Nasib Seorang Pendengar Setia
Nasib Seorang Pendengar Setia
Nasib Seorang Pendengar Setia
Dokter : (dengan muka sedikit tegang) Terus terang saya angkat tangan, Pak. Setelah
menimbang segala asoek medis dan nonmedis yang saya catat selama Bapak
menjadi pasien saya,saya sampai pada dugaan kuat bahwa yang bias
menyembuhkan Bapak hanyalah Bapak sendiri.
Dokter : Kalau Pak Dar tidak menyadari atau tidak bersedia mengaku ada persoalan
yang menghantui pikiran Bapak,dan Bapak tidak kunjung bisa mengatasi
persoalan itu, saya khawatir kondisi kesehatan Bapak akan terus menurun
tanpa mengetahui penyakitnya apa.
Pak Darsono : (menghembuskan napas pelan) Ya. Saya memang memendam persoalan yang
serius
Pak Darsono : Bukan. Saya bukan tipe lelaki yang suka selingkuh.
Dokter : Jadi? Bagaimanapun Bapak harus bercerita. Kalau Bapak tak keberatan, saya
bersedia jadi pendengar setia.
Dokter : Kenapa?
Pak Darsono : Persoalan serius yang saya hadapi sekarang karena kebiasaan menjadi
pendengar setia
Pak Darsono : dokter tahu, belasan tahun saya menjadi staf ahli Pak Imaluddin.
Dokter : Ya. Kesempatan itu kesempatan yang sangat berharga. Paling tidak, karier
Bapak cepat melejit, mengikuti perkembangan karier Pak Imaluddin.
Dokter : (bingung) Habis mesti melihat segi apanya lagi? Posisi Bapak adalah impian
semua orang
Pak Darsono : Kalau saja atasan saya bukan Pak Imaluddin… Dokter tahu bagaimana kegiatan
sehari hari saya?
Dokter : Ah saya tidak bisa membayangkan sekian banyak tanggung jawab. Pastilah
jadwal Bapak sudah terbagi rapi dari menit ke menit.
Pak Darsono : Kalau memang begitu, saya justru senang. Tapi yang terjadi pada saa adalah
kemubaziran waktu hanya untuk melakukan pertemuan pribadi dengan
beliau. Saya dipanggil hanya untuk mendengarkan beliau bicara. Beliau jarang
bicara masalah social, ekonomi, apalagi politik.
Dokter : Melucu…?
Pak Darsono : Ya,dia punya ribuan lelucon dan selalu cerita pada saya
Pak Darsono : Ya, tertawa saja. Dia ceritakan lelucon, saya tertawa. Dia melucu lagi, saya
tertawa lagi. Kadang leluconnya sulit ditangkap, lalu dia tertawa duluan, baru
kemudian saya tertawa, meski tak tahu lucunya dimana. Atau belum selesai
melucu, dia sudah tertawa sendiri.
Pak Darsono : Pada tahun-tahun awal saya jadi stafnya, lelucon yang dibawakan masih lucu
dan membuat saya benar-benar tertawa. Lama-lama, dia suka mengarang
sendiri dan leluconnya banyak yang tidak lucu lagi. Tapi, bagaimanapun saya
harus tetap tertawa. Berusaha menjaga suasana ini.