Anda di halaman 1dari 9

Kelompok 1

Berdasarkan hasil pembuatan kefir dengan susu UHT merek ultramilk sebanyak 500ml
yang ditambahkan bibit kefir 8gr kemudian difermentasi selama 24 jam menunjukkan kurang
terjadinya keberhasilan. Hal ini yerlihat dari lapisan yang terbentuk setelah proses fermentasi
yang hanya terbentuknya 2 lapisan. Pada pembuatan kefir yang kami lakukan ini tidak
menunhukkan adanya lapisan whey. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa kemungkinan
diantaranya: tidak optimalnya perbandingan antara bibit kefir dengan total susu. Hal ini sejalan
dengan pernyataan Jaya, F (2019: 82) perbandingan bibit kefir dengan total susu yaitu sebanyak
5%. Dalam hal ini, jumlah kefir optimal yang dugubakan seharusnya 25gram. Selain itu, tidak
terbentuknya lapisan whey dapat terjadi karena ukuran toples sehingga aktivitas mikroba
kurang maksimal dan kandungan air dalam susu yang sedikit. Kefir whey merulakan lapisan
bening yang berasal dari hasil pemisahan susu yang terdiri dari air dan beberapa zat terlarut
yang terpisah dari curd (Setiawati, L, et al, 2022: 142).

Kelompok 2
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan produk Bioteknologi konvensional yakni
Kefir. Praktikum dilakukan dengan menggunakan bijih kefir dengan memanfaatkan mikroba
yang ada pada biji kefir tersebut untuk proses fermentasinya. sesuai dengan pendapat dari
(Kosikwoski. 2019: 25) bahwa Kefir yaitu suatu kultur dengan stater berupa biji kefir yang
terdiri atas mikroorganisme bakteri asam laktat seperti Lactobacillus lactis, Lactobacillus
delbrueckii sub sp. bulgaricus, dan ragi jenis khamir.
Adapun perlakukan yang dilakukan pada kelompok 2 yaitu kefir ditutup dengan kain.
Berdasarkan tabel pengamatan hasil uji organoleptik pada kefir didapatkan hasil antara lain
yaitu setelah 24 jam, kefir memiliki aroma fermentasi tetapi tidak terlalu menyengat, dengan
tekstur susu cair tetapi menggumpal dan sedikit berbusa, sedangkan bibit kefir yang diperoleh
memiliki tesktur kenyal, untuk warna susu kefir yaitu putih kekuningan dengan rasa tidak
terlalu asam. Sedangkan untuk uji organoleptik pada kefir setelah disimpan di kulkas, kefir
memiliki aroma asam sedikit tetapi tidak terlalu menyengat, teksturnya cair dan tidak
menggumpal, berwarna putih kekuningan dengan rasa hambar. Kefir juga tidak membentuk
tiga lapisan.
Berasarkan pada tabel hasil pengamatan tersebut, maka kefir yang diperoleh kelompok 2
berindikasi mengalami kegagalan. Hal ini dapat dilihat dari ciri fisik dan hasil uji organoleptik.
Adapun faktor yang menjadi sebab dalam kegagalan pembuatan kefir ini yaitu lamanya
pemanasan susu, proses inkubasi serta volume starter bibit terlalu sedikit, sehingga kurang
sesuai dengan media yang akan digunakan. Pada saat memanaskan susu UHT, api yang
digunakan terlalu besar, sehingga susu sedikit bergelembung atau medidih, padahal waktunya
belum sampai 30 menit dan suhunya belum mencapai 70˚C. Hal tersebut dapat menyebabkan
mikroba yang terdapat dalam susu tersebut mati atau terkontaminasi oleh mikroba lain, hal ini
sesuai dengan pendapat (Fatmawati. DKK. 2021: 2), bahan dasar susu sebelum diinokulasikan
dengan starter harus dipanaskan selama 30 menit pada suhu 70°C, hal ini bertujuan untuk
menghilangkan bakteri lain yang hidup dalam susu agar tidak mengganggu pertumbuhan
bakteri asam laktat, selain itu juga menguapkan kadar air dalam susu agar lebih kental.
Pada kefir kelompok 2 mendapatkan perlakukan ditutup dengan kain saat inkubasi, hal
ini dapat menjadi salah satu faktor kegagalan pembuatan kefir. Walaupun kefir ditutup dengan
kain, tetapi tetap saja kain memiliki celah – celah lubang kecil, sehingga udara dari luar dapat
masuk kedalam kefir, sehingga dapat mengkontaminasi isi dari kefir. Hal ini sesuai dengan
pendapat (Dania. 2020: 7) untuk menghasilkan kefir yang mengandung gas dan alkohol, perlu
disimpan dalam wadah tertutup rapat (kedap udara). Jika wadah terbuka atau ditutup tak rapat,
hasil kefir akan menyerupai plain yoghurt. Faktor tersebut juga yang menyebabkan kefir tidak
memiliki tiga lapisan yaitu lapisan curd, wey dan grain. Pada kelompok kami hannya ada
lapisan curd dan grain, tidak ada lapisan wey yang terbentuk. Adapun grain atau biji kefir yang
dihasilkan oleh kelompok kami memiliki berat sebesar 8 gram.
Untuk faktor terkahir yang menjadi indikasi kegagalan pada kelompok kami yaitu
pemberian starter berupa biji kefir yang tidak sesuai dengan takaran. Biji kefir yang kami
dapatkan yaitu 8 gram, untuk 500 ml susu UHT. Sebaiknya untuk 500 ml susu UHT diperlukan
25 gram biji kefir agar hasil yang diperoleh maksimal. Konsentrasi  level  pemberian  grain 
kefir  sangat berpengaruh  pada  whey  kefir  yang  dihasilkan  itu dikarenakan bahwa semakin
banyak grain kefir yang ditambahkan  dalam    susu    maka  semakin  banyak. makanan  yang 
diserap  oleh  bakteri  grain  kefir sehingga nutrisi  yang di  makan bakteri  akan habis oleh
bakteri  atau grain  kefir (Hendrawati & Isyunani. 2020: 23-24).  (Wijayanti. 2020: 89)  juga
menyatakan  bahwa  kefir  yang  dibuat  dengan konsentrasi bibit  kefir 3% akan menghasilkan 
kefir dengan  kualitas  yang  sesuai  dengan  standar  susu fermentasi.
Kelompok 3
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai pembuatan kefir dengan 500 ml
UHT yang ditambahkan dengan 8,06 gr bibit kefir melalui proses fermentasi selama 24 jam
pada suhu ruangan menunjukan keberhasilan. Hal ini ditandai dengan terbentukya 3 lapisan,
lapisan atas merupakan padatan (curd), lapisan tengah adalah lapisan bening (whey), dan
lapisan bawah adalah padatan (curd). Susu yang telah difermentasi akan mengalami penurunan
pH yang mengakibatkan protein susu mengalami koagulasi sehingga membentuk bagian
padatan (curd) yang terpisah dari bagian cairan (whey). Tingginya kandungan protein pada
bagian curd mengakibatkan pertumbuhan BAL juga meningkat sehingga kefir yang diambil
dari bagian curd akan memiliki total BAL yang lebih tinggi dibandingkan kefir yang diambil
dari bagian whey (Julianto, 2018).
Pada hasil selanjutnya yaitu uji organoleptic pada susu kefir dan bibit kefir, seperti
terlihat pada tabel susu kefir yang berasal dari bagian cairan (whey) memiliki warna putih
kekuningan, ber aroma fermentasi, rasanya asam dan bertekstur cair. Kemudian bibit kefir yang
memiliki warna putih kekuningan, beraroma asam, rasanya asam, dan bertekstur kenyal
menggumpal. Warna yang dihasilkan sesuai dengan warna kefir pada umumnya  yaitu  agak 
putih  kuning. Hal  ini  sesuai  dengan  pendapat  (Mubin & Zubaidah, 2019) yangmenyatakan 
bahwa  warna  keruh  terbentuk  dari  metabolit  hasil  fermentasi  bakteri  asam  laktat  serta 
tidak  adanya  laktosa  susu  yang  dapat  mempengaruhi  kenampakan  kefir. Rasa asam pada
kefir dihasilkan dari kemampuan mikroba yang merubah karbohidrat menjadi alkohol, asam
dan CO2. Hal ini sejalan dengan pendapat (Madigan, Martinko, & Parker, 2013) yang
menyatakan bahwa mikroba yang bersifat fermentatif mampu merubah karbohidrat dan
turunan-turunannya menjadi alkohol, asam dan CO2. Sedangkan aroma pada kefir sangat khas
yang berasal dari aktivitas bakteri asam laktat. Hal ini sejalan dengan pendapat (Haliem,
Nugerahani, & Rahayu, 2017) bahwa aroma masam pada kefir merupakan hasil dari aktivitas
Bakteri Asam Laktat (BAL) yang dapat memetabolisme gula menjadi asam laktat. Kefir
mempunyai aroma alkohol mirip tape yang disebabkan adanya aktivitas khamir dalam biji
kefir.Tekstur pada susu kefir bersifat cair dikarenakan rendahnya konsentrasi  starter  yang 
diberikan. Hal  ini sesuai  dengan  pendapat  (Safitri & Swarastuti, 2019)  yang  menyatakan 
bahwa  viskositas  yang  terbentuk  pada  suatu  produk  susu  terfermentasi  disebabkan  oleh 
penggumpalan  protein  oleh  asam  laktat  selama  proses  fermentasi. Asam  laktat  yang  yang
dihasilkan selama proses fermentasi menyebabkan koagulasi protein susu.
Kelompok 4
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan produk Bioteknologi konvensional yakni
Kefir. Praktikum dilakukan dengan menggunakan biji kefir dengan memanfaatkan mikroba
yang ada pada biji kefir tersebut untuk proses fermentasinya. Kefir merupakan suatu kultur
dengan stater berupa biji kefir yang terdiri atas mikroorganisme seperti Lactobacillus kefiri dan
spesies lain, seperti Leuconostoc, Lactococcus dan Acetobacter yang hidup serta memiliki
kaitan erat yang khusus. ( Prayoga,A.P.2021 :115-130).
Setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang kefir kelompok kami memiliki 3
lapisan,yaitu lapisan, curd, whey, dan grain. Namun pada lapisan whey sangat sedikit dan tipis
hampir tidak terlihat.Berdasarkan uji organoleptik di 24 jam setelah inkubasi kefir kelompok
kami berwarna putih susu,teksturnya agak kental dan rasanya asam, sedangkan pada waktu 24
jam lebih memiliki perbedaan pada rasa yaitu tidak se asam sebelumnya. Hal ini dikarenakan
komposisi dan komponen kefir dipengaruhi oleh jenis mikroba starter, suhu dan lama
fermentasi, serta bahan baku yang digunakan. Pembuatan kefir melalui 2 proses fermentasi
yaitu fermentasi lapisan padatan (curd) dan lapisan bening (whey). Kefir yang berasal dari
lapisan bening disebut kefir whey sedangkan kefir yang berasal dari lapisan padatan disebut
kefir prima. Apabila lapisan padatan dan lapisan bening dicampur menjadi satu maka disebut
dengan kefir optima (Julianto et al., 2019 :117).
Pada hasil kefir kelompok kami termasuk kefir prima yakni berwarna pekat, dan lapisan
kefir bening. Bagian yang pekat tersebut dapat digunakan kembali sebagai biji kefir untuk
pembuatan kefir selanjutnya. Ciri khas dari kefir prima adalah cairannya berwarna putih dan
cukup kental. Kefir prima mempunyai fungsi untuk penanggulangan masalah pencernaan,
menjaga fungsi liver, diet standar penderita diabetes, dan peningkatan kebugaran. Lapisan kefir
yang paling bawah adalah kefir bening dengan ciri warna yang lebih bening dibandingkan kefir
prima. (Mulyani,Sri.2020:137-140).
Jika dilihat dari proses fermentasinya, kefir diperoleh melalui proses fermentasi oleh bakteri
asam laktat yang melakukan metabolisme. Dari literatur (Usmiati, 2019:12-21) dijelaskan
bahwa Dari metabolisme pentosa selama fermentasi, bakteri kelompok homofermentatif
menghasilkan asam laktat hampir 90% dan sedikit asam asetat sedangkan dari metabolisme
heksosa bakteri heterofermentatif memproduksi asam laktat, CO2 dan etanol, dan
menghasilkan komponen flavor susu fermentasi diasetil dan asetaldehid. Starter kefir memiliki
komposisi protein, polisakarida dan campuran beberapa jenis mikroba. Bakteri asam laktat dan
kapang yang terdapat pada starter kefir hidup bersimbiosis dan berfungsi pada proses
fermentasi asam laktat dan alkohol. (Usmiati, 2019:12-21).
Fermentasi yang berlangsung pada proses pembuatan kefir melibatkan bakteri asam laktat
dan khamir. Populasi bakteri asam laktat tinggi diduga disebabkan kondisi lingkungan dan
nutrisi dalam media fermentasi yang baik bagi pertumbuhan bakteri asam laktat. Bakteri asam
laktat dapat melakukan regenerasi dengan cepat. Adapun untuk rasa dari kefir yang dihasilkan,
memiliki rasa Asam manis khas yang merupakan hasil dari proses fermentasi.
Dalam pembuatan kefir, beberapa faktor mempengaruhi keberhasilan dalam
pembuatannya. Seperti pada penjelasan (Rumeen, Steviana F.J. et.al. 2019 :188) yakni
Penggunaan level sukrosa pada saat pembuatan kefir sangat mempengaruhi kualitas dari kefir.
Selain kualitas mikrobiologi dan kimiawi pada kefir, sukrosa yang digunakan dapat
mempengaruhi cita rasa dan sifat sensoris lainnya. Sukrosa merupakan sumber energi yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme selama proses fermentasi berlangsung. Banyaknya sukrosa
yang dimanfaatkan selama proses fermentasi tergantung pada jenis mikroorganisme yang
digunakan.
Kelompok 5
Pada praktikum kali ini kelompok kami melakukan pembuatan produk fermentasi yakni
Kefir. Praktikum dilakukan dengan menggunakan bijih kefir dengan memanfaatkan mikroba
yang ada pada biji kefir tersebut untuk proses fermentasinya, sesuai dengan pendapat
(Kosikwoski, 2020 : 24) bahwa Kefir merupakan suatu kultur dengan starter berupa biji kefir
yang terdiri atas mikroorganisme seperti Lactobacillus kefiri dan spesies organisme lain, seperti
Leuconostoc, Lactococcus dan Acetobacter yang hidup serta memiliki kaitan erat yang khusus. 
Jika dilihat dari proses fermentasinya, kefir diperoleh melalui proses fermentasi oleh bakteri
asam laktat yang melakukan metabolisme. Dalam metabolisme pentosa selama fermentasi,
bakteri kelompok homofermentatif menghasilkan asam laktat hampir 90% dan sedikit asam
asetat sedangkan dari metabolisme heksosa bakteri heterofermentatif memproduksi asam laktat,
CO2 dan etanol, dan menghasilkan komponen flavor susu fermentasi diasetil dan asetaldehid.
Starter kefir memiliki komposisi protein, polisakarida dan campuran beberapa jenis mikroba.
Bakteri asam laktat dan kapang yang terdapat pada starter kefir hidup bersimbiosis dan
berfungsi pada proses fermentasi asam laktat dan alkohol. (Usmiati, 2019 : 14)
Dari hasil yang terlihat, didapati bahwa kefir terbagi menjadi tiga lapisan setelah
mengalami masa inkubasi. Lapisan tersebut yakni Lapisan kefir prima yang berwarna pekat,
(granula) lapisan kefir yang berwarna bening (Whey), dan lapisan dasar dari kefir (churd).
Bagian yang pekat tersebut dapat digunakan kembali sebagai biji kefir untuk pembuatan kefir
selanjutnya. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang menjelaskan bahwa ciri khas dari kefir
prima adalah cairannya berwarna putih dan cukup kental. Kefir prima mempunyai fungsi untuk
penanggulangan masalah pencernaan, menjaga fungsi liver, diet standar penderita diabetes, dan
peningkatan kebugaran. Lapisan kefir yang paling bawah adalah kefir bening dengan ciri
warna yang lebih bening dibandingkan kefir prima. (Kosikwoski, 2020 : 25 )
Adapun untuk rasa dari kefir yang dihasilkan, memiliki rasa asam manis khas yang merupakan
hasil dari proses fermentasi. Berlangsungnya proses fermentasi ditandai dengan terjadi-nya
penurunan pH. Kultur starter yang diberikan pada media fermentasi menghasilkan asam laktat
dalam jumlah tertentu sehingga menurunkan pH sehingga mencapai pH 3.8–4.2. Rasa yang
dihasilkan pada kefir yakni karena adanya asam laktat yang dihasilkan dengan metabolisme
gula akan menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam.
Asam laktat sebagai hasil glikolisis dari laktosa merupakan penyumbang utama meningkatnya
keasaman produk susu fermentasi. Prinsip utama pembuatan asam laktat dengan proses
fermentasi ialah pemecahan laktosa menjadi bentuk monosakaridanya dan dari monosakarida
ini dengan bantuan enzim laktase yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat akan diubah
menjadi asam laktat. (Fibisiantosa, 2018 : 148), 
Dalam pembuatan kefir, beberapa faktor mempengaruhi keberhasilan dalam
pembuatannya. Penggunaan level sukrosa pada saat pembuatan kefir sangat mempengaruhi
kualitas dari kefir. Selain kualitas mikrobiologi dan kimiawi pada kefir, sukrosa yang
digunakan dapat mempengaruhi cita rasa dan sifat sensoris lainnya. Sukrosa merupakan
sumber energi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme selama proses fermentasi berlangsung.
Banyaknya sukrosa yang dimanfaatkan selama proses fermentasi tergantung pada jenis
mikroorganisme yang digunakan. (Tamime, 2006 : 44).

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan kefir, di dapatkan kesimpulan :
1. Kefir dibuat dengan melakukan pasteurisasi susu, diikuti dengan pendinginan susu pada
suhu 20˚C sampai 25˚C, inokulasi dengan biji kefir sebanyak 2-10%, inkubasi selama 18
sampai 24 jam, kemudian penyaringan untuk memisahkan biji kefir.
2. Starter kultur kefir disiapkan dari biji kefir yang tersusun dari bakteri Lactobacillus kefiri,
Leuconostoc sp, Lactococcus sp dan Acetobacter sp yang tumbuh dalam hubungan
spesifik dan kuat.
3. Proses fermentasi pada kefir disebabkan oleh aktivitas bakteri yang menghasilkan asam
laktat, sedangkan alkohol, rasa berbusa dan beruap dihasilkan oleh khamir yang
memfermentasi laktosa menjadi alkohol dan CO2.

Daftar Pustaka

Fatmawati Umi., Faisal I Prasetyo., Mega Supia T A., Ardiyanti Nur Utami. 2021.
Karakteristik Yogurt Yang Terbuat Dari Berbagai Jenis Susu Dengan Penambahan Kultur
Campuran Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus Thermophilus. Bioedukasi. Vol:
6, No: 2, Hal:2.
Gabriella Putri Dania. 2020. Pengolahan Susu Fermentasi Kefir. Malang:
Universitas Brawijaya.
Grain dan Lama Simpan dalam Refrigerator Terhadap Kualitas Kimiawi Kefir Rendah Lemak.
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. Vol. 21 (1) :24-30.
Haliem, I., Nugerahani, I., & Rahayu, S. (2017). Kajian Proporsi Sari Nanas dan Konsentrasi
Starter terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Kefir Nanas. Jurnal Teknologi Pangan dan
Gizi, XVI(1), 29-35.
Hendrawati Luki Amar & Isyunani. 2020. Efek Pemberian Starter Kefir Dengan Level
yang Berbeda pada Pembuatan Kefir Susu Kambing dan Susu Sapi Terhadap Volume
dan  Kualitas Whey Kefir yang Dihasilkan. Jurnal Imiah Inovasi. Vol: 20, No:2, Hal: 23
– 34.
Jaya, F. 2019. Ilmu, Teknologi dan Manfaat Kefir. Malang: UB Press
Julianto, d. (2018). Karaktersitik Kimiawi dan mikrobiologi Kefir Susu Sapi dengan
Penambahan Susu Kedelai. JOM Faperta, III(1).
Kosikwoski dan Brewer dalam Sawitri, Manik Eirry, 2019. Kajian Konsentrasi Kefir Grain 
dan Lama Simpan dalam Refrigerator Terhadap Kualitas Kimiawi Kefir Rendah
Lemak. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. Vol: 21, No: 1, Hal: 25.
Madigan, M., Martinko, J., & Parker, J. (2013). Biology of Microorganisms: 12th Edition. New
York: Prentice Hall International.
Mubin, M., & Zubaidah, E. (2019). Studi Pembuatan Kefir Nira Siwalan (Borassus flabellifer
L.). Jurnal Pangan dan Agroindustri, IV(1), 291-301
Mulyani,Sri.(2020). Pengaruh Penggunaan F1 Grain Kefir Sebagai Starter Terhadap Kadar
Alkohol, Total Khamir Dan Kesukaan Kefir Optima.Jurnal Teknologi Pangan.Vol 4(2).
137-144
Prayoga,A.P.(2021). Bakteri Asam Laktat Bermanfaat Dalam Kefir Dan Perannya Dalam
Meningkatkan Kesehatan Saluran Pencernaan. Journal Simbiosis Ix. Vol 2 (3) Eissn:
2656-7784
Rumeen, Steviana F.J.Et.Al (2019). Penggunaan Level Sukrosa Terhadap Sifat Sensoris Kefir
Susu Sapi. Jurnal Zootek. 38(1): 123-130. Issn: 0852-2626.
Safitri, M., & Swarastuti. (2019). Kualitas Kefir berdasarkan Konsentrasi Kefir Grain. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan, II(2), 87-92.
Setiawati, L, et al. 2022. Analisis Rendemen, Kadar Alkohol, Nilai pH dan Total BAL pada
Kefir Whey Susu Kambing dengan Lama Fermentasi yang Berbeda. Jumal Teknologi
Pangan. 3(1)142-146
Tamime, A. Y. 2006. Production of Kefir, Koumis and Other Related Products. In: A.Y.
Tamime (ed.), Fermented Milk. Blackwell Science Ltd, Oxford. 
Usmiati, Sri Dan Adi Sudono. 2019. Pengaruh Starter Kombinasi Bakteri Dan Khamir
Terhadap Sifat Fisiokimia Dan Sensori Kefir. Jurnal Pascapanen. 1(1): 12-21
Febrisiantosa, Andi dkk. 2018. Karakteristik Fisik, Kimia, Mikrobiologi Whey Kefir dan
Aktivitasnya terhadap Penghambatan Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Jurnal
Teknologi Industri Pangan. 24(2): 147-153. 
Usmiati, Sri dan Adi Sudono. 2019. Pengaruh Starter Kombinasi Bakteri dan Khamir terhadap
Sifat Fisiokimia dan Sensori Kefir. Jurnal Pascapanen. 1(1): 12-21.
Wijayanti Lusiastuti. 2020. Kefir. Jakarta: MGD Press.

Anda mungkin juga menyukai