
dua menit untuk mempersiapkan diri sebelum memulai
Muraja’ah hafalan sepekan.
4. Muraja’ah Bulanan
Hafalan-hafalan lama tidak boleh ditinggalkan labih dari
satu bulan tanpa ada Muraja’ah sama sekali. Oleh karenanya,
khususkan satu hari untuk me-Muraja’ah hafalan-hafalan lama.
5. Muraja’ah Sambil Menghafal
a. Muraja’ah Sendiri
Seseorang yang menghafal Al-Qur’an harus bisa
memanfaatkan waktu untuk ziyadah (menambahkan
hafalan) dan Muraja’ah (mengulangi hafalan). Hafalan
yang baru harus selalu diulangi minimal dua kali setiap hari
dalam jangka waktu satu minggu. Sementara hafalan yang
lama harus di Muraja’ah setiap hari atau dua hari sekali.
Artinya, semakin banyak hafalan harus semakin banyak
pula waktu yang dipergunakan untuk mengulangi hafalan.
Kita bisa menjadikan Muraja’ah Al-Qur’an ini sebagai
amalan dan wirid harian. Misalnya, setiap selesai shalat
24

fardhu, kita membaca dua halaman. Dalam sehari kita


membaca sebanyak 10 halaman atau setengah.
b. Muraja’ah dalam Shalat
Setelah menghafal, hendaknya seorang yang sedang
menghafal Al-Qur’an membaca hafalannya di dalam shalat,
baik sebagai iman maupun dalam shalat Sendiri. Selain
menambah keutamaan, menambah semangat karena adanya
variasi dalam bacaan, cara ini juga akan menambah
kemantapan hafalan.
c. Muraja’ah Bersama
Dalam hal ini, seorang yang menghafal Al-Qur’an
melakukan Muraja’ah bersama dengan dua teman atau
lebih. Misalnya mereka duduk melingkar dan setiap orang
masing-masing membaca satu halaman, dua halaman atau
ayat per ayat. Ketika salah satunya membaca yang lain
mendengarkan sekaligus membetulkan jika yang ada salah.
Bisa juga dilakukan dengan membaca juz atau surah yang
dihafal dari awal sampai akhir secara bersama. Ini juga
sangat bermanfaat untuk menguatkan hafalan.
d. Muraja’ah kepada Guru atau Muhafizh
Seseorang yang menghafal Al-Qur’an seharusnya
menghadap guru untuk mengulangi hafalannya. Materi
Muraja’ah harus lebih banyak daripada materi tahfizh,
yaitu satu banding sepuluh. Artinya, seorang penghafal
sanggup menyetorkan hafalan baru dua halaman perhari,
maka harus diimbangi dengan Muraja’ah 20 halaman (satu
juz).
2.3.2 Faktor yang Menunjang Terjaganya Hafalan
Berikut ini faktor yang menunjang terjaganya hafalan Al-Quran :
1. Selalu bersama atau berkumpul dengan hafizh Al-Quran.
Semakin banyak pengulangan dengan teman sesama penghafal
25

Al-Qur’an akan semakin bagus kualitas bacaan dan kelancaran


hafalan.
2. Sering mendengarkan bacaan kaset Al-Quran. Untuk
menguatkan hafalan, mendengarkan bacaan Al-Quran dari kaset
murattal akan sangat membantu proses menghafal Al-Quran.
3. Mengikuti lomba Al-Quran. Dengan adanya perlombaan
tersebut tentunya sangat membantu untuk proses mengulang serta
melancarkan hafalan.
4. Membaca dalam shalat. Membaca ayat-ayat yang sudah hafal
karena dapat membantu proses mengulang hafalan.
5. Menggunakan satu mushaf. Dengan menggunakan satu mushaf
akan selalu ingat letak dimana ayat yang pertama kali dihafal.
6. Menjadi musammi’ (penyimak). Salah satu yang menunjang
dalam proses menghafal atau mengulang hafalan Al-Qur’an.
7. Sima’an Al-Qur’an. Untuk melancarkan hafalan Al-Qur’an
dengan mengikuti sima’an Al-Qur’an yang metodenya adalah
satu orang membaca dan didengarkan oleh satu atau beberapa
orang sesuai dengan juz yang telah ditentukan.
8. Menjadi imam dalam shalat-shalat berjamaah. Permasalahan
tentang hak menjadi imam bagi para penghafal Al-Qur’an
sudah disepakati oleh para ulama. Artinya, orang yang paling
berhak menjadi imam dalam shalat berjamaah adalah yang
paling hafal Al-Qur’an, meskipun usianya masih muda. Para
makmumnya bisa orang-orang yang sudah dewasa atau bahkan
cenderung berusia tua.
9. Menjadi Guru mengaji dan Guru tahfizh Al-Qur’an. Dengan cara
ini, seorang yang telah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an dan bagus
dalam hafalannya akan selalu terhubung dengan Al-Qur’an, baik
terhubung dengan hafalannya sendiri maupun hafalan orang lain
yang sedang tasmi’ (Memperdengarkan) hafalan kepadanya.
10. Qiyamullailatau shalat Tahajud ditengah malam dengan hafalan
kita. Ini ibarat menyelam sambil minum air. Maksudnya, kita
26

dapat terdorong melakukan qiyamullail dan mendapatkan


keutamaannya, sekaligus mendapat manfaat bisa mengulang dan
menjaga hafalan Al-Qur’an kita.
11. Mengulang hafalan Al-Qur’an dengan cara membaca hadr. Saat
mengulang hafalan dengan cara baca hadr, bacaan Al-Qur’an
sebaiknya dilafalkan dengan suara yang lepas, tidak berbisik-
bisik atau membaca dalam hati, serta dengan melagukan
bacaannya, maksudnya dengan menggunakan intonasi tertentu
secara teratur. Ketika Muraja’ah, seorang penghafal Al-Qur’an
dapat meniru lagu bacaan salah satu qari terkenal maupun
menggunakan intonasi atau Metode Muraja’ah dalam Menjaga
Hafalan Al- lagunya sendiri. Namun, diusahakan tidak sering
berganti-ganti lagu atau intonasi.
2.3.3 Faktor yang Menghambat Terjaganya Hafalan
Faktor penghambat dalam menjaga hafalan tentunya bisa di
sebabkan oleh beberapa hal, diantaranya sebagai berikut :
1. Ayat yang mudah lupa
2. Timbulnya rasa malas
3. Timbulnya rasa Lelah
4. Kurangnya konsentrasi
5. Kurang motivasi dari diri sendiri
2.4 Penelitian yang Relevan
Adanya penelitian terdahulu sebagai perbandingan terhadap penelitian,
baik mengenai kekurangan maupun kelebihan yang ada sebelumnya.
Sejauh penelusuran terhadap penelitian terkait, penulis menemukan
beberapa skripsi dan jurnal yang mendukung untuk bahan pertimbangan
dalam penelitian ini diantaranya :
1. Skripsi dari Mbar Utomo, Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan Agama
Islam STAIN KUDUS, dengan judul skripsi “Studi Pembelajaran Tahfidz
Al-Quran Melalui Metode Tajwid Jazariyah di MI NU TBS KUDUS”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses dan hasil dari Studi
Pembelajaran Tahfidz Al-Quran Melalui Metode Tajwid bahwa dalam
27

metode ini siswa dilatih dan dibiasakan mengucapkan atau melafalkan


huruf hijaiyah sesuai makhrajnya dengan cara mengulang-ngulang serta
bacaan-bacaan tajwid yang telah diajarkan sesuai kitab tajwid Jazariyah.
Hasil dari proses tersebut diupayakan supaya siswa dapat membaca Al-
Quran dengan fasih. Persamaan penelitian ini dengan yang akan peneliti
lakukan adalah meneliti tentang metode tahfidz. Sedangkan perbedaannya
adalah skripsi tersebut meneliti tentang metode tajwid dan penelitian ini
membahas tentang metode takrir.
2. Artikel Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA dari Fithriani Gede, Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Dengan judul
“Implementasi Metode Takrir dalam Pembelajaran Menghafal Al-Quran”.
Hasil dari jurnal ini adalah implementasi metode takrir yaitu proses
mempraktekan sesuai dengan sistematis dengan cara mengulang-ngulang
secara teratur dan tertib serta berfikir dengan baik untuk memperoleh
hasil yang diharapkan. Selanjutnya metode takrir diterapkan untuk
membuat hafalan-hafalan baru dan mengulang-ngulang hafalan yang telah
diperoleh agar dapat melekat dengan ingatan. Persamaan artikel ini
dengan yang akan peneliti lakukan adalah meneliti tentang metode takrir.
3. Artikel Jurnal Ilmiah AL-LIQO dari Muhammad Ilyas, Dosen Tetap
Program Studi Pendidikan Agama Islam STAI Auliaurrasyidin
Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau. Dengan judul
“Metode Muraja’ah dalam Menjaga Hafalan Al-Quran”. Hasil dari jurnal
ini adalah Metode muraja’ah merupakan suatu cara yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara mengulang
kembali hafalan yang sudah pernah dihafalkan untuk menjaga dari lupa
dan salah. Persamaan artikel ini dengan yang akan peneliti teliti adalah
meneliti tentang metode tahfidz. Sedangkan perbedaannya adalah skripsi
tersebut meneliti tentang metode muraja’ah dan penelitian ini membahas
tentang metode takrir.
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sebagai upaya untuk
memberikan jawaban atas permasalahan yang telah dibentangkan, karena
sifatnya menggunakan pendekatan analisis deskriptif. Dengan kata lain
penelitian ini berupaya menggambarkan, menguraikan suatu keadaan yang
sedang berlangsung berdasarkan fakta dan informasi yang diperoleh dari
lapangan dan kemudian dianalisis berdasarkan variable yang satu dengan
yang lainnya sebagai upaya untuk memberikan solusi tentang penerapan
metode takrir dalam menjaga hafalan Al-Quran juz 29 dan juz 30 peserta
didik di MA Syarif Hidayatulloh.
Menurut Nana Sudjana,” Deskriptif kualitatif adalah penelitian yang data-
datanya berupa kata-kata (bukan angka-angka, yang berasal dari wawancara,
catatan laporan, dokumen dan lain-lain) atau penelitian yang di dalamnya
mengutamakan untuk pendeskrisian secara analisis alami untuk memperoleh
makna mendalam dari hakikat prosedur tersebut.” (Nana Sudjana, 2016 : 4)
Pemilihan metode ini didasarkan atas beberapa pertimbangan, pertama,
menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan
kenyataan ganda, kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat
hubungan antara penelitian dengan responden; ketiga, metode ini lebih peka
dan lebih bisa menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh
bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. (Lexy J Moleong, 2018:
5)
3.2 Lokasi Penelitian
Tempat penelitian yang akan diteliti oleh peneliti bertempat di MA Syarif
Hidayatulloh yang beralamat di Kampung Cibanas RT 02 RW 03 Desa
Neglasari Kecamatan Cipongkor Kabupaten Bandung Barat.

28
29

3.3 Partisipan
Subyek yang akan diteliti pada penelitian ini yaitu siswa-siswa kelas XII
dan Guru pembimbing tahfidz di MA Syarif Hidayatulloh yaitu sebagai
informan untuk mengetahui penerapan metode takrir dalam menjaga hafalan
Al-Quran peserta didik juz 29 dan juz 30 di MA Syarif Hidayatulloh
Cipongkor Bandung Barat.
3.4 Definisi Operasional Variabel
Agar variabel dalam penelitian ini dapat diukur dan diobservasi (diamati)
maka perlu dirumuskan terlebih dahulu definisi operasional variabel.
Definisi operasional variabel adalah definisi yang didasarkan pada sifat
yang mudah diamati, mempunyai rumusan yang jelas dan pasti serta tidak
membingungkan. Definisi operasional merupakan unsur penting dalam
penelitian , karena melalui definisi operasional variabel maka seorang peneliti
menyusun dan membuat alat ukur data yang tepat dan akurat. Oleh karena itu,
untuk memberikan kemudahan dalam proses pengukuran variabel penelitian
ini, variabel yang dibahas didefinisikan secara operasional sebagai berikut :
1. Metode Takrir
Metode takrir yaitu mengulang hafalan atau mensima’kan hafalan
yang pernah dihafalkan/sudah pernah disima’kan kepada guru tahfidz,
takrir dimaksudkan agar hafalan yang pernah dihafal tetap terjaga dengan
baik. Selain dengan guru, takrir juga dilakukan sendiri sendiri dengan
maksud melancarkan hafalan yang telah dihafal, sehingga tidak mudah
lupa.
2. Kemampuan Menghafal Al-Quran
Menghafal Al-qur’an adalah suatu proses mengingat, dimana
seluruh materi harus diingat secara sempurna. Karena itu, seluruh proses
pengingatan terhadap ayat dan bagian-bagiannya itu mulai dari proses
awal hingga pengingatan kembali (recalling) harus tepat.
30

3. Menjaga Hafalan Al-Quran


Menjaga hafalan Al-Quran atau murajaah adalah menjaga hafalan
Al-Quran dengan terus-menerus mengulangnya guna meraih mutqin atau
kuat dalam bacaan, hafalan, pemahaman, dan pengamalan para hafizh
Quran.
3.5 Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah cara yang ditempuh untuk mendapatkan
data/fakta yang terjadi pada subjek penelitian untuk memperoleh data yang
valit. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui
metode observasi, wawancara dan dokumentasi.
3.5.1 Metode Observasi
Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengamatan secara
langsung, (Lexy J Moleong, 2018 : 25) metode ini dilakukan dengan
jalan terjun langsung kedalam lingkungan dimana penelitian itu
dilakukan disertai dengan pencatatan terhadap hal-hal yang muncul
terkait dengan informasi data yang dibutuhkan. Penulis menggunakan
metode ini untuk mengamati secara langsung data yang ada
dilapangan, terutama tentang data yang ada di MA Syarif
Hidayatulloh Cipongkor.
3.5.2 Metode Wawancara/Interview
“Interview atau wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal
semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi”
(Nasution, 2006 : 113).
Metode wawancara ini penulis lakukan untuk mengambil data,
dengan mengadakan tanya jawab secara langsung dengan responden
dan mendengarkan langsung serta mencatat dengan telitih apa yang
diterangkan oleh responden, metode ini digunakan untuk memperoleh
data atau informasi dari beberapa sumber data yang bersangkutan yaitu
siswa, sebelum penulis melakuan wawancara, penulis sudah
mempersiapkan seperangkat pertanyaan yang berkaitan dengan
penelitian.
31

3.5.3 Metode Dokumentasi


Metode dokumentasi adalah suatu cara mencari data terhadap hal-
hal seluk beluk penelitian baik berupa catatan, transkrip, buku, surat
kabar,prasasti, majalah, agenda dan lain sebagainya. (Sugiono, 2016 :
138) data tersebut antara lain:
1. Historis dan geografis
2. Struktur organisasi
3. Keadaan siswa
4. Keadaan sarana dan prasarana
3.6 Analisis Data dan Keabsahan Data
3.6.1 Analisis Data
Dalam penelitian ini yang akan di analisis adalah melalui pendekatan
kualitatif dengan menggunakan cara deduktif. Deduktif adalah suatu proses
berfikir dengan menggunakan permasalah yang bersifat umum kemudian
dibahas kepada permasalahan yang bersifat khusus. Analisis data meliputi:
1. Reduksi Data
“ proses analisis data dimulai dengan melakukan seluruh data yang
tersedia dari berbagai sumber yaitu dari wawancara, observasi dan
dokumentasi”. (Jam’ah Satori, 2009 :219) setelah dibaca, dipelajari
maka langkah selanjutnya adalah reduksi data.
Reduksi data merupakan prises pemilihan, pemusatan, perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan tranformasi data-data kasar
yang muncul dari catatan-catatan yang tertulis di lapangan. Reduksi
data dilakukan selama penelitian berlangsung.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan proses pemberian sekumpulan informasi
yang sudah disusun yang telah memungkinkan untuk penarikan
kesimpulan. Proses penyajian data ini adalah mengungkapkan secara
keseluruhan dari sekelompok data yang diperoleh baik secara oservasi
maupun dengan wawancara yang di lakukan dengan berbagai unsur di
sekolah, hal ini mudah untuk di baca. (Sugiono, 2017 : 341)
32

3. Verifikasi/Penarikan Kesimpulan
Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and
Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan
awal yang dilakukan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila
tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid
dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data,
maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang
kredibel.(Sugiono, 2017: 35)
3.6.2 Pengkajian Keabsahan Data
Agar data yang diperoleh dalam penelitian ini dijamin
kepercayaannya, maka peneliti menempuh cara-cara sebagai berikut :
1. Ketekunan pengamatan
Ketekunan pengamatan yaitu peneliti mengadakan pengamatan
dengan teliti dan rinci serta berkesinambungan terhadap faktor-
faktor yang menonjol dalam peranan guru sebagai motivator dalam
meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
2. Teknik tringualisasi sumber dan metode
Tringualisasi teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
membandingkan data dan informasi yang dikumpulkan melalui
teknik lainnya. Tringualisasi pada penelitian ini dilakukan dengan
wawancara langsung dan wawancara tidak langsung. Observasi tidak
langsung dilaksanakan dengan bentuk pengamatan atas beberapa
kelakuan dan kejadian dan kemudian di tringualisasi seperti hasil
observasi tentang pelaksanaan pembinaan pendidikan dan pelatihan
yang dicocokan dengan keterangan yang diberikan oleh guru PAI
dan begitu juga dengan dokumen-dokumen yang peneliti dapatkan.
Dari hasil pengamatan tersebut maka ditarik benang merahnya yang
berhubungan.
33

3. Member check
Member check dilakukan pada subyek wawancara dan bentuk
penyampaian ide yang terungkap peneliti saat wawancara, cara
kedua tidak langsung dalam bentuk penyampaian rangkuman hasil
wawancara. Setelah peneliti mengetik dan menyusun menurut tertib
masalah yang dirancang pada proposal. Dalam hal ini tidak setiap
sasaran penelitian dapat memberi check. Pengakuan kebenaran data
oleh pihak-pihak tertentu yang dianggap sumber informasi dari yang
sudah diwawancarai dinyatakan memadai mewakili sumber
informasi sasaran wawancara.
4. Diskusi sejawat serta arahan disertai pertimbangan
Diskusi sejawat dalam rangka lebih menangkap ide-ide yang
terus menerus dengan teman yang menguasai tentang masalah
tersebut serta mendapat arahan dari dosen pembimbing.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, ( 2005) KamusBesarBahasaIndonesia, Edisi III, Jakarta: BalaiPustaka


Dicky Wirianto, Metode Takrir Sebuah Pendekatan yang Menyenangkan, Jurnal
Ilmiah Didaktika, Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012.
Jurnal Repository IAIN Kudus
Kementrian Agama RI, Alquran Dan Terjemahnya. Solo: Abyan, 2011.
Khamid, A., Munifah, R., & Rahmawati, A. D. (2021). Efektifitas metode
Muraja’ah dalam menghafal Al-Qur’an pada santri pondok pesantren. Al-
Ta’dib: Jurnal Kajian Ilmu Kependidikan, 14 (1), 31-41.
Lexy J. Moleong, (2018) MetodologiPenelitianKualitatif. Bandung : PT
RemajaRosadaKarya Bandung.
M. IlyasAl-Liqo: Jurnal Pendidikan Islam Vol. V,No. 1, 202012
Majdi Ubaid, 9 Langkah Mudah Menghafal Al-Qur’an, (Solo: PT. Aqwam Media
Profetika, 2014). h. 141-142.
Rofiul Wahyudi & Ridhoul Wahidi,Metode Cepat Hafal Al-Qur’an Saat Sibuk
Kuliah,(Yogyakarta: Semesta Hikmah, 2017), h. 75-78.
Sugiyono, (2017) MetodePenelitianPedidikan. Bandung :Alfabeta.
Sa’adullah, 9 Cara Praktis Dalam Menghafal Al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani,
2017.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan
R&D). Bandung: Alfabeta, 2017.
Tafsir web.com

34

Anda mungkin juga menyukai