Pada tanggal 20 mei 2016, dilaksanakan praktikum mengenai yoghurt, kefir dan
acidophilus milk. Praktikum tersebut dilakukan pada pukul 15.00 WIB - selesai dengan
didampingi Asisten doses. Sebelum dimulai praktikum, asisten dosen yang
mendampingi akan menjelaskan terlebih dahulu metode yang nantinya akan dilakukan
dalam proses pembuatan yoghurt, kefir dan acidophilus milk. Bahan baku yang
diperlukan untuk pembuatan yoghurt yaitu susu skim, susu cair, plain yoghurt
komersial dan alat yang diperlukan yaitu wadah jam yang bersih, pemanas, incubator
43oC, thermometer, dan pengaduk. Mulanya susu skim dan susu cair setelah diukur
dengan gelas ukur dipanaskan dulu hingga suhu 85oC selama 2 menit dan ditunggu
hingga suhu 45oC. Selanjutnya dituang kedalam wadah dan ditambahkan kultur starter
ditutup dengan aluminium foil dan diinkubasi selama 3-6 jam. Hal ini juga dilakukan
kembali dengan penambahan kultur starter dengan plain yoghurt komersial. Setelah
yoghurt terbentuk dilakukan analisa kekentalan, pH, dan jumlah bakteri total akhir
(dilakukan pengenceran hingga 10-6). Kefir dan acidophilus milk, susu sapi segar
dipanaskan hingga suhu 85oC selama 2 menit dan ditunggu dingin hingga suhu 20-25oC
dan ditambahkan kultur starter lalu ditutup dengan aluminium foil dan diinkubasi
selama 18-24 jam. Setelah terbentuk maka dapat dianalisa kekentalan, pH, dan jumlah
bakteri total akhir (dilakukan pengenceran hingga 10-6).
1.2.
Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui prinsip pembuatan yoghurt dan kefir dengan
tipe inokulum berbeda, yakni menggunakan fresh cultured dan plain yoghurt
komersial, mengetahui karakteristik yoghurt, kefir dan Acidophilus milk yang
dihasilkan dari tipe inokulum yang berbeda (kekentalan, pH, dan total bakteri akhir),
mengetahui cara kerja pembuatan Acidophilus milk, dan mengetahui perbedaan
karakteristik yoghurt, kefir dan Acidophilus milk.
2.
HASIL PENGAMATAN
3.
4.
5.
6.
7.
9.
Kekent
10. Derajat
11. H
Kel
alan
Keasaman
a
s
i
l
12.
14. +
15. 4,5
B1
16.
fresh culture
17. Yoghurt dengan inokulum
18. ++
19. 4,5
B2
20.
22. +++
23. 4,5
B3
24.
culture
25. Kefir dengan inokulum plain
26. ++
27. 4,5
B4
28.
kefir komersial
29. Acidophilus milk dengan
30. +++
31. 4,5
B5
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
Keterangan:
Hasil: beri tanda centang bila produk berhasil, silang bila gagal
Kekentalan:
+ = encer
++ = kurang kental
+++
= kental
++++
= sangat kental
39.
40. Dari Tabel 1. Produk Susu Fermentasi diketahui bahwa susu fermentasi berhasil
dibuat dengan berbagai jenis bahan dan kultur. Hasil yang didapat seperti derajat
keasaman dari tiap kelompk memiliki hasil yang sama yakni 4,5. Sedangkan dari
kekentalan dihasilkan hasil tiap kelompok yang berbeda beda. Kekentalan paling
tinggi pada kefir dengan fresh culture dan Acidophilus milk dengan fresh culture.
Sedangkan pada Yoghurt dengan fresh culture memiliki hasil yang paling rebdah
yakni masih encer.
41.
42. PEMBAHASAN
43.
44. Susu fermentasi merupakan salah satu diversifikasi olahan susu yang dihasilkan
dengan cara memfermentasi susu segar oleh aktivitas mikroorganisme yang cocok
dan menghasilkan penurunan pH dengan atau tanpa koagulasi (Surono, 2004).
Bakteri berperan menghasilkan asam laktat dan komponen flavor, sedangkan ragi
menghasilkan gas asam arang atau karbon dioksida dan sedikit alkohol. Itulah
sebabnya rasa kefir di samping asam juga sedikit ada rasa alkohol dan soda, yang
membuat rasa lebih segar, dan kombinasi karbon dioksida dan alkohol
menghasilkan buih yang menciptakan karakter mendesis pada produk (Usmiati,
2007). Sifat umum yang dimiliki susu fermentasi yakni rasa asam
dan daya simpannya pendek, sehingga perlu dilakukan penelitian
penambahan gula dengan tujuan untuk memperbaiki flavor (rasa
dan bau) sehingga lebih disenangi serta memperpanjang daya
simpan. Gula apabila ditambahkan kedalam bahan pangan
dengan konsentrasi 30% padatan terlarut maka Aw dari bahan
pangan tersebut akan berkurang Bahan pemanis yang dapat
ditambahkan dalam produk susu fermentasi adalah sukrosa atau
glukosa dalam bentuk padat atau sirup. Gula sebagai bahan
pengawet, gula dapatmenurunkan Aw dari bahan pangan
sehingga mirkoorganisme dapat terhambat pertumbuhannya
(Brian, 1985 dalam jurnal Pengaruh Penambahan Gula Dan Lama
Pemyimpanan Terhadap Kualitas Fisik Susu Fermentasi).
45.
46. Yogurt adalah susu pasteurisasi yang dikoagulasikan hingga memiliki konsistensi
seperti custard oleh campuran bakteria asam laktat yang terdiri dari Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophiles (Potter & Hotchkiss, 1995). Tahap
pembuatan yogurt terdiri dari 4 tahap yaitu pemanasan, pendinginan, pemeraman,
dan penyimpanan (Hadiwiyoto, 1983). Tahapan tersebut sesuai dengan yang
dilakukan dalam pratikum ini. Pembuatan yogurt dimulai dari pemanasan,
pendinginan, penginokulasian, dan yang terakhir adalah pemeraman. Jenis yogurt
yang akan dibuat ada 2 yaitu yogurt dengan inokulum fresh culture dan yogurt
dengan inokulum plain yogurt komersial. Cara kerja yang dilakukan baik untuk
yogurt dengan inokulum fresh culture maupun yogurt dengan inokulum plain
yogurt komersial sama.
47.
48. Mula - mula dilakukan pencampuran susu skim dan susu sapi segar hingga
diperoleh kekentalan sedang. Penambahan susu skim bertujuan untuk
meningkatkan kekentalan, aroma, keasaman, protein serta mengurangi aroma langu
pada produk akhir (Santoso, 1994). Susu yang sudah dicampur dipanaskan diatas
kompor hingga suhu 85oC selama 2 menit. Pemanasan yang dilakukan merupakan
pemanasan pasteurisasi bukan pemanasan sterilisasi karena pemanasan sterilisasi
dapat merusak zat gizi yang terkandung didalam susu yang diperlukan oleh
mikrooganisme untuk pertumbuhan (Anonim, 2013). Pemanasan bertujuan
menurunkan jumlah populasi mikroba yang ada didalam susu dan membunuh
semua mikrooganisme pembusuk (Sirait, 1994). Pemanasan dapat juga
menurunkan potensi redoks yang terdapat dalam susu, menyebabkan denaturasi
protein whey, dan perubahan casein yang nantinya akan memberikan konsistensi
yang lebih baik dan lebih seragam pada produk akhir yang dihasilkan (Buckle et al,
1987), sedangkan menurut Winarno, et al. (2003) pemanasan susu bertujuan
mengurangi kandungan air susu sehingga didapatkan yogurt dengan tekstur
kompak.
49.
50. Susu setelah dipanaskan selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah kaca dan
dilakukan pendinginan hingga suhu 42-44oC atau terasa hangat. Proses pendinginan
untuk menurunkan suhu susu akibat proses pemanasan dan memberi kondisi
optimum bagi pertumbuhan bakteri (Lukmansyah,1994). Suhu yang mendukung
pertumbuhan mikroorganisme yaitu sekitar 400C. Jika suhu tersebut sudah tercapai,
maka 10% kultur starter (25ml) dimasukkan ke dalam susu tersebut secara steril.
Starter yang digunakan yakni Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus serta plain yogurt komersial. Susu yang telah ditambah starter
selanjutnya diinkubasi pada suhu 42-44oC selama 1 malam. Selama proses
fermentasi bakteri aktif melakukan proses proteolitik dan lepolitik menjadi
substansi yang bisa dimanfaatkan bakteri misalnya energi, pada mekanisme
perubahan tersebut biasanya akan menghasilkan air dan secara otomatis konsentrasi
protein, lemak dan laktosa dalam produk fermentasi akan menurun (Sayuti, 1993
dalam jurnal Pengaruh Variasi Starter Terhadap Kualitas Yoghurt Susu Sapi). Pada
proses inokulasi kultur ke dalam susu dilakukan dalam kondisi aseptis yang
bertujuan supaya susu tidak tercemar oleh bakteri lain. Cara aseptis sederhana
dapat dilakukan dengan menyalakan lilin di sekitar tempat inokulasi berlangsung
(Haryoto, 2000).
51.
58. Starter biji kefir adalah biakan starter yang sangat penting dalam pembuatan kefir
dan merupakan campuran dari bakteri asam laktat dan ragi (Marshall dan Farrow,
1984 dalam jurnal Penggunaan Starter Biji Kefir Dengan Konsentrasi Yang
Berbeda Pada Susu Sapi Terhadap pH dan Kadar Asam Laktat). Menurut Standar
CODEX No. 243 (CODEX, 2003) bahwa biji kefir mengandung Lactobacillus
kefiri, spesies dari genus Leuconostoc, Lactococcus dan Acetobacter yang tumbuh
dengan hubungan yang spesifik dan kuat, biji kefir juga mengandung khamir yang
dapat memfermentasi laktosa yaitu Kluyveromyces marxianus maupun yang tidak
dapat memfermentasi laktosa yaitu Saccharomyces unisporus, Saccharomyces
cerevisiae dan Saccharomyces exiguus.
59.
60. Mula mula susu sapi segar dipasteurisasi pada suhu 85oC selama 10 menit dan
didinginkan sampai suhu 20-25oC. Tujuan pasteurisasi sebelum diinokulasi untuk
mengkondisikan susu agar mudah ditumbuhi kultur, memastikan produk akhir yang
terbentuk kompak, dan mengurangi resiko pemisahan whey pada produk akhir.
Setelah itu proses pendinginan setelah pemanasan agar dapat diinokulasi secara
optimal (Blyung, G. 1995). Kemudian ditambahkan kultur starter yang telah
disiapkan ditambahkan ke dalam susu yang telah dipasteurisasi dan ditutup
menggunakan aluminium foil, dan diinkubasi 20-25oC selama 18-24 jam.
Sedangkan untuk acidophilus milk ditambahkan ke dalam susu skim dan susu sapi
segar yang telah dipasteurisasi serta ditutup menggunakan aluminium foil, dan
diinkubasi 37oC selama 3-6 jam. Kemudian asam laktat diproduksi selama masa
inkubasi dan menurunkan pH campuran menjadi asam (pH 4). Setelah itu
dilakukan pengenceran hingga 10-6 dan dilakukan analisa terhadap kekentalan, pH,
dan jumlah bakteri total akhir. Produk kefir disimpan dalam pendingin bersuhu 5C
untuk mencegah produksi asam yang berlebih dan penyimpanan suhu rendah
sekaligus keasaman akan menjamin kerusakan karena bakteri non-toleran asam
dapat dicegah (Hayes, 1995).
61.
62. Intestinal implantable merupakan mikroba yang dimasukkan dalam saluran
pencernaan manusia, seperti golongan bakteri probiotik. Biasanya berada pada usu
manusia, seperti Lactobacillus acidophilus yang biasanya ada di usus besar, serta
memiliki peran untuk membunuh bakteri pathogen yang tumbuh dan menimbulkan
68. Sedangkan kefir dengan acidophilus milk memiliki perbedaan pada fermentasi kefir
dihasilkan asam laktat, alkohol dan sedikit CO2, dan pada fermentasi acidophilus
milk tidak dihasilkan alkohol sehingga produk kefir memiliki rasa alkohol dan
produk acidophilus milk tidak. Pada proses pembuatan kefir dan acidophilus milk
terjadi perbedaan pada suhu yang digunakan dan pada pembuatan acidophilus milk
tidak dilakukan penyaringan. Pada fermentasi kefir dihasilkan gas karbondioksida
yang membuat kefir berbusa dan berdesis seperti bir, yang merupakan salah satu
kriteria kefir yang baik (Mukhlis, 1987). Lactobacillus acidophilus untuk
memproduksi enzim galaktosidase mengubah laktosa dalam susu menjadi asam
laktat, yang menyebabkan pH susu menjadi turun (Chou dan Weiner, 1999).
69.
70. KESIMPULAN
71.
Yoghurt yang masih encer atau kurang kental dapat ditandai dengan masih
terdapatnya gumpalan-gumpalan terutama gumpalan whey.
Selama proses fermentasi kefir ada aktivitas alkoholik dari yeast dan bakteri asam
laktat yang menghasilkan asam laktat.
Tingkat kekentalan kefir dipengaruhi kondisi suhu dan lamanya proses inkubasi.
Intestinal implantable adalah bakteri yang sangat aktif saat ditanamkan di dalam
sistem pencernaan manusia dan dapat memberikan keuntungan untuk kesehatan
pencernaan manusia.
10
Kekentalan achidophilus milk juga dapat dipengaruhi oleh susu yang pecah akibat
panas yang berlebihan.
72.
73.
74. Semarang, 29 Mei 2016
Asisten Dosen:
-
Beatrix Restiani
76.
77.
78. Anna Paramita Efivani
79.
13.70.0170
80.
81. DAFTAR PUSTAKA
82.
83. Anonim. (2013). Pasteurisasi dan Sterilisasi Komersial Produk Pangan.
http://id.shvoong.com/exact-sciences/1799738-prinsip-pasteurisasi-dan-sterilisasikomersial/. Diakses tanggal 29 Mei 2016.
84.
85. Astawan, M. & M.W. Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani
Tepat Guna. Akademika Pressindo. Bogor.
86.
87. Blyung, G. 1995. Dairy Processing Handbook. Tetra Pak Processing System.
Sweden.
88.
89. Fardiaz, S. (2003). Kefir, Susu Asam Berkhasiat. http://www.google.com.
90.
91. Hadiwiyoto, S. (1983). Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Penerbit
Liberty.
92.
93. Haryoto. (2000). Susu dan Yoghurt Kecipir. Kanisius. Yogyakarta.
94.
95. Hayes, P. R. (1995). Food Microbiology and Hygiene. Chapman & Hall, London.
96.
97. Kanbe, M. (1992). Uses of Intestinal Lactic Acid Bacteria and Health. In:
Nazakawa, Y. and A. Hosono (Editors). Function of Fermented Milk : Chalenges
for The Health Science. Elsevier Applied Science Publishers. London.
98.
11