Anda di halaman 1dari 18

MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAB VII DAN VIII

ELFIAN ALDI K (2212020022)


VIKEN WAHYUNINGSIH (2212020026)
ROZITA NOVIRIANA (2212020045)
SILVY MARGARHETA (2212020038)
ERIKA APRILIA RAHAYU (2212020052)
RINIATI (2212020097)
LINA ARIYANTI (2212020103)
DEVI AIDA RAHMAWATI (2212020167)

UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

2023
BAB VII
HUKUM ISLAM DAN KONTRIBUSI UMAT ISLAM INDONESIA

A. Pengertian Hukum Islam

Hukum Islam merupakan aturan yang di tentukan Allah SWT yang dijadikan sebagai
aturan yang harus ditaati.
Hukum Islam meliputi dua bagian yaitu:
1. Syari’ah  merupakan induk yang bersifat global
Hukum islam Syari’ah adalah hukum islam yang aturannya sudah final, tidak
bisa lagi di ganggu gugat oleh nalar atau akal manusia. CONTOHNYA, puasa
ramadhan yang wajib tidak mungkin diubah oleh seseorang untuk di jadikan sebagai
puasa sunnah, begitu pula dengan sholat lima waktu dan juga zakat.
 Secara Etimologi, Syari’ah berarti  jalan menuju mata air, maka
secara analognya adalah jalan yang lurus yang harus di ikuti.
Secara Terminologi, Syari’ah  Aturan yang diturunkan oleh Allah
SWT yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia
dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam semesta.
Jadi tujuan dari Syari’ah adalah agar umat manusia tidak tersesat dalam hidup, baik
hidup di dunia ataupun di akhirat.

2. Fiqih  merupakan cabang dari syari’ah bersifat teknis – rinci


Hukum islam secara Fiqih adalah hukum islam yang sifatnya bisa diubah oleh
manusia sepanjang tidak keluar dari ajaran yang sebenarnya. CONTOHNYA, tata
letak tangan ketika sholat, ada yang berpendapat letak tangan ada di dada, dan ada
yang berpendapat letak tangan ada di bagian pusar.
 Sedangkan Fiqih secara Etimologi  berarti faham / mengerti.
 Secara terminologi Fiqih  adalah pemahaman para ulama terhadap
rumusan teknis dari pelaksanaan syari’ah yang terkandung dalam
Alqur’an dan Hadits kemudian di modifikasikan secara sistematis agar
mudah dipelajari atau ilmu tentang hukum- hukum Syari’ah yang
bersifat praktis yang di peroleh dari dalil- dalilnya yang terperinci.
B. Ciri-Ciri Hukum Islam
1) Sebagai bagian dan bersumber dari agama Islam
2) Berhubungan erat dengan aqidah dan ahlaq Islam
3) Mempunyai dua istilah kunci yaitu :
a) Syari’ah  terdiri dari wahyu Allah SWT dan sunnah Nabi Muhammad
SAW
b) fiqih  adalah pemahaman dan hasil pemahaman manusia tentang
syari’ah.
1.)Terdiri dari dua bidang utama yakni :
a) Ibadah  adalah tata cara yang dilakukan oleh seorang muslim terhadap
Allah SWT yang bersifat esensial dan tertutup karena sudah sempurna,
maka tidak boleh dirubah atau digantikan dengan teknis yang lain, yang
boleh dirubah atau di inovasi adalah alat-alat penunjang pelaksanaan
ibadah seperti model sajadah kemudian teknologi transportasi ibadah haji
( pesawat, bus, dsb ).
b) Muamalah  ketentuan Allah SWT yang mengatur hubungan sosial
antar manusia yang pokok dan bersifat terbuka, maka boleh
dikembangkan melalui ijtihad oleh orang-orang yang telah memenuhi
persyaratan berijtihad. ijtihad ini merupakan sebuah usaha yang sungguh -
sungguh, yang bisa di laksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha
mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak di bahas dalam
Al Quran maupun hadist dengan syarat menggunakan akal sehat dan
pertimbangan yang matang.
2.) Strukturnya berlapis, terdiri dari:
a. Al qur’an
b. Al-Sunnah dan sirah Nabawiyah, sirah Nabawiyah ini merupakan rekam
seluruh perjalanan Nabi Muhammad SAW dari lahir hingga wafat.
c. Hasil Ijtihad manusia yang memenuhi syarat tentang wahyu dan sunnah
d. Prakteknya berupa keputusan hukum dan amalan umat Islam dalam
masyarakat
3.) Mendahulukan kewajiban dari hak dan amal dari pada pahala.

A. Ruang Lingkup Hukum Islam

Pengertian ruang lingkup Hukum Islam, adalah: objek kajian hukum Islam atau
bidang-bidang hukum yang menjadi bagian dari hukum Islam. Hukum Islam disini
meliputi syari’ah dan fiqh. Hukum Islam sangat berbeda dengan Hukum Barat yang
membagi hukum menjadi hukum privat (hukum perdata) dan hukum publik. Sama halnya
dengan hukum adat di Indonesia, hukum Islam tidak membedakan hukum privat dengan
hukum publik. Bidang-bidang hukum Islam lebih dititik beratkan pada bentuk aktivitas
manusia dalam melakukan hubungan.
Bahwa ruang lingkup hukum Islam ada dua, yaitu : hubungan manusia dengan Tuhan
(hablun minaallah) dan hubungan manusia dengan sesamanya (hablun miannas). Bentuk
hubungan pertama disebut dengan ibadah dan bentuk hubungan yang kedua disebut
dengan muamalah.
Bagian-bagian Ruang Lingkup Hukum Islam
(1) Munakahat: hukum yang mengatur sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan,
perceraian, dan akibat-akibatnya;
(2) Wirasah: hukum yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli
waris, harta warisan dan cara pembagian warisan;
(3) Muamalat: hukum yang mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata
hubungan manusia dalam persoalan jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam,
perserikatan, dan lain-lain;
(4) Jinayat: Hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang diancam dengan
hukuman baik dalam jumlah hudud atau tindak pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas
hukumnya dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi maupun dalam jarimah ta’zir atau perbuatan
yang bentuk dan batas hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya;
(5) Al-Ahkam as-sulthaniyah: Hukum yang mengatur soal-soal yang berhubungan dengan
kepala negara, pemerintahan pusat maupun daerah, tentara, pajak dan sebagainya;
(6) Siyar: Hukum yang mengatur urusan perang dan tata hubungan dengan pemeluk agama
dan negara lain; dan
(7) Mukhassamat: Hukum yang mengatur tentang peradilan, kehakiman, dan hukum acara.
Sistematika hukum islam dapat dikemukakan sebagai berikut: (a) Al-ahkam asy-syakhsiyah
(hukum perorangan); (b) Al-ahkam almaadaniyah (hukum kebendaan); (c) Al-ahkam al-
murafaat (hukum acara perdata, pidana, dan peradilan tata usaha); (d) Al ahkam al-dusturiyah
(hukum tata negara); (e) Al-ahkam ad-dauliyah (hukum internasional), dan (f) AlAhkam al-
iqtishadiyah wa-almaliyah (hukum ekonomi dan Keluarga).
Pendapat Abdul Wahhab Khallaf membagi hukum menjadi tiga, yaitu: hukum
i’tiqadiyyah (keimanan), hukum-hukum khuluqiyyah (akhlak), dan hukumhukum ’amaliyyah
(aktivitas baik ucapan maupun perbuatan). Hukumhukum ’amaliyyah menjadi dua, yaitu:
hukum-hukum ibadah yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, dan hukum-
hukum muamalah yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (khallaf. 1978: 32).
Kedua bidang hukum ini akan diuraikan sebagai berikut:
a. Ibadah
Secara etimologis kata ’ibadah’ berasal dari bahasa Arab ’al-ibadah, yang merupakan
mashdar dari kata kerja ’abada-ya’budu yang berarti menyembah atau mengabdi (Munawwir,
1997: 886). Sedangkan secara terminologis ibadah dapat diartikan dengan perbuatan orang
mukallaf (dewasa) yang tidak dapat didasari hawa nafsunya dalam rangka mengagungkan
Tuhannya (al-Jarjani, 1988: 189). Menurut pendapat Hasbi ash Shiddieqy (1985: 4)
mendefinisikan ibadah segala sesuatu yang dikerjakan untuk mencapai keridhoan ALLAH
dan mengharap pahala-Nya di akherat. Hakikat ibadah menurut para Ahli, berpendapat:
ketundukkan jiwa yang timbul karena hati merasakan cinta akan yang disembag (Tuhan) dan
merasakan keagungan-Nya, karena meyakini bahwa dalam alam ini ada kekuasaan yang
hakikatnya tidak diketahui oleh akal.
Pendapat lain, hakikat ibadah adalah: memperhambakan jiwa dan menundukkannya
kepada kekuasaan yang ghaib yang tidak dijangkau ilmu dan tidak diketahui hakikatnya.
Sedangkan menurut Ibnu Katsir, hakikat ibadah adalah: suatu ungkapan yang menghimpun
kesempurnaan cerita, tunduk dan takut (Ash Shiddieqy, 1985: 8).
b. Muamalah
Pengertian muamalah secara etimologis kata muamalah dari segi bahasa Arab ’al-
muamalah yang berpangkal pada kata dasar ’amila-ya’malu-’amalan artinya membuat,
berbuat, bekerja, atau bertindak (Munawwir, 1997: 972). Arti lainnya bahwa hubungan
kepentingan (seperti jual beli, sewa, dsb) (Munawwir, 1997: 974). Menurut etimologis
muamalah, yaitu: bagian dari hukum muamalah selain ibadah yang mengatur hubungan
orang-orang mukallaf antara satu dengan lainnya baik secara individu, dalam keluarga,
maupun bermasyarakat (Khallaf, 1978: 32). Bidang muamalah berlaku asas umum, yakni:
pada dasarnya semua akad dan muamalah diperbolehkan untuk melakukan, kecuali ada dalil
yang membatalkan dan melarangnya (Ash Shiddieqy, 1980, II: 91).
Muamalah, adalah: Ketetapan Allah yang berhubungan dengan kehidupan sosial
manusia walaupun ketetapan tersebut terbatas pada pokok-pokok saja. Karena sifatnya
terbuka untuk dikembangkan melalui Ijtihad manusia yang memenuhi syarat usaha itu.
Oleh sebab itu, bidang muamalah terbuka sifatnya untuk dikembangkan melalui
Ijtihad. Prinsip dasar tersebut dapat dipahami bahwa semua perbuatan yang termasuk dalam
kategori muamalah boleh saja dilakukan selama tidaka ada nash yang melarangnya. Ruang
lingkup hukum Islam dalam bidang muamalah, menurut Abdul Wahhab Khallaf (1978: 32-
33), meliputi antara lain:
(1) ahkam al-ahwal al-syakhsiyyah (hukum-hukum masalah personal/keluarga);
(2) al-ahkam al-madaniyyah (hukum-hukum perdata);
(3) al-ahkam al-jinayyah (hukum-hukum pidana);
(4) ahkam al-murafa’at (hukum-hukum acara peradilan);
(5) al-ahkam al-dusturiyyah (hukum-hukum perundang-undangan);
(6) al-ahkam al-duwaliyyah (hukum-hukum kenegaraan); dan Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 4 / 15
(7) al-ahkam al-istishadiyyah wa al-maliyyah (hukum-hukum ekonomi dan harta).
B. Tujuan Hukum Islam

Tujuan Hukum Islam secara umum, yaitu: Dar-ul mafaasidiwajalbul mashaalihi


(mencegah terjadinya kerusakkan dan mendatangkan kemashalahatan), mengarahkan
manusia pada kebenaran untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akherat. Menurut
pendapat lain Abu Ishaq As-Sthibi, 4 tujuan hukum islam :
a) Memelihara agama Agama, adalah: sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap manusia
oleh martabak dapat terangkat lebih tinggi dan martabat makhluk lain serta memenuhi
hajat jiwanya. Agama Islam memberi perlindungan agama sesuai dengan
keyakinannya.
b) Memelihara akal Islam mewajibkan seseorang untuk memelihara akalnya, karena akal
mempunyai peranan sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia. Seseorang
tidak akan dapat menjalankan hukum islam dengan baik dan benar tanpa
mempergunakan akal sehat. (QS.5:90).
c) Memelihara Keturunan Dalam hukum Islam memelihara keturunan, yaitu: hal yang
sangat penting. Karena hal tersebut, dapat meneruskan keturunan harus melalui
perkawinan yang sah menurut ketentuan yang ada dalam Al-Qur’am dan As-Sunnah
dan dilarang melakukan perzinaan. (QS. 4: 23).
d) Memelihara harta Menurut ajaran Islam harta merupakan pemberian ALLAH kepada
manusia untuk kelangsungan hidup mereka. Manusia sebagai khalifah di bumi
dilindungi haknya untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal, sah menurut
hukum dan benar menurut aturan moral. Hukum Islam ditetapkan oleh Allah untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri, baik yang bersifat primer, sekunder,
maupun tersier (haji).

A. Sumber Hukum Islam


Ada tiga sumber hukum Islam yaitu Alqur’an dan Hadits ( pokok ), Ijtihad ( tambahan
/ pengembangan ).
1. ALQUR’AN Sebagai Sumber Hukum Islam ke 1
Alqur’an: adalah kalamulloh yang diwahyukan kepada nabi Muhammad
melalui malaikat jibril berbahasa arab, sebagai pedoman hidup untuk mencapai
keselamatan di dunia dan akhirat.
Nama-nama lain:
e. Al-dzikru—pengingat
f. Al-furqon-- pembeda
a. Al-huda -- petunjuk
b. Al-bayan -- penjelas

Sistematika ayat-ayat alqur’an


1. ayat-2 yang diturunkan di Makkah
Lama waktu: 12 th, 5 bulan, 12 hari
Jumlah: 85 surat, dng ciri-2:
a. Disebut ayat makkiyah
b. Kebanyakan ayatnya pendek-2 dan nadanya keras
c. Isi kandungan ayatnya tentang Tauhid, ibadah dan ahlaq
d. Kebanyakan diawali Ya.. Ayyuhannas, ya... Bani.. Adam.

2. ayat-2 yang diturunkan di Madinah


Lama waktu: 9 th, 9 bulan, 10 hari
Jumlah: 29 surat, dng ciri-2:
a. Disebut ayat madaniyah
b. Kebanyakan ayatnya panjang dan nadanya lunak/lemah lembut
c. Isi kandungan ayatnya tentang hukum: ibadah, muamalah, jihad, munakahat
dll.
d. Kebanyakan diawali Ya.. Ayyuhalladziina amanuu.
 Jumlah Seluruhnya; 114 surat, 6360 ayat jangka waktu 22 th, 2 bl, 22 hari

a) Azas Hukum Islam yang tercantum didalam Alqur’an ( MASHADIR


AL-AHKAM ):
1). Nafyul kharaj ; meniadakan kesempitan, kesukaran, kepicikan. Segala
taklif Islam berada dalam batas-batas kemampuan para mukallaf.
2). Qillatuttaklif ; menyedikitkan hukum taklifi / tidak banyak / tidak berat.
3). Membina hukum dengan menempuh jalan tahap demi tahap.
4). Seiring dengan kemaslahatan manusia.
5). Mewujudkan keadilan yang merata.
6). Menetapkan hukum berdasarkan Uruf yang berkembang dalam
masyarakat.
7). Mengizinkan manusia mempergunakan / memanfaatkan segala yang
indah.
8). Kewajiban untuk mengikuti syari’at, tidak wajib mengikuti anjuran
keduniaan.

b. Hukum-hukum amaliyah dalam Alqur’an


terdiri dari dua cabang hukum yaitu:
1). Hukum-hukum ibadah seperti; shalat, puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah
dll.
2). Hukum-hukum Mu’amalah seperti; aqad, pembelanjaan,
hukuman/jinayat . Hukum Mu’amalat memiliki cabang sbb:
a). Hukum pribadi tentang manusia, mulai keberadaannya hingga
hubungannya sebagai suami isteri ( al-Ahwal al-Syahshiyah ) sekitar 70
ayat.
b). Hukum perdata – hukum mu’amalah seperti jual beli, sewa menyewa,
gadai dan yang menyangkut harta kekayaan. ( al-Ahkam al-Madaniyah
) sekitar 70 ayat
c). Hukum pidana – ( al-Ahkam al-Jinayah ) sekitar 30 ayat
d). Hukum acara – yang bersangkut paut dengan pengadilan, kesaksian
dan sumpah ( al-Ahkam al-Murafaat ) sekitar 13 ayat.
e). Hukum per-Undang-undangan – yang berhubungan dengan hukum
dan pokok-2 nya, batasan hubungan antara hakim dan terdakwa, hak-
hak perseorangan dan hak-hak masyarakat, ( al-Ahkam al- Dusturiyyah
). Sekitar 10 ayat.
f). Hukum ketata negaraan – menyangkut hubungan antara negara Islam
dengan negara non Islam, tata cara pergaulan dengan non muslim di
negara Islam baik ketika perang maupun damai, ( al-Ahkam al-
Dauliyyah ), sekitar 25 ayat.
g). Hukum tentang Ekonomi-Keuangan - hak orang miskin terhadap
orang kaya, sumber air, bank, hubungan antara fakir dengan orang
kaya, antara negara dengan perseorangan,, ( al-Ahkam al- Istishadliyah
wal maaliyyah ), sekitar 10 ayat.

2. As- Sunnah/ al-Hadits.


Hadits (bahasa arab: ‫ )الحديث‬secara harfiah berarti perkataan atau percakapan.
Dalam terminologi Islam perkataan dimaksud adalah perkataan dari Nabi
Muhammad SAW. Namun sering kali kata ini mengalami perluasan makna
sehingga disinonimkan dengan sunnah sehingga berarti segala perkataan
(sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW
yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama. Hadits sebagai sumber
hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber
hukum dibawah Al Qur’an.
 Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni
sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi).
 Berdasarkan tingkat keaslian hadits
 Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling
penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau
penolakan terhadap hadits tersebut.
 Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni
shahih, hasan, da’if dan maudu’
a. Hadits Shahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits.
Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1). Sanadnya bersambung;
2). Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah,
berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat
ingatannya.
3). Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta
tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits .
b. Hadits Hasan, bila hadits yg tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan
oleh rawi yg adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak
syadz serta cacat.
c. Hadits Dhaif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat
berupa mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau mu’dal)dan diriwayatkan
oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung
kejanggalan atau cacat.
d. Hadits Maudu’, bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam
sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.
Hadits Qudsi – adalah apa yang diucapkan oleh Nabi namun isinya perkataan
Allah yang bukan bagian dari Alqur’an – berisi petunjuk tentang kehidupan
spiritual, hubungan langsung antara manusia dengan Allah.
Peran Hadits terhadap Alqur’an adalah sbb:
g. Menetapkan dan menguatkan sifat-2 hukum yang telah ditetapkan
dalam Alqur’an.
h. Menjelaskan dan menafsirkan hukum yang telah ditetapkan dalam
Alqur’an yang masih bersifat global.
i. Menetapkan hukum yang belum dijelaskan dalam Alqur’an atau yang
masih samar-samar.

3.Ijtihad
Ijtihad (Arab: ‫اد‬CC‫ )اجته‬adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang
sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari
ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran
maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan
matang.
Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya
hanya dilakukan para ahli agama Islam.
Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan
pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau
pada suatu waktu tertentu.
Fungsi Ijtihad
Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti
semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detil oleh Al Quran maupun
Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran
dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus
berkembang dan diperlukan aturan-aturan baru dalam melaksanakan Ajaran
Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu
atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah
perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al
Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus
mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau
Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak
jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat
itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak
membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al
Hadist.
Jenis-jenis ijtihad
a. Ijma’
Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara
ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati.
Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli
agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
b. Qiyâs
 Beberapa definisi qiyâs’ (analogi): 
1. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya,
berdasarkan titik persamaan diantara keduanya.
2. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui
suatu persamaan diantaranya.
3. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam
Al-Qur’an atau Hadis dengan kasus baru yang memiliki persamaan
sebab (iladh).
c. Istihsân
 Beberapa definisi Istihsân
1. Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena
dia merasa hal itu adalah benar.
2. Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan
secara lisan olehnya
3. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat
orang banyak.
4. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
5. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap
perkara yang ada sebelumnya…
d. Muslahah mursalah
Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan
pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik
manfaat dan menghindari kemudharatan.
e. Syaddudz Dzariah
Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau
haram demi kepentinagn umat.
f. Istishab
Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada
alasan yang bisa mengubahnya.
g. Urf
Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan
kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak
bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.

B. FUNGSI DAN TUJUAN HUKUM ISLAM DALAM MASYARAKAT.


Fungsi utama hukum islam adalah untuk beribadah kepada ALLAH SWY. Hukum islam
adalah ajaran allah yang harus dipatuhi umat manusia, dan kepatuhannya merupakan ibadah
yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang. Sedangkan Fungsi hukum
menurut Sudikno Mertokusumo ( 1996:64 ) adalah untuk melindungi kepentingan manusia.
Adapun fungsi adanya hukum islam adalah sebagai berikut;
a. Fungsi Ibadah
Hukum islam adalah aturan Tuhan yang harus dipatuhi umat manusia dan kepatuhan
merupakan ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang.
b. Fungsi Amar Ma`ruf Nahi Mungkar
Hukum islam telah ada dan eksis mendahului masyarakat karena ia adalah bagian dari kalam
Allah yang qadim. Namun dalam prakteknya hukum islam tetap bersentuhan dengan
masyarakat. Penetapan hukum tidak pernah mengubah atau memberikan toleransi dalam hal
proses pengharamannya. Contoh; Riba dan khamr tidak diharamkan se6arasekaligus tetapi
se6ara bertahap oleh karena itu kita memahami 0ungsi kontrol sosial yang dilakukan lewat
tahapan riba dan khamr.
c. Fungsi Zawajur
Fungsi hukum islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari segala
bentuk ancaman serta perbuatan yang membahayakan. Fungsi ini terlihat dalam pengharaman
membunuh dan berzina, yang disertai dengan ancman hukum atau sanksi hukum. Qishash,
Diyat, ditetapkan untuk tindak pidana terhadap jiwa atau badan, hudud untuk tindak pidana
tertentu (pencurian , perzinaan, qadhaf, hirabah, dan riddah) dan ta`z ir untuk tindak pidana
selain kedua ma6am tindak pidana tersebut. Adanya sanksi hukum mencerminkan fungsi
hukum islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi(arga masyarakat dari segala bentuk
an6aman serta perbuatan yang membahayakan. Fungsi hukum islam ini dapat dinamakan
dengan Zawajir.
d. Fungsi Tanzim wa Islah al-Ummah
Fungsi tersebut adalah sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan memperlancar proses
interaksi sosial sehingga ter(ujudnya masyarakat harmonis, aman dan sejahtera. Dalam hal-
hal tertentu, hukum islam menetapkan aturan yang cukup rinci dan mendetail sebagaimana
terlihat dalam hu kum yang berkenaan dengan masalah yang lain, yakni masalah muamalah,
yang pada umumnya hukum islam dalam masalah ini hanya menetapkan aturan pokok dan
nilai-nilai dasarnya. Perinciannya diserahkan kepada para ahli dan pihak-pihak yang
berkompeten pada bidang masing-masing, dengan tetap memperhatikan dan berpegang teguh
pada aturan pokok dan nilai dasar tersebut. Fungsi ini disebut dengan Tanzim wa Islah al-
Ummah. Ke empat Fungsi hokum islam tersebut tidak dapat dipilah-pilah begitu saja untuk
bidang hu kum tertentu, tetapi satu dengan yang lain saling terkait.
Tujuan Hukum islam
Tujuan pokok hukum adalah Menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan
ketertiban dan keseimbangan. Sedangkan secara umum tujuan hukum islam yaitu sebagai
ketetapan hukum islam, kemaslahatan umat manusia, kemaslahatan dunia dan akhirat serta
petunjuk ke jalan yang benar bagi manusia.
Tujuan Hukum Islam ( Islamic Law / Islamic Yurisprodence ) adalah – untuk mengatur hubungan
yang harmonis, seimbang antara manusia dengan penciptanya, dengan sesama manusia dan dengan
ciptaan lainnya.
Sedangkan menurut TM Hasbi Ash Shiddieqy tujuan hukum Islam meliputi tiga hal:
1. Hal-hal yang dloruriyah
Ialah segala sesuatu yang harus ada demi tegaknya kehidupan manusia baik diniyah, maupun
duniawiyah.
1) Untuk memelihara jiwa > dengan adanya hukum qisash.
2) Untuk memelihara agama > dengan adanya perintah sholat.
3) Untuk memelihara akal > dengan adanya larangan minum khamer.
4) Untuk memelihara keturunan > dgn adanya larangan zina - NTCR
5) Untuk memelihara harta > dengan adanya larangan mencuri-hukum waris
2. Hajiyah.
Adalah segala hal yang dihajati/ diperlukan oleh masyarakat untuk menghindari masyaqqah/ kesulitan
guna menghilangkan kepicikan dan kesempitan.
Misalnya :
 Dalam bidang ibadah > ada ruhsoh musafir- sholat jama’ qasar.
 Dalam bidang adat > boleh berburu, makan yang lezat, berpakaian bagus.
 Dalam bidang mu’amalah > jual beli salam, muzaro’ah, mukhabarah.
 Dalam bidang ‘Uqubat > penjahit, tukang sepatu dsb.
Keluarga Berencana, nikah 4 isteri- jika terpaksa. Pada intinya memelihara kemerdekaan pribadi dan
beragama > sehingga lapanglah gerak hidup manusia.
3. Tahsiniyah
Ialah mempergunakan segala yang pantas dan layak serta dibenarkan oleh adat kebiasaan, agama. Yang
semuanya tercakup dalam “Makarim al-Ahlaaq”misalnya: Dalam bidang ibadah; bersuci dari najis,
menutup aurat, memakai yang indah, sunnat, bersedekah dsb.

G. Kontribusi Umat Islam dalam Perumusan Hukum Islam di Indonesia


Ada tiga sistem hukum di Indonesia yaitu:
1. Hukum adat – mulai berlaku sejak ada dan hidupnya kebudayaan rakyat Indonesia
2. Hukum Islam – mulai ada di Indonesia sejak orang islam datang dan bermukim di
nusantara. ( Kedua-duanya diberlakukan untuk orang-orang indonesia asli dan mereka
yang disamakan ).
3. Hukum barat mulai diperkenalkan di indonesia oleh VOC ( vereenigde Oast Indische
Compagnie ) – 1596 – mula-mula hanya diberlakukan bagi orang belanda dan Eropa saja
namun berangsur –angsur diberlakukan juga pada warga daerah jajahan/ kekuasaannya,
namun tidak berhasil karena bersifat diskriminatif.
Peranan umat Islam dalam membangun hukum di Indonesia sangatlah besar – bisa dilihat sejak
zaman kerajaan-2 Islam, misalnya:
1. Kerajaan Samudra Pasai – rajanya Sultan al-Malik al-Dzahir seorang ahli hukum/ (Faqih )
telah menyebarkan madzhab Syafi’i ke kerajaan lain di Indonesia dan Malaka.
2. Nuruddin ar-Raniri seorang pujangga dan ulama tahun 1625 telah menulis kitab Shirat al-
Mustaqim berisi hukum Islam. Diberi komentar oleh Syeh Arsyad al-Banjari dari
Banjarmasin.

Masih banyak kitab lain seperti – Kutaragama, Safinatul Khukmi, Mi’rajuttullab dll, yang
dijadikan pegangan untuk menyelesaikan perkara di wilayah kerajaan masing-masing.
Adalah pengaruh ajaran Islam terhadap hukum adat sehingga mempunyai kekuatan hukum
disebut Teori resepsi. ( Snouck Hurgeronje )
Peran umat Islam – bagi hukum positif di Indonesia antara lain:
 Ikut merumuskan Pancasila, pada sila pertama ( Ketuhanan Yang Maha Esa ) dan
butir-butir pada UUD 1945. Dalam satu perspektif, Indonesia merupakan negara
bukan berideologikan Islam, namun kerangka acuan dalam mengembangkan aturan
hukum dan perekonomian banyak mengacu pada nilai-nilai Islam. Pancasila yang
pada awal mulanya merupakan hasil perubahan dari piagam Jakarta dengan
menghilangkan tujuh kata pada sila pertama, kelahirannya juga tidak bisa
dilepaskan dari kontribusi umat Islam. Kondisi demikian senada dengan pendapat
Dawam Rahardjo mengutip perkataan Kuntowijoyo, bahwa ekonomi Indonesia
yang basis pengembangannya berdasarkan pancasila merupakan obyektivasi dari
sistem ekonomi Islam.
Argumentasi dasar ini dapat diidentifikasi melalui tujuan dan misi negara Indonesia
yang tercermin dalam pembukaan UUD 1945 dan lima sila pancasila. Dalam alinea
tiga pembukaan UUD 1945 dirumuskan 4 tujuan pokok bangsa Indonesia. Tujuan
tersebut pertama melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, kedua memajukan kesejahteraan umum, ketiga mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan keempat ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
 Pada tahun 1957 diundangkan PP no. 45 th 1957 yang mengatur Pengadilan Agama
di luar jawa – Madura dan Kalimantan Selatan , dengan wewenang mangadili
perkara perkawinan, waris, wakaf, sedekah dan Bait al-Maal, namun masih harus
dikuatkan oleh pengadilan Umam.
 Pada tahun 1974 dikeluarkan UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
 Rumusan tentang Perwakafan tanah hak milik diatur dalam PP No. 28 tahun 1977
 UU No. 7 tahun 1989 tanggal 29 desember – tentang peradilan Agama, intinya
memberikan pengakuan secara resmi dan pengukuhan terhadap Peradilan Agama.
Menyelesaikan perkara: perkawinan, warisan, hibah, wasiat, wakaf, sedekah .
disamping juga didukung oleh Pengadilan Tinggi Agama ( Manan:68 – 85 ).
 UU No. 14 Th 1970 – bahwa kedudukan PA sejajar dengan PN.
 UU No. 2 Th 1989 – tentang Sistem Pendidikan Nasional ( seorang siswa berhak
mendapatkan pelajaran agama sesuai dengan keyakinannya di sekolah masing-
masing.
 Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 – tentang Kompilasi Hukum Islam.
 UU No.7 Tahun 1992 – tentang perbankan, yang mengizinkan berdirinya Bank
Umum dan BPR dikelola berdasarka Syariat Islam dengan sistem bagi hasil, dan
adanya Dewan Pengawas Syari’ah. MUI membentuk Lembaga Arbitrase Muamalat
– untuk menyelesaikan konflik yang mungkin terjadi antara Bank Syari’ah dengan
Nasabahnya.
 UU No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat
Masih banyak dan akan berkembang masalah-2 hukum yang aktual – memerlukan kajian
keislaman dalam masyarakat modern seperti; kependudukan, KB ( sterilisasi – vasektomi –
tubektomi ), aborsi, asuransi, perbankan dll. Juga perumusan Hukum acara Pidana atau KUHP
secara bertahap diwarnai konsep-konsep Islami sebagai revisi dari konsep hukum peninggalan
belanda.

BAB VIII
SISTEM POLITIK ISLAM

a. Pengertian Sistem Politik Islam


Politik : Diidentikkan bahasa arab Siyasah,
Dalam Ilmu Fiqih : Siyasah sebagai pokok ajaran Islam yang mengatur sistem kekuasaan dan
pemerintahan. Politik sendiri artinya segala urusan dan tindakan tentang pemerintahan
suatu negara terhadap negara lain.

Fiqih Siyasah meliputi :


1. Siyasah Dusturiyah : tata negara dalam Islam
2. Siyasah Dauliyyah : politik yang mengatur hubungan antara suatu negara Islam dengan
negara Islam lain dan atau negara lain.
3. Siyasah Maaliyah : mengatur system ekonomi negara

Secara global kehidupan ini terbagi menjadi 3 pola hubungan yaitu :


1. Hubungan manusia dengan Tuhan
Sebagai pemimpin Rasulullah saw telah menentukan Hubungan manusia terhadap
Tuhannya dengan melaksanakan ibadah, dan cara melaksanakannya misal shalat, Rasulullah
saw bersabda; shallu kama ro’aitumuni Ushalli ( shalatlah sebagaimana kamu melihat saya
shalat ).

2. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri


Sebagai pemimpin Hubungan kedua, Ia memimpin manusia ke arah taqwa, sebagai bekal
hidup yang sebaik-baiknya untuk kembali kepada Allah
Al-baqarah 197 : Carilah bekal kamu sekalian dimuka bumi ini, maka ketahuilah bahwa
bekal yang sebaik-baiknya itu adalah taqwa.

3. Hubungan manusia dengan manusia-lainnya


Sebagai pemimpin hubungan ke tiga, antar manusia Ia memimpin masyarakat dalam
kehidupannya dalam hal ini akan menerapkan unsur-unsur kebudayaan ; meliputi unsur-
unsur sosial, politik ,ekonomi, hukum, seni, ilmu pengetahuan dan filsafat.
b. Prinsip-prinsip Dasar atau Siyasah dalam Islam, meliputi:

1. Sistem musyawarah ( Al-Syuraa )


Alqur’an surat ali Imron: 159
Alqur’an surat Asy-Syuraa: 38
Istilah Asy-Syuraa dianggap sebagai doktrin kemasyarakatan dan kenegaraan yang pokok,
karena telah jelas nash nya dalam alqur’an dan diperkuat hadits serta sunnah/keteladanan
nabi. Lembaga musyawah sendiri telah ada sejak zaman Nabi.

2. Prinsip kemerdekaan ( al-Hurriyyah ) – kebebasan yang bertanggung jawab.


Kebebasan yang bertanggung jawab pada prinsipnya adalah kebebasan hati nurani, hal ini
tidak bisa dicapai dengan tanpa kenikmatan hidup di dunia, mengabaikan kehidupan dunia
dan hanya selalu menghadap ke arah Tuhan di langit. Allah menciptakan kehidupan ini agar
dapat memanfaatkan dorongan hidup duniawi. Islam telah mulai membebaskan hati nurani
manusia dari menyembah apa saja selain Allah dan dari tunduk kepada siapapun kecuali
Allah.

Surat Albaqoroh: 155 menyatakan tidak ada paksaan untuk memeluk Islam karena sudah
jelas yang haq dan yang batil, maka dengan kebebasan tersebut manusia boleh memilihnya
dengan segala resiko jika tidak mau beriman pada Islam.

3. Prinsip persamaan ( al-Musaawah )


Maksudnya adalah persamaan kemanusiaan. Bahwa kedudukan manusia di hadapan
Allah sama tidak ada diskriminasi baik hak maupun kewajibannya, kecuali hal yang kodrati
tertentu antara laki-laki dan perempuan misalnya soal dispensasi untuk tidak wajib sholat
bagi wanita yang sedang haidh, nifas. Adapun yang membedakan derajatnya adalah
ketaatan dan ketaqwaannya.

c. Prinsip-prinsip Hukum Antar Agama atau Hukum internasional


Al-Ahkam al-Dauliyyah = Hukum Internasional : yaitu segala bentuk tata ukuran atau
teori-2 tentang sistem hukum internasional dan hubungan antar bangsa. Teori hukum Islam
kontemporer memperkenalkan konsepsi hukum internasional dalam dua bagian:
1. Al-Ahkam al-Dauliyyah al-Ammah – Hukum internasional mengenai masalah-
2 makro
2. Al-Ahkam al-Dauliyyah al-Khossoh – Hukum internasional mengenai masalah-
2 mikro
Pada awalnya Islam hanya mengenal satu sistem kekuasaan politik negara yaitu kekuasaan
dibawah Risalah Nabi saw, lalu berkembang menjadi sistem khilafah/ kekhalifahan. Dalam
sistem ini dunia internasional dipisahkan menjadi tiga kelompok kenegaraan, yaitu:
1. Negara Islam atau Daarus-Salaam, yaitu negara yang ditegakkan atas dasar
berlakunya syari’at Islam dalam kehidupan.
2. Daarul Harbi, yaitu Negara non-Islam yang kehadirannya mengancam
kekuasaan negara-2 Islam, serta menganggap musuh warga negaranya yang
menganut agama Islam.
3. Daarus-Sulh, yaitu Negara non-Islam yang menjalin persahabatan dengan
negara-2 Islam, yang eksistensinya melindungi warga negara yang menganut
agama Islam.
Antara Daarus-Salaam dengan Daarus-Sulh terdapat persepsi yang sama tentang batas
kedaulatannya, untuk saling menghormati dan bahkan menjalin kerja sama dengan dunia
internasional. Keduanya saling terikat oleh konvensi untuk tidak saling menyerang dan
hidup bertetangga secara damai.
Sementara hubungan Antara Daarus-Salaam dengan Daarul-Harbi selalu diwarnai oleh
sejarah yang hitam, masing-2 selalu memperhitungkan akan terjadi konflik. Islam melarang
umatnya mendahului perang, namun diperbolehkan berperang dalam rangka
mempertahankan diri atau sebagai tindakan balasan, Perang dalam rangka menghadapi
seranga musuh adalah syah secara hukum bahkan dinilai sebagai jihad. Dan secara etika
harus melindungi tawanan, wanita, orang tua, anak-2, orang-2 cacat, tempat ibadah dan
sarana-prasarana ekonomi rakyat.
Kekuasaan politik berikutnya mengalami perubahan, tidak hanya mengakui satu sistem
khilafah tetapi telah mengakui keragaman tentang khilafah. Selain itu juga memberi
pengakuan atas otonomi negara-2 bagian kerajaan maupun kesultanan dari Andalusia di
Spanyol hingga Asia Tenggara.
Prinsip-prinsip atau kebijaksanaan politik luar negeri dalam Islam ( Siyasah
Dauliyyah ) menurut Ali Anwar antara lain :
1. Saling menghormati fakta-2 dan traktat-2 ( perjanjian ).
Q S Al-Anfal : 58
Q S At-Taubah :47
Q S An-Nahl : 91
Q S Al-Isra’ : 34
2. Kehormatan dan Integrasi nasional.
Q S An-Nahl : 92
3. Keadilan Universal Internasional
Q S Al-Maidah : 8
4. Menjaga perdamaian abadi
5. Menjaga ketentraman negara-negara lain
Q S An-Nisa’ : 89 – 90 .
6. Memberikan perlindungan dan dukungan kepada orang-orang Islam yang
hidup di negara lain.
Q S Al-Anfal : 72
7. Bersahabat dengan kekuasaan-2 netral
Q S Al-Mumtahanah : 8 – 9.
8. Kehormatan dalam hubungan internasional
Q S Arrahman : 60
9. Persamaan keadilan untuk para penyerang
Q S Al-Anfal : 126
Asy-Syuraa : 40
.
d. Kontribusi Umat Islam terhadap politik di Indonesia
1. Ditandai dengan munculnya partai-2 yang ber azaskan Islam, serta partai nasionalis
berbasis umat Islam.
2. Ditandai dengan sikap pro aktifnya tokoh-2 politik Islam dan umat Islam terhadap
keutuhan NKRI sejak proses awal kemerdekaan hingga zaman reformasi saat ini.
Piagam Jakarta merupakan hadiah umat Islam kepada bangsa Indonesia. –
penghapusan anak kalimat : ... dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-2 nya – diganti dengan Yang Maha Esa, pada pancasila dan batang tubuh
UUD 45

Islam sebagai sebuah ajaran yang mencakup persoalan spiritual dan politik
telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap kehidupan politik di
Indonesia. Pertama, ditandai dengan munculnya partai-partai yang berazaskan Islam,
serta partai nasionalis yang berbasis umat Islam. Kedua, ditandai dengan sikap pro
aktifnya tokoh-tokoh

politik Islam dandan umat Islam terhadap keutuhan Negara kesatuan


Republik Indonesia sejak proses awal kemerdekaan hingga zaman reformasi. Piagam
Jakarta merupakan hadiah umat Islam kepada bangsa Indonesia.
Kemerdekaan Indonesia. Tetapi masih tetap dirasakan adanya sesuatu yang
mengganggu kalimat yang menyatakan: "...dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam. bagi pemeluknya..." telah melewati saat-saat yang cukup kritis, maka pada
tanggal 18 Agustus 1945 wakil-wakil Islam akhirnya usul penghapusan anak kalimat
tersebut dari Pancasila dan Batang tubuh UUD 1945.

Sila pertama yang pertama Ketuhanan mendapat atribut yang fundamental,


sehingga menjadi penting, sebab dengan jalan demikian wakil-wakil umat Islam
tidak akan keberatan dengan politik umat Islam, tetapi pada tahun 1978 mantan
Menteri Agama Alamsyah Ratu Perwira Negara memberi tafsiran itu sebagai hadiah
umat Islam kepada bangsa dan kemerdekaan Indonesia demi menjaga persatuan.
Pernyataan Alamsyah tersebut bisa dibaca dalam konteks politik Indonesia waktu
itu, barangkali dapat di artikan sebagai usaha untuk meyakinkan pihak-pihak
tertentu, bahwa loyalitas umat Islam kepada Pancasila tidak perlu diragukan lagi.

Berkaitan dengan keutuhan Negara, Mohammad Natsir pernah menyeru


umat Islam agar tidak mempertentangkan Pancasila dengan Islam. Dalam pandangan
Islam, rumusan Pancasila bukan merupakan sesuatu yang bertentangan dengan
ajaran Al-Qur'an. Karena nilai-nilai yang terdapat di dalam Pancasila, juga
merupakan bagian dari nilai-nilai yang terdapat dalam Al-Qur'an. Demi keutuhan
persatuan dan kesatuan bangsa umat Islam rela menghilangkan tujuh kata dari sila
pertama Pancasila yaitu kata-kata "kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi
pemeluknya".

Umat Islam Indonesia dapat menyetujui Pancasila dan UUD 1945 setidak-
tidaknya atas dua pertimbangan pertama, nilainya dibenarkan oleh ajaran agama
Islam; dan, kedua, fungsinya sebagai noktah-noktah kesepakatan atas berbagai
golongan, untuk mewujudkan kesatuan politik bersama.

Anda mungkin juga menyukai