Anda di halaman 1dari 7

TOLOTANG SIDRAP

BY. CASSINO XII MIPA 6

Mitologi Bugis, Makassar yang merupakan inti budaya masyarakat Sulawesi Selatan
bahwa alam semesta tersusun atas tiga bagian, Bagian atas disebut Botting langi’, bagian
tengah disebut Ale Kawa (bumi) dan bagian bawah disebut Buru’ liung.
Pada suatu saat La Patotoe tengah beristirahat di botting langi’ dan para pengawal La
Patotoe melakukan pengembaraan di alam semesta yang dimulai dari Botting Langi’ sampai
ke buru’ liung. Ditengan Menurut pengembaraannya mereka menemukan bahwa dibagian
tengah masih kosong dan tidak berpenghuni.
Tidak lama kemudian La Patotoe terbangun dari peristirahatannya dan para
pengawalnya Kembali ke botting langi’ dan kemudian mereka melaporkan ke La Patotoe
bahwa terdapat satu Kawasan yang sangat luas namun tidak berpenghuni dan meminta
kepada La Patotoe agar mengisi Kawasan tersebut.

Setelah Patotoe terbangun dan pengikutnya telah Kembali dari mengembara

Patotoe : “Mengapa kalian meninggalkan botting langi’?”


Pengikut : “Oo Puangku! Kami melakukan pengembaraan dan menemukan
suatu Kawasan yang sangat luas dan belum ada penghuni sama sekali,
u sarangkan ki mebbu lino ri kawa”
Patotoe : “mebbu ki lino? Makkuaga?”
Pengikut : “magai pale ko batara guru e ri pa no’ ri awa linoe?”

Lalu mereka bermusyawarah dipimpin oleh Patotoe dan menghasilkan kesepakatan bahwa
mereka harus menurunkan tunas di Bumi. Dari kesepakatan tersebut diturunkannya ke bumi
anak Patotoe sendiri yakni Batara guru.

Patotoe : “Rekko Makko tu, Pa No’ I Anakku ri Kawa”


Pengikut : “Iye puangku”

Kemudian Batara Guru diturunkan melalui ayunan dari bambu emas (tellang pulaweng),
setelah sampai ke Kawa (bumi) ia menjelajahi Kawa selama 40 hari 40 malam dan merasa
kesepian sehingga berdoa kepada penghuni langit agar diturunkan orang-orang untuk
menemaninya.

Batara guru : “Ooo puangku! Ma sajeng rennu nyawaku, nasaba degage tau lainnge
ko linoe”

Mungkin pada saat itu Dewata saewae mendengar keluh kesah anaknya dan Ketika Batara
Guru duduk didepan istananya yang berada di tepi laut, ia melihat sesuatu terombang-ambing
mendekatinya yang ternyata adalah seorang Wanita. Kemudian, ada suara dari langit.

Suara langit : “ iyanaro matu mu sibawangngi ri kawa”

Kemudian Wanita cantik yang terombang-ambing tadi mendekati dan menyapa Batara Guru
yang tadi terombang-ambing ditengah laut yang mendekatinya tadi mendekati dan menyapa
Batara Guru.
We Nyilitimo : “saya adalah We Nyilitimo yang dikirim Patotoe untuk menemanimu
agar tidak kesepian lagi”

Batara guru pun kagum melihat kecantikan We Nyilitimo

Batara Guru : “Kau begitu cantik We Nyilitimo, maukah kau hidup bersamaku
menjelajahi Kawa ini?, dan mengarungi samudera kehidupan?”
We Nyilitimo : “Iya Batara Guru, karena aku memang dikirim untuk
mendampingimu sehidup semati”

Kemudian mereka Bersama-sama menjalani kehidupan di Kawa, melewati suka dan duka
Bersama.

*CUT*

Setelah beberapa tahun menjalani hidup Bersama akhirnya Batara guru dan We
Nyilitimo dikarunia beberapa anak salah satu anaknya bernama Batara Lattu’ dan setelah
dewasa Batara Lattu’ dinikahkan dengan sepupunya yang Bernama We Datu Senge yang
berasal dari Buru Liung (Bumi bagian bawah) yaitu anak dari saudara We Nyilitimo. Dan
kemudian dikaruniai 2 orang anak kembar emas, yang laki-laki Bernama Sawerigading dan
yang perempuan Bernama We Tenriabeng Ketika mereka lahir Sawerigading dan We
Tenriabeng diasuh secara terpisah sehingga mereka tidak saling mengenal sampai dewasa.

*To Be Continued*

Setelah mereka dewasa diadakan pesta menginjak tanah diusianya yang ke-17 tahun
Sawerigading tumbuh menjadi seorang pemuda yang gagah dan tampan sedangkan We
Tenriabeng tumbuh menjadi Putri yang cantik dan menawang, keduanya dipertemukan di
istana karena Sawerigading tidak mengenal We Tenriabeng maka ia meminta kepada
keluarganya agar dapat menikahi We Tenriabeng.

Sawerigading : “Tetta, siapa Wanita cantik itu? Bolehkah aku menikahinya?”


Batara lattu’ : “yang mana anakku? Apakah dia?” (sambal menunjuk
We Tenriabeng)
Sawerigading : “Iye tetta” (sambil tersenyum)
Batara lattu’ : “Tidak anakku” (sambil tertawa)
Sawerigading : “Kenapa tettaku tertawa?” (sambal terheran-herang)
Batara lattu’ : “Kau dan dia itu saudara, pamali hukumnya menikahi saudara
kandung sendiri”

Setelah mengetahui kenyataan itu, Sawerigading tetap bersikeras untuk menikahi


saudaranya karena alasan tertentu. Sehingga Batara guru dating memberikan saran untuk
meminang sepupunya yang berada di negeri China dimana parasnya yang cantik sama dengan
We Tenriabeng yang Bernama We Cudai sehingga sawerigading mengurungkan niatnya
untuk menikahi Saudaranya.

Batara guru : “Tidak cucuku, kau dan We Tenriabeng adalah saudara


Kandung, pamali hukumnya menikahi saudara kandung sendiri,
bagaimana jika kau menikahi sepupumu yang berada di negeri
China yang memili paras cantik sama seperti We Tenriabeng
Bernama We Cudai”
Sawerigading : “Betulkah puangku? Saya tertarik mendengar cerita puangku”
Batara guru : “Ya cucuku, silahkan kamu ke negeri China saja”
Sawerigading : “Baiklah puangku aku akan menghampirinya”

Singkat cerita, Sawerigading menemui We Cudai lalu menikahinya dan ia dikaruniai


seorang anak yang diberi nama “I La galigo” kemudian ia Kembali ke Luwu bersama
keluarga dan para pengikutnya sehingga keturunan-keturunan Sawerigading yang menjadi
penguasa di pulau Sulawesi termasuk kerajaan Wajo sehingga kepercayaan yang diajarkan
oleh Sawerigading terwariskan di berbagai wilayah termasuk di Wajo.

-***-

Sejarah awal lahirnya kepercayaan ini kemudian dikenal sebagai kepercayaan


Tolotang. Semua bermula dari La Panaungi (Leluhur Towani Tolotang) yang sedang
melakukan ritual kemudian ia mendengar suara yang mengatakan,

Suara ghaib : “Hei La Panaungi, berhentilah kamu melakukan ritual


tersebut”
(Suara itu tiga kali ia dengar)

Setelah yang ketiga kalinya, La Panaungi kemudian menjawab,

La Panaungi : “Siapa sebenarnya anda?”


Suara ghaib : “Saya ini adalah Dewata Seuwa E yang akan memberikan
suatu
Ajaran kepada kalian tetapi dengan syarat, sucikanlah dirimu
Terlebih dahulu setelah itu saya akan memberikan ajaran ini”

Setelah La Panaungi bersuci, kemudian ia diberikan ajaran tersebut dan berkatalah

La panaungi: “Ajaran ini saya beri nama tolotang”

Dan ajaran ini pun berkembang di Wani sesuai dengan ajaran La Panaungi yang dia
dapat dari suara ghaib saat menjalankan ritual. Masyarakat yang menganut ajaran Tolotang
ini sangat taat akan kepercayaan mereka seperti pada upacara adat dan acara pernikahan.
Mappenre’ I nanre merupakan tradisi masyarakat Towani Tolotang dalam melakukan
pernikahan, acara lahiran, kematian, maupun untuk mempersiapkan hari akhir yang bertujuan
untuk mendapatkan kesejahteraan dan keselamatan di hari akhir kelak.

**Tradisi Mappenre’ I nanre dalam acara pernikahan Towani Tolotang**


Dalam masyarakat Towani Tolotang setelah proses lamaran dilakukan dan kedua belah pihak
sepakat untuk melakukan pernikahan maka dilakukan lah tradisi Mappenre’ I nanre.
Keluarga mempelai laki2: ”kalau begitu karena sepakat mki untuk menikahkan
anak2ta’ besok di adakanmi ritual Mappenre’ I nanre untuk
uwa”
Keluarga Wanita: ”Iye pale kalau begitu mauta”

*KeEsokan Harinya*

*Dirumah mempelai pria*

Istri: ”Ooo Bapakna…… , Ki sediakan memangmi yang mau dibawa besok ke


rumahnya uwa”
Suami: ”Kira2 apa2i mau disiapkan mamakna….”
Istri: ”Cari mki Daun pisang, kelapa muda, daun sirih, bambu, pisang”
Suami: ”Iye ammakna”(suaminya pun pergi meninggalkan rumah)
Istri: “(memanggil), Ooo anakku”
Anak: “Iye mak kenapaki?”
Ibu: “Pergiko panggil tantenu kesini untuk bantu2ki bikin sajian untuk uwa”
Anak: “Iye mak (dan berjalan meninggalkan rumah)”

Setelah semua persiapan selesai keluarga Pria dan Wanita membawa sajian dan syarat
syarat Mampenre’ I nanre ke rumah uwa. Tetapi sebelum kedua mempelai mendatangi ke
rumah uwa mereka memberitahukan sebelumnya bahwa mereka beserta keluarga akan datang
untuk bertamu kerumahnya.

*Sesampainya di rumah uwaa*

Suami: “(dipintu rumah uwa), Permisi uwa”


Uwa: “Silahkan masukmki”
Suami: “Begini kedatangan kami dan keluarga ingin melakukan Mappenre’ I nanre”
Uwa: “ Kalau begitu ki mulai mi”

*Acara Mappenre’ I nanre*

Menyusun sajian di depan uwa dan keluarga dari pria melakukan pembacaan ritual
untuk sajian yang akan diberikan kepada uwa.

Uwa:”(setelah ritual selesai, uwa mengambil daun sirih dan sedikit sajian lalu
memberikan kepada keluarga yang bersangkutan.) Tabe ki ambilmi ini sebagai tanda
selesainya ritual ta”

*TBC*

Sekitar abad ke-17 agama islam masuk ke sulsel kemudian pada thn 1610 Arung
Matowa Wajo ke-12 La Sangkuru Patau’ Mulajaji Menerima islam saat itu wajo telah
menjadi kesultanan islam dan pada tahun 1666 kerajaan menekankan bahwa seluruh
masyarkat wajo untuk memeluk islam, Kemudian terdapat diantara kelompok masyarakat
yang belum siap menerima islam yang berada di wilayah wajo. Kelompok masyarakat wani
tersebut tidak ingin masuk islam sehingga Arung Matoa Wajo meminta mereka untuk
meinggalkan wajo karena tidak bersedia memeluk islam.

Arung Matoa: “Wahai masyarakat wani Pa’biring-biring i alenu”

Karena ini merupakan titah raja maka kemudian mereka meninggalkan wilayah wani
yang menyebabkan mereka terbagi menjadi 2 kelompok yan dipimpin oleh 2 orang tokoh.
Tokoh yang pertama Bernama I Pabbere (Wanita) ia memimpin kelompoknya menuju
sidenreng dan Tokoh kedua Bernama I Goliga, Ia memimpin kelompoknya menuju ke
wilayah Bacukiki Pare-pare. Kelompok pertama tiba di wilayah sidenreng di satu tempat
Bernama Perrinyameng (Kel.Amparita) dan kedatangan mereka dari arah selatan sidenreng di
ketahui oleh Addatuang Sidenreng kemudian ia mengutus suruhannya untuk menemui
mereka. Masyarakat Tolotang menjelaskan maksud dan tujuannya serta meminta izin pada
Addatuang Sidenreng agar diterima di wilayahnya. Karena mereka dating dari arah selatan
sidenreng maka Addatuang Sidenreng menyebut mereka “Towani Tolotang” (Orang Wani
dari Selatan). Addatuang Sidenreng mengizinkan masyarakat tolotang untuk menetap di
Amparita tetapi mereka harus menerima syarat yang diberikan oleh Raja yang dikenal dengan
Ade’ puronronna sidenreng.

Addatuang Sidenreng: “Wahai masyarakat towani Tolotang kalian kuizinkan untuk


menetap di wilayah ku tetapi dengan syarat”
I Pabbere : “ Apa saja syarat itu Raja?”
Addatunag Sidenreng : “Ada 5 syarat yang harus kalian sepakati yaitu, Ade’
puronronna sidenreng. Yang pertama Ade’ mappuronro,
adat harus di pegang teguh dan di taati. Kedua Wari
rialitutui, kebiasaan baik harus dipelihara. Ketiga Janci
riasseri, janji harus dipegang teguh dan tidak di ingkari. Ke
empat Agama ritarenre maberre, agama harus diagungkan,
dan yang terakhir/ ke lima, pernikahan dan kematian harus
dengan cara islam”
I Pabbere : “Baiklah Raja kami mengsepakati syarat tersebut, tetapi syarat terakhir
sulit kami lakukan”

Seiring berkembangnya zaman kedua syarat terakhir mulai ditinggalkan semenjak


masuknya jepang ke Indonesia dan keluarnya UU, yang mengatur bahwa seseorang yang
tidak berpuasa dan sholat, tidak dapat dinikahkan atau dimakamkan sesuai islam.

*To Be Continued*

Setelah I Pabbere’ meninggal ia meninggalkan sebuah pesan.

I Pabbere’: “Wahai pengikutku kalau saya telah tiada kalian harus menziarahi
makamku, untuk kesejahteraan dan kalian nantinya”
Pengikut: “Iye puang kalau begitu mauta”

Oleh sebab itu masyarakat Towani Tolotang dimanapun mereka berada dalam
setahun sekali melakukan ziarah kekuburan I Pabbere’, tradisi ini beralnjut secara turun
temurun dan Bernama acara Si Pulung.
Uwa Besar: “(berbicara kepada uwa2 dalam sebuah pertemuan), Tabe para uwa satu
minggu lagi bakal dilaksankan ritual Si Pulung jadi tabe ki sampaikan ki ke
pengikutta untuk datang di makam I Pabbere”
Uwa2: “Iye puang nanti kami sampaikan kepada keluarga kami untuk ke makam I
Pabbere’ dalam rangka melaksankan acara Sipulung”
Setelah rapat selesai para uwa pun Kembali ke wilayahnya masing2. Salah satu uwa
yang berada di wilayah Amparita mengumpulkan warganya atau pengikutnya untuk
membahas acara Sipulung.

*Di tempat pertemuan*

Warga 1: “Ada apa ini uwa kenapa kami di kumpulkan”


Uwa: “Semalam darika ketemu sama uwa besar dan pesannya minggu depan akan
dilaksanakan acara Sipulung dan saya himbau kepada semua warga Tabe kita
persiapkanki semua syarat-syaratnya untuk acara Sipulung ini dan keluargata’ yang
berada di luar daerah kita kabari dulu untuk pulang.
Warga 2:” Begini uwa mauki lakukan acara Sipulung dan syarat utamanya haruski
membawa Daun sirih dan harus ganjil. Masalahnya daun sirih di wilayahta’ mati
terkena hama dan kita sudah kehabisan daun sirih.
Semua warga: “(Suara ricuh), Benar Uwa………, Betul Uwa……….., Bagaimana ini
solusinya Uwa……….”
Uwa: ‘Tenangki dlu semua……………….!!!(suasana Kembali tenang),Masalah tidak
adanya daun sirih di kampungta’nanti saya bicarakan kepada uwa tetangga untuk
membantu masalah daun sirih ini nanti saya kabari silahkan Kembali ke rumah
masing-masing dan persiapkan diri kalian untuk acara Sipulung nanti”
Semua Warga: “Iye Uwa Terimakasih banyak..!!”

*Seminggu kemudian*

Semua warga dari Towani Tolotang bahkan dari luar daerah berkumpul di kuburan I
Pabbere’ dengan membawa sara’-sara’ berupa Daun sirih dan buah pinan jumlanya tidak
ditentukan yang penting ganjil, sajian yang dibawa dalam bakul, air putih, minyak kelapa,
wewangian, pesse’pelleng (kemiri yang ditumbuk dengan kapas).

*Setelah semua siap dan sajian telah diletakkan, uwa besar memulai acara sipulung dengan
berdoa dan menyempaikam apa yang telah dilakukan setelah setahun ini kepada Dewata
Sowae dan meminta rahmat, kesejahteraa dan keselamatan kepada Dewata Sowae.

(Penghujung Ritual)

Uwa besar: “tabe para uwa-uwa ini Sebagian sirih dan sajian ki bagian I kewargata
untuk dimakan bersama”.

Setelah uwa besar memberikan Sebagian sirih dan sajian kepada warga menandakan
selesainya ritual sipulung dan dilanjutkan ritual penutup yaitu massempe’.

Ritual massempe’ ini dilakukan oleh anak laki-laki dengan melakukan permainan
saling menendang satu sama lain, permainan ini hanya sebagai hiburan semata atas dasar
perasaan penuh kegembiraan setelah melaksanakan upacara sipulung. Tradisi ini
mengandung nilai sportifitas dan keberanian pada diri anak laki-laki. Setelah acara itu mereka
melakukan pesta dengan menampilkan tarian dan nyanyian tradisonal.

END

Anda mungkin juga menyukai