Anda di halaman 1dari 51

BAB V

HUKUM,
HAK ASASI MANUSIA,
DAN
DEMOKRASI DALAM
ISLAM

A. HUKUM ISLAM.
I. Pengertian Hukum Islam.
Hukum adalah kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan
yang terdiri dari norma dan sanksi.

Sedangkan Hukum Islam adalah hukum yang ditetapkan


oleh Allah melalui wahyu-Nya yang kini terdapat dalam Al
Quran dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagai
Rasul-Nya melalui Sunnah beliau yang kini terhimpun
dengan baik dalam kitab-kitab hadits.
Amir Syarifuddin mengatakan bahwa hukum Islam adalah
seperangkat peraturan yang berdasarkan wahyu Allah dan
Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia yang diakui
dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang
beragama Islam.

Seseorang yang akan memahami hukum Islam dengan baik


dan benar harus dapat membedakan antara syariat Islam
dengan fikih Islam .
Syariat adalah wahyu Allah yang terdapat dalam Al-Quran
dan sunnah yang terdapat dalam kitab-kitab hadits. Syariat
bersifat fundamental, mempunyai ruang lingkup yang lebih
luas dari fikih, berlaku abadi, dan menunjukkan kesatuan
dalam Islam.
Sedangkan fikih adalah pemahaman manusia yang
memenuhi syarat tentang syariat sebagaimana yang terdapat
dalam kitab-kitab fikih, karena itu sifatnya instrumental, ruang
lingkupnya terbatas, tidak berlaku abadi dapat berubah dari
masa ke masa, dan dapat berbeda dari satu tempat dengan
tempat yang lain. Hal ini terlihat pada aliran-aliran hukum
yang disebut madzhab, sehingga fikih menunjukkan adanya
keragaman dalam hukum Islam. (Daud Ali, 1999; 45-46).

Fikih merupakan elaborasi atau rincian terhadap syariah


melalui kegiatan ijtihad.
Ijtihad adalah usaha yang sungguh-sungguh dengan
menggunakan segenap kemampuan yang ada dilakukan
oleh orang (ahli hukum) yang memenuhi syarat untuk
mendapat suatu kepastian hukum yang belum jelas atau
tidak ada ketentuannya dalam Al-Quran ataupun hadits.
Dalam fikih seorang akan menemukan pemikiranpemikiran para fuqaha, antara lain para pendiri empat
madzhab yang ada dalam ilmu fikih dan sampai
sekarang masih berpengaruh di kalangan umat Islam
sedunia; yaitu Abu Hanifah (madzab Hanafi), Malik bin
Anas (Madzhab Maliki), Muhammad Idris As-Syafii
(Madzhab Syafii ) dan Ahmad bin Hambal (Madzhab
Hambali).

Menurut Thohir Azhari, ada tiga sifat dasar hukum


Islam, yaitu :
1. Bidimensional : mengandung segi kemanusiaan dan segi
ketuhanan (Ilahi) hukum Islam tidak hanya mengatur
satu aspek kehidupan saja, tetapi mengatur berbagai
aspek kehidupan manusia.
2. Adalah (adil), dalam hukum Islam keadilan bukan saja
merupakan tujuan, tetapi juga merupakan sifat yang
melekat sejak kaidah-kaidah dalam syariat itu ditetapkan.
3. Individualistik dan Kemasyarakatan. Sifat ini diikat oleh
nilai-nilai transendental yaitu wahyu Allah yang
disampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Thohir Azhari, 1992: 48).

Menurut Abdul Wahab Khalaf sistematika hukum Islam


adalah :
a. Al-ahkam al-syahshiyah (hukum perorangan/keluarga)
yang mencakup masalah perkawinan, waris dsb.
b. Al-ahkam al-amadaniyah (hukum perdata), hukum ini
berkaitan dengan transaksi jual beli perburuhan, utang
piutang, jaminan, gadai dan sebagainya.
c. Al-ahkam al-jinaiyah (hukum pidana), hukum ini
berkaitan dengan pelanggaran dan kejahatan.
d. Al-ahkam al-murafaat (hukum acara), hukum ini
berkenaan dengan peradilan, kesaksian, pembuktian,
sumpah dan sebagainya.
e. Al-ahkam al-dusturiyah (hukum tata negara), hukum ini
berkaitan dengan sistem pemerintahan dan prinsipprinsip pengaturannya.

f. Al-ahkam al-dauliyab (hukum internasional), hukum ini


berkaitan dengan hubungan antar negara, kerjasama,
perdamaian.
g. Al-ahkam al-iqrishadiyah wal maliyah (hukum
perekonomian dan keuangan), hukum berkaitan dengan
pendapatan negara, baitul maal, dan pendistribusiannya
pada masyarakat.
Apabila bidang-bidang hukum Islam tersebut
disusun menurut sistematika hukum Barat yang
membedakan hukum publik dan hukum perdata, maka
susunan muamalah dalam arti luas adalah :
1. Munakahat yaitu hukum yang mengatur segala sesuatu
yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian,
serta akibat-akibatnya.

2. Waratsah, mengatur segala masalah yang


berhubungan pewaris, ahli waris, harta peninggalan,
serta pembagian warisan. Hukum kewarisan ini juga
disebut Faroid.
3. Muamalat dalam arti khusus, yakni hukum yang
mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda,
jual beli, sewa-menyewa, pinjam meminjam, perseroan,
dan sebagainya.
Adapun yang termasuk dalam hukum publik Islam adalah :
1. Jinayat yang memuat aturan-aturan mengenai
perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman
baik dalam jarimah hudud, qishos, ataupun tazir.
2. Al-ahkam as-sulthaniyah yaitu hukum-hukum yang
mengatur hal-hal yang berhubungan dengan kepala
negara, pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun
daerah, tentara, pajak, dan sebagainya.

3. siyar yakni hukum yang mengatur urusan perang dan


damai, tata hubungan dengan pemeluk agama dan
negara lain.
4. muhashanat, mengatur tentang peradilan, kehakiman,
dan hukum acara.
III. Tujuan Hukum Islam.
a. Tujuan secara umum
1. Untuk mengatur segala aspek kehidupan umat Islam
agar sesuai dengan ketentuan yang telah disyariatkan
Allah beserta sunnah-sunnah Rasul-Nya
2. Untuk menjadi panutan bagi umat manusia dalam
mengatur hubungan dengan Tuhan, dengan saudara
seagama, dengan saudaranya sesama manusia dan
alam semesta, dengan tetap mengakomodir tuntutan
perkembangan dan perubahan yang ada.

b. Tujuan secara khusus


1. Menjaga dan melindungi enam asasi manusia: agama,
jiwa, akal, harta benda, keturunan, kehormatan.
2. Membangun ketatatertiban manusia dalam
hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan
alam lingkungannya
3. Menegakkan kemaslahatan menghilangkan
kemudhorotan.
4. Menghilangkan kesulitan dan kesempitan
5. Menyeimbangkan kepentingan individu dan masyarakat
6. Menegakkan nilai kemasyarakatan.

Abu Ishaq As-Sathibi merumuskan lima tujuan hukum


Islam (maqashid al-khamsah), yaitu :
a. Memelihara Agama.
Agama adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap
manusia agar martabatnya dapat terangkat lebih tinggi
dari martabat makhluk lain dan memenuhi hajat jiwanya.
Beragama merupakan kebutuhan manusia yang harus
dipenuh, karena agamalah yang dapat menyentuh nurani
manusia.
b. Memelihara Jiwa.
Menurut hukum Islam jiwa harus dilindungi. Untuk itu
hukum Islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup
dan mempertahankan kehidupannya.

c. Memelihara Akal .
Islam mewajibkan seseorang untuk memelihara akalnya,
karena akal mempunyai peranan sangat penting dalam
hidup dan kehidupan manusia. Dengan akal manusia
dapat memahami wahyu Allah baik yang terdapat dalam
kitab suci (ayat-ayat Qauliyah) maupun yang terdapat
pada alam (ayat-ayat Kauniyah).
d.Memelihara Keturunan.
Dalam hukum Islam memelihara keturunan adalah hal
yang sangat penting. Karena itu untuk meneruskan
keturunan harus melalui perkawinan yang sah menurut
ketentuan yang ada dalam Al Quran dan As-Sunnah dan
dilarang melakukan perbuatan zina.

Kehendak Allah kini terekam dalam Al-Quran, kehendak


Rasul terhimpun sekarang dalam Al-Hadis, kehendak
penguasa (ulil amri) termaktum dalam kitab-kitab hasil
karya orang yang memenuhi syarat karena mempunyai
kemampuan untuk berijtihad berupa ilmu pengetahuan
untuk mengalirkan ajaran Islam dari dua sumber
utamanya yakni Al-Quran dan Al-Hadis dengan rakyu
atau akal pikirannya.
Berijtihad adalah berusaha sungguh-sungguh dengan
mempergunakan seluruh kemampuan akal pikiran,
pengetahuan dan pengalaman manusia yang memenuhi
syarat untuk mengkaji dan memahami wahyu dan
sunnah serta mengalirkan ajaran, termasuk ajaran
mengenai hukum (fikih) Islam dari keduanya.

1. Al-Quran.
Pengertian Al-Quran :
a. Menurut Imam Jalaluddin As Sayuth di dalam bukunya yang
bernama itmamud dziriyah disebutkan bahwa Al-Quran ialah
firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad s.a.w.
untuk melemahkan pihak-pihak yang menentangnya. walaupun
hanya dengan satu surat saja dari padanya.
b. Menurut Syekh Muhammad Al Hudhari byk, di dalam bukunya
yang bernama ushul fiqh disebutkan Al-Quran,yaitu firman
Allah dalam bahasa arab yang diturunkan kepada kita dengan
jalan yang mutawatir, telah tertulis dalam mushaf dimulai
dengan surat Al-fatihah dan diakhiri dengan surat An-Naas.
c. Menurut Syekh Muhammad Abduh di dalam bukunya Risaltut
Tauhid di sebutkan : al kitab ialah al-quran yang dituliskan
dalam mushaf-mushaf dan telah dihafal oleh umat islam sejak
masa hidupnya rosul allah sampai masa kita sekarang ini.(h.a.
mustafa, sejarah al-quran, hal 10-11)

Al-Quran merupakan firman-firman (wahyu) Allah, yang


disampai- kan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi
Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sediki
selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Makah
kemudian di Madinah.
Ayat-ayat al-Quran yang diturunkan selama lebih kurang
23 tahun itu dapat dibedakan antara ayat-ayat yang
diturunkan ketika Nabi Muhammad masih tinggal di
Mekah (sebelum hijrah) dengan ayat yang turun setelah
Nabi Muhammad hijrah (pindah) ke Madinah. Ayat-ayat
yang turun ketika Nabi Muhammad masih berdiam di
Makkah di sebut ayat-ayat Makkiyah, sedangkan ayatayat yang turun sesudah Nabi Muhammad pindah ke
Madinah dinamakan ayat-ayat Madaniyah

Ciri-cirinya adalah :
1. Ayat-ayat Makiyah pada umumnya pendek-pendek,
merupakan 19/30 dari seluruh isi al-Quran, terdiri dari 86
surat, 4.780 ayat. Sedangkan ayat-ayat Madaniyah pada
umumnya panjang-panjang, merupakan 11/30 dari
seluruh isi al-Quran, terdiri dari 28 surat, 1456 ayat.
2. Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-kata yaa
ayyuhannaas (hai manusia) sedang ayat ayat
Madaniyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhallaziina
aamanu (hai orang-orang yang beriman).
3. Pada umumnya ayat-ayat Makkiyah berisi tentang tauhid
yakni keyakinan pada Kemaha Esaan Allah, hari Kiamat,
akhlak dan kisah-kisah umat manusia di masa lalu,
sedang ayat-ayat Madaniya memuat soal-soal hukum,
keadilan, masyarakat dan sebagainya.

Kandungan Al-Quran.
1. Petunjuk mengenai akidah yang harus diyakini oleh
manusia. Petunjuk akidah ini berintikan keimanan akan
keesaan Tuhan dan kepercayaan kepastian adanya hari
kebangkitan, perhitungan serta pembalasan kelak.
2. Petunjuk mengenai syariah yaitu jalan yang harus
diikuti manusia dalam berhubungan dengan Allah dan
dengan sesama insan demi kebahagiaan hidup manusia
di dunia ini dan di akhirat kelak.
3. Petunjuk tentang akhlak, mengenai yang baik dan
buruk yang harus diindahkan leh manusia dalam
kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan
sosial.
4. Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau. Sebagai
contoh kisah kaum Saba yang tidak mensyukuri karunia
yang diberikan Allah, sehingga Allah menghukum
mereka dengan mendatangkan banjir besar.

5. Berita tentang zaman yang akan datang. Yakni zaman


kehidupan akhir manusia yang disebut kehidupan
akhirat. Kehidupan akhirat dimulai dengan peniupan
sangkakala (terompet) oleh malaikat Israil. Apabila
sangkakala pertamaditiupkan, diangkatlah bumi dan
gunung-gunung, la- lu keduanya dibenturkan sekali
bentur. Pada hari itulah terjadilah kiamat dan terbelahlah
langit.... (Qs al-Haqqah (69) : 13-16.
6. Benih dan Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
7. Hukum yang berlaku bagi alam semesta

2. As-Sunnah/Al-Hadits.
A. Beberapa definisi hadits
1. Menurut Ulama Ushul Fiqh

Segala apa yang dinukil dari Nabi SAW., baik yang berupa
perkataan, perbuatan, atau penetapan. (As-Sibai:54).

2.

Menurut Ulama Ahli Fiqh



Segala ketetapan yang berasal dari Nabi SAW., yang bukan
hukum fardu serta bukan wajib. (Ajjaj al-Khatib, 1989:19).

3.

Menurut Ulama Hadits, bahwa al-Hadits adalah :




Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW., dalam
bentuk ucapan, perbuatan, penetapan, perangai atau sopan
santun ataupun sepak terjang perjuangannya, baik sebelum
maupun sesudah diangkat menjadi Rasul. (Al-Khatib,
1989:19)

Atau dalam pengertian yang lain :


) ( ) ( )(

Sesungguhnya hadits itu bukan hanya yang di-marfu-kan
kepada Nabi SAW. saja, melainkan dapat pula disebutkan
kepada sesuatu yang disandarkan kepada : Sahabat
(mauquf) baik berupa ucapan atau seumpamanya, serta
segala yang disandarkan kepada tabiin (maqtu), baik
berupa perkataan atau lainnya. (At-Tarmisi, 1974:8).

B. AL-HADITS MENURUT BAHASA


Al-Hadits, menurut bahasa adalah al-Jadid ( )yang
baru; al-Jadid min al-asyyai (( ) (Baca: Ajjaj
al-Khatib, 1963:20); al-Khabar qaliluhu wa kasiruhu,
warta baik sedikit atau banyak (Ar-Razi, t.th.:125), yaitu
ma yutahaddasu bihi wa yunqalu, sesuatu yang
dibicarakan dan dipindahkan dari seseorang (AlFayumi, t.th. I:124); qarib, yang dekat yang belum lagi
terjadi (Ash-Shiddieqy, 1980:20).
Sedangkan arti etimologis as-Sunnah adalah : as-Sirah,
jalan atau perikehidupan (Ar-Razi, t.th. :137); As-Sirah
hamidah kanat au damimah, perikehidupan yang
dijalani, baik terpuji atau tercela (Al-Fayumi, t.th., I:292);
as-Sirah, at-Tariqah, at-Tabiah, dan asy-Syariah
(, , , ), tuntunan, jalan, tabiat, dan
syariat (Louis Maluf, 1975:353; At-Tarmisi, 1974:8),
jalan yang dijalani, terpuji atau tidak. Sesuatu tradisi
yang sudah dibiasakan, dinamakan sunnah walaupun
tidak baik (Ash-Shiddieqy, 1980:24).

C. Penjelasan Cakupan Yang Terkandung Dalam


Hadits.
1. Perkataan, ialah segala ucapan Nabi SAW. dalam
berbagai segi. Misalnya, masalah hukum, akhlaq,
aqidah, pendidikan dan sebagainya. Masalah hukum,
contoh dalam hadits :
( )
Sesungguhnya sahnya amal perbuatan itu tergantung kepada
niatnya.

2. Perbuatan. Perbuatan Rasulullah SAW. merupakan


penjelasan praktis terhadap peraturan-peraturan syara
yang belum jelas cara mengerjakannya, seperti cara
mengerjakan salat, puasa, haji, dan sebagainya.

3. Penetapan (Taqrir). Yang dimaksud adalah keadaan


Rasulullah SAW. mendiamkan, tak mengadakan
sanggahan atau persetujuan atas perbuatan sahabat
yang dilakukan di muka beliau. Contoh, dalam suatu
undangan, Khalid bin Walid menyajikan daging binatang
biawak Arab (zab) dan Khalid mempersilahkan beliau
Nabi SAW. dan para undangan untuk menikmatinya.
4. Sifat-sifat, keadaan dan hasrat Rasulullah SAW.
Sifat-sifat Rasulullah yang termasuk unsur al-Hadits
a. Sifat-sifat Rasulullah SAW. yang dijelaskan oleh
para sahabat atau sejarahwan;
b. Silsilah, nama-nama dan tahun kelahiran;
c. Himmah (hasrat), yaitu angan-angan Nabi yang
belum terealisir, seperti puasa pada tanggal 4 AsySyura, yang Nabi sendiri belum pernah.

II. DASAR-DASAR PENERIMAAN AL-HADITS


1. Al-Quran surat (59) Al-Hasyr ayat 7 :


Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah itu, dan apa yang
dilarang bagimu maka tinggalkanlah.

2. Al-Quran surat (4) An-Nisa ayat 8 :



Barangsiapa mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati
Allah..

3. Al-Quran surat (4) An-Nisa ayat 59 :



Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan Ulil Amri di antara kamu.

4.

Hadits Nabi SAW. yang diriwayatkan oleh Abu Dawud


dan at-Turmuzi :

Ingat, sesungguhnya saya telah diberi al-Quran dan yang
seumpamanya, sekaligus).

Yang dimaksud mislahu maahu adalah al-Hadits,


sesuatu yang tak disebutkan al-Quran.
III. FUNGSI AL-HADITS
1. Memperkuat hukum-hukum yang ada dalam al-Quran
atau menjelaskan cara pelaksanaan hukum-hukum itu.
Seperti hadits tentang : tatacara salat, zakat, haji,
larangan syirik, larangan mendurhakai orang tua, dan
sebagainya.

2. Al-Hadits sebagai penafsir ayat-ayat al-Quran. Nas-nas


al-Quran tidak semuanya memberi keterangan secara
rinci, tetapi masih : mujmal, umum atau mutlak.
Kenyataan itu membutuhkan keterangan yang lebih
rinci bagi penerimanya (kaum muslimin). Oleh karena
itu, hadits dalam keadaan ini merupakan tafsir amali
terhadap ayat-ayat al-Quran itu.
Adapun fungsi al-hadits yang menafsirkan ayat-ayat
al-Quran mempunyai kedudukan yang berbeda-beda,
antara lain:
a. Menafsirkan ayat mujmal menjadi rinci.
b. Membatasi atau men-taqqyid ayat-ayat yang
masih mutlak.
c. Mengkhususkan (men-takhsis) ayat-ayat alQuran yang am () .
d. Menjelaskan ayat-ayat al-Quran yang musykil.
( ) .

3.

4.

Al-Hadits sebagai pentakhsis ayat al-Quran. (suatu


lafadh/ kalimat yang membatasi pengertian umum dari
satu kalimat).
Al-hadits sebagai bayan tasyri.

IV. KLASIFIKASI AL-HADITS


A. Diterima atau Tidak
Maqbul = diterima; Mardud = ditolak
B. Jumlah Riwayat
1. Mutawwatir
= periwayatnya banyak (>3)
2. Masyhur
= oleh dua orang
3. Ahad
= satu orang

C. Kualitas :
1. Shoheh
2. Hasan
3. Dhaif
Ad.1. Shoheh
a. Sanad (para perawi) bersambung
b. Periwayat hafalannya sempurna
c. Periwayat kualitasnya adalah (terpercaya dan
bermuruah)
d. Tidak Syadz
e. Tidak ada Illat
Ad.2. Hasan
Periwayat kurang sempurna hafalannya.
Ad.3. Dhaif
Tidak memenuhi persyaratan hadits Shoheh dan Hasan.

3. IJTIHAD
Ijtihad adalah sumber ajaran Islam setelah Al-Quran
dan Hadits. Ijtihad berasal dari kata ijtahada, artinya
mencurahkan tenaga, memeras pikiran, berusaha
keras, bekerja semaksimal mungkin. Secara
terminologis, Ijtihad adalah berpikir keras untuk
menghasilkan pendapat hukum atas suatu masalah
yang tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan
As-Sunnah. Pelakunya disebut Mujtahid.
Ijtihad merupakan dinamika Islam untuk menjawab
tantangan zaman. Ia adalah semangat rasionalitas
Islam dalam rangka hidup dan kehidupan modern yang
kian kompleks permasalahannya. Banyak masalah baru
yang muncul dan tidak pernah ada semasa hayat Nabi
Muhammad Saw. Ijtihad diperlukan untuk
merealisasikan ajaran Islam dalam segala situasi dan
kondisi.

Ada sejumlah metode dalam pelaksanaan Ijtihad :


1. Ijma'
Ijma adalah kesepakatan para ulama mujtahid dalam
memutuskan suatu perkara atau hukum. Ijm dilakukan
untuk merumuskan suatu hukum yang tidak disebutkan
secara khusus dalam kitab Al-Quran dan sunah.
Contoh Ijma:
Menjadikan sunnah sebagai salah satu sumber hukum
Islam.
Pengumpulan dan pembukuan Al-quran sejak
pemerintahan Abu Bakar tetapi idenya berasal dari Umar
bin Khatab
Penetapan awal ramadhan dan syawal berdasarkan
ruyatul hilal.

2. Qiyas
Qiyas adalah mempersamakan hukum suatu masalah
yang belum ada kedudukan hukumnya dengan masalah
lama yang pernah ada karena alasan yang sama.
Contoh Qiyas :
Setiap minuman yang memabukan contohnya mensen,
sabu-sabu dan lain-lain disamakan dengan khamar,
ilatnya sama-sama memabukan.
Harta anak wajib dikeluarkan zakat disamakan dengan
harta dewasa. Menurut syafei karena sama-sama dapat
tumbuh dan berkembang, dan dapat menolong fakir
miskin.
Mengatakan telmi kepada ortu disamakan dengan
membentak dan ah, karena ilatnya sama-sama menyakiti
dengan ucapan.

3. Istihsan
Istihsan adalah penetapan hukum dengan penyimpangan
dari hukum umum kepada hukum khusus untuk
mencapai kemanfaatan.
Misalnya, menanami tanah wakaf yang diwakafkan untuk
pendirian masjid sambil menunggu biaya pembangunan.
Hasilnya dijual dan disediakan untuk biaya
pembangunan masjid.
Contoh lain adalah lupa makan dan minum selagi
berpuasa. Hadits menyebutkan, orang yang berbuat
demikian dianjurkan meneruskan puasanya, tanpa
penjelasan batal-tidaknya puasa orang tersebut.
Namun orang yang berwudhu lalu lupa atau tanpa
sengaja mengeluarkan angin, ditetapkan batal
wudhunya.

4. Mashalih Mursalah.
Mashalih Mursalah adalah melakukan hal-hal yang tidak
melanggar hukum, tidak dianjurkan Quran dan Sunnah,
tetapi sangat diperlukan untuk memelihara kelestarian
dan keselamatan agama, akal, harta, diri, dan keturunan.
Misalnya, membukukan dan mencetak Al-Quran dan AlHadits; menggaji muadzin, imam, khotib, dan guru
agama, serta mengadakan perayaan peringatan HariHari Besar Islam.

5. Istinbath yaitu menghukumi suatu perkara setelah


mempertimbangkan permasalahannya. Misalnya soal
riba (pembayaran berlebih atas utang atau pinjaman
yang disyaratkan pemberi pinjaman). Bunga pinjaman
bank secara istinbath dibolehkan karena pinjaman yang
diberikan bersifar pinjaman-produktif.
Tidak ada illat penganiayaan dalam bunga pinjaman itu
karena pinjaman yang diberikan adalah bukan pinjamankonsumtif, tetapi untuk modal usaha atau memperbesar
modal perusahaan yang telah berjalan. Kalau pinjaman
itu konsumtif, yakni untuk mencukupi kebutuhan hidup
sehari-hari, maka haram hukumnya bunga yang ada
dalam pinjaman itu.
Namun demikian, ada pula pendapat yang tetap
mengharamkan bunga pinjaman-produktif karena tetap
mengandung unsur penganiayaan --bank tidak mau tahu
apakah usaha seseorang itu untung atau rugi.

Undang-Undang Nomor Tahun 1989 Tentang Peradilan


Agama.
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang
Kompilasi Hukum Islam.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang
Pengelolaan Zakat.
Penegakan hukum Islam dalam praktik
bermasyarakat dan bernegara memang melalui proses,
yaitu proses kultural dan dakwah. Didalam negara yang
mayoritas penduduknya muslim, kebebasan
mengeluarkan pendapat/berpikir harus ada. Hal ini
diperlukan untuk mengembangkan pemikiran hukum
Islam yang betul-betul teruji, baik dari segi pemahaman
maupun segi pengembangannya.

B. HAK ASASI MANUSIA


Hak Asasi Manusia adalah hak dasar atau hak pokok
yang melekat pada diri manusia semenjak ia berada
dalam kandungan sampai meninggal dunia yang harus
mendapat perlindungan.
Istilah HAM menurut Tolchach Mansoer mulai
populer sejak lahirnya Declaration of Human Rights
pada tanggal 10 Desember 1948. Walaupun ide HAM
sudah timbul pada abad ke 17 dan ke 18 sebagai reaksi
terhadap keabsolutan raja-raja dan kaum feodal di
zaman itu. Ide hak asasi manusia juga terdapat dalam
Islam. Hal ini dapat dilihat dalam ajaran tauhid. Ada
perbedaan prinsip antara hak-hak asasi manusia dilihat
dari sudut pandangan Barat dan Islam.

Hak asasi manusia menurut pemikiran Barat sematamata bersifat antroposentris artinya segala sesuatu
berpusat kepada manusia. Dengan demikian manusia
sangat dipentingkan. Sedangkan dalam Islam hak-hak
asasi manusia bersifat teosentris artinya segala
sesuatu berpusat pada Tuhan. Dengan demikian Tuhan
sangat dipentingkan.
Dalam hubungan ini A.K Brohi menyatakan: Berbeda
dengan pendekatan Barat, strategi Islam sangat
mementingkan penghargaan kepada hak-hak asasi dan
kemerdekaan dasar manusia sebagai sebuah aspek
kualitas dari kesadaran keagamaan yang terpatri di
dalam hati, pikiran dan jiwa penganut-penganutnya.
Perspekitf Islam sungguh-sungguh bersifat teosentris.

Di dalam Islam hak-hak asasi manusia tidak hanya


menekankan kepada hak-hak manusia saja, tetapi hakhak itu dilandasi oleh kewajiban asasi untuk mengabdi
hanya kepada Allah sebagai penciptanya.
Aspek khas dalam konsep HAM Islami adalah tidak
adanya orang lain yang dapat memaafkan pelanggaran
hak-hak jika pelanggaran itu terjadi atas seseorang yang
harus dipenuhi haknya. Bahkan suatu negara Islam pun
tidak dapat memaafkan pelanggaran hak-hak yang
dimiliki seseorang. Negara harus terikat memberikan
hukuman kepada pelanggar HAM dan memberikan
bantuan kepada pihak yang dilanggar HAM nya, kecuali
pihak yang dilanggar HAM nya telah memaafkan
pelanggar HAM tersebut.

Prinsip-prinsip HAM yang tercantum dalam Universal


Declaration of Human Right (UDoHR) semua telah
terlukiskan dalam berbagai ayat Al-quran dan Sunnah
Rasul SAW antara lain :
Martabat dan kemuliaan manusia. Al Quran
menyebutkan bahwa manusia mempunyai kemuliaan
dan martabat yang tinggi dibandingkan dengan makhluk
yang lain, sehingga manusia diberi kebebasan untuk
hidup dan merasakan kenikmatan dalam kehidupannya.
(QS. 17: 33, QS. 5: 52). Perhatikan pula UDoHR Pasal 1
dan 3.
Prinsip Persamaan. Pada dasarnya semua manusia
sama, karena semuanya adalah hamba Allah, yang
membedakan manusia (lebih tinggi derajatnya) dari
lainnya adalah ketakwaannya kepada Allah (QS. 49: 13).
Lihat : UDoHR Pasal 6 dan 7.

Prinsip Kebebasan Menyatakan Pendapat. Al-Quran


memerintahkan kepada manusia agar mau dan berani
menggunakan akal pikiran mereka terutama untuk
menyatakan pendapat yang benar. Perintah ini secara
khusus ditujukan kepada manusia yang beriman agar
berani menyatakan kebenaran secara benar dan penuh
tanggung jawab. Lihat: UDoHR, Pasal 19.
Prinsip Atas Jaminan Sosial. Dalam Al-Quran banyak
dijumpai ayat-ayat yang menjamin tingkat dan kualitas
hidup minimum bagi seluruh masyarakat, antara lain :
Kehidupan fakir miskin harus diperhatikan terutama oleh
mereka yang punya (QS. 51: 19, QS. 70: 24), kekayaan
tidak boleh dinikmati dan hanya berputar diantara orangorang kaya saja (QS. 104: 20, QS. 9: 60). Sehingga
tujuan zakat antara lain adalah untuk melenyapkan
kemiskinan dan menciptakan pemerataan pendapatan
bagi segenap anggota masyarakat.

Lihat pasal 22 dari UDoHR, yang berbunyi : Setiap


orang sebagai anggota masyarakat mempunyai hak atas
jaminan sosial .
Hak Atas Harta Benda. Dalam hukum Islam hak milik
seseorang sangat dijunjung tinggi. Sesuai dengan harkat
dan martabat, jaminan dan perlindungan terhadap hak
milik seorang merupakan kewajiban penguasa /
pemerintah. Oleh karena itu, siapapun juga bahkan
pemerintah sekalipun tidak diperbolehkan merampas
hak milik orang lain, kecuali untuk kepentingan umum
menurut tata cara yang telah ditentukan lebih dahulu (M.
Daud Ali, 1995: 316) Pasal 17 dari UDoHR menyatakan :
(1) Setiap orang berhak mempunyai hak milik, baik
sendiri maupun bersama orang lain. (2) Tidak
seorangpun hak miliknya boleh dirampas dengan
sewenang-wenang.

C. DEMOKRASI DALAM ISLAM.


Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, Demos berarti
rakyat, dan kratein bermakna kekuasaan. Karena
kekuasaan itu ada di rakyat, maka rakyatlah yang
berdaulat, oleh karena itu demokrasi diartikan dengan
kedaulatan rakyat.
Dalam penjelasan mengenai demokrasi dalam
kerangka konseptual Islam, banyak perhatian diberikan
pada beberapa aspek khusus dari ranah sosial dan
politik. Demokrasi Islam dianggap sebagai sistem yang
mengukuhkan konsep-konsep islami yang sudah lama
berakar, yaitu musyawarah (syura) , persetujuan (ijma)
dan ijtihad.

Musyawarah dalam Islam


Secara bahasa musyawarah diambil dari kata syura
(Arab) yang memiliki empat makna:
1. Memeras madu dari sarang lilinnya
2. Meneliti fisik hewan ternak ketika jual beli
3. Mengajukan diri untuk turut tampil dalam medan perang
4. Meminta pendapat dan pembahasan tentang yang benar
Secara epistimologi musyawarah bermakna meminta
pendapat dari para pakar tentang suatu perkara untuk
menghasilkan suatu keputusan yang lebih mendekatkan
kepada kebenaran. Adakalanya ia bermakna meminta
pendapat umat atau yang mewakilinya dalam perkaraperkara public, atau yang berkenaan dengan mereka.

Masalah musyawarah ini dengan jelas disebutkan dalam


Al Quran suratAli Imran (3) ayat 159. Artinya : Dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
Dan surat Asy Syura (42) ayat 38. Artinya : Dan bagi
orang-orang yang menerima seruan Tuhannya dan
mendirikan sholat, sedang urusan mereka diputuskan
dengan musyawarah antara mereka
Berdasarkan ayat di atas jelaslah bahwa perintah kepada
para pemimpin dalam kedudukan apa pun untuk
menyelesaikan urusan mereka yang dipimpinnya dengan
cara bermusyawarah. Dengan demikian, tidak akan
terjadi kesewenang-wenangan dari seorang pemimpin
terhadap rakyat yang dipimpinnya.
Rasulullah SAW bersabda: Tidak akan menyesal orang
yang bermusyawarah dan tidak rugi orang istikharah.

Di samping musyawarah ada hal lain yang sangat


penting dalam masalah demokrasi, yakni konsensus atau
ijma. Konsensus memainkan peranan yang sangat
menentukan dalam perkembangan hukum Islam dan
memberikan sumbangan sangat besar pada tafsir
hukum. Namun hampir sepanjang sejarah Islam
konsensus sebagai salah satu sumber hukum Islam
cenderung dibatasi pada konsensus para cendikiawan,
sedangkan konsensus rakyat kebanyakan mempunyai
makna yang kurang begitu penting dalam kehidupan
umat Islam.
Dalam pengertian yang lebih luas, konsensus dan
musyawarah sering dipandang sebagai landasan yang
efektif bagi demokrasi Islam modern. Konsep konsensus
memberikan dasar bagi penerimaan sistem yang
mengakui suara mayoritas.

Selain musyawarah (syura) dan ijma (konsensus) ada


konsep yang sangat penting dalam proses demokrasi
Islam, yakni Ijtihad. Bagi para pemikir muslim, upaya ini
merupakan langkah kunci menuju penerapan perintah
Tuhan di suatu tempat atau waktu. Musyawarah,
konsensus dan ijtihad merupakan konsep-konsep yang
sangat penting bagi artikulasi demokrasi demokrasi
Islam dalam rangka Keesaan Tuhan dan kewajibankewajiban manusia sebagai khalifah-Nya. Meskipun
istilah-istilah ini banyak diperdebatkan maknanya,
namun lepas dari ramianya perdebatan maknanya di
dunia Islam, istilah-istlah ini memberi landasan yang
efektif untuk memahami hubungan antara Islam dan
demokrasi di dunia kontemporer.

Cara pengambilan keputusan dalam demokrasi


Islam yaitu dengan melalui suatu musyawarah untuk
menyelesaikan berbagai masalah. Dan jika masalah
tidak dapat di selesaikan dengan musyawarah ataupun
ijtihad, maka keputusan ada di tangan khalifa.
Sebagaimana di cantum dalam QS. An-Nisaa : 59, di
katakana bahwa khalifah dalam hal ini berkedudukan
sebagai ulul amri yang wajib di taati setelah Allah dan
rasul-Nya. Jadi, apabila pada jalan buntu mencapai
keputusan, maka penyelesaian bukan melalui
pemungutan suara, melainkan khalifah untuk
memutuskan pendapat mana yang akan di pakai dan di
tetapkan yang nantinya akan di terapkan di khalifahan
Islam untuk di taati oleh seluruh rakyat termasuk
khalifah dan seluruh penguasa di khalifahan Islam.

Perbedaan demokrasi modern dengan demokrasi islam adalah


sbb :
Demokrasi modern yaitu meliputi :
1. Kedaulatan yang berada di tangan rakyat.
2. Pembuatan peraturan adalah badan legislatif.
3. Keputusan ditentukan melalui musyawarah, suarah terbanyak.
4. Terdapat badan legislatif sebagai penampung aspirasi rakyat.
5. Masih terdapat revilige (hak khusus).
Sedangakan Demokrasi Islam terdiri atas :
1. Kedaulatan tertinggi di tangan allah SWT.
2. Pembuat peraturan hanya allah SWT.
3. Keputusan di ambil dari ijtihad, dan pada akhirnya keputusan khalifah
sbg ulul amri.
4. Terdapat majelis syura sebagai badan musyawarah dalam
memecahkan persoalan.
5. Tidak mengakui ada pandangan hak istimewa bagi golongan
tertentu.

Anda mungkin juga menyukai