Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Murai Batu adalah salah satu spesies burung yang luar biasa,
keberadaan burung ini terkenal di Indonesia. Selain Pentet, Cucak
hijau dan Love Bird, burung yang sejak lama diikuti juga menjadi
perbincangan bagi pakar kicau saat ini.

Beberapa masyarakat di Pekon Gisting Atas, Kecamatan Gisitng,


Kabupaten Tanggamus mengisi kegiatan bertani dan ada seorang yang
menjadi pembudidaya burung kicau, salah satunya Murai Batu.
Kurangnya pengalaman memelihara, adalah alasan masyarakat di sana
tidak mengembangbiakkan Murai Batu. Meskipun biaya penjualannya
tinggi, namun tingkat pencapaiannya belum berkembang, selama ini
waktu yang dihabiskan untuk memelihara hewan harus memiliki tujuan
untuk menciptakan jenis Murai Batu yang unggul.

Perkembangbiakan tergantung pada tujuan yang masuk akal,


maka beternak Murai Batu akan memiliki peluang besar, dimana dalam
beternak akan ada langkah pembelajaran yang gigih dan dalam hal
motivasi yang melatarbelakangi beternak burung Murai Batu. Dengan
sistem pembelajaran, efek samping dari hewan peliharaan tumbuh
berkualitas.

Berangkat dari persoalan tersebut, untuk mengubah pemikiran


tentang tidak bisa berjalannya bisnis burung Murai Batu, para pencipta
tertarik untuk mengarahkan penelitian tentang keberhasilan
membesarkan bisnis Murai Batu dari segi keuangan.
1.2 Rumusan Masalah

Dilihat dari landasan, problem yang dimunculkan, penulis


berusaha untuk membedakan permasalahan yang akan dipusatkan sebagai
berikut:
1) Bagaimana metode pengembangan yang dilakukan pada
peternak burung Murai Batu?
2) Apakah beternak burung Murai Batu cocok untuk bisnis?
3) Bagaimana membangun jiwa inovatif dalam bisnis ternak murai
?
4) Apa saja bahaya yang dihadapi dalam bisnis ternak murai ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan oleh


pengarang, tujuan yang dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:
1) Memperjelas metode pengembangan yang dilakukan oleh
peternak dalam beternak Murai Batu.
2) Untuk mengetahui kelayakan bisnis Murai Batu segi moneter.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini dapat bermanfaat untuk:

1) Penulis, untuk meningkatkan pemahaman informasi


terkhusus dibidang bisnis hewan peliharaan burung Murai Batu .
2) Peternak, sebagai bahan da ta dan penilaian terhadap usaha
ternak yang dijalankannya .
3) Berbagai penyandang dana, khususnya sebagai kontri busi
untuk memasukkan sumber dana ke dalam kawasan hewan
peliharaan, khususnya ternak Murai Batu.
4) Pemerintah, sebagai data dan kontribusi dalam menentukan
penataan kawasan hewan peliharaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Klasifikasi Burung Murai Batu

Burung murai batu (Copsychus malabaricus) adalah anggota


keluarga Turdidae. Burung keluarga Turdidae dikenal memiliki
kemampuan suara yang baik dan merdu. Kepopuleran burung murai
batu tidak hanya dari segi suaranya yang menarik tapi juga dari gaya
bertarungnya yang bisa atraktif dengan tarian ekornya (Munandi, 2011).

Burung adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang


(vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Berbagai jenis burung ini
secara ilmiah digolongkan kedalam kelas Aves. Ma’ruf (2012)
mengklasifikasikan ilmiah murai batu sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Famili : Muscicapidae
Genus : Copsychus
Spesies : Copsychus malabaricus

Murai batu tersebar cukup luas, sehingga orang mengenal


jenisnya sesuai dengan daerah asalnya, meliputi beberapa negara, seperti:
India, Nepal, Myanmar, Sri Lanka, Kepulauan Andaman, Filipina,
Malaysia, Vietnam, Laos, Cina, Indonesia dan Thailand. Murai batu di
Indonesia tersebar di Kalimantan, Sumatra (Aceh, Pulau Batu, Pulau
Nias, Medan, Padang, Jambi, Bengkulu , Palembang dan Lampung), Jawa
dan Bali.
Siklus produksi dan pertumbuhan burung murai batu lebih
produktif selama puncak musim kawin dan pasokan makanan yang baik,
kedua indukan burung murai batu jantan dan betina berperan selama
berkembang biak. Betina membangun sarang dari akar, batang pakis dan
daun cemara. Setelah sarang jadi mereka akan melakukan kopulasi,
yang terjadi beberapa kali, biasanya jantan akan rajin berkicau dengan
semangat dan keras sebelum kawin. Setelah perkawinan dan pembuahan,
dalam waktu 4-6 hari induk murai batu akan bertelur, telur yang
dihasilkan antara 2-3 butir. Induk betina akan bertelur setiap hari
sekali atau setiap 2 hari sekali, telur berwarna kecoklatan dengan totol
kehitaman.

Masa inkubasi telur atau pengeraman oleh induk betina adalah 14


hari tepatnya, namun beberapa masa inkubasi memakan waktu antara 12
sampai 16 hari, apabila waktu lebih dari itu kemungkinan telur tidak
menetas. Telur dierami oleh induk betina, sesekali induk akan keluar
sarang untuk mandi dan mencari makan, dalam hal ini man di sangat
penting bagi telur, selain untuk menjaga suhu dan temperatur telur juga
untuk melunakan cangkang telur supaya anakan dengan mudah proses
penetasan dengan mematuk cangkang telur. Hari pertama menetas,
anakan sangat rentan dan pada masa ini indukan betina akan sepenuhnya
mengerami anaknya dan bergantian dengan indukan jantan dan saling
membawa makanan berupa kroto, ulat dan jangkrik. Usia 3-4 hari sudah
mulai terlihat perubahan adanya bulu jarum dan indukan masih
mengerami anakan karena tubuhnya masih belum tertutup oleh bulu
dan belum bisa menjaga kehangatan tubuhnya sendiri. Usia 9-10 hari
tubuh anakan sudah mulai tertutup oleh bulu, namun masih belum
sempurna banyak bulu jarum yang masih belum pecah dan masa
ini anakan sudah mulai mengeluarkan cuara berupa cicitan ketika
lapar serta anakan mulai membuka mata meski masih belum sempurna.
Usia 15-18 hari, semua bulu jarum sudah pecah, mengeluarkan suara,
mata sudah terbuka sempurna serta anakan sudah bergerak aktif, loncat
ke ranting dan tanah. Usia 28-30 hari anakan sudah mandiri, bisa
terbang dan mau mandi. Dari segi fisiologi, anakan sudah tumbuh
dengan sempurna, bulu trotol sudah tumbuh penuh dan kering, sudah
terlihat lebih gagah dari sebelumnya, menginjak usia 4 bulan bulu trotol
mulai rontok digantikan dengan bulu dewasa dan terlihat mengkilap, usia
1 tahun burung murai batu sudah matang dan siap mencari pasangan dan
kawin.

Angka kematian lebih besar selama hari-hari terakhir mereka


keluar dari sarang. Selama tujuh hari pertama, berat anakan meningkat
hampir dua kali lipat setiap hari. Ini kemudian diikuti dengan penurunan
yang signifikan dalam tingkat pertumbuhan. Pada hari ke-10 piyikan
umumnya berukuran antara 70% - 80% dari berat dewasa. Mulai
meninggalkan sarang pada 13-15 hari setelah menetas, dan anakan dapat
makan secara mandiri setelah umur 26 hari setelah menetas.

Menurut Ma’ruf (2012), setiap jenis murai batu mempunyai


ciri khusus. Murai batu yang banyak dipelihara oleh para penggemar
burung di Indonesia adalah murai batu yang berasal dari Sumatra,
Malaysia, dan Kalimantan. Murai batu dari ketiga tempat tersebut
mempunyai penampilan yang cukup baik saat berkicau. Dalam
berkicau, burung murai mampu bersuara bagus dari burung lain. Murai
batu lebih banyak dijumpai di dataran rendah sampai ketinggian lebih
dari 1.000 mdpl. Burung ini biasanya banyak ditemukan di kawasan
hutan dengan pepohonan rimbun tetapi tidak terlalu tinggi dan berada
dekat dengan sumber air seperti sungai atau danau yang digunakan oleh
burung untuk mencari serangga, mandi, minum dan mencari pasangannya
pada saat musim kawin .Gunawan (2012), menambahkan bahwa burung
ini cenderung membuat sarang didekat tanah, di semak-semak, atau
pohon-pohon berdaun lebar yang rendah pada hutan lebat dataran rendah
atau kaki bukit, terutama di hutan bambu dan kayu jati. Burung murai
batu di Kalimantan juga sering dijumpai di hutan rotan yang menjalar.

2.1.2. Analisis Finansial

Menurut Ken Suratiyah (2008), biaya artinya semua pengeluaran


yang dikeluarkan produsen untuk memperoleh faktor-faktor produksi
guna menciptakan barang yang diproduksi oleh produsen baru.
Sedangkan menurut Abdul Rodjak (2006) biaya dalah nilai dari semua
korbanan ekonomi yang dapat diperkirakan dan yang dapat diukur untuk
menghasilkan suatu produk atau secara singkat dapat dikatakan bahwa
biaya adalah semua nilai faktor produksi tertentu.

Aritonang (1993), menyatakan bahwa analisa pendapatan


berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu kegiatan usaha,
menemukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen itu
masih dapat ditingkatkan atau tidak, kegiatan usaha dikatakan berhasil
apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua
sarana produksi, analisis usaha tersebut merupakan keterangan yang
rinci tentang penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu.

Soekartawi (1995), berpendapat bahwa penerimaan merupakan


perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, sedangkan
pendapatan merupakan selisih anatar penerimaan dan semua biaya.
Sugianto (1995) menyatakan bahwa penerimaan perusahaan bersumber
dari pemasaran atau penjualan hasil usaha, seperti panen tanaman dan
barang olahanya seperti panen dari peternakan dan olahannya.

Soekartawi (1995), menyatakan bahwa peningkatan pendapatan


keluarga peternak burung murai batu tidak dapat dilepaskan dari cara
mereka menjalankan dan mengelola usaha ternaknya yang sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial dan faktor ekonomi. Pendapatan
usaha ternak burung murai batu sangat dipengaruhi oleh banyaknya
ternak yang dijual oleh peternak itu sendiri sehingga semakin banyak
jumlah ternak burung murai batu maka semakin tinggi pendapatan
bersih yang diperoleh.

Abas Tjakralaksana (1983) menyatakan bahwa, kelayakan


finansial usaha merupakan salah satu faktor yang menjadi bahan
pertimbangan pengusaha komersial dalam menentukan produk yang
diusahakan. Pengusaha akan memilih, dan hanya akan mengusahakan
produk yang menurut perhitungannya memberikan pendapatan paling
besar, mereka akan meninggalkan usaha yang kurang memberikan
keuntungan dan akan beralih mengusahakan produk yang kurang
memberikan keuntungan. Setiap pengusaha senantiasa berupaya untuk
memperoleh penerimaan yang melebihi biaya korbanannya. tersebut di
keluarkan untuk pembelian pakan, ob at obatan, tenaga kerja dan
lain-lain.
BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analisis yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai

variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa membuat penghubung

dengan variabel yang lain (Nasir dkk, 2011).

Dalam penelitian kelayakan usaha budidaya burung Murai batu di

Pekon Gisting Atas ini menggunakan teknik survei, merupakan teknik

pengumpulan data yang digunakan dengan cara menyususun daftar pertanyaan

atau kuisioner yang di ajukan pada responden dang dilakukan secara langsung

yang bertujuan untuk memperoleh data berupa fakta dan keterangnan yang

jelas, Penjelasan yang masuk dalam bahasan pada penelitian ini berkaitan

dengan pembiayaan usaha budidaya burung Murai Batu, serta penerimaan

yang diperoleh dari usaha budidaya selanjutnya, data yang diperoleh akan

disusun, kemudian diolah dan dianalisis.

A. Pengambilan Sampel

1. Lokasi penelitian

Pengambilan sampel menggunakan cara purposive yaitu memlih

dengan sengaja peternak di Pekon Gisting Atas Kecamatan Gisitng Kabupaten


Tanggamus dengan pertimbangan Pekon Gisting Atas terdapat peternakan

burung Murai Batu.

2. Penentuan sampel

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian dapat ditarik

kesimpulanya (Sugiyono, 2009).Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

peternak burung Murai Batu yang berada di Pekon Gisting Atas

Kecamatan Gisitng Kabupaten Tanggamus sebanyak 10 Peternak. Metode

yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu

menggunakan metode sensus dan berdasarkan pra survei, akan di ambil sample

sebanyak 10 responden Dengan kriteria sebagai berikut :

1. Peternak memiliki minimal 1 pasang indukan

2. Lama berternak minimal 5 tahun

3. Peternak sudah pernah menghasilkan indukan afkir

B. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
skunder.

1. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh melalui pihak yang terlibat langsung

dalam penelitian ini.Sementara pihak yang terlibat dalam penelitian ini adalah

warga yang berprofesi sebagai peternak burung Murai. Data didapatkan


melalui proses wawancara terhadap responden yang dipilih menggunakan

kusioner. Selain itu, observasi langsung terhadap lokasi juga dilakukan,

dengan tujuan untuk mendapatkan penjelasan informasi yang berhubungan

dengan pembahasan penelitian.

2. Data Skunder

Merupakan data yang diperoleh melalui instansi atau media informasi

yang berkaitan dengan penelitian.Data tersebut meliputi keadaan umum

wilayah penelitian dan juga informasi-informasi yang berhubungan dengan

usaha budidaya burung Murai Batu.

C. Asumsi dan Batasan Masalah

Asumsi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kondisi didaerah penelitian seperti keadaan geografis dan iklim


yang dapat berpengaruh terhadap produktifitas ternak dianggap sama
dan normal.
2. Tata cara pembudidayaan dari semua sampel diangap sama karena
homogen.
3. Harga input dan output adalah harga yang terjadi pada saat penelitian
di lakukan.
4. kandang dan peralatan yang digunakan dalam proses
budidaya diasumsikan merupakan barang baru.
5. Peternak dianggap rasional sehingga berusaha memaksimalkan
keuntungan. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Dalam penelitian ini jumlah responden adalah peternak yang

sudah berternak selama satu periode atau lebih dan masih aktif dalam

usaha budidaya burung Murai batu. Data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data selama satu periode produksi atau 5 tahun.

D. Definisi Operasional Variabel

Adapun definisi operasional variabel yang digunakan dalam


penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peternak adalah suatu pekerjaan yang memanfaatkan mahluk hidup


sebagai media dan akan di manfaatkan hasilnya
2. Usaha budidaya burung Murai Batu merupakan sebuah usaha
agribisnis yang bergerak disektor perternakan.Dengan hasil akhirnya
berupa anakan burung yang siap jual.
3. Biaya investasi merupakan biaya yang harus di keluarkan dan jumlahnya
relative tetap tidak tergantung dari jumlah produksi.
4. Biaya oprasional merupakan biaya yang di keluarkan untuk pembelian
saprodi dan penunjangnya dan jumlahnya sesuai dengan produksi.
5. Indukan burung merupakan indukan yang diupayakan dapat
menghasilkan anakan burung Murai Batu yang berkualitas.
6. Pakan merupakan makanan burung yang terdiri dari makanan alami
berupa jangkrik, ulat, kroto, dan cacing. Sedangkan makanan buatan
berupa voor yang dihitung menggunakan rupiah.
7. Peralatan adalah sarana penunjang yang digunakan dalam proses
produksi dihitung dalam unit dan dinyatakan dalam rupiah
berdasarkan nilai penyusutannya.
8. Biaya total adalah jumlah dari dari biaya investasi dengan biaya
oprasional dalam satuan rupiah.
9. Produksi merupakan keluaran dari usaha budidaya burung Murai

Batu yaitu berupa anakan burung yang siap dipasarkan yang

jumlahnya dihitung dalam satuan ekor, pada masing-masing umur

yang dihitung dalam rupiah.

10. Kelayakan merupakan analisis yang di lakukan sebagai tanda untuk

mengetahui suatu suatu usaha tani di katakana layak atau tidaknya

yang dapat diukur dengan menghitung nilai NVP, IRR, PbP dan gross

B/C.

11. Penerimaan merupakan hasil perkalian dari produksi anakan yang

di peroleh dengan harga jual dalam satuan rupiah.

12. Keuntungan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya total

yang telah di keluarkan oleh peternak.

13. Kandang adalah tempat yang digunakan sebagai perlindungan atau

tempat tinggal burung selama proses produksi yang biasanya di buat

dari strimin dalam bentuk polier.

14. Tenaga kerja merupakan curahan waktu yang di keluarkan

dalam kegiatan budidaya burung Murai batu dan biasanya peternak

menggunakan tenaga kerja dalam keluarga atau di lakukan sendiri.

15. Modal adalah total biaya awal yang digunakan dalam pembiayaan

usaha budidaya burung Murai batu.

16. Harga adalah suatu nilai tukar yang bisa disamakan dengan uang atau

barang lain untuk manfaat yang diproleh dari suatu barang atau jasa
bagi seseorang atau kelompok pada waktu tertentu atau tempat

tertentu.

17. Lahan adalah tempat atau media yang digunakan untuk

meletakan kandang sebagai rumah untuk melakukan proses

budidaya burung Murai Batu.

18. Listrik merupakan energi yang digunakan untuk memberi cahaya

baik itu pada kandang indukan maupun kandang anakan sebagi

penghangat ruang.

E. Teknik Analisis Pengolahan Data

1. Deskripsi usaha ternak burung Murai Batu

Usaha ternak burung Murai Batu di Pekon Gisting Atas memiliki 10

kelompok peternak burung dari berbagai macam jenis burung dan memiliki

kurang lebih 10 peternak burung Murai Batu baik itu yang sudah

menghasilkan afkiran dan belum menghasilkan afkiran. untuk mengetahui

profil petenak burung Murai Batu di Pekon Gisting Atas menggunakan analisis

statistic deskriptif yaitu data yang di sajikan melalui tabel, diagram, lingkaran,

grafik, median, perhitungan modus, persentil, perhitungan penyebaran data

melalui perhitungan rata rata dan standar deviasi, ( Sugiono, 2013 dalam ryan

safitri 2015.)

2. Analisis usaha ternak burung Murai Batu


Untuk mengetahui besarnya biaya, penerimaan dan keuntungan dari

usaha budidaya burung Murai Batu, dapat di lakukan dengan analisis

tabulasi, kemudian dilakukan dengan rumus :


a. Penerimaan

TR = P x Q

Keterangan :TR = Penerimaan


P = Harga per satuan output
Q = Output

b. Keuntungan

Π= TR – TC

Keterangan :Π = Keuntungan
TR = Total penerimaan
TC = Total biaya (Biaya investasi + Ops)

c. Net present value (NPV)

NPV merupakan selisih antara pengeluaran dan pemasukan yang telah

didiskon dengan menggunakan social opportunity cost of capital sebagai diskon

faktor, atau dengan kata lain merupakan arus kas yang diperkirakan pada

masa yang akan datang yang didiskontokan pada saat ini. Untuk menghitung NPV

diperlukan data tentang perkiraan biaya investasi, biaya operasi, dan pemeliharaan

serta perkiraan manfaat/benefit dari proyek yang direncanakan

Suatu usaha bisa dikatakan layak untuk diusahakan apabila NPV lebih dari

nol, jika NPV sama dengan nol maka usaha tersebut dikatakan balik modal dan jika

NPV kurang dari nol maka usaha tersebut di katakan tidak layak untuk di usahakan.

Anda mungkin juga menyukai