S DENGAN STEMI
Disusun Oleh
201579
TAHUN 2023
HALAMAN PENGESAHAN
Yogyakarta,.......................
Praktikan
.................................................
Mengetahui,
..................................................... ................................................
LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian Stemi
ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI) merupakan suatu
kondisi yang mengakibatkan kematian sel miosit jantung karena
iskhemia yang berkepanjangan akibat oklusi koroner akut (Black
& Hawk, 2005). STEMI terjadi akibat stenosis total pembuluh
darah koroner sehingga menyebabkan nekrosis sel jantung yang
bersifat irreversible, (Darliana, 2010).
2. Etiologi Stemi
Etiologi terjadinya STEMI adalah aterosklerosis serta
rupturnya plak aterosklerosis yang menyebabkan trombosis
intravaskular dan gangguan suplai darah miokard. Aterosklerosis
merupakan kondisi patologis dengan ditandai oleh endapan
abnormal lipid, trombosit, makrofag, dan leukosit di seluruh
lapisan tunika intima dan akhirnya ke tunika media. Akhirnya
terjadi perubahan struktur dan fungsi dari arteri koroner dan
terjadi penurunan aliran darah ke miokard. Perubahan gejala
klinik yang tiba-tiba dan tak terduga berkaitan dengan ruptur plak
dan langsung menyumbat ke arteri koroner, (Janah, 2015).
3. Klasifikasi
Menurut (Muhammad, 2019), klasifikasi stemi sebagai berikut :
a. Non ST-segmen Elevasi Miokard Infark
Oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark
yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang
ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.
b. ST-segmen Elevasi Miokard Infark
Oklusi parsial dari arteri koroner akibat trombus dari plak
atherosklerosis, tidak disertai adanya elevasi segmen ST
pada EKG.
c. ST-Segment Elevasi Miokard Infark
4. Patofisiologi Stemi
Proses aterosklerotik dimulai ketika adaya luka pada sel
endotel yang bersentuhan langsung dengan zat-zat dalam darah.
Permukaan sel endotel yang semula licin menjadi kasar,
sehingga zat-zat didalam darah menempel dan masuk kelapisan
dinding arteri. Penumpukan plaque yang semakin banyak akan
membuat lapisan pelindung arteri perlahan-lahan mulai menebal
dan jumlah sel otot bertambah.
Setelah beberapa lama jaringan penghubung yang menutupi
daerah itu berubah menjadi jaringan sikatrik, yang mengurangi
elastisitas arteri. Semakin lama semakin banyak plaque yang
terbentuk dan membuat lumen arteri mengecil. STEMI umumnya
terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI
karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu,
(Janah, 2015).
b. Angiografi coroner
Angiografi coroner adalah pemeriksaan diagnostic
invasif yang dilakukan untuk mengamati pembuluh darah
jantung dengan menggunakan teknologi pencitraan sinar-X.
angiografi coroner memberikan informasi mengenai
keberadaan dan tingkat keparahan PJK
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Creatinin Kinase-MB (CK-MB) : meningkat setelah 2-4
jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
12-20 jam dan kembali normal dalam 2-3 hari.
2) Ceratinin Kinase (CK) : meningkat setelah 3-6 jam bila ada
infark miokard dan mencapai puncak dalam 12-24 jam
dan kembali normal dalam 3-5 hari.
7. Penatalaksanaan
Dilutip dari (Faiz Hidayat S, 2019) Tatalaksana terhadap faktor
resiko antara lain :
a. Mencapai berat badan optimal.
b. Nasehat diet
c. Penghentian merokok.
d. Olah raga.
e. Pengontrolan Hipertensif.
f. Tatalaksana Diabetes Melitus dan deteksi Diabetes Melitus
yang tidakdikenali sebelumnya
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian pada pasien Stemi
Menurut (Darliana, 2010) pengkajian utama ada pasien dengan
stemi adalah :
a. Tingkat kesadaran
Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang dipantau
dengan ketat. Perubahan penginderaan berarti jantung tidak
mampu memompa darah yang cukup untuk oksigenasi otak.
Bila pasien mendapatkan obat yang mempengaruhi fungsi
pembekuan darah, maka pengawasan terhadap adanya
tanda-tanda perdarahan otak merupakan hal penting yang
harus dilakukan (Smeltzer & Bare, 2008).
b. Nyeri dada
Nyeri dada bisa menjalar ke bagian lengan kiri, ke leher,
rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut dan dapat
juga ke lengan kanan. Nyeri juga dapat di jumpai pada daerah
epigastrium dan menstimulasi gangguan pada saluran
percernaan seperti mual, muntah,. Rasa tidak nyaman didada
dapat menyebabkan sulit bernafas, keringat dingin, cemas
dan lemas. Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada pasien
STEMI terutama pada pasien yang lanjut usia ataupun
menderita diabetes mellitus (Underhill, 2005, Ignatavicius,
2005).
c. Frekuensi dan irama jantung
Frekuensi dan irama jantung perlu dipantau secara terus
menerus. Adanya disritmia dapat merupakan petunjuk
ketidakseimbangan suplai dengan kebutuhan oksigen jantung
dan di pantau terhadap perlunya diberikan terapi antidisritmia.
Bila terjadi disritma tanpa nyeri dada, maka parameter klinis
lain selain oksigenasi yang adekuat harus di cari, seperti
kadar kalium serum terakhir (Smeltzer & Bare, 2008).
d. Bunyi jantung
Bunyi jantung harus diauskultasi secara terus-menerus,
karena bunyi jantung abnormal dapat timbul. Deteksi dini S3
yang diikuti penatalaksanaan medis yang agresif dapat
mencegah edema paru yang mengancam jiwa. Adanya bunyi
murmur yang sebelumnya tidak ada menunjukkan perubahan
fungsi otot miokard sedangkan friction rub menunjukkan
adanya perikarditis (Lily, 2008 ).
e. Tekanan Darah
Tekanan darah di ukur dan di monitor untuk menentukan
respon terhadap nyeri dan keberhasilan terapi khususnya
vasodilator. Denyut nadi perifer Denyut nadi perifer dievaluasi
secara teratur. Perbedaan frekuensi nadi perifer dengan
frekuensi denyut jantung menegaskan adanya disritmia
seperti atrial fibrilasi. Denyut nadi perifer paling sering di
evaluasi untuk menentukan kecukupan aliran darah ke
ekstremitas (Black & Hawk, 2005).
f. Status volume cairan
Pengukuran intake dan output cairan penting dilakukan.
Cairan yang seimbang dan cenderung negatif akan lebih baik
untuk menghindari kelebihan cairan dan kemungkinan gagal
jantung. Berkurangnya haluran urine (oliguria) yang disertai
hipotensi merupakan tanda awal shock kardiogenik.
Pemberian Oksigen Hipoksemia dapat terjadi akibat dari
abnormalitas ventilasi dan perfusi akibat gangguan ventrikel
kiri. Oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi
oksigen arteri < 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa
komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
Pemberian oksigen harus diberikan bersama dengan terapi
medis untuk mengurangi nyeri secara maksimal (antman et
al, 2004).
Pathway Stemi
Edukasi
1. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
2. Informasikan
secara faktual
mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
3. Anjurkan keluarga
untuk tetap
Bersama pasien,
jika perlu
4. Anjurkan
melakukan
kegiatan yang
tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
5. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
6. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
ketegangan
7. Latih penggunaan
mekanisme
pertahanan diri
yang tepat
8. Latih Teknik
relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika
perlu
Keletihan b.d Setelah dilakukan Edukasi aktivitas dan
kondisi intervensi instirahat
fisiologis keperawatan
Observasi
selama 3x24 jam
maka tingkat 1. Identifikasi
keletihan dilkatakan kesiapan dan
menurun dengan kemampuan
kriteria hasil : menerima
1. Verbalisasi informasi
kepulihan energi
Terapeutik
meningkat
2. Tenaga 1. Sediakan materi
meningkat dan media
3. Kemampuan pengaturan
melakukan aktivitas dan
aktivitas rutin istirahat
meningkat 2. Jadwalkan
4. Verbalisasi pemberian
Lelah menurun Pendidikan
5. Lesu menurun Kesehatan sesuai
kesepakatan
3. Berikan
kesempatan
kepada pasien dan
keluarga untuk
bertanya
Edukasi
1. Jelaskan
pentingnya
melakukan
aktivitas
fisik/olahraga
secara rutin
2. Anjurkan terlibat
dalam aktivitas
kelompok, aktivitas
bermain atau
aktivitas lainnya
3. Anjurkan
menyusun jadwal
aktivitas dan
istirahat
4. Ajarkan cara
mengidentifikasi
kebutuhan istirahat
(mis: kelelahan,
sesak napas saat
aktivitas)
5. Ajarkan cara
mengidentifikasi
target dan jenis
aktivitas sesuai
kemampuan
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen nyeri
agen intervensi selama
Observasi
3x24 jam maka
pencegera tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi,
fisiologis dikatakan menurun karakteristik,
dengan kriteria hasil durasi, frekuensi,
: kualitas, intensitas
1. Keluhan nyeri nyeri
menurun 2. Identifikasi skala
2. Meringis nyeri
menurun 3. Idenfitikasi respon
3. Sikap protektif nyeri non verbal
menurun 4. Identifikasi faktor
4. Gelisah yang memperberat
menurun dan memperingan
5. Kesulitan tidur nyeri
menurun 5. Identifikasi
6. Frekuensi nadi pengetahuan dan
membaik keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas
hidup
8. Monitor
keberhasilan terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
9. Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik
1. Berikan Teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri (mis: TENS,
hypnosis,
akupresur, terapi
music,
biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis:
suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat
dan tidur
4. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgesik secara
tepat
5. Ajarkan Teknik
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
Gangguan citra Setelah dilakukan Promosi citra tubuh
tubuh b.d intervensi
Observasi
perubahan keperawatan
fungsi tubuh selama 3x24 jam 1. Identifikasi
maka citra tubuh harapan citra
meningkat dengan tubuh berdasarkan
kriteria hasil : tahap
1. Melihat bagian perkembangan
tubuh membaik 2. Identifikasi
2. Menyentuh budaya, agama,
bagian tubuh jenis kelamin, dan
membaik umur terkait citra
3. Verbalisasi tubuh
kecacatan 3. Identifikasi
bagian tubuh perubahan citra
membaik tubuh yang
4. Verbalisasi mengakibatkan
kehilangan isolasi sosial
bagian tubuh 4. Monitor frekuensi
membaik pernyataan kritik
terhadap diri
sendiri
5. Monitor apakah
pasien bisa
melihat bagian
tubuh yang
berubah
Terapeutik
1. Diskusikan
perubahan tubuh
dan fungsinya
2. Diskusikan
perbedaan
penampilan fisik
terhadap harga diri
3. Diskusikan
perubahan akibat
pubertas,
kehamilan, dan
penuaan
4. Diskusikan kondisi
stress yang
mempengaruhi
citra tubuh (mis:
luka, penyakit,
pembedahan)
5. Diskusikan cara
mengembangkan
harapan citra
tubuh secara
realistis
6. Diskusikan
persepsi pasien
dan keluarga
tentang perubahan
citra tubuh
Edukasi
1. Jelaskan kepada
keluarga tentang
perawatan
perubahan citra
tubuh
2. Anjurkan
mengungkapkan
gambaran diri
sendiri terhadap
citra tubuh
3. Anjurkan
menggunakan alat
bantu (mis:
pakaian, wig,
kosmetik)
4. Anjurkan
mengikuti
kelompok
pendukung (mis:
kelompok sebaya)
5. Latih fungsi tubuh
yang dimiliki
6. Latih peningkatan
penampilan diri
(mis: berdandan)
7. Latih
pengungkapan
kemampuan diri
kepada orang lain
maupun kelompok
C. DAFTAR PUSTAKA