Anda di halaman 1dari 16

IMPLEMENTASI ETIKA PEMASARAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islamic Marketing


Dosen Pengampu : Dr. Fathul Aminudin Aziz MM.

Disusun Oleh :
Umi Amalia Nurul Hidayah (214110201181)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K. H. SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Etika pemasaran islam merupakan kombinasi maksimalisasi nilai dengan
prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan bagi kesejahteraan masyarakat. (M, 2001). Etika
pemasaran islam berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan dan ekuitas dalam islam yang
berbeda dari etika sekuler dalam banyak hal. (M, 2001). Prinsip-prinsip tersebut
menciptakan nilai dan meningkatkan standar hidup orang pada umumnya melalui
kegiatan bisinis komersial. Dalam lingkup perbankan maupun jasa keuangan, perbedaan
mendasar dari prinsip keuangan konvensional dan keuangan syariah terletak pada tingkat
pengambalian dari bentuk penyertaan modal yang tidak terjamin, dalam hal ini disebut
riba . Perbedaan tersebut merupakan hasil dari implementasi prinsip-prinsip nilai
kesetaraan dan keadilan dari hukum islam, yang memberikan peluang bagi para pelaku
keuangan syriah dalam membuat suatu produk atau layanan yang berbeda untuk
ditawarkan kepada konsumen.
Di dalam sebuah bisnis, pemasaran menjadi ujung tombak dalam kegiatan
suatu usaha. Pemasaran merupakan proses merencanakan dan melaksanakan konsep,
penetapan harga, promosi, dan distribusi ide (hasil pemikiran), barang, dan jasa untuk
menciptakan pertukaran yang dapat memuaskan tujuan individu maupun organisasi.
(Keller, 2009) Keunikan dalam sebuah sistim etika islam adalah berlaku untuk semua
atmosfer dalam bidang kehidupan manusia (Dababi, 2015). Islam memiliki nilai khas
sistim etika untuk urusan bisnis. Tak terkecuali dibidang pemasaran, konsep etika islam
termasuk didalamnya. Kotler mengatakan bahwa program pemasaran yang efektif
memadukan semua unsur bauran pemasaran ke dalam program pemasaran yang
dirancang untuk mencapai tujuan pemasaran perusahaan dengan memberikan nilai
kepada pelanggan. Persepsi konsumen tentang bauran pemasaran mungkin berbeda sesuai
dengan persepsi konsumen, perilaku konsumen, karakteristik, budaya, agama, politik dan
kebiasaan.
Agama menjadi sesuatu yang berpengaruh terhadap keputusan konsumen dalam
mengunakan sebuah produk dan jasa(Hasan A. ,2008). Semenjak para penganut agama
islam adalah konsumen dengan pertumbuhan yang cepat, perlu bagi para perusahaan
termasuk perbankan mempertimbangkan bagaimana melayani sesuai kebutuhan mereka
dari segi bauran pemasarannya. Di dalam etika pemasaran islam, hal yang paling utama
dari sebuah produk adalah kehalalan, tidak memanipulasi, promosi yang jujur, dan tidak
melebih-lebihkan. Prinsip-prinsip etika binis islam dituangkan dalam anilisis bauran
pemasaran oleh Muslich sebagai bentuk analisis pemasaran yang sesuai nilai islam. Di
Indonesia, fenomena yang terjadi pertumbuhan lembaga keuangan syariah mikro juga
lamban dan masih tertinggal dari lembaga keuangan mikro konvensional lainnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan etika pemasaran
2. Bagaimana pembahasan etika pemasaran dalam al-Quran dan Hadist?
3. Bagaimana prinsip etika pemasaran dalam islam
4. Apa saja sumber-sumber hukum etika pemasaran islam ?
5. Bagaimana karakteristik etika pemasaran islam ?
6. Apa saja yang harus diperhatikan dalam etika pemasaran ?
7. Bagaimana fakta etika pemasaran yang terjadi dalam masyarakat ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui etika pemasaran dalam perspektif islam
2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi etika pemasaran dalam masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika Pemasaran Islam


Dalam Islam, istilah yang paling dekat berhubungan dengan istilah
etika dalam Alquran adalah Khuluq. Al-Quran juga menggunakan sejumlah istilah
lain untuk menggambarkan konsep tentang kebaikan :
Khair (kebaikan), birr (kebenaran), qist (persamaan), ‘adl (kesetaraan dan
keadilan), haqq (kebenaran dan kebaikan), ma’ruf (mengetahui dan menyetujui)
dan takwa (ketakwaan). Tindakan terpuji disebut dengan salihat dan tindakan
yang tercela disebut sebagai sayyiat.1
Syariah Islam menyediakan peraturan pemasaran yang beretika untuk
perniagaan dan hal ehwal perdagangan untuk semua manusia. Begitu juga, nilai
etika pemasaran Islam lebih menekankan pada kesejahteraan rohani berbanding
dengan kepuasan material sahaja. Syariah Islam juga menekankan setiap
pemegang amanah yang melakukan transaksi untuk mengamalkan sikap
kejujuran, kebenaran, keadilan, belas kasihan, ekuiti, keadilan dan ketelusan (Md.
Hussain & Ahmad, 2006; Aman, 2019).
Definisi etika pemasaran Islam oleh Saeed et al. (2001), adalah
berdasarkan prinsip keadilan dan ekuiti dalam Islam, dan berbeza daripada etika
sekular. Beliau dalam kajian menyatakan etika pemasaran Islam mempunyai tiga
ciri utama. Pertama, etika Islam berlandaskan perintah al-Quran dan tidak
memberi ruang kepada individu yang coba membuat tafsiran yang mengelirukan
untuk memenuhi keinginan sendiri. Kedua, bersifat mutlak dan tidak fleksibel
adalah ciri etika Islam membedakannya dengan etika sekuler. Ketiga, pendekatan
Islam lebih menekankan kepada nilai Islam yang memberi manfaat kepada
masyarakat dan bukan mengejar usaha untuk meningkatkan keuntungan saja.
Menurut Ali (2011), Etika Pemasaran Islam merangkumi empat
komponen : usaha untuk berkhidmat kepada pelanggan, persaingan yang adil,
ketulusan dan tingkah laku yang bertanggung jawab. Ahmad Amin memberi
batasan, bahwa etika atau akhlak adalah ilmu yang menjelaskan makna baik dan
buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan manusia kepada orang lain,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
Etika merupakan jiwa ekonomi islam yang membangkitkan kehidupan
dalam setiap peraturan dan syariat. Oleh sebab itu, etika atau akhlak adalah

1
Veithzal Rivai dkk Islamic Business and economic Ethics, (Jakarta;Bumi Aksara, 2012)
hakikat-hakikat yang menempati ruang luas dan mendalam pada akal, hati nurani,
dan perasaan seorang muslim.2

B. Etika Pemasaran dalam Al-Quran


Etika sebagai prinsip dan nilai mengajarkan tentang kebaikan dan
keburukan berdasarkan ajaran Islam yang bersumber kepada akal dan wahyu.
Etika atau moral dalam Islam merupakan bentuk keimanan, keislaman, dan
ketakwaan, didasarkan pada keyakinan kebenaran Allah.
Dalam Islam, istilah berhubungan dengan etika dalam al-Qur’an yaitu
khuluq. Dalam al-Qur’an, etika yaitu hal-hal yang dapat menuju kepada kebaikan.
al-Qur’an menggunakan beberapa istilah lain untuk menggambarkan konsep
tentang kebaikan yaitu: khayr (kebaikan), birr (kebenaran), qist (persamaan), ‘adl
(kesetaraan dan keadilan), haqq (kebenaran dan kebaikan), ma’ruf (mengetahui
dan menyetujui), dan taqwa (ketakwaan). Tindakan terpuji disebut sebagai
shalihat dan tindakan yang tercela disebut sebagai sayyi’at.3
‫اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل‬
ٍ ‫ارةً ع َْن ت ََر‬ َ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َج‬
‫تَ ْقتُلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu.” (Q. S. An Nisa/4: 29).
Dalam ayat ini dijelaskan maksud “janganlah memakan”, yaitu
mengambil (mempergunakan) dengan cara bagaimanapun. Dipakai kata
“memakan” pada ayat ini, karena penggunaan harta lebih banyak untuk dimakan.
Maksud “memakan harta sesama dengan jalan yang batil”, yaitu mengambil harta
orang lain dengan tidak ada kerelaan dari pemiliknya dan juga tidak ada
penggantinya.4
Allah melarang hamba-hamba-Nya yang mukmin memakan harta
sesamanya dengan cara yang bathil dan cara-cara mencari keuntungan yang tidak
sah dan melanggar syari’at. Allah mengecualikan dari larangan ini pencarian harta
dengan jalan perniagaan yang dilakukan atas dasar suka sama suka oleh kedua
belah pihak yang bersangkutan.5
Di dalam ayat ini terdapat penjelasan mengenai:
1. Halalnya perniagaan adalah ridho antara pembeli dan penjual.
2. Segala harta perniagaan tidaklah kekal
3. Banyak jenis perniagaan yang mengakibatkan kebatilan, kebatilan disebabkan
karena pemalsuan dan penipuan.
2
Asyraaf Muhammad Dawwabah, Meneladani Keunggulan Bisnis Rasullulah,
(Semarang:Pustaka Nuun, 2007) h. 12
3
Rafik Issa Beekun, Etika Bisnis Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 3
4
Bachtiar Surih, Al KANZ: Terjemah & Tafsir al-Qur’an (Bandung: Titian Ilmu, 2002), 278.
5
Salim Bahreisy & Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier (Surabaya: PT Bina
Ilmu), 361.
Ayat ini menerangkan hukum transaksi perdagangan, bisnis, dan jual
beli. Dalam ayat ini Allah mengharamkan orang beriman untuk memakan,
memanfaatkan, menggunakan, (dan segala bentuk transaksi lainnya) harta
orang lain dengan jalan yang batil, yaitu yang tidak dibenarkan oleh syari’at.
Jual beli itu harus dilandasi dengan keikhlasan dan keridloan. Artinya tidak
boleh ada kedhaliman, penipuan, pemaksaan dan hal-hal lain yang merugikan
kedua pihak.
Ayat ini relevan dengan ilmu ekonomi yang mengajarkan manusia
untuk mendapatkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Manusia
diberikan hak otonomi untuk bertindak dan menuai hasilnya, tetapi dalam
bertindak harus senantiasa menghindari ke arah yang batil, artinya yang
bertentangan dengan syariah Islam. Jika sebuah tindakan dalam kualifikasi
batil, kemudian dilanjutkan dengan mengkonsumsi hasilnya, hal tersebut
merupakan tindakan batil yang berantai dan bertentangan nilai-nilai ajaran
Islam di bidang ekonomi.6
C. Etika Pemasaran dalam Hadis
Etika adalah perbuatan yang lahir atas dorongan jiwa, berupa perbuatan
baik maupun buruk. Etika berfungsi sebagai teori dari perbuatan baik dan buruk
(ethics atau ‘ilm al-akhlaq) dan moral (akhlaq) adalah praktiknya.7
Akhlak dalam kehidupan manusia merupakan hal yang terpenting, sebagai
individu maupun sebagai anggota masyarakat dan bangsa. Akhlak berperan
penting agar apa yang dilakukan tidak merugikan orang lain. Sebab jatuh
bangunnya, jaya hancurnya, sejahtera rusaknya suatu bangsa dan masyarakat,
tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik, akan
sejahteralah lahir batinnya, akan tetapi apabila akhlaknya buruk, rusaklah lahirnya
atau batinnya.8
Dalam agama Islam, ekonomi dan akhlak adalah hal yang saling berkaitan,
seperti nilai-nilai kejujuran dalam berdagang, amanah, prinsip berkeadilan, ihsan,
berbuat kebajikan, silaturahmi dan sayang menyayangi.9
Dalam agama Islam, ekonomi dan akhlak adalah hal yang saling
berkaitan, seperti nilai-nilai kejujuran dalam berdagang, amanah, prinsip
berkeadilan, ihsan, berbuat kebajikan, silaturahmi dan sayang menyayangi.
Etika pemasaran dijadikan prinsip bagi pemasar dalam melakukan kegiatan
pemasaran. Etika pemasaran terletak pada pelakunya, itu sebabnya
misi diutusnya Rasulullah ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak

6
Arfin Hamid, Hukum Ekonomi Islam (Ekonomi Syariah) di Indonesia: Aplikasi &
Prospektifnya (Bogor: Ghalia Indonesia, 2007), 44
7
Muhammad Alfan, Filsafat Etika Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 21.
8
A. R. Idham Kholid, Ilmu Akhlak: Materi Pendidikan Agama Islam 2 (Cirebon, 2011), 4.
9
Yusuf Qardhawi, Peran Nilai Moral dalam Perekonomian Islam (Jakarta: Rabbani Press,
2001), 4.
manusia yang telah rusak. Menurut Gunara dan Sudibyo, Rasulullah berpegang
pada lima konsep.
Pertama jujur, suatu sifat yang sudah melekat pada diri beliau.
Kedua, ikhlas, di mana dengan keikhlasan seorang pemasar tidak akan tunggang
langgang mengejar materi belaka.
Ketiga, profesionalisme yaitu selalu bekerja dengan maksimal.
Keempat, silaturahmi yang mendasari pola hubungan beliau dengan pelanggan,
calon pelanggan, pemodal, dan pesaing.
Kelima, murah hati dalam melakukan kegiatan perdagangan.
Ketika menawarkan suatu produk dan jasa seorang produsen sering
melakukan hal-hal negatif, seperti kecurangan dalam menimbang, tidak
menginformasikan barang yang jelek. Berbohong dalam menawarkan produknya.
Seorang penjual haruslah menawarkan dengan senang hati, gembira, ikhlas dan
memberikan kesan yang baik kepada pembeli. Tidak dengan cara memaksa agar
orang mau membeli produknya.

D. Prinsip Etika Pemasaran Islam


Ada sembilan etika pemasaran yang menjadi prinsip-prinsip
Syariah Marketing dalam menjalankan fungsi pemasaran, yaitu :10
a. Memiliki Kepribadian Spiritual (Takwa)
Seorang pedagang dalam menjalankan bisnisnya harus dilandasi sikap
takwa dengan selalu mengingat Allah, bahkan dalam suasana mereka sedang
sibuk dalam aktifitas mereka dalam melayani pembelinya, ia hendaknya sadar
penuh dalam responsive terhadap prioritas-prioritas yang telah ditentukan oleh
snag maha pencipta. Kesadaran akan Allah hendaknya menjadi sebuah
kekuatan pemicu (driving force) dalam segala tindakan. Sesuai dengan Al
Qur‟an surat at-Taubah ayat 119.
ّ ٰ ‫ٰۤيـاَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُوا اتَّقُوا هّٰللا َ َو ُك ۡونُ ۡوا َم َع ال‬
َ‫ص ِدقِ ۡين‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah,dan
hendaklah kamu bersama orangorang yang benar (Q.S At-taubah :
119).

b. Berlaku baik dan simpatik (Shidiq)


Berprilaku baik, sopan dan santun dalam pergaulan adalah fondasi dasar
dan inti dari kebaikan tingkah laku. Sifat ini sangat dihargai dengan nilai yang
sangat tinggi dan mencakup semua sisi manusia. Alquran juga mengharuskan
pengikutnya untuk berlaku sopan disetiap hal, bahkan dalam meakukan
transaksi bisnis dengan orang-orang yang bodoh. Tetap harus bicara dengan
ucapan dan ungkapan yang baik.
10
Hermawan Kartajaya, Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing, (Bandung: PT
Mizan Pustaka, 2006) h. 26
c. Berlaku Adil dalam Bisnis (Al-Adl)
Islam mendukung prinsip keadilan, Secara umum Islam
mendukung semua prinsip dalam pendekatan keadilan terhadap etika, namun
dalam proporsi yang seimbang. Islam tidak mendukung prinsip keadilan buta.
Kebutuhan semata-mata tidak memerlukan keadilan. Karena seorang muslim
yang tengah berusaha untuk keluar dari situasi yang menindas lebih
membutuhkan bantuan dibanding dengan orang yang sekedar menuntut hak
sebagai kekayaan dari orang-orang kaya.11
Berbisnislah secara adil, demikian kata Allah. Sebagaimana
firmanya, “Berusahalah secara adil dan kamu tidak boleh bertindak
tidak adil”. Allah mencintai orang orang berbuat adil dan
membenci orang-orang yang berbuat zalim, Islam telah
mengharamkan setiap hubungan bisnis yang mengandung
kezaliman dan kewajibkan terpenuhinya keadilan yang teraplikasi
dalam hubungan dagang dan kontrak bisnis.

d. Bersikap Melayani dan Rendah hati (Khidmah)


Sikap melayani merupakan sikap utama seorang pemasar.
Tanpa sikap melayani, yang melekat dalam kepribadiannya.
Melekat dalam sikap ini adalah sikap sopan, santun, dan rendah
hati. Orang yang beriman diperintahkan untuk bermurah hati, sopan, dan
bersahabat saat berelasi dengan mitra bisnisnya. Suatu bisnis akan senantiasa
berkembang dan sukses manakala ditunjang dengan adannya pelayanan
terbaik. Misalnya dengan keramahan, senyuman kepada para konsumen akan
semakin baik bisnisnya.12
Sikap melayani juga merupakan salah satu ajaran yang cukup mewarnai
pola kerja umat kristiani. Kita dapat melihat bagaimana profesionalisme
mereka dalam melakukan pelayanan bagi pasien yang ada di rumah sakit
mereka. Ini adalah salah satu implementasi dari ajaran mereka (Injil).13

e. Menepati janji dan Tidak Curang


Janji adalah ikrar dan kesanggupan yang telah dinyatakan
kepada seseorang. Ketika membuat suatu perjanjian tentunya didasari dengan
rasa saling percaya serta tanggung jawab yang besar untuk melaksanakan janji
tersebut. Ketepatan janji dapat dilihat dari segi ketepatan waktu penyerahan
barang, ketepatan waktu pembayaran serta melaksanakan sesuatu sesuai
dengan kontrak yang disepakati.
11
Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2004) h. 26.
12
Johan Arifin, Etika Bisnis Islami, (Semarang: Walisongo Press, 2009) h. 107
13
Hermawan Kartajaya, Op. cit., h.. 77.
Pelaku bisnis yang tidak bisa memenuhi janjinya dapat dikatakan sebagai
golongan orang yang munafiq. Terlebih diera informasi yang terbuka dan
cepat seperti sekarang ini mengingkari janji dalam dunia bisnis sama halnya
dengan menggali kubur bagi bisnisnya sendiri. Karena dalam waktu singkat
para rekan bisnis akan mencari mitra kerja yang dapat dipercaya.
Sikap pebisnis yang selalu menepati janji baik kepada para
pembeli maupun diantara sesama pedagang lainnya, janji yang dimaksudkan
dalam hal ini adalah janji dimana seorang pedagang terhadap pembelinya
dalam melakukan transaksi ketika menjanjikan barang yang di jual itu barang
yang baik, Semisal seorang pedagang menjadi seorang produsen, ataupun
distributor harus senantiasa menepati janjinya dalam mengirimkan barang
kepada para konsumen atau pembeli misalnya tepat waktu pengiriman,
menyerahkan barang yang kualitasnya, kuantitas, warna, ukuran, atau
spesifikasinya sesuai dengan perjanjian semula, memberi garansi dan lain
sebagainya. Sedangkan janji yang harus ditepati kepada sesama para rekan
pedagang misalnya, pembayaran dengan jumlah dan waktu tepat dan lain
sebagainya.14
Hal ini sesuai dengan Al Qur’an surat al-Maidah Ayat : 1

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad


itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang
akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan
tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang
mengerjakan haji.Sesungguhnya Allah menetapkan
hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya”.(Q.S
Al-maidah:1)

f. Jujur dan Terpercaya (Al-Amanah)


Kejujuran merupakan sikap yang dianggap mudah untuk dilaksanakan
bagi orang awam manakala tidak dihadapkan pada ujian berat atau dihadapkan
pada godaan duniawi. Dengan sikap kejujuran seorang pedagang akan
dipercaya oleh para pembelinya akan tetapi bila pedagang tidak jujur maka
pembeli tidak akan memebeli barang dagangannya. Tak diragukan
bahwasannya ketidak jujuran adalah sikap bentuk kecurangan yang paling
jelek. Orang tidak jujur akan selalu berusaha melakukan penipuan pada

14
Johan Arifin, Op.cit., h. 159
orang lain, Al-Qur‟an dengan tegas melarang ketidak jujuran sebagaimana
firmanya dalam surat al-Anfal ayat 27.

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu


mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga)
janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”.(Q.S
Al-anfal : 27)

g. Tidak berburuk sangka (Su’udz zhan)


Saling menghormati satu sama lain adalah ajaran Nabi
Muhammad SAW yang harus di Implementasikan dalam perilaku
bisnis modern. Tidak boleh satu pengusaha menjelekkan pengusaha lain hanya
untuk persaingan bisnis. Amat Naif jika perbuatan seperti itu terjadi dalam
praktek bisnis yang dilakukan oleh seorang muslim. Allah SWT berfirman
dalam Al-Quran surah Al-hujarat ayat 12.

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan


dari prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu
dosa. Janganlah kamu menggunjing sebahagian yang
lain. Sukakah diantara salah seorang kamu memakan
daging diantara kamu yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi
maha penyayang.”(Q.S Al-hujarat : 12)

h. Tidak suka menjelek-jelekkan (Ghibah)


Ghibah adalah keinginan untuk menghancurkan orang,
menodai harga diri, kemuliaan dan kehormatan orang lain, sedangkan mereka
itu tidak ada dihadapannya. Ini merupakan kelicikan, sebab hal ini sama saja
dengan menusuk dari belakang. Sikap semacam ini merupakan salah satu
bentuk penghancuran karakter, sebab pengumpatan dengan model seperti ini
berarti melawan orang lain yang tidak berdaya.
Biasanya seorang pemasar senang apabila telah mengetahui
kelemahan, kejelekan dan kekurangan lawan bisnisnya. Dan biasanya
kelemahan dan kejelekan ini senjata untuk memenangkan dipasar dengan jalan
menjelek-jelekan atau menfitnah lawan bisnisnya.
i. Tidak melakukan suap/sogok(riswah)
Dalam syariah, menyuap (Riswah) hukumnya haram, dan
menyuap termasuk kedalam kategori memakan harta orang lain dengan cara
bathil. Islam tidak saja mengharamkan penyuapan melainkan juga mengancam
kedua belah pihak yang terlibat dengan neraka diakhirat. Suap adalah dosa
besar dan kejahatan kriminal didalam suatu Negara. Oleh karena itu mendapat
kekayaan dengan cara penyuapan jelas haram.

E. Sumber-Sumber Hukum Etika Pemasran


1. Al-Quran
Firman Allah :
‫في َرسُو ِل هَّللا ِ ُأ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِ َم ْن َكانَ يـَرْ جُو هَّللا َ َو ْاليـَوْ َم‬
ِ ‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم‬
‫هَّللا‬
‫خ َر َو َذ َك َر َ َكثِيرًا‬ ‫ْآل‬
ِ ‫ا‬
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Alloh dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Qs. Al-ahzab ayat
21).
Rasulullah adalah manusia yang terbaik di segala sisi dan segi. Di
setiap lini kehidupan, beliau selalu nomor satu dan paling pantas dijadikan
profil percontohan untuk urusan agama dan kebaikan. Termasuk dalam akhlak
beliau dalam melakukan bisnis.
2. Al-Hadist
Rasulullah SAW Bersabda:
‫ قال رسول هللا صلى هللا علیھ وسلم‬: ‫ع َْن اَبِى ھریرة رضي هللا عنھ قال‬:
‫األخ الَ ْق )رواه مالك‬ ْ ‫ار َم‬ ‫إنّما بُ ِع ْث ُ ٌأل‬
ِ ‫ت تَ ِّم َم َم َك‬
Artinya : “Dari abu hurairah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya aku diutus, (tiada lain, kecuali) supaya
menyempurnakan akhlak yang mulia”(H.R Malik).
Hadist ini menjelaskan bahwa rasulullah diutus untuk menyempurnakan
akhlak manusia disegala bidang. Rasulullah SAW juga merupakan seorang
pedagang. Dalam berdagang Rasulullah menjadi contoh langsung bagi
pebisnis. Rasulullah dalam berdagang tidak hanya terfokus terhadap
keutungan semata tetapi mecontohkan prinsip-prinsip Islami agar tidak ada
pihak yang dirugikan.15

F. Karakteristik Pemasaran Islami


Ada beberapa karakteristik Pemasaran Syari’ah yang dapat
menjadi panduan bagi para pemasar sebagai berikut :
a. Ketuhanan (Rabbaniyah)

15
Asyraaf Muhammad Dawwabah, Op. Cit, 13
Salah satu ciri khas pemasar syariah marketing yang tidak dimiliki pasar
konvensional yang dikenal selama ini adalah sifat yang religius. Kondisi ini
tercipta keterpaksaan tetapi berangkat dari kesadaran akan nilai religius, yang
dipandang penting dan mewarnai aktivitas pemasaran agar tidak terperosok
kedalam perbuatan yang tidak merugikan orang lain. Jiwa seorang marketing
syariah meyakini bahwa hukum-hukum syariah yang teistis atau bersifat
ketuhanan ini adalah hukum yang paling adil, paling sempurna, paling selaras
dalam bentuk kebaikan, paling dapat mencegah segala kerusakan, paling
mampu mewujudkan kebenaran, memusnahkan kebatilan, dan
menyebarluaskan kemaslahatan. Karena merasa cukup akan segala
kesempurnaan dan kebaikannya, diarela melaksanakannya dari hati yang
paling dalam, seorang syariah marketer menyakini bahwa Allah Swt selalu
dekat dan mengawasinya ketika dia sedang melaksanakan segala macam
bentuk bisnis. Dan Alloh akan meminta pertanggung jawaban darinya atas
pelaksanaan syariat tersebut kelak dihari kiamat. Alloh SWT berfirman dalam
surat al-Zalzalah ayat 7-8 yang berbunyi :

Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat


dzarrah pun, niscaya Dia akan melihat (balasan) nya. Dan Barang siapa
yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Diaakan melihat
(balasan)nya pula”. (Q.S al-zalzaalah :7-8)
Seorang syariah marketer akan menjalankan sebagai seorang pemasar,
mulai dari melakukan strategi pemasaran, memilih-milih pasar (segmentasi),
kemudian memilih pasar mana yang harus menjadi fokusnya (targeting),
hingga menetapkan identitas perusahaan yang harus senantiasa tertanam
dalam benak pelanggannya (positioning). Pemasar juga harus menyusun taktik
pemasaran, apa yang menjadi keunikan dari perusahaanya dibandingkan
perusahaan lain (diferensial), begitu juga dengan marketing mixnya, dalam
melakukan promosi, senantiasa dijiwai oleh nilai-nilai relegius, di samping itu
juga harus menempatkan kebesaran Allah di atas segala-galanya, apabila
dalam melakukan proses penjualan (selling), yang menjadi tempat seribu satu
macam kesempatan untuk melakukan kecurangan dan penipuan, kehadiran
nilai-nilai relegius menjadi sangat penting.
Pemasaran syariah harus memiliki value yang lebih tinggi. Ia harus
memiliki merek yang lebih baik, karena bisnis syariah adalah bisnis
kepercayaan, bisnis berkeadilan dan bisnis yang tidak mengandung tipu
muslihat didalamnya. Syariah marketer selain patuh kepada hukum-hukum
syariah, juga senantiasa menjauhi segala larangan-laranganya dengan
sukarela, pasrah, dan nyaman, didorong oleh bisikan dari dalam, bukan dari
paksaan dari luar. Pelanggaran perintah dan larangan syariah16, misalnya
mengambil uang yang bukan haknya, memberi keterangan palsu, ingkar janji
dan sebagainya, maka ia akan merasa berdosa, kemudian segera bertobat dan
menyesali diri dari penyimpangan yang dilakukan. Ia akan senantiasa
memeliharanya hatinya agar tetap hidup,dan memancarkan kebaikan dalam
segala aktifitas bisnisnya.17 Marketing syariah harus membentengi dirinya
dengan nilai-nilai spiritual karena marketing harus akrab dengan penipuan,
sumpah palsu riswah (suap) korupsi.18
b. Etika (Akhlaqiyyah)
Keistimewaan yang lain dari syariah marketer selain karena teistis
(rabbaniyyah), juga karena mengedepankan masalah akhlak (moral, etika)
dalam seluruh aspek kegiatanya. Sifat etis ini merupakan turunan dari sifat
teistis diatas. Dengan demikian marketing syariah adalah konsep yang sangat
mengedepankan nilai-nilai moral dan etika, tidak peduli apa pun agamanya.
Karena nilai-nilai moral dan etika adalah nilaiyang bersifat universal, yang
diajarkan oleh semua agamanya. Untuk mencapai tujuan suci, Allah
memberikan petunjuk melalui para Rasulnya, Petunjuk tersebut meliputi
segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, baik akidah, akhlak, (moral, etika),
maupun syariah. Dua komponen pertama, akidah dan akhlak (moral, etika)
bersifat konstan, keduanya tidak mengalami perubahan apapun dengan
berbedanya waktu dan tempat. Sedangkan syariah senantiasa berubah sesuai
dengan kebutuhan dan taraf perbedaan manusia, yang berbeda-beda sesuai
dengan rasulnya masing-masing.
c. Realistis (Al-Waqi’iyyah)
Syariah marketing bukanlah konsep yang tidak ekslusif, fanatis,anti-
modernitas, dan kaku, marketing syariah adalah konsep pemasaran yang
fleksibel, sebagaimana keluasan dan keluwesan syariah Islami yang
melandasinya. Syariah marketer bukanlah berarti para pemasar itu harus
penampilan ala bangsa Arab dan mengharamkan dasi karena dianggap
merupakan simbol masyarakat barat, misalnya. Para pemasar juga
professional dengan penampilan yang bersih, rapi, dan bersahaja, Ia tidak
kaku, tidak ekslusif, tetapi sangat fleksibel dan luwes dalam bersikap dan
bergaul. Ia memahami dalam situasi pergaulan di lingkungan yang sangat
heterogen, dengan beragam suku, agama dan ras.
Fleksibilitas atau kelonggaran sengaja diberikan oleh Allah SWT agar
penerapan syariah senantiasa realisties (al-waqi’iyyah) dan dapat mengikuti
16
Hermawan Kartajaya, Op. cit., h.. 77
17
Ibid., h. 3
18
Ali Hasan, Manajemen Bisnis Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) h. 17.
perkembangan zaman. Kelonggaran bukanlah suatu kebetulan, melainkan
kehendak Allah agar syariah Islam senantiasa abadi dan kekal sehingga sesuai
bagi setiap zaman, daerah, dan keadaan apapun. Dalamsisi inilah, syariah
marketing berada. Ia bergaul, bersilaturahmi, melakukan transaksi bisnis di
tengah-tengah realitas kemunafikan, kecurangan, kebohongan, atau penipuan
yang sudah biasa terjadi dalam dunia bisnis. Akan tetapi syariah marketing
berusaha tegar, istiqomah, dan menjadi cahaya penerang di tengah-tengah
kegelapan.19
d. Humanistis (Al-Insaniyyah)
Keistimewaan marketing syariah yang lain adalah sikapnya
humanistis universal. Pengertian humanistis adalah bahwa syariah diciptakan
untuk manusia agar derajatnya terangkat, sifat manusia terjaga dan terangkat, sifat
kemanusiaannya terjaga dan terpelihara, serta sifat kehewananiannya terkekang
dengan panduan syariah. Dengan memiliki, nilai humanistis ia menjadi manusia
yang terkontrol dan seimbang. Bukan manusia yang serakah, yang menghalalkan
segala cara untuk meraih keuntungan yang sebesarbesarnnya. Bukan menjadi
manusia yang bisa bahagia diatas penderitaan orang lain atau manusia yang
hatinya kering dengan kepedulian sosial.
Syariat Islam diciptakan untuk manusia sesuai dengan kapasitasnya tanpa
menghiraukan ras, warna kulit, kebangsaan dan status. Hal inilah yang membuat
syariah memiliki sifat universal sehingga menjadi syariat humanistis. Hal tersebut
dapat dikatakan prinsip ukhuwah insaniyyah (persaudaraan antar manusia).
Syariat Islam bukanlah syariat bangsa arab, walaupun Muhammad yang
membawanya adalah orang arab. Syariat Islam adalah milik Tuhan bagi seluruh
manusia.
G. Etika yang harus ada pada Praktik Pemasaran
1. Memiliki kepribadian spiritual (takwa)
2. Berperilaku baik dan simpatik (shidq)
3. Berlaku adil dalam bisnis (al-‘adl)
4. Bersikap melayani dan rendah hati (khidmah)
5. Menepati janji dan tidak curang
6. Jujur dan terpercaya (al-amanah)
7. Tidak suka berburuk sangka (su’uzh-zhann)
8. Tidak suka menjelek-jelekkan (ghibah)
9. Tidak melakukan sogok (riswah)
10. Memiliki akhlak yang terpuji (husnul Khuluq)
11. Toleran
H. Etika Pemasaran yang terjadi di Masyarakat

19
Hermawan Kartajaya, Op.Cit. 35-37
Penggunaan Etika Pemasaran Islam mendapat perhatian lebih dari muslim
sendiri karena merasa yakin dengan produk mereka tanpa ada unsur penipuan dan
riba. Pemasaran Konvensional senantiasa mendapat kritikan karena menjadi
faktor ketidakadilan dan kepuasan hati ketika melakukan aktivitas perdagangan.
Penyelidik mengkritik pemasaran konvensional karena mengamalkan
taktik berisiko, layanan yang buruk terhadap pelanggan, tidak rasional ketika mau
membuat keputusan dengan menggunakan pendekatan yang melampau, hubungan
sosial yang tidak baik, mempunyai mempunyai pengaruh politik yang tinggi
dalam organisasi dan menyokong persaingan yang tidak sehat di antara satu sama
lain (Kotler, 2009). Sebaliknya, falsafah pemasaran Islam mewujudkan hubungan
hubungan yang seimbang antara penjual dan pembeli dengan tidak memihak
kepada siapapun dan berlaku adil. Seseorang itu hendaklah mendapatkan
pembangunan sendiri bersama dengan menghormati nilai rakan niaga dan
memastikan keperluan etika berasaskan Syariah untuk membawa kepuasan
keseluruhan dalam masyarakat.
Dalam pemasaran konvensional, syarikat yang melakukan penyelewangan
atau membuat khianat akan didakwa atas kesalahan mereka. Namun, syarikat
pemasaran Islam yang melakukan penyelewangan bukan saja didakwa di dunia
malah akan bertanggungjawab atas kesalahannya di hari akhirat.

BAB III
KESIMPULAN

Dari beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa ekonomi islam


bersumber dari al-Quran dan hadist. Di dalamnya dijelaskan mengenai etika
dalam melakukan kegiatan ekonomi. Ekonomi Islam banyak menjelaskan tentang
etika sebagai dasar untul melaksanakan kegiatan ekonomi. Dalam ekonomi Islam,
etika dan pemasaran merupakan satu kesatuan. Keduanya tidak dapat dipisahkan,
karena ekonomi Islam menekankan etika dalam segala kegiatan, termasuk
pemasaran.
Dalam ekonomi Islam, tidak perlu menggunakan kata “etika pemasaran”,
karena menerapkan ekonomi Islam berarti menerapkan etika. Dengan kata lain
pemasaran Islam adalah pemasaran yang menerapkan etika. Etika pemasaran
dalam ekonomi Islam berarti menjadikan prinsip dan nilai dasar ekonomi Islam
sebagai pedoman, dengan menerapkan sistem ekonomi Islam, yang bertujuan
untuk mendapatkan keuntungan dunia (materi) dan akhirat (surga).

Anda mungkin juga menyukai