Anda di halaman 1dari 6

Prosiding Seminar Lignoselulosa 2018

Cibinong, 19 September 2018 P19

Inovasi Metode Pelengkungan Kayu: Perlakuan Uap Panas pada Kayu


Lengkung Kondisi Kering
Teguh Darmawan*, Jayadi, Sukma Surya Kusumah, Sandi Sufiandi, Yusup Amin,
Arief Heru Prianto, dan Wahyu Dwianto

Pusat Penelitian Biomaterial-LIPI, Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong, Bogor, 16911

*correspondency: teguh.darmawan@biomaterial.lipi.go.id

ABSTRAK
Pelengkungan kayu merupakan salah satu teknik pengerjaan kayu yang menghendaki bentuk lengkung. Usaha
pelengkungan kayu dengan perlakuan panas telah banyak dikerjakan. Penelitian ini merupakan pengembangan metode
pelengkungan kayu dengan perlakuan uap lanjut pada kayu lengkung kondisi kering. Sampel dari kayu Jabon direndam air
sampai kondisi jenuh serat. Sampel diberikan perlakuan uap pada tekanan 1 kg/cm2 selama 60 menit dan dilengkungkan
dengan menggunakan cetakan. Selanjutnya dikeringkan pada suhu 100 °C selama 24 jam, dan pada kondisi kering, sampel
diberikan perlakuan uap lebih lanjut pada tekanan 1, 2, 3 kg/cm2, selama 1, 2 dan 3 jam. Setiap perlakuan pada proses
pelengkungan kayu ini, diikutkan juga sampel yang tidak dilengkungkan. Pengamatan dilakukan pada tingkat fikasasi kayu
lengkung terhadap pengujian perendaman air selama 24 jam pada suhu ruang, dan untuk pengamatan sifat fisik mekanik
dilakukan pengamatan pada sampel yang tidak dilengkungkan. Kayu lengkung yang bersifat permanen dihasilkan pada
perlakuan uap antara suhu 133 °C tekanan 2 kg/cm2 selama 3 jam dan 143 °C tekanan 3 kg/cm2 selama 1 jam. Perlakuan uap
panas pada tekanan dan durasi waktu yang diberikan masih belum mendegradasi terhadap sifat fisis dan mekaniknya.
Pelengkungan kayu dengan perlakuan uap lanjut pada kayu lengkung kondisi kering ini merupakan inovasi metode dalam
teknik pelengkungan kayu.

Kata kunci: Pelengkungan kayu, perlakuan uap, fikasasi kayu lengkung, sifat mekanik

ABSTRACT
Wood bending is one of the woodworking techniques that require curvature shape. A lot of wood processing with
heat treatment has been done. This research developed a wood bending method with advanced steam treatment on dry
bended-wood. Jabon wood samples were soaked in water prior to fiber saturated condition. The samples were then steamed at
a pressure of 1 kg/cm2 for 60 minutes and bended by using a mold. After dried at 100 °C for 24 hours, the samples were
further steamed at a pressure of 1, 2, 3 kg/cm2, for 1, 2 and 3 hours under dry conditions. Un-bended samples were steamed at
the same treatments, as well. Observations were conducted on the fixation level of bended-wood after 24 hours water
immersion testing at room temperature, and physical-mechanical properties of un-bended samples. Permanent bended wood
produce in steam treatment between 133 °C with pressure of 2 kg/cm2 for 3 hours and 143 °C with pressure of 3 kg/cm2 for 1
hour. Steam treatment on given pressure and duration was not degraded physical and mechanical properties. Wood bending
with post steam treatment in drying set condition was an innovation of wood bending methods.

Keywords: Wood bending, steam treatment, bended-wood fixation, mechanical property

107
Prosiding Seminar Lignoselulosa 2018
Cibinong, 19 September 2018

PENDAHULUAN merupakan pengembangan teknik pelengkungan


kayu dengan perlakuan uap pada tekanan yang
Bentuk kayu lengkung banyak dijumpai lebih rendah dengan waktu lebih lama pada kayu
pada komponen rumah, furniture, perabot rumah lengkung yang sudah setting terlebih dahulu atau
tangga, perahu tradisional, dan lain sebagainya. kayu lengkung pada kondisi kering.
Hanya saja pembuatan kayu berbentuk lengkung
tidak efisien apabila dilakukan dengan cara
memotong papan dan disambung untuk BAHAN DAN METODE
memperoleh bentuk lengkung. Teknik PERCOBAAN
pelengkungan kayu adalah proses pengerjaan kayu
yang efisien dalam penggunaan bahan baku. Kayu Bahan dan Alat
dapat dilengkungkan dengan memanfaatkan sifat
viscoelastic (Dwianto et al. 2005). Kayu dalam Bahan sampel kayu lengkung dalam
kondisi basah dan dipanaskan pada suhu tertentu penelitian ini adalah kayu Jabon (Anthocephalus
akan melunak sehingga dapat dibentuk, dan akan cadamba) yang memiliki diameter setinggi dada
kembali mengeras pada kondisi kering, perubahan lebih dari 30 cm. Kayu tersebut diperoleh dari
fase polimer amorphous pada bahan lignoselulosa daerah Serpong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
ini diterangkan oleh Hillis dan Rozsa (1978). Ukuran bahan kayu lengkung (p ⨉ l ⨉ t) ; 300 ⨉
Lukmandaru et al. (2015) juga menerangkan 20 ⨉ 10 mm, sedangkan untuk sampel pengujian
komponen utama kayu yaitu lignin bersifat sifat fisis mekanis berukuran 150 ⨉ 20 ⨉ 10 mm.
termoplastik yang akan menjadi lunak pada suhu Peralatan utama yang digunakan dalam
tinggi dan menjadi keras kembali pada suhu penelitian ini diantaranya alat pelengkung kayu
rendah. Dengan memanfaatkan perubahan sifat manual skala labolatorium, autoclave, jangka
penyusun kayu akibat perlakuan panas, proses sorong digital, timbangan digital, mesin uji
pelengkungan kayu dapat dilakukan dengan mekanik UTM (Universal Testing Machine)
tahapan yaitu proses pelunakan, pelengkungan, Shimadzu 50kN, serta peralatan laboratorium
pengeringan dan fiksasi (Darmawan et al. 2007). pendukung lainnya.
Fiksasi kayu lengkung rupakan salah satu
permasalahan, dimana kayu yang telah Metode
dilengkungkan mengalami spring back ketika
terkena air atau kelembaban. Pelengkungan kayu Tahap pertama (pelunakan), sampel
dengan pelat cetakan pemanas pada suhu 150 oC direndam air sampai titik jenuh serat (TJS),
selama 30 menit dan pelengkungan kayu dengan kemudian dilakukan proses pelunakan kayu melalui
pembungkusan alumunium foil pada suhu 160 oC perlakuan uap air dengan menggunakan autoclave
selama 45 menit, menghasilkan kayu lengkung pada suhu 105 oC pada tekanan 1 kg/cm2 selama 60
belum fiksasi (Darmawan et al. 2006, 2007). menit.
Perlakuan panas pada kayu lengkung dengan Tahap kedua (pelengkungan), dalam
pengering (oven) pada suhu 180 oC selama 5 jam kondisi masih panas sampel kayu dilengkungkan
menghasilkan kayu lengkung yang juga belum secara perlahan dengan menggunakan alat
terjadi fiksasi (Darmawan et al. 2009). Makinaga et pelengkung kayu sehingga membentuk setengah
al. (1997) menerangkan bahwa fiksasi kayu lingkaran pada radius kelengkungan (r) 75 mm
lengkung dapat terjadi dengan perlakuan uap panas seperti diilustrasikan pada Gambar 1.
pada suhu 160 oC selama 15 menit, dimana terdapat
hubungan antara suhu dan waktu perlakuan uap
panas yang ditunjukkan oleh kurva hiperbolik.
Perlakuan panas yang pada kayu memberikan
pengaruh pada komponen kimia penyusun kayu
(Lukmandaru et al. 2015) dan juga kristalinitasnya
(Fendi et al. 2017).
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
kondisi optimum dengan melakukan pengujian
fiksasi, dari metoda pelengkungan kayu yang Gambar 1 Ilustrasi proses pelengkungan kayu
diajukan dan menganalisis perubahan sifat fisik
seperti kerapatan bahan, kehilangan berat dalam
Tahap ketiga (pengeringan), sampel yang
proses pelengkungan kayu dan pengujian sifat masih terdapat pada alat pelengkungnya
mekanik yang berupa mudulus of elasticity (MoE)
dikeringkan pada suhu 100 oC selama 24 jam.
dan modulus of rupture (MoR). Penelitian ini

108
Prosiding Seminar Lignoselulosa 2018
Cibinong, 19 September 2018

Sampai tahapan ini merupakan satu siklus jam, sampel kayu lengkung belum terjadi fiksasi.
perlakuan awal (pre-treatment) Hal tersebut dikarenakan masih adanya tegangan
Tahap keempat (proses fiksasi), sampel dalam (internal stress) yang dapat teraktuasi ketika
kayu lengkung kondisi kering (setting) diklem terkena air ataupun kelembaban (Stam, 1964). Pada
menggunakan cetakan lengkung dan diberikan suhu 130 oC tekanan uap 2 kg/cm2 selama 3 jam,
perlakukan lanjut uap air dengan menggunakan kayu lengkung mendekati fiksasi dengan perubahan
autoclave pada suhu 120 oC tekanan 1 kg/cm2, 133 tali busur 0.6 % kondisi kering dan 13.5 % kondisi
o
C tekanan 2 kg/cm2, 143 oC tekanan 3 kg/cm2, basah. Berdasarkan pertimbangan efisiensi waktu,
selama 1, 2 dan 3 jam. Selanjutnya dikering hasil optimal didapat pada perlakuan uap pada suhu
kembali pada suhu 100 oC selama 24 jam. Tahapan 135 oC tekanan 3kg/cm2 selama 1 jam, dengan
ini merupakan proses lanjut (post treatment), nilai perubahan panjang tali busur -4,5% pada
dimana kayu lengkung mendapat perlakuan uap kondisi kering oven dan 11,7 % kondisi basah.
panas kedua kalinya (siklus kedua). Setiap tahapan
proses pelengkungan kayu ini, diikutkan juga
sampel yang tidak dilengkungkan untuk melihat 25.0
perubahan sifat fisis dan mekanisnya. Urutan 20.0
kondisi proses perlakuan dirangkum seperti 15.0

Fixation(%)
10.0
tercantum pada Tabel 1.
5.0
0.0
Tabel 1. Kondisi dan perlakuan dalam -5.0
Wet

Langkah -10.0 Dry


Siklus Perlakuan -15.0
Perlakuan -20.0

0 Sampel kering oven


1 Sampel direndam dalam air Condition
1
2 Perlakuan steam 1 pada sampel Gambar 2. Tingkat fiksasi kayu lengkung (1 digit pertama
menunjukan tekanan uap dalam satuan kg/cm2, 1 digit kedua
3 Sampel kering oven dengan akhiran H menunjukan lama waktu perlakuan dalam
jam)
4 Sampel kondisi awal siklus
2 5 Perlakuan steam 2 pada sampel Stamm(1964) juga menjelaskan pula
bahwa dalam proses deformasi kayu, kondisi
6 Sampel kering oven pelunakan lignin (flow) dan stabilitas dimensi yang
optimum dapat dicapai dengan mengkombinasikan
Pengujian fiksasi dilakukan dengan kadar air kayu, suhu, waktu pemanasan.
pengukuran perubahan panjang tali busur kayu
lengkung yang direndam air suhu ruang selama 24 Kerapatan
jam. Sedangkan untuk pengujian sifat fisis yaitu
kerapatan dan perubahan berat dan sifat mekanis Kerapatan kayu pada variasi kondisi
berupa nilai modulus of elasticity (MOE) dan perlakuan uap panas ditunjukkan pada Gambar 3.
modulus of rupture (MOR) menggunakan sampel Secara umum kerapatan kayu sebelum dan sesudah
kayu yang tidak lengkung. Seluruh kondisi perlakuan panas memiliki nilai kerapatan yang
eksperimen dilakukan dalam tiga kali ulangan (n = tidak jauh berbeda dengan kontrolnya.
3).
0.40
Density (g/cm3)

0.30
HASIL DAN PEMBAHASAN 0.20

Fiksasi 0.10

0.00
Hasil pengujian perendaman pada sampel
kayu lengkung ditunjukkan pada Gambar 2, dimana
terdapat pengaruh suhu, tekanan uap dan lamanya
Pre-Density
waktu perlakuan terhadap tingkat fiksasi kayu
Post Density
lengkung. Semakin tinggi suhu, tekanan uap dan
Condition
lama perlakuan semakin rendah nilai pemulihan
radius kelengkungan. Perlakuan uap panas dibawah Gambar 3. Kerapatan sebelum dan sesudah perlakuan uap
suhu 130 oC dengan tekanan 2 kg/cm2 selama 3

109
Prosiding Seminar Lignoselulosa 2018
Cibinong, 19 September 2018

diberikan tidak menurunkan kekuatan kayunya. Hal


Hal tersebut menandakan bahwa tersebut sejalan dengan hasil pengukuran kerapatan
perlakuan uap yang diberikan tidak mendegradasi dimana perlakuan uap panas pada suhu rendah
fisis kayu secara berlebihan. Hill (2006) dibawah belum banyak mendegradasi komponen
menjelaskan bahwa perlakuan panas umumnya penyusun kayu sehingga kerapatan yang berkaitan
dilakukan pada kisaran suhu 160 hingga 260oC, erat dengan kekuatan kayu tidak terjadi perubahan
karena suhu yang lebih rendah dari 160oC diketahui yang signifikan (Hidayat et al. 2015).
hanya sedikit terjadi perubahan karakteristik kayu.
Sejalan dengan hal tersebut, Hidayat et al. 2015
melaporkan dalam percobaan perlakuan panas
(oven) pada kayu dengan suhu 160 hingga 220 oC
tidak terjadi perubahan kerapatan.

Kehilangan Berat

Perlakuan uap panas memberikan


pengaruh terhadap kehilangan berat sampel
(Gambar 4). Kehilangan berat tertinggi terjadi pada
kondisi perlakuan uap dengan tekanan 3 kg/cm2
selama 3 jam. Kehilangan berat bisa terjadi karena
perubahan komponen kimia kayu yang disebabkan
oleh perlakuan panas (Lukmandaru et al. 2018).
Perlakuan panas mengakibatkan terjadinya
degradasi komponen pada dinding sel yaitu
selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Degradasi kayu Gambar 5. Diagram Modulus of rupture pada berbagai kondisi
semakin tinggi seiring dengan tingginya suhu dan perlakuan uap
lamanya perlakuan (Esteves et al. 2014, Huang et
al. 2012, Yildis et al. 2011). Dibuktikan dengan nilai MOE dan MOR
mulai menurun pada perlakuan uap dengan suhu
dan tekanan yang lebih tinggi. Pada suhu 180 oC
dengan tekanan 10 kg/cm2 mulai terlihat degradasi
penurunan kekuatan mencapai 38 % dibandingkan
dengan kekuatan kayu kontrolnya. Poncsak et al.
(2006) menyatakan bahwa penurunan kekuatan
kayu akibat perlakuan panas terjadi karena
degradasi hemiselulosa dan selulosa. Awoyemi dan
Jones (2011) juga menyatakan bahwa degradasi
komponen penyusun kayu terutama hemiselulosa
menurunkan sifat fisis dan mekanis kayu.

Gambar 4. Kehilangan berat kayu akibat perlakuan uap

Sifat Mekanis

Gambar 5 menunjukkan kekuatan patah


kayu yang dilihat dari nilai MoR-nya pada kondisi
perlakuan uap yang berbeda, dimana perlakuan uap
panas pada tekanan 1-3 kg/cm2 ada kecenderungan
memiliki nilai MoR yang lebih tinggi dibandingkan
kayu kontrolnya.
Demikian juga pada nilai MoE (Gambar
6), secara umum perlakuan uap panas yang

110
Prosiding Seminar Lignoselulosa 2018
Cibinong, 19 September 2018

Darmawan, T., Jayadi, Sudijono, I. Wahyuni, Y.


Amin; W. Dwianto. (2006). Modifikasi Alat
Pelengkung Kayu Skala Pilot dengan
Menggunakan Pemanas. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kayu Tropis, 4 (1): 1-8.
Darmawan, T., W. Dwianto, Y. Amin, Sudarmanto,
I. Wahyuni. (2007). Pengaruh Suhu dan Waktu
Pemanasan terhadap Tingkat Fiksasi
Pelengkungan Kayu Kepuk (Sterculia sp.)
Skala Pemakaian. Prosiding Seminar Nasional
IX MAPEKI, Banjarbaru 11-13 Agustus 2006.
Dwianto, W., A.H. Prianto, Y. Amin,. (2005).
Metode Pemilihan Jenis untuk Kayu Lengkung
II – Pengujian Tekan Sejajar Serat pada
Kondisi Pelunakan. Prosiding Seminar
Nasional VII MAPEKI, Makasar 5-6 Agustus
2004.
Esteves, B., Nunes, L., Domingos, I., & Pereira, H.
Gambar 6. Diagram modulus elastisitas pada berbagai kondisi (2014). Comparison between heat treated
perlakuan uap sapwood and heartwood from Pinus pinaster.
European Journal of Wood and Wood
KESIMPULAN Products.72 :53–60.
Fendi, Dian Kurniaty, Saptadi Darmawan. (2017).
Kondisi optimum perlakuan uap Derajat Kristalinitas dan Struktur Anatomi
pelengkungan kayu adalah pada suhu 143 °C Kayu Jati Muna Akibat Perlakuan
tekanan 3 kg/cm2 selama 1 jam. Perlakuan uap Panas.Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI) .
panas pada kondisi optimum tidak menyebabkan 22 (1): 20-24.
perubahan sifat fisik dan mekanik yang signifikan Hill, C. A. S. (2006). Wood Modification:
dibandingkan dengan kayu kontrolnya tanpa Chemical, Thermal and Other Processes. Wiley
perlakuan uap. Oleh karena itu, perlakuan uap Series in Renewable Resources, John Wiley &
lanjut pada kayu lengkung kondisi kering Sons, Ltd., West Sussex, England.
merupakan inovasi metode yang bisa digunakan Hillis, W.E; A.N. Rozsa. (1978). The Softening
dalam teknik pelengkungan kayu. Temperature of Wood. Holzforchun, 32 (2) :
68 – 73.
Huang, X., Kocaefe, D., Kocaefe, Y., Boluk, Y.,
and Pichette, A. (2012). A spectrocolorimetric
UCAPAN TERIMAKASIH and chemical study on color modi fication of
heat-treated wood during artificial weathering.
Kami ucapkan terimakasih atas kerjasama Applied Surface Science. 258: 5360–5369.
dalam pengambilan data untuk mahasiswa- Lukmandaru, G.,Dewi Susanti, dan Ragil
mahasiswa PKL, antara lain: Raihan Naufal, dan Widyorini . (2018). Sifat Kimia Kayu Mahoni
Ovidra R D, mahasiswa dari Universitas Jendral Yang Dimodifikasi dengan Perlakuan
Soedirman, Purwokerto, dan Ronal Pradana, Panas.7(1), 37-46
mahasiswa dari Universitas Lampung. Makinaga, M.; M. Norimoto; M. Inoue. (1997).
Permanent Fixation of Bending Deformation
of Wood by Steam Treatment. Wood Research
Bulletin. 84: 39 - 41.
DAFTAR ACUAN Poncsak, S., Kocaefe, D., Bouazara, M., and
Pichette, A. (2006). “Effect of high
Awoyemi, L., and Jones, I. P. (2011). “Anatomical temperature treatment on the mechanical
explanations for the changes in properties of properties of birch (Betula papyrifera),” Wood
western red cedar (Thuja plicata) wood during Sci. Tech. 40(8): 647-663.
heat treatment,” Wood Sci. Tech. 45(2): 261- Stamm, A.J. (1964). Wood and Cellulose Science.
267. The Ronald Kempas Company. pp. 343-358.
Darmawan, T., Wahyu Dwianto dan Yusup Amin. Wahyu Hidayat, Jae Hyuk Jang, Se Hwi Park, Yue
(2009).Fiksasi kayu lengkung dengan Qi, Fauzi Febrianto, Seung Hwan Lee, and
pemanasan oven.Prosiding Seminar Nasional Nam Hun Kim. (2015). Effect of Temperature
MAPEKI X. pp. 208-213.

111
Prosiding Seminar Lignoselulosa 2018
Cibinong, 19 September 2018

and Clamping during Heat Treatment on


Physical and Mechanical Properties of Okan
(Cylicodiscus gabunensis [Taub.] Harms)
Wood. BioResources. 10(4) :6961-6974.
Yildis, S., Yildis, U.C., and Tomak, E.D. (2011).
The effects of naturalweathering on the
properties of heat-treated alder wood.
BioResources. 6(3): 2504-2521.

112

Anda mungkin juga menyukai