Anda di halaman 1dari 230

Bank 4.

0 Experiential Quality dan Pengaruhnya Terhadap


Perilaku WOM, Kepuasan dan Niat Pelanggan Millennials

TESIS
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Magister

Oleh:

LUTHFI ABDILLAH
186020202111011

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN


MINAT MANAJEMEN PEMASARAN

PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

2020
i

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Bank 4.0 Experiential Quality dan Pengaruhnya


Terhadap Perilaku WOM, Kepuasan dan Niat
Pelanggan Millennials

Nama Mahasiswa : Luthfi Abdillah, SE


NIM : 186020202111011
Program Studi : Magister Manajemen
Minat : Pemasaran

KOMISI PEMBIMBING :

Ketua : Ananda Sabil Hussein, SE, MCom, Ph.D,CMA (….….……….)

Anggota : Dr. Dra. Kusuma Ratnawati, MM, CFP (………….…..)

TIM DOSEN PENGUJI :

Penguji 1 : Dr.Dra. Sumiati, SE., MSi, CSRS,CFP (…………..….)

Penguji 2 : Risna Wijayanti, SE, MM, PhD (…………...…)

Tgl Ujian : 7 Oktober 2020

a.n. Dekan
Ketua Program Studi

(Dr. Dra. Kusuma Ratnawati, MM, CFP)


ii

PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang

pengetahuan saya, di dalam naskah Tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang

pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu

Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini

dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila ternyata di

dalam naskah Tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya

bersedia Tesis (MAGISTER) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan

pasal 70).

Malang, 7 Oktober 2020

Luthfi Abdillah, SE
NIM 186020202111011
iii

Curriculum Vitae

Luthfi Abdillah

Lahir di Rembang, 30 Agustus 1976. Menikah, dianugerahi satu putri dan


satu putra. Pendidikan formal dimulai di SDN2 Pamotan (1982-1988), SMPN 1
Pamotan (1988-1991), SMAN 1 Rembang (1991-1994), pada saat bersamaan
menempuh pendidikan agama di Madrasah Ibtidaiyah Manbaul Huda Pamotan
(1982-1991), dan Pondok Pesantren Al-Hidayah Tasik Agung, Rembang (1991-
1994). Pendidikan tinggi dimulai dari Polytechnic Universitas Diponegoro Jurusan
Teknik Elektronika (1994-1997), dilanjutkan di Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia (1998-2003), dan saat ini menempuh Pendidikan Magister Manajemen
di Universitas Brawijaya Malang.
Pendidikan informal yang pernah diikuti al; Kensose Matsushita Kotobuki di
Saijo, Jepang (2003), Program Pendidikan Eksekutif PT Bank Niaga, Tbk (Lulusan
Terbaik, 2004). Berbagai training dalam dan luar negeri yang pernah diikuti al; Risk
Management Certification Program Level I & II, Corporate Credit Management,
Consumer Credit Management, The Seven Habit, WAPERD Certification Program,
Pawn Management Certification Program, Asset Restructuring Management,
Legal and Litigation Management, Power Plant Financing, Training To Sharia
Trainer, Supervisory Development Program, High Impact Presentation Skill, Sharia
Banking Certification Program, Advanced Sales Management Program, dll.
Memulai karir profesional di bank konvensional melalui jalur Executive
Management Program PT Bank Niaga,Tbk (2004), selanjutnya sebagai Sub
Manager Car Loan (2005), Assistant Manager Consumer Loan di Surabaya
(2008), Sales Manager Syariah Banking Cabang Surabaya (2009), Project
Manager Cabang Palembang (2010), Branch Manager Syariah Cabang Jakarta
Timur (2012), Branch Manager Syariah Cabang Surabaya (2013), dan sejak Mei
2015 bergabung melalui special hired sebagai Pemimpin Cabang Utama di PT
Bank Panin Dubai Syariah,Tbk- Cabang Malang.
Selama berkarir di bank beberapa penghargaan telah diperoleh al; The Best
Graduates Executive Management Program PT. Bank Niaga,Tbk (2004),
Outstanding Perfomance Award (OPA) as The Best Sales Officer (2006), The Best
Sales Head in Sharia Banking (2009), The Best Branch Manager Sharia Banking
iv

(2011), Excellent Performance Award as Top Performer Branch Manager (2012),


CIMB Group (Asia) Emerald Award as The Talent Middle Manager (2013), The
Best Branch for - New Customer Achiever (2014), The Best Branch for Omra &
Hajj Fund PT Bank Panin Dubai Syariah (2016), The Best Branch Manager for
Liabilities Management (2019).
Selain berkarir secara professional di bank, sejak 2015 juga menjalankan
bisnis sebagai Owner dan Komisaris PT Rejeki Barokah Properti, sebuah
perusahaan properti yang saat ini mengembangkan proyek Grand Bandara Estate
- Jl Wendit Timur Malang, L Garden Estate - Jl Dr Cipto, Kalianyar, Lawang dan
DeVilla Estate-Jl Indragiri, Batu. Kecintaannya pada bidang marketing
diaplikasikan dengan mendirikan PT TSA Realty (perusahaan property agent, saat
ini mengelola penjualan 26 proyek perumahan) pada tahun 2016, dan PT
Bibertama Virtual Consultindo (perusahaan digital marketing & web maker).
Termotivasi sebuah hadist Nabi SAW ‘Khoirunnas an fauhum linnas – sebaik baik
manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya’, sejak tahun 2018,
diaktualisasikan dengan membagi pengalaman praktisnya sebagai Dosen Luar
Biasa (DLB) pada Jurusan Ekonomi Perbankan di Fakultas Ekonomi Universitas
Brawijaya.
Organisasi profesional yang saat ini aktif diikuti yaitu; sebagai Ketua Asosiasi
Perbankan Syariah Indonesia (ASBISINDO) Korwil Malang, Bendahara Umum
Badan Musyawarah Perbankan Daerah (BMPD) Malang-Pasuruan-Probolinggo,
Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik, Fiskal & Perbankan pada Kamar Dagang
dan Industri (KADIN) - Kab Malang dan Ketua Bidang Hubungan Perbankan pada
Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Indonesia (APERSI) – Korwil
Malang.
v

Kupersembahkan Tesis Ini Untuk Yang Terkasih

Ibunda Fatimah & Ayahanda Achmad Maskat- Alloh Yarhamhuma, yang semasa

hidupnya, siang malam tidak pernah berhenti berdoa, untuk anak-anaknya

tercinta, kalian berdualah adalah teladan dan inspirasi dalam hidupku. Berderai

air mata setiap mengenang perjuangan dan kasih sayangmu. Semoga Alloh

menyatukan kita kembali dalam jannatun-naimNya, amien yra.

yang terbaik Alloh pilihkan untukku, Rizki Damayanti,

terima kasih atas kesabaran, kesetiaan dan pengertianmu selama ini.

permata hatiku, Daniys & Fateeh


vi

Bank 4.0 Experiential Quality dan Pengaruhnya Terhadap


Perilaku WOM, Kepuasan dan Niat Pelanggan Millennials

ABSTRAK

Bank 4.0 adalah platform perbankan kekinian, yang sepenuhnya berbasis


teknologi digital, yang mana sama sekali tidak dibutuhkan interaksi secara fisik
antara pelanggan dan bank. Sejak tahun 2017, Bank 4.0 telah berkembang pesat
di Indonesia, bahkan jumlah transaksinya telah melampaui layanan perbankan
konvensional. Kehadiran Bank 4.0 ditunggu dan disambut meriah oleh pelanggan
di Indonesia (terutama pelanggan millennial), namun disisi lain menimbulkan
kekhawatiran baru seiring munculnya permasalahan terkait risiko, keamanan,
kenyamanan transaksi, legalitas penyedia layanan, kredibilitas penyedia layanan,
isu keberlangsungan dan efektifitas penggunaan layanan Bank 4.0. Penelitian ini
dilakukan untuk membantu Bank 4.0 memecahkan masalah tersebut. Penelitian
diawali dengan penggalian atribut-atribut pengalaman Bank 4.0, selanjutnya diteliti
efek dari kualitas pengalaman Bank 4.0 terhadap kepuasan, perilaku WOM dan
niat pelanggan. Pelanggan millennial dipilih sebagai subjek penelitian ini, karena
mereka secara natural adalah digital native, dan mereka adalah calon prime
customer perbankan dimasa datang. Penelitian ini menemukan bahwa functional
quality, convenience, innovations, trust, value, risk mitigation & security
merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential. Selanjutnya, kualitas Bank 4.0
Experiential secara langsung mempengaruhi kepuasan, perilaku WOM dan niat
pelanggan. Penelitian ini juga berkontribusi memberikan hasil tambahan yang
menunjukkan ada hubungan antara profil pelanggan dengan dimensi Bank 4.0
Experiential.

Kata kunci : Bank 4.0, pengalaman pelanggan, kepuasan, loyalitas, perilaku


WOM, niat pelanggan, generasi millennial.
vii

Bank 4.0 Experiential Quality and Its Effect on Word of


Mouth Behavior, Customer Satisfaction and Continuance
Intentions Based on Perception of Millennial Customer

ABSTRACT

Bank 4.0 is a modern banking platform that is based entirely on digital technology
with absolutely no physical interaction between customers and banks. Since 2017,
Bank 4.0 has grown rapidly in Indonesia. Even the number of transactions on Bank
4.0 has exceeded transactions on conventional banking services. The presence of
Bank 4.0 is awaited and welcomed by customers in Indonesia, especially millennial
customers. However, it raises new concerns as the emergence of issues related
to risk, security, transaction convenience, legality and credibility of service
providers, and sustainability and effectiveness of Bank 4.0 services. This research
was conducted to help Bank 4.0 solve this problem. This research began with
exploring the experiential attributes of Bank 4.0. Furthermore, the effects of Bank
4.0 experiential quality on WOM behavior, intention, and satisfaction of customer
were examined. Millennial customers were chosen as the subject of this study
because they are naturally digital natives and they are prospective prime
customers of banking in the future. This research discovered that functional quality,
convenience, innovations, trust, value, risk mitigation, and security were
dimensions of Bank 4.0 experiential quality. Moreover, Bank 4.0 experiential
quality directly affected satisfaction, WOM behavior, and intention of customer.
This research contributed additional results, which showed that there was a
relationship between customer profiles and the dimensions of Bank 4.0 experiential
quality.

Keywords: Bank 4.0, customer experience, satisfaction, loyalty, WOM behavior,


continuance intentions, millennial generation.
viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah wassalatu wassalamu alaa Rosulillah, berkat rahmat dan

hidayah Alloh Azza Wa Jalla, peneliti dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

“Bank 4.0 Experiential Quality dan Pengaruhnya Terhadap Perilaku WOM,

Kepuasan dan Niat Pelanggan Millennials”. Penyusunan tesis ini dilakukan

dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister

Manajemen pada Program Pasca Sarjana, Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Brawijaya. Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan

dari berbagai pihak, maka akan sulit rasanya menyelesaikan penelitian dan

menyusun tesis ini. Untuk itu pada kesempatan ini peneliti ingin menghaturkan

rasa terima kasih setulusnya kepada:

1. Bapak Ananda Sabil Hussein, SE, MCom, Ph.D,CMA selaku Pembimbing I

dan Ibu Dr. Dra. Kusuma Ratnawati, MM, CFP, selaku Pembimbing II.

2. Ibu Dr.Dra. Sumiati, SE., MSi, CSRS,CFP selaku Penguji I, dan Ibu Risna

Wijayanti, SE, MM, PhD, selaku Penguji II.

3. Bapak & Ibu dosen yang telah membimbing, mengajar serta mendidik

peneliti selama menuntut ilmu di Magister Manajemen Program Pasca

Sarjana FEB.

4. Para staf dan karyawan Magister Manajemen Program Pasca Sarjana FEB

yang mensupport peneliti sejak awal kuliah sampai selesainya penulisan

tesis ini.

5. Rekan-rekan seangkatan program Magister Manajemen tahun 2018 yang

terus saling support dan memotivasi semenjak semester awal sampai

diujung program ini.


ix

6. Seluruh rekan direksi dan karyawan PT Rejeki Barokah Properti yang selalu

semangat bersama menyambut rizki dan berkah Alloh melalui usaha

pengembangan properti.

7. Seluruh team yang saya banggakan di PT. Bank Panin Dubai Syariah, Tbk-

Cabang Malang dari level Deputy Branch Manager sampai Office Boy, yang

selalu mendukungku di kantor.

8. Seluruh rekan direksi & karyawan PT.TSA Realty yang selalu semangat

babat habis penjualan properti di Malang Raya.

9. Seluruh rekan direksi dan ‘the dream team” PT Bibertama Virtual

Consultindo

10. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebut satu per satu, terima kasih

support dan doanya.

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini tentu masih perlu penyempurnaan dan

pengembangan lebih lanjut. Untuk itu peneliti dengan hati menerima masukan dan

saran perbaikan. Akhirnya, peneliti berharap tesis dan penelitian ini dapat

bermanfaat bagi kemajuan akademis dan praktis pada industri perbankan modern

di Indonesia.

Malang, 7 Oktober 2020

Luthfi Abdillah
x

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i


PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS ................................................................ ii
Curriculum Vitae ................................................................................................. iii
Kupersembahkan Tesis Ini Untuk Yang Terkasih ................................................. v
ABSTRAK ........................................................................................................... vi
ABSTRACT ........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 16
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................... 17
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 18
1.5 Sistematika Penelitian ............................................................................ 20
BAB II KAJIAN PUSTAKA................................................................................. 21
2.1 Landasan Teori ..................................................................................... 22
2.1.1 Teori Service-Dominant Logic ........................................................... 22
2.1.1.1 Hubungan S-D Logic Theory dengan Bank 4.0 Experiential......... 26
2.1.2 BANK 4.0 .......................................................................................... 29
2.1.3 Millennials Customer......................................................................... 35
2.1.4 Pengalaman Bank 4.0 (Bank 4.0 Experiential) .................................. 40
2.1.4.1 Atribut Pengukuran Bank 4.0 Experiential .................................. 43
2.1.4.2 Kualitas Fungsional (Functional Quality)..................................... 44
2.1.4.3 Kenyamanan (Convenience) ...................................................... 45
2.1.4.4 Inovasi (Bank 4.0 Innovation) ..................................................... 46
2.1.4.5 Kepercayaan (Trust) ................................................................... 47
2.1.4.6 Nilai (Value)................................................................................ 48
2.1.4.7 Mitigasi Risiko & Keamanan (Risk Mitigation & Security) ............ 49
2.1.5 Loyalitas Pelanggan (Customer Loyalty) ........................................... 50
2.1.6 Niat Terus Menggunakan (Continuance Intention) ............................ 51
2.1.7 Perilaku Word of Mouth (WOM Behavior) ......................................... 53
xi

2.1.8 Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction) .................................. 55


2.1.9 Hubungan Pengalaman, Kepuasan, Perilaku WOM dan Niat ............. 58
2.2 Penelitian Terdahulu ............................................................................... 61
BAB III KERANGKA KONSEP .......................................................................... 66
3.1 Ringkasan Kesenjangan Hasil dan Kritikan Atas Penelitian Terdahulu .... 67
3.2 Menentukan Desain Dimensi Bank 4.0 Experiential ................................ 71
3.3 Menentukan Kerangka Konseptual .......................................................... 74
3.4 Hipotesis Penelitian ................................................................................. 76
3.4.1 Functional Quality, Convinience, Bank 4.0 Innovation, Trust, Value,
Risk Mitigation & Security merupakan dimensi dari BEQ ................. 76
3.4.1.1 Functional Quality merupakan dimensi dari BEQ ........................... 78
3.4.1.2 Convinience merupakan dimensi dari BEQ ..................................... 79
3.4.1.3 Innovation merupakan dimensi dari BEQ ........................................ 80
3.4.1.4 Trust merupakan dimensi dari BEQ ................................................. 81
3.4.1.5 Value merupakan dimensi dari BEQ ................................................ 82
3.4.1.6 Risk Mitigation & Safety merupakan dimensi BEQ ......................... 83
3.4.2 Bank 4.0 Experiential Quality (BEQ) ............................................... 84
3.4.2.1 Bank 4.0 Experiential Quality dan WOM Behavior.......................... 84
3.4.2.2 Bank 4.0 Experiential Quality dan Customer Satisfaction .............. 85
3.4.2.3 Bank 4.0 Experiential Quality dan Continuence Intentions ............ 86
3.4.3 Customer Satisfaction ..................................................................... 87
3.4.3.1 Customer Satisfaction dan WOM Behavior .................................... 87
3.4.3.2 Customer Satisfaction dan Continuence Intentions ........................ 88
3.5 Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel......................... 89
BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................................ 94
4.1 Jenis dan Metodologi Penelitian .............................................................. 94
4.2 Lokasi Penelitian ..................................................................................... 95
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 96
4.3.1 Populasi ............................................................................................. 96
4.3.2 Sample .............................................................................................. 96
4.3.3 Metode Pengambilan Sampel ............................................................ 97
4.4. Kuesioner dan Survei Penelitian ............................................................. 99
4.6. Uji Instrumen Penelitian ....................................................................... 101
4.6.1 Uji Validitas ...................................................................................... 102
4.6.2 Uji Reliabilitas .................................................................................. 102
xii

4.7 Metode Analisis Data .......................................................................... 102


4.7.1 Teknik Analisis Structural Equation Model (SEM) .......................... 103
4.7.2 Structural Equation Modelling- Partial Least Square (PLS) ............ 103
4.7.3 Analisa Second Order .................................................................... 104
4.8 Model Evaluations ............................................................................... 105
4.8.1 Outer Model (Measurement model) ................................................ 106
4.8.2 Evaluasi Inner Model (Structural Model). ......................................... 107
4.9 Pengujian Hipotesis ............................................................................ 108
Bab V Hasil Penelitian dan Pembahasan ....................................................... 109
5.1 Pilot Test ............................................................................................. 109
5.1.1 Content Validity .............................................................................. 109
5.1.2 Construct Validity Test .................................................................... 110
5.1.3 Reliability Test ................................................................................ 112
5.2 Karakteristik Umum Responden ........................................................... 112
5.3 Analisis Deskriptif Hasil Penelitian........................................................ 118
5.3.1 Deskripsi Dimensi Functional Quality ............................................. 118
5.3.2 Deskripsi Dimensi Convenience .................................................... 120
5.3.3 Deskripsi Dimensi Bank 4.0 Innovation .......................................... 121
5.3.4 Deskripsi Dimensi Trust ................................................................. 122
5.3.5 Deskripsi Dimensi Value ................................................................ 123
5.3.6 Deskripsi Dimensi Risk Mitigation and Security ............................. 124
5.3.7 Deskripsi Variabel WOM Behavior ................................................. 125
5.3.8 Deskripsi Variabel Customer Satisfaction ...................................... 127
5.3.9 Deskripsi Variabel Continuance Intention ...................................... 128
5.4 Analisis Partial Least Square ............................................................... 130
5.4.1 Evaluasi Outer Model .................................................................... 130
5.4.2 Evaluasi Inner Model ..................................................................... 134
5.4.2.1 Analisis R-Square (R2 ) .................................................................... 135
2
5.4.2.2 Analisis Q-Square ( Q ) ................................................................. 136

5.4.2.3 Analisis Goodness of Fit (GoF). ..................................................... 138


5.4.3 Analisis Second Order .................................................................... 138
5.4.4 Pengujian Hipotesis ........................................................................ 148
5.5 Pembahasan Hasil Penelitian .............................................................. 153
5.5.1 Hasil Penelitian dan Implikasi Teoritis ............................................. 154
5.5.2 Kontribusi Teoritis Terhadap Pengetahuan ..................................... 159
xiii

5.5.3 Saran dan Implikasi Untuk Stakeholder Bank 4.0 .......................... 162
5.5.3.1 Bagi Pelaku Industri Bank 4.0 (Bank Umum dan Fintech) ........... 163
5.5.3.2 Bagi Regulator .................................................................................. 166
5.5.3.3 Bagi Investor ..................................................................................... 167
5.5.3.4 Bagi Pelanggan Bank 4.0 ................................................................ 168
5.5.3.5 Bagi Akademisi ................................................................................. 168
5.5.4 Pandemic COVID19 dan Bank 4.0 ................................................... 169
BAB VI Kesimpulan Dan Saran........................................................................ 171
6.1 Kesimpulan Hasil Penelitian ................................................................ 171
6.2 Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 172
6.3 Saran Bagi Penelitian di Masa Depan ................................................. 174
6.4 Catatan Penutup ................................................................................. 175
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 177
DESAIN KUESIONER ..................................................................................... 201
LOA JURNAL RJOAS ...................................................................................... 210
PUBLIKASI JURNAL RJOAS Hal 1 ................................................................. 211
LOA JURNAL APMBA ..................................................................................... 212
PUBLIKASI JURNAL APMBA Hal 1 ................................................................. 213
xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kontradiksi Hasil Penelitian Terdahulu 12

Tabel 1.2 Dimensi Pengalaman Pelanggan 15

Tabel 2.1 Perbedaan G-D Logic dan S-D Logic 25

Tabel 2.2 Perbedaan Karakteristik era Bank 4.0 dengan era sebelumnya 33

Tabel 2.3 Perbedaan Karakteristik Millennial dengan Generasi Lainnya 38

Tabel 2.5 Penelitian Terdahulu Tentang Online Banking 65

Tabel 3.1 Definisi Operasional variabel dan Pengukurannya 90

Tabel 4.1 Ukuran Sampel Penelitian 97

Tabel 4.2 Skala Linkert 5 Point 101

Tabel 4.3 Rule of Thumb Evaluasi Model Pengukuran Reflektif 107

Tabel 4.4 Evaluasi Inner Model 108

Tabel 5.1 Pengujian Construct Validity 111


xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Pelaku Bank 4.0 di Indonesia dari Fintech 3


Gambar 1.2 Contoh Aplikasi Bank 4.0 dari Bank Umum di Indonesia 4
Gambar 1.3 Contoh Aplikasi Bank 4.0 di Kota Malang 5
Gambar 1.4 Mobile Payment di Indonesia 5
Gambar 1.5 Jumlah instrument e-money di Indonesia 6
Gambar 1.6 Menentukan Objek Penelitian 14
Gambar 2.1 Perkembangan Bank 1.0 sampai Bank 4.0 32
Gambar 2.2 Variabel yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan 57
Gambar 2.3 Mengukur pengalaman pelanggan 60
Gambar 2.4 Consumer Acceptance of Online Banking 62
Gambar 2.5 Model Internet banking service quality dan Implikasinya 63
Gambar 2.6 Perilaku untuk menggunakan mobile banking 64
Gambar 3.1 Model pengalaman pelanggan. 68
Gambar 3.2 Kepuasan, loyalitas dan kinerja keuangan. 70
Gambar 3.3 Digital Banking, Customer Experience and Bank 71
Gambar 3.4 Desain Dimensi Bank 4.0 Experiential 73
Gambar 3.5 Kerangka Konsep Bank 4.0 Experiential 75
Gambar 4.1 Tahapan Analisis PLS-SEM 103
Gambar 5.1 Second Order dan First Order Construct 139
xvi
1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan teknologi informasi yang semakin pesat di era 4.0 mendorong

bank-bank untuk meningkatkan layanannya, salah satunya dengan membentuk

layanan perbankan digital. Faktor persaingan antar bank yang ketat dan

pelanggan yang semakin menuntut, memotivasi bank untuk mengaplikasikan

layanan digital, misalnya telephone banking, internet banking, dan mobile banking

untuk menawarkan layanan yang lebih baik kepada pelanggan (Alalwan et al,

2016). Ketika harapan pelanggan dan kompetisi bank meningkat maka menambah

pelanggan baru, mempertahankan pelanggan yang ada dan meningkatkan

keuntungan menjadi penting pasca krisis keuangan tahun 2008 (Monferrer-Tirado

et al, 2016). Setelah krisis moneter 2008, bank-bank berjuang untuk menutup

kerugian dan berusaha mencetak keuntungan dengan cara terus berinovasi dan

melakukan efisiensi diberbagai bidang. Langkah efisiensi yang dilakukan oleh

perbankan diantaranya adalah menurunkan biaya sumber daya manusia,

menurunkan biaya operasional dan meningkatkan efisiensi waktu tunggu. Ketiga

pos efisiensi itu bisa dijawab sekaligus dengan pengaplikasian perbankan digital

(Amin, 2016). Temuan Amin tersebut juga sejalan dengan hasil riset yang dirilis

oleh McKinsey & Company (2018) bertajuk Asia’s Digital Banking Race: Giving

Customers What They Want, yang mana telah terjadi pergeseran yang signifikan

dalam penggunaan kanal digital perbankan untuk transaksi sehari-hari di Asia,

termasuk di Indonesia. Sehingga beralih ke sistem digital adalah keharusan yang

harus ditempuh agar bank bisa bertahan ditengah persaingan yang semakin ketat.
2

Penerapan teknologi digital juga memungkinkan bagi bank untuk

meningkatkan layanan kepada pelanggan, sebagai alternatif bagi bank untuk

memberikan informasi langsung pada pelanggan dan mengurangi interaksi

petugas bank dengan pelanggan di kantor cabang. Layanan perbankan digital ini

didesign agar pelanggan semakin nyaman serta dapat melaksanakan

transaksinya secara mandiri dan realtime, seperti: pembukaan rekening, cek

saldo, transaksi transfer, penutupan rekening dan kebutuhan lainnya dari

pelanggan (OJK, 2018). Kehadiran telephone pintar (smart phone) juga semakin

mendorong kebutuhan pelanggan akan layanan perbankan yang nyaman, aman,

terintegrasi, mobile, realtime, dapat dilakukan dimana pun dan kapanpun. Bank-

bank pun terus berevolusi dan saling berlomba mengaplikasikan sistem dan

teknologi digital terkini yang diyakini akan meningkatkan efisiensi bank.

Evolusi teknologi digital perbankan saat ini sudah memasuki suatu era yang

menurut Brett King (2018) dalam buku world best sellernya yang berjudul ‘Bank

4.0: Banking Every Where, Never at Bank’, disebut era Bank 4.0. Lebih lanjut King

mendefinisikan Bank 4.0 sebagai layanan perbankan yang embedded, ubiquitous

banking delivered in real-time through the technology layer, dominated by real-

time, contextual experiences, frictionless engagement and a smart, artificial

intellegence based advice layer, largely digital omni-channel with zero

requirements for physical distribution (King, 2018). Dari definisi tersebut jelas

bahwa Bank 4.0 sangatlah berbeda dengan digital banking. Pada digital banking,

online system hanya sebatas sebagai alternative distribution channel bagi bank,

dimana perjumpaan secara fisik antara bank dengan pelanggan mutlak tetap

diperlukan.

Saat ini di Indonesia, bukan hanya bank papan atas saja yang telah

memasuki era Bank 4.0, bahkan sekelas BPR juga tidak mau ketinggalan. Aplikasi

GAUL iB misalnya, yang dikembangkan oleh BPRS Sumekar di Sumenep-Madura,


3

platformnya pun tidak kalah canggih dengan bank umum dan fintech. Selain

perbankan umum, layanan Bank 4.0 juga populer dikembangkan oleh perusahaan

financial technology (fintech). Ada beberapa jenis layanan yang merupakan usaha

inti dari fintech ini yang mirip dengan layanan bank umum seperti Payments,

Clearing & Settlements Deposits, Lending, Capital Raising, Market Provisioning,

dan Investment Management. Di Indonesia, Payments dan Lending & Capital

Raising merupakan jenis fintech yang paling populer. Karena jenis layanan yang

sama dengan bank umum, King (2018) mengkategorikan fintech sebagai bagian

Bank 4.0. Pada Gambar 1.1 terlihat perkembangan pesat pelaku Bank 4.0 dari

perusahaan fintech yang terdaftar di Indonesia.

Gambar 1.1 Pelaku Bank 4.0 di Indonesia dari Fintech


(sumber: fintechnews.org)

Dari sisi bank umum, meski terkesan tertinggal dibanding fintech, namun

perbankan di Indonesia terus berlomba bermigrasi dari sistem digital banking ke

Bank 4.0, dan saat ini layanannya tidak kalah canggih dengan fintech. Pada

Gambar 1.2 contoh aplikasi Bank 4.0 dari bank umum yang populer di Indonesia.
4

Gambar 1.2 Contoh Aplikasi Bank 4.0 dari Bank Umum di Indonesia
(Sumber: dari beberapa web bank)

Kehadiran Bank 4.0 di Indonesia bukan hanya mengubah kebiasaan

transaksi finansial namun juga mengubah gaya hidup masyarakat. Transaksi tunai

perlahan namun pasti sudah mulai ditinggalkan, begitu juga dengan layanan

payment & settlement konvensional (misalnya kliring, RTGS, Internet banking,

SMS Banking, Phone Banking) sudah mulai digantikan dengan layanan fully digital

payment berbasis aplikasi seperti Rekening Ponsel, Near Field Communication

(NFC), QR payment, One Time Password (OTP) dan e-money. Saat ini, kita dapat

belanja di minimarket, pesan kopi, beli tiket, naik ojek, belanjaonline, bahkan infaq

di masjid cukup dengan mengetuk ponsel (tanpa pin, token & user Id), atau cukup

dengan memindai bar code atau QR (Gambar 1.3). Bahkan kita juga dapat

membuka rekening dari kamar tidur, selanjutnya mengirim uang elektronik ke

partner kita secara instan ke lebih dari 190 negara, tanpa ribet, tanpa tanda tangan,

tanpa perlu mengisi form KYC, tanpa pusing hitungan kurs, dan tanpa harus

datang secara fisik ke bank, begitu mudah dan murah. Begitu juga dengan layanan
5

kredit konvensional (seperti kartu kredit dan KTA), saat ini mulai digantikan dengan

kredit instan berbasis aplikasi, dengan proses yang lebih cepat dan lebih nyaman.

Gambar 1.3 Contoh Aplikasi Bank 4.0 di Kota Malang (sumber: peneliti, 2020)

Seiring dengan semakin canggihnya perangkat smartphone, perkembangan

Bank 4.0 di Indonesia seperti tidak terbendung, bahkan sejak 2017 penetrasi

transaksi keuangan berbasis smartphone sudah melebihi transaksi konvensional

bank, seperti seperti ditunjukkan dalam Grafik 1.4 dibawah.

Gambar 1.4 Mobile Payment di Indonesia


(Sumber: MDI & Mandiri Sekuritas, 2017)

Berbanding terbalik dengan perkembangan Bank 4.0, transaksi

konvensional di kantor bank mengalami penurunan yang signifikan. Data yang


6

dilansir dari Bank Indonesia (2019) menyebutkan, saat ini hanya 7% dari total

transaksi yang dilakukan di kantor bank, selebihnya 93% transaksi dilakukan di e-

channel dan 80% dari transaksi di e-channel dilakukan dengan smartphone.

Penurunan transaksi di kantor cabang ini menyebabkan operasional cabang

menjadi tidak lagi efisien, sehingga penutupan kantor cabang tidak dapat

terelakkan lagi. OJK (2019) menyatakan ada sekitar 1.000 kantor cabang tutup

dalam 3 tahun terakhir ini. Senada dengan data-data diatas, Asian Banker

Research (2018) menyebutkan jumlah instrument e-wallet di Indonesia sejak tahun

2018 sudah melampoi dari jumlah kartu plastik bank (Gambar 1.5).

Gambar 1.5 Jumlah instrument e-money di Indonesia


(Sumber: Asian Banker Research, 2018)

Di satu sisi kehadiran Bank 4.0 ditunggu dan disambut meriah (terutama oleh

generasi millennials), namun disisi lain kehadiran Bank 4.0 juga menimbulkan

kekhawatiran baru di industri keuangan (King, 2018). Mengutip dari Caixing Global
7

(2019), lebih dari 80 persen dari 6.200 platform berbasis fully digital di China kini

telah ditutup atau mengalami kesulitan pengelolaan yang sangat serius, mulai dari

masalah pelarian dana, persoalan investasi yang buruk hingga kredit macet. Pada

Juli 2018, setidaknya 165 platform fintech capital raising mengalami kesulitan

memenuhi permintaan penarikan tunai karena pemilik perusahaan fintech yang

melarikan dana investor.

Senada dengan China, di Indonesia layanan Bank 4.0 ternyata juga

menimbulkan masalah yang tak kalah serius. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

merilis pada tahun 2017 terdapat 144 aplikasi fintech yang ilegal atau tidak

memiliki izin. Pada 2018, Satgas Waspada Investasi menemukan sebanyak 404

entitas fintech yang tak berizin namun tetap beroperasi secara ilegal. Tahun 2019

total entitas fintech illegal meningkat tajam 543 entitas. Jika ditotal, sejak 2017

hingga 2019, sudah ada 1091 fintech illegal yang ditemukan (OJK, 2019).

Permasalahan pada layanan fintech, SindoNews melaporkan selama 2019

sebanyak 1.330 korban pinjaman online (pinjol) yang berasal dari 25 provinsi di

Indonesia, yang mengadu ke LBH. Komplain dan aduan terbanyak adalah

pengenaan bunga yang sangat mahal, sistem penagihan yang berbentuk teror dan

ancaman, penipuan, tidak transparannya term & condition, hingga pencurian dan

penggunaan data pelanggan secara illegal. Permasalahan yang sama ternyata

juga terjadi pada layanan Bank 4.0 yang dimiliki oleh bank umum, dengan aduan

terbanyak yaitu : dana pada e-money & e-wallet tiba-tiba raib, rekening terdebet

namun dana tidak tertransfer, masalah peretasan dan fraud (OJK, 2019).

Permasalahan layanan Bank 4.0 diatas, apabila tidak segera diatasi maka

akan menimbulkan kekhawatiran serius yang mengancam keberlangsungan Bank

4.0 di Indonesia. Pelanggan yang pada awalnya menyambut antusias kehadiran

Bank 4.0 pada akhirnya menghadapi kenyataan bahwa apa yang diinginkan

sebelum menggunakan layanan Bank 4.0, ternyata tidak sesuai dengan


8

harapannya. Perbedaan antara harapan dan kenyataan inilah yang menimbulkan

ketidakpuasan pelanggan (Meyer & Schwager, 2007). Selanjutnya, ketidakpuasan

pelanggan ini pada akhirnya akan menimbulkan keengganan pelanggan untuk

menggunakan kembali layanan dimasa yang akan datang (Bolton, 1998;

Fornell,1992). Masalah ketidakpuasan ini tentu saja akan mengancam

keberlangsungan Bank 4.0, karena kepuasan pelanggan adalah faktor yang paling

berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan (Amin, 2016). Terkait dengan faktor

kepuasan di sektor perbankan, riset terdahulu yang dilakukan oleh Fathollahzadeh

et al (2011) pada bank-bank di Iran, menyatakan bahwa variabel kerjasama,

kepercayaan, komitmen, kualitas layanan, penanganan keluhan, citra dan

komunikasi tersebut merupakan variabel yang berpengaruh signifikan terhadap

kepuasan pelanggan, yang pada akhirnya dapat mengarah pada loyalitas

pelanggan.

Untuk membantu pertumbuhan industri Bank 4.0 yang tercermin melalui

peningkatan jumlah pelanggan dan market share, yang diawali dengan

peningkatan pengalaman, kepuasan dan loyalitas pelanggannya (Mbama et al,

2018) peneliti termotivasi untuk melakukan riset ini. Penelitian ini berfokus pada

Bank 4.0 Experiential Quality dari perspektif pelanggan millennials, serta

pengaruhnya pada intentions, perilaku word of mouth (WOM) dan customer

satisfaction. Penelitian ini sangat mendesak dan penting dilakukan karena Era 4.0

berkembang dengan sangat cepat. Apalagi sepengetahuan peneliti, belum ada

riset sebelumnya yang secara spesifik meneliti Bank 4.0 Experiential terutama dari

sudut pandang pelanggan millennials.

Penelitian sebelumnya terkait e-banking memang sudah banyak dilakukan

(misalnya; Mbama et al, 2018; Keisidou et al, 2013; Amin, 2016; Janahi et al,

2017), namun dengan subjek pelanggan yang sangat umum, artinya data

penelitian diambil dari semua usia dan jenis pelanggan bank, sehingga bisa
9

menimbulkan hasil penelitian yang bias. Hal ini terbukti pada hasil penelitian

terdahulu terdapat hasil yang kontradiktif. Sebagai contoh, penelitian terkait efek

loyalty terhadap financial performance, ditemukan berpengaruh signifikan oleh

Mbama et al (2018), ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan

Keisidou et al (2013) yang menyatakan hasil sebaliknya. Begitu juga hubungan

convinience dengan customer experience, menurut Garg et al (2014) adalah

hubungan yang positip signifikan, ini bertolak belakang dengan hasil penelitian

Mbama et al (2018) yang menyatakan sebaliknya.

Selain itu, pada penelitian terdahulu (khususnya penelitian pada sektor

online banking) masih terbatas yang meneliti secara komprehensif hubungan

antara variabel customer experience, satisfaction, intention dan word of mouth

behavior (WOM). Sebagai contoh penelitian yang dilakukan oleh Janahi et al

(2017), meskipun sudah meneliti variabel SERVQUAL pada layanan e-banking,

namun hanya meneliti variabel service quality terhadap satisfaction. Keisedou et

al (2013) mulai menghubungkan efek loyalty dan satisfaction terhadap financial

performance, namun tidak memberi perhatian pada variabel experience dan

customer behavior.

Penelitian tentang e-banking yang lebih komplek telah dilakukan oleh Amin

(2016) namun tidak meneliti variabel experience dan customer behavior. Penelitian

terbaru dilakukan oleh Mbama et al (2018) mencoba menyempurnakan penelitian

yang dilakukan Keisedou et al (2013) dengan menambahkan customer experience

sebagai variabel mediasi, sekaligus meneliti ulang hasil efek loyalty terhadap

financial performance, namun sayangnya belum memberi perhatian pada WOM

behavior, dimana seharusnya menjadi variabel yang penting untuk diperhatikan

dalam sektor online. Penelitian yang lebih komprehensif dilakukan oleh Klaus &

Maklan (2013), dimana telah menghubungkan keempat variabel tersebut, namun

penelitian tersebut masih sangat umum, tidak secara khusus meneliti sektor
10

perbankan. Namun, Klaus & Maklan (2013) tidak tegas mendeskripsikan variabel

WOM behavior dan loyalty, terbukti definisi operasional yang digunakan antara

kedua variabel tersebut banyak tumpang tindih dan ambigu. Beberapa variabel

yang terlibat terhadap experience juga kurang sesuai dengan sektor online

banking, sehingga memerlukan pengembangan penelitian lebih lanjut jika

diaplikasikan pada Bank 4.0.

Menurut peneliti, riset tentang Bank 4.0 perlu menitikberatkan pada variabel

customer experience, dibanding satisfaction (seperti kebanyakan penelitian

perbankan sebelumnya) dengan alasan: Pertama, experience merupakan efek

yang komplek yang dirasakan pelanggan, variabel ini bukan sekedar gap antara

harapan dan kenyataan, namun merupakan penilaian kognitif dan afektif

pelanggan dari semua kontak langsung dan tidak langsung (Klaus & Maklan,

2013). Kedua, trend konsumsi masyarakat telah mengalami pergeseran, yang

dahulunya hanya sekedar konsumsi komoditi, produk, dan jasa, kini telah bergeser

ke experience (Schmitt, 1999). Ketiga, lebih sesuai dengan karakteristik Bank 4.0

yang contackless & branchless. Hal ini pula yang menjadi pemikiran para

konseptor Bank 4.0, bukan lagi merancang produk dan layanan, namun

experience. ‘Designing experiences in the Bank 4.0 age means that the previous

product and channel structures offer almost zero benefit in this new world. In fact,

they may bias you towards experiences with unnecessary friction and limit you in

terms of scale (King, 2018). Meskipun variabel experience ini sangat penting,

namun sayangnya pada penelitian-penelitian terdahulu, khususnya pada sektor

perbankan, belum banyak yang memberi perhatian pada variabel ini. Sehingga

meneliti variabel experience ini sekaligus meneliti hubungannya dengan ketiga

variabel lainnya, khususnya dalam Bank 4.0, urgent untuk dilakukan.

Pada penelitian ini, variabel loyalty akan dipisah secara tegas dalam dua

variabel yaitu WOM behavior dan Continuence intentions. Hal ini berbeda dengan
11

kebanyakan penelitian sebelumnya (misalnya: Keisidou et al, 2013; Mbama et al,

2018; Amin, 2016). Para peneliti tersebut berpendapat antara WOM behavior dan

intention merupakan komponen dari loyalty. Pada penelitian terdahulu, satisfaction

hampir selalu dihubungkan dengan loyalty, tanpa diukur secara jelas pengaruhnya

terhadap intention dan WOM behavior. Memang telah banyak peneliti yang

mengakui hubungan antara satisfaction dan loyalty (Yi & La, 2004), namun sifat

pasti dari hubungan kedua variabel ini masih dipertanyakan, karena meskipun

peningkatan customer satisfaction adalah kondisi yang diinginkan, namun tidak

cukup, untuk mempengaruhi behavior intentions (McDougall & Levesque, 2000).

Dengan alasan sama tersebut peneliti akan mengeksplorasi pengaruh customer

satisfaction dan Bank 4.0 Experiential Quality pada Continuence intention dan

WOM behavior secara terpisah. Model penelitian ini juga didukung oleh Klaus &

Maklan (2013) dan Keiningham et al (2007) yang dengan alasan yang serupa.

Setidaknya ada tiga alasan mengapa variabel WOM behavior ini perlu diberi

perhatian khusus dalam penelitian ini, yaitu: Pertama, perkembangan Bank 4.0 ini

parallel dengan perkembangan sosial media, pemilihan layanan Bank 4.0 oleh

pelanggan diyakini tidak lepas dari rating, review, tag, mention, comment dan

recommend pengguna sebelumnya (King, 2018). Kedua, sejalan dengan karakter

millennials customer yang connected (Pew Research, 2010), networks (Lenhart et

al, 2015) dan social generation (michiganscouting.org, 2019). Ketiga, pada

penelitian terdahulu terdapat hasil penelitian yang kontradiktif terutama hubungan

antara variabel satisfaction dengan WOM behavior. Beberapa peneliti menemukan

pengaruh positif langsung satisfaction pada WOM (misalnya: Blodgett et al (1993);

Heckman dan Guskey (1998)), namun peneliti yang lain tidak menemukan

hubungan langsung antara kedua variabel tsb (misalnya: Arnett et al (2003) dan

Bettencourt (1997)). Dari beberapa penelitian sebelumnya yang kontradiktif


12

hasilnya ini membuka peluang peneliti untuk meneliti ulang hubungan kedua

variabel ini dalam konteks Bank 4.0 khususnya dari persepsi nasabah millennials.

Variabel satisfaction meskipun hampir selalu ditemukan dalam penelitian

terkait online banking, namun perlu untuk diteliti ulang hubungannya dengan

loyalty, terutama dalam konteks Bank 4.0, karena ini adalah variabel penting untuk

mengukur kepuasan pelanggan, dan mempengaruhi pelanggan millennial

menggunakan kembali layanan Bank 4.0. Secara ringkas kontradiksi hasil

penelitian terdahulu dirangkum dalam Tabel 1.1 dibawah;

Tabel 1.1 Kontradiksi Hasil Penelitian Terdahulu


Hubungan Variabel Peneliti Hasil
Kenyamanan terhadap Gerg et al (2014), Klaus dan Berpengaruh positif signifikan
pengalaman Maklan (2013)
Mbama et al (2019) Tidak berpengaruh signifikan
Kepuasan terhadap WOM Blodgett et al (1993), Heckman Berpengaruh positif Signifikan
dan Guskey (1998), Gremler &
Brown (1996)
Arnett et al (2003), Bettencourt Tidak berpengaruh signifikan
(1997)
Kepercayaan Merk terhadap Morgan-Thomas, A., & Berpengaruh positif signifikan
Pengalaman Veloutsou, C. (2013)
Mbama et al (2019) Tidak berpengaruh signifikan

Inovasi terhadap pengalaman Oh & Teo (2010). Berpengaruh positif signifikan

Mbama et al (2019) Tidak berpengaruh signifikan

(Sumber : Kajian penelitian sebelumnya, 2019)

Subjek pada penelitian ini adalah pelanggan millennials, berbeda dengan

kebanyakan penelitian tentang online banking sebelumnya. Pelanggan millennials

yang dimaksud adalah pelanggan yang berumur 16 sampai dengan 40 tahun,

mereka tumbuh dan akrab dengan komputer, smartphone, jaringan online,

graphical user interface (GUI) dan akrab dengan jejaring media sosial (Burstein,

2013). Mereka dipilih sebagai subjek penelitian ini dengan alasan: Pertama, Bank
13

4.0 identik dengan aplikasi teknologi kekinian, artinya jika penelitian ini diterapkan

pada subjek pelanggan secara umum (seperti kebanyakan penelitian

sebelumnya), maka akan berpotensi menghasilkan penelitian yang bias, karena

tidak semua pelanggan umum akrab dengan teknologi kekinian. Hal ini berbeda

dengan pelanggan millennials yang memang secara alamiah terlahir di era digital

atau disebut ‘digital native’ (Prensky, 2001). Kedua, mereka adalah calon

pelanggan utama perbankan yang akan datang. Meneliti dan menangkap

pendapat mereka melalui reaksi dan interaksi mereka dengan layanan Bank 4.0

saat ini sangat penting untuk memahami pengalaman mereka dan dampaknya

terhadap perkembangan Bank 4.0 dimasa yang akan datang.

Riset dilakukan dengan metode kuantitatif, data dikumpulkan melalui

kuisioner kepada pelanggan millennials Bank 4.0 di Kota Malang, sebuah kota

yang dihuni sebanyak 459 ribu penduduk usia 15 – 44 tahun (BPS, 2020), serta

kota pendidikan tempat bernaung 62 universitas, dengan mahasiswa dari berbagai

penjuru Indonesia, sehingga Kota Malang dinilai sangat tepat untuk tempat

penelitian ini. Kuisioner disebar ke tiga kelompok millennial, yaitu: Pertama,

kelompok millennial terpelajar yang paham teknologi. Kedua, kelompok junior

banker sebagai penyeimbang sampel aplikasi dari bank umum. Ketiga, kelompok

millennial yang high network dan telah berpenghasilan.

Adapun objek penelitian ini adalah experiential quality pada layanan Bank

4.0, baik yang dimiliki Bank Umum dan fintech di Indonesia. Layanan Bank 4.0

yang dimiliki oleh bank umum diantaranya Jenius by BTPN, GoMobile (OCTO) by

CIMB Niaga, GoPay, Sakuku by BCA, MobileX by Permata Bank, Mandiri Online,

BNI Mobile, MO by BRI, Simobi+ by Bank Sinarmas, DIN by Muamalat, dll. Adapun

fintech, meskipun jumlahnya lebih dari 180 aplikasi (OJK, 2019), namun yang

dipilih dalam penelitian ini adalah fintech yang menjalankan fungsi yang linear

dengan fungsi dasar bank umum, yaitu fungsi penghimpunan dana (funding),
14

penyaluran pembiayaan (lending) dan pembayaran (payment). Dari lebih 180

aplikasi fintech yang masuk dalam kriteria tersebut adalah OVO, GoPay, LinkAja

dan Dana. Fintech populer seperti Amartha dan Kredivo, tidak dipilih menjadi objek

dalam penelitian, karena hanya beroperasi dalam fungsi kredit saja. Pada Gambar

1.6 menjelaskan pemilahan objek penelitian dari fintech dan bank umum.

Gambar 1.6 Menentukan Objek Penelitian (sumber: Peneliti, 2020)

Berbeda dengan kebanyakan penelitian sebelumnya yang meneliti

hubungan beberapa variabel terhadap pengalaman pelanggan (misalnya Mbama

et al, 2018; Klaus & Maklan, 2013), pada penelitian ini bukan lagi variabel yang

diteliti, namun dimensi kualitas pengalaman pelanggan, yang selanjutnya di

penelitian ini disebut Bank 4.0 Experiential. Dimensi pengalaman masih jarang

diteliti, terutama sektor online banking. Tabel 1.2 dibawah adalah beberapa

attribute customer experience dari penelitian terdahulu. Dari hasil penelitian

tedahulu tersebut, terlihat bahwa para peneliti sebelumnya memiliki pendapat yang

berbeda-beda tentang dimensi pengalaman, yang artinya belum ada konsensus

rumusan yang pasti atas atribut customer experience. Perbedaan hasil penelitian

diatas tersebut merupakan gap research, yang membuka peluang bagi peneliti

untuk meneliti lebih lanjut, khususnya dimensi pada Bank 4.0 Experiential.
15

Tabel 1.2 Dimensi Pengalaman Pelanggan


No Author Judul Penelitian Atribut Customer Experience
1 Ruchi Garg and Zillur Measuring customer experience in Customer interaction, Presence of other
Rahman (2014) banks: scale development and customers, Employees, Servicescape,
validation Convenience, Customization, Value addition,
Speed, Core service, Service process,
Marketing-mix, Online functional elements,
Online hedonic elements, Online aesthetics
2 Otto, J.E. and The service experience in tourism Hedonic, interactive, novelty, comfort, safety
Ritchie, J.R.B. (1996) and stimulation
3 Hosany, S. and Dimensions of tourists’ emotional Joy, love and positive surprise
Gilbert, D. (2009) experiences towards hedonic holiday
destinations

4 Brakus, J.J., Schmitt, Brand experience: what is it? How is it Sensory, affective, intellectual and behavioural
B.H. and measured? Does it affect loyalty?
Zarantonello, L.
(2009)
5 Knutson, B.J., Beck, Identifying the dimensions of the Environment, Benefit, Accessibility,
J.A., Kim, S.H. and experience construct Convenience, Utility, Incentive, and Trust
Cha, J. (2007)
6 Bernd Schmitt (1999) Experiential Marketing: A New Sensory experiences (SENSE), affective
Framework for Design and experiences (FEEL), creative cognitive
Communications experiences (THINK), physical experiences,
behaviors, and lifestyles (ACT), and social-
identity experiences that result from relating to
a reference group or culture (RELATE)
7 Ashutosh Nigam Modeling Relationship Marketing, Sense, Feel, Think, Act, Relate
(2012) Between Experential Value And
Purchase Intenstions In Organized
Quick Service Chain Restaurants
Shoppers Using Structural Equation
Modeling Approach

(sumber: penelitian sebelumnya, 2020)

Pada penelitian ini, peneliti mengusulkan desain dimensi Bank 4.0

Experiential (based on millennials customer perspective), melalui kajian teoritis

atribut experience (dari penelitian terdahulu), karakteristik Bank 4.0 dan

karakteristik millennials customer. Karakteristik Bank 4.0 adalah Embedded,

Ubiquitous, Real-time, Open-banking, Contextual Experiences, Frictionless,

Smart, Artificial Intellegence, Omni-Digital, Zero Physical Distribution, Contackless

and Branchless (King, 2018). Adapun karakteristik millennials customer adalah

Confident, Connected, Open to Change, Creative, Multi-tasker, Digital Native,

Impatient, Adventourous dan Network (Prensky,2001; King, 2018; Pew Research

Centre, 2010, dll). Adapun atribut experience dapat dilihat dari Tabel 1.2 diatas.
16

Dari berbagai dimensi experience tersebut, selanjutnya dihubungkan

dengan dengan atribut Bank 4.0 dan millennials customer, dimana setiap dimensi

harus menyentuh atribut Bank 4.0 dan millennials customer sekaligus. Lebih detil

Langkah-langkah konstruksi ini dibahas pada Bab III. Pada akhirnya terbentuklah

enam dimensi yang dianggap paling relevan, yaitu kualitas fungsional (functional

quality), kenyamanan (convenience), inovasi (innovations), kepercayaan (trust),

nilai (value), mitigasi risiko dan keamanan (Risk mitigation & Security). Keenam

dimensi tersebut selanjutnya akan diuji secara empiris, apakah merupakan

dimensi dari Bank 4.0 Experiential dari sudut pandang millennials customer.

Peneliti tidak memasukkan dimensi tangibility, employee-customer engagement,

environment dan empaty meskipun variabel tersebut hampir selalu menjadi

perhatian dalam penelitian online banking sebelumnya. Peneliti berpendapat

dimensi-dimensi tersebut selain kurang relevan, juga bertentangan dengan

karakteristik Bank 4.0. Untuk itu penelitian ini mendesak untuk dilakukan dengan

tujuan untuk meningkatkan kinerja Bank 4.0, sekaligus sebagai penelitian yang

pertama kali meneliti Bank 4.0 Experiential dari sudut pandang millennials

customer.

Penelitian ini diharapkan akan memiliki implikasi bagi bank umum, akademisi

dan pembuat kebijakan. Penelitian ini akan menciptakan wawasan yang luas

tentang Bank 4.0, tentang bagaimana beberapa dimensi dan variabel dihubungkan

dengan pengalaman pelanggan, loyalitas, kepuasan dan perilaku WOM, yang

akan menjadi bagian dari pengetahuan baru.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat disimpulkan

permasalahan yang dihadapi industri Bank 4.0 saat ini adalah munculnya

kekhawatiran dari pelanggan terkait risiko, keamanan dan kenyamanan transaksi,


17

legalitas penyedia layanan, kredibilitas penyedia layanan, isu keberlangsungan

dan efektifitas penggunaan layanan Bank 4.0. Dari rumusan masalah diatas, maka

muncul pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah kualitas fungsional (functional quality), kenyamanan (convenience),

inovasi (innovations), kepercayaan (trust), nilai (value), mitigasi risiko &

keamanan (risk mitigation & security) merupakan dimensi dari pengalaman

Bank 4.0 (Bank 4.0 Experiential)?

2. Apakah Bank 4.0 Experiential Quality berpengaruh langsung terhadap perilaku

WOM (Word of Mouth Behaviors) ?

3. Apakah Bank 4.0 Experiential Quality berpengaruh langsung terhadap

kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction)?

4. Apakah Bank 4.0 Experiential Quality berpengaruh langsung terhadap niat

pelanggan (Continuence Intentions) ?

5. Apakah kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction) berpengaruh langsung

terhadap perilaku WOM (Word of Mouth Behaviors) ?

6. Apakah kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction) berpengaruh langsung

terhadap perilaku niat pelanggan (Continuence Intentions) ?

1.3 Tujuan Penelitian

Hasil penelitian atas pertanyaan di atas bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan bahwa kualitas fungsional (functional

quality), kenyamanan (convenience), inovasi (innovations), kepercayaan (trust),

insentif (incentive), mitigasi risiko & keamanan (risk mitigation & security)

merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan bahwa Bank 4.0 Experiential Quality

berpengaruh langsung terhadap perilaku WOM (Word of Mouth Behaviors).


18

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan bahwa Bank 4.0 Experiential Quality

berpengaruh langsung terhadap kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction).

4. Untuk mengetahui dan menjelaskan bahwa Bank 4.0 Experiential Quality

berpengaruh langsung terhadap niat pelanggan (Continuence Intentions).

5. Untuk mengetahui dan menjelaskan bahwa kepuasan pelanggan (Customer

Satisfaction) berpengaruh langsung terhadap perilaku WOM.

6. Untuk mengetahui dan menjelaskan bahwa kepuasan pelanggan (Customer

Satisfaction) berpengaruh langsung terhadap niat pelanggan (Continuence

Intentions).

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi, baik secara teori,

praktik, dan kebijakan bagi dunia pendidikan dan Bank 4.0 diantaranya sebagai

berikut;

1. Kontribusi Teori, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan

pemahaman tentang dimensi apa saja dalam Bank 4.0 Experiential. Selain itu

juga akan diteliti pengaruh dan hubungan empat variabel yaitu pengalaman,

kepuasan, niat dan perilaku WOM. Pola hubungan empat variabel ini masih

jarang diteliti kaitannya dengan online banking, apalagi Bank 4.0. Diharapkan

konsep kerja penelitian yang baru ini dapat dipergunakan untuk

mengembangkan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan strategi

penjualan di industri Bank 4.0.

2. Kontribusi Praktik, hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai refleksi

dan perbaikan bagi bank umum yang memiliki layanan Bank 4.0. Dengan

mengetahui dimensi apa saja dalam Bank 4.0 Experiential, bank dapat lebih

fokus melakukan perbaikan dan pengembangan. Misalnya terkait dimensi


19

functional quality, bank bisa lebih fokus dalam pengembangan interface yang

lebih interaktif, user friendly, simple dan mudah dioperasikan. Terkait dimensi

risk mitigation & security, bank dapat menguatkan sistem enskripsi, otentifikasi

dan verifikasi yang membuat pelanggan lebih merasa aman dan tenang.

Begitu juga dengan implikasi dari dimensi yang lainnya dapat secara nyata

diimplementasikan oleh bank.

3. Kontribusi Kebijakan, hasil penelitian ini dapat dikembangkan oleh bank

umum penyedia layanan Bank 4.0 dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bagi

bank umum, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam

peningkatan product feature yang flexible namun tetap prudent sehingga

aman dan tetap memiliki daya saing tinggi. Selain itu penelitian ini diharapkan

bisa menangkap reaksi dan harapan pelanggan millennials, sehingga

penelitian ini bermanfaat dalam menentukan strategi penjualan ke pelanggan

millennials. Bagi OJK hasil penelitian ini dapat dikembangkan sebagai model

untuk membuat peraturan dan kebijakan, misalnya P.OJK tentang prosedur

verifikasi dan otentifikasi pada fully digital banking, sehingga peraturan dan

kebijakan tersebut applicable bagi industri perbankanmasa depan dalam

menghadapi revolusiteknologi informasi 4.0.

4. Kontribusi bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat digunakan sebagai

inspirasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya yang akan me-replikasi,

menyempurnakan dan mengembangkan penelitian tentang marketing

perbankan, fintech dan jasa keuangan lainnya di Indonesia.


20

1.5 Sistematika Penelitian

Penulisan dalam tesis ini terbagi dalam Enam Bab dengan penjelasan sebagai

berikut;

Bab 1 Pendahuluan. Berisi tentang latar belakang, identifikasi masalah, tujuan

dan kontribusi penelitian serta sistematika dalam penulisan.

Bab 2 Tinjauan Pustaka. Memberikan tinjauan kritis literatur dari berbagai aspek

penelitian. Ini mengacu pada dasar teori, dan penelitian industri. Implikasi Bank

4.0 pada pengalaman pelanggan serta pengaruhnya terhadap kepuasan, loyalitas

dan perilaku WOM akan ditinjau ulang. Bab ini juga memberikan informasi latar

belakang dan kesenjangan dalam penelitian sebelumnya yang terkait online

banking.

Bab 3 Kerangka Penelitian dan Hipotesis. Menyajikan proses kerangka kerja

konseptual penelitian. Ini mengacu pada literatur akademik dan hasil riset yang

ada. Kerangka teoritis hierarkis dan metode penelitian yang tersedia akan dikaji.

Referensi-referensi tersebut akan membentuk konsep kerangka kerja yang baru

yang digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya proposal dan implikasi dari

kerangka kerja terpadu yang baru akan dibahas, konsep kerangka kerja yang baru

ini juga akan menunjukkan bagaimana pertanyaan penelitian dalam Bab 1 akan

diturunkan dalam riset ini.

Bab 4 Metode Penelitian. Menjelaskan metode penelitian dalam tesis ini.

Bab 5 Hasil Penelitian.dan Pembahasan Menjelaskan hasil penelitian yang

sudah dilakukan, pembahasan hasil dan implikasi penelitian.

Bab 6 Kesimpulan dan Saran. Bagian pertama berisi ringkasan temuan. Bagian

kedua menyoroti batasan penelitian dan potensi pengembangan penelitian di

masa depan.

Daftar Pustaka
21

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bab ini akan membahas latar belakang teoritis yang menjadi landasan

penelitian. Teori penelitian adalah kerangka kerja logis yang mampu menjelaskan

fenomena (Lee & Greenley, 2008). Teori utama yang akan dibahas dalam bab ini

adalah Teori Service-Dominant (S-D) Logic, selanjutnya akan dibahas tema dan

subjek penelitian yaitu: Bank 4.0 dan millennials customer. Variabel penelitian

yang akan dikaji yaitu: Bank 4.0 experiential, customer satisfaction dan customer

loyalty yang dalam penelitian ini dikaji terpisah yaitu: Continuence intention dan

WOM behavior. Dimensi Bank 4.0 experiential akan dibahas secara khusus pada

bab ini yaitu kualitas fungsional (functional quality), kenyamanan (convenience),

inovasi (innovations), kepercayaan (trust), nilai (value), mitigasi risiko dan

keamanan (risk mitigation & security). Kajian literatur secara kritis akan digunakan

untuk mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan dan informasi tentang

bagaimana dimensi dan variabel penelitian dihubungkan dengan teori, jurnal

pendukung dan informasi yang telah ada sebelumnya.

Bab ini dimulai dengan kajian Service-Dominant Logic Theory yang populer

dengan singkatan S-D Logic. Selanjutnya evolusi perbankan sampai terbentuknya

Bank 4.0, yang akan diinformasikan tentang bagaimana Bank 4.0 menyediakan

layanan, dan karakteristik unik yang membuatnya menarik untuk diteliti. Terakhir,

akan dikaji model penelitian sebelumnya yang mendukung riset Bank 4.0

khususnya yang berhubungan dengan pengukuran persepsi pelanggan millenials.


22

2.1 Landasan Teori

Pada sub bab ini akan dikaji grand teori S-D Logic, Bank 4.0, pengalaman

pelanggan, kepuasan, loyalitas dan kajian kritis penelitian terdahulu.

2.1.1 Teori Service-Dominant Logic

Teori S-D Logic dikembangkan oleh Stephen Vargo dan Robert Lusch pada

tahun 2004. Tujuan pengembangan S-D Logic adalah untuk berkontribusi pada

pemahaman penciptaan bersama ‘value’ manusia, dengan mengembangkan

alternatif untuk logika pertukaran tradisional. Inti dari S-D logic adalah gagasan

bahwa semua pertukaran dapat dilihat dalam hal pertukaran layanan untuk

layanan, aplikasi timbal balik sumber daya untuk keuntungan orang lain (Vargo &

Lusch, 2004). Fokus pada layanan (tunggal) mengarahkan perhatian pada proses,

pola, dan manfaat pertukaran, daripada sekedar unit output yang dipertukarkan

(misalnya: barang). Teori S-D Logic berpendapat bahwa untuk menciptakan nilai,

yaitu untuk mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan dan kelangsungan

hidup, para pelaku yang terlibat dalam pertukaran layanan, saling bergantung dan

saling menguntungkan (Lusch & Vargo, 2014). Oleh karena itu, penciptaan nilai

terjadi dalam jaringan dimana sumber daya dipertukarkan di antara banyak pelaku

dan oleh karena itu lebih akurat dikonseptualisasikan sebagai kreasi nilai bersama

(Vargo & Lusch, 2004; Vargo, Maglio & Akaka, 2009).

Salah satu premis dalam konsep Service-Dominant Logic (S-D Logic) yaitu

‘The Customer is Always a Co-creator of Value’ yang diformulasikan oleh Vargo &

Lusch (2004). Menurut konsep S-D Logic, pelanggan merupakan partisipan aktif

pada proses menciptakan nilai. Antara perusahaan dan pelanggan terjadi

proses kolaboratif, dimana pelanggan dianggap sebagai co-creator, bukan lagi

sebagai penerima nilai yang pasif dalam menciptakan benefit bagi pelanggan.
23

Dalam literatur jasa, penelitian tentang partisipasi pelanggan melihat bagaimana

pengaruh partisipasi pelanggan terhadap kualitas jasa atau kepuasan pelanggan.

Namun penelitian-penelitian tersebut memperlihatkan hasil yang tidak konsisten.

Chan, Yim & Lam (2010); Bendapundi & Leone (2003); dan Zeithaml et al (1996)

menunjukkan bahwa partisipasi pelanggan berpengaruh positif terhadap

kepuasan pelanggan. Sementara pada penelitian yang lain, partisipasi pelanggan

berpengaruh negatif terhadap kualitas jasa atau kepuasan pelanggan (Yen,

Gwinner & Su, 2004). Dengan demikian, masih diperlukan kajian lebih lanjut

tentang pengaruh partisipasi pelanggan terhadap kualitas jasa atau kepuasan

pelanggan, khususnya pada industri perbankan di Indonesia yang memiliki

karakteristik berbeda dengan penelitian sebelumnya.

Sebelum dikembangkan teori S-D Logic, pandangan yang populer

sebelumnya adalah Goods-Dominant Logic (G-D Logic) yang berfokus pada

barang. Pada barang ditanamkan value berupa perubahan bentuk, tempat,

waktu, dan kepemilikan. Barang dianggap sebagai operand resources, artinya

sumber daya pasif yang dilakukan produksi terhadap barang tersebut.

Pelanggan dalam G-D logic berfungsi sebagai penerima produk. Pemasar

melakukan banyak hal pada pelanggan, diantaranya membuat segmentasi

pelanggan, melakukan penetrasi produk, mendistribusikan produk, dan

mempromosikan produk. Dalam hal ini pelanggan dianggap sebagai operand

resource (pasif). Nilai sepenuhnya ditentukan oleh produsen dan ditanamkan

dalam operand resources sehingga dalam G-D logic dikenal istilah ‘exchange

value’ (Vargo dan Lusch, 2004). Berbeda dengan G-D Logic, dalam S-D Logic

pelanggan menjadi operant resources yang berfungsi menjadi co-producer jasa

dan pemasaran menjadi proses melakukan interaksi dengan pelanggan.

Pelanggan dianggap sebagai proactive co-creator, bukan lagi sebagai penerima

nilai yang pasif. Dalam hal ini, perusahaan berperan sebagai fasilitator
24

proses co-creator. Kemampuan pelanggan yang diperlukan adalah sejumlah

informasi, pengetahuan, dan keterampilan. Nilai diterima dan ditentukan oleh

pelanggan sehingga pada S-D Logic dikenal istilah ‘value in use’ (Vargo dan

Lusch, 2004).

Konsep S-D Logic memberikan paradigma baru dalam pemasaran. S-D

Logic merubah cara berpikir dari yang semula berfokus pada sumber daya

berwujud, kemudian menjadi aplikasi sumber daya yang tidak berwujud

dan dinamis. S-D Logic menawarkan orientasi baru yang dapat diaplikasikan

untuk semua penawaran pemasaran, yang melihat pemasaran bukan sekedar

consumer oriented, melainkan sebagai consumer centric yang berarti bekerjasama

dan belajar dari konsumen untuk beradaptasi secara individual dan memahami

kebutuhan mereka yang dinamis.

Perlu mindset baru agar S-D logic bekerja dengan efektif. Pergeseran ini

dapat ditangkap dalam delapan bidang: (1) pergeseran ke proses layanan

daripada sekedar produksi barang, (2) pergeseran ke keunggulan intangible

daripada tangibles, (3) pergeseran ke penciptaan dan penggunaan sumber daya

operan dinamis yang dibanding dengan konsumsi dan menipisnya sumber daya

operan statis, (4) pengakuan atas keunggulan strategis informasi simetris daripada

asimetris, (5) pergeseran ke percakapan dan dialog dibanding dengan

propaganda, (6) memahami bahwa perusahaan hanya dapat membuat dan

menindaklanjuti proposisi nilai bukan sekedar menciptakan atau menambah nilai,

(7) pergeseran fokus ke pertukaran relasional bukan sekedar transaksional, dan

(8) pergeseran ke penekanan pada kinerja keuangan untuk umpan balik informasi

bukan sekedar tujuan maksimalisasi keuntungan (Tabel 2.1)


25

Tabel 2.1 Perbedaan G-D Logic dan S-D Logic

Sumber: Vargo & Lusch (2004)

Penerapan teori S-D Logic khususnya mengenai customer co-creation bisa

bisa diterapkan pada semua lini di sektor perbankan, seperti lini produk, layanan,

jaringan dan premises. Pada lini produk misalnya, pelanggan bisa dilibatkan sejak

mulai mendesign produk dan feature, seperti apa yang diinginkan oleh pelanggan.

Setelah produk bank ditawarkan, bank juga harus terus memantau bagaimana

respon dan penerimaan produk tersebut oleh pelanggan, sehingga produk yang

ditawarkan bank sesuai dengan yang diinginkan oleh pelanggan. Pada lini

layanan, bank dapat mengaplikasikan konsep ini dengan terus melibatkan design

layanan yang diinginkan oleh pelanggan, sehingga tidak terjadi lagi under service

atau bahkan over service. Penerapan teori S-D Logic pada industri perbankan

diyakini dapat menciptakan kondisi layanan yang ideal sesuai dengan harapan

pelanggan, namun penerapannya di industri perbankan di Indonesia terlihat belum

sepenuhnya berjalan. Desain produk dan layanan perbankan lebih banyak

ditentukan oleh bank itu sendiri, dengan sedikit keterlibatan pelanggan. Namun

seiring tingginya persaingan antar bank, tuntutan masyarakat dan kemajuan


26

teknologi informasi seperti self-service technologies, semakin banyak desain

produk perbankan yang melibatkan partisipasi pelanggan, seperti layanan Bank

4.0 ini. Oleh karena itu, kajian tentang partisipasi pelanggan perbankan di

Indonesia sangat diperlukan, terutama untuk melihat bagaimana efek partisipasi

pelanggan bagi perbankan dan bagaimana perbankan dapat mendorong

partisipasi pelanggan. Lebih jauh, implikasi penelitian partisipasi pelanggan

diperlukan untuk membantu perbankan mendesain penawaran produk dan

jasanya, yaitu seberapa tinggi tingkat partisipasi pelanggan pada setiap

alternatif jasa yang ditawarkan dengan memperhatikan efeknya bagi pelanggan

dan perusahaan. Chan, Yim & Lam (2010) mengkonsepkan partisipasi pelanggan

sebagai konstruk perilaku yang mengukur sejauh mana pelanggan berbagi

informasi, menyarankan, dan terlibat dalam pengambilan keputusan selama

service co-creation dan proses penyampaian jasa.

2.1.1.1 Hubungan S-D Logic Theory dengan Bank 4.0 Experiential

Penelitian ini menggunakan Teori S-D Logic sebagai dasar pijakan, hal ini

berbeda dengan kebanyakan penelitian online banking terdahulu, yang

kebanyakan bersandar pada Theory of Technology Acceptance Model (TAM).

Penelitian tentang online banking seperti yang dilakukan oleh Mbama et al, 2018;

Keisidou et al ,2013; Amin, 2016 adalah contoh yang menggunakan Teori TAM

sebagai dasar pijakan. Fokus dari penelitian mereka adalah respon dan

penerimaan pelanggan terhadap teknologi baru di perbankan (dalam penelitian

tersebut adalah internet dan digital banking). Berbeda dengan penelitian ini, yang

berfokus pada pengalaman pelanggan, bukan sekedar kepuasan atas

penggunaan jasa bank semata. Pengalaman pelanggan yang dimaksud adalah

keseluruhan dari sifat kognitif, afektif, emosional, sosial dan fisik dari bisnis, yang

ditentukan oleh lingkungan sosial, antar muka layanan, atmosfer, jangkauan


27

produk, harga, pengalaman saluran alternatif, dan merek perusahaan (Verhoef et

al, 2009), dalam rentang waktu sejak sebelum dan sesudah menggunakan produk/

jasa (Maklan & Klaus, 2011). Dari pengertian tersebut, artinya, pengalaman akan

terjadi jika ada keterlibatan pelanggan. Hal ini ternyata juga sesuai dengan filosofi

dari Teori S-D Logic, dimana keterlibatan pelanggan secara aktiflah yang akan

membentuk ‘value’ bagi para pelaku (baik bank dan pelanggan), sehingga

penelitian ini sangat tepat jika disandarkan pada Teori S-D Logic, bukan Teori

TAM.

Teori S-D Logic ini mengarahkan perhatian kita pada proses, pola, dan

manfaat pertukaran, bukan sekedar jasa perbankan yang dipertukarkan, dan para

pelaku (Bank 4.0 dan pelanggan) diarahkan untuk saling terlibat dalam pertukaran

layanan, saling bergantung dan saling menguntungkan (Lusch & Vargo, 2004).

Cara berpikir bank pun berubah, dari yang semula hanya berfokus pada sumber

daya berwujud (misalnya: produk bank, kualitas layanan, kebersihan premises,

kualitas layanan pegawai bank dll), menjadi aplikasi sumber daya yang tidak

berwujud dan lebih dinamis. Pada era 4.0 ini, bank tidak lagi berbicara masalah

service (dengan fokus output: service quality saja), namun sudah meningkat ke

experience (dengan output yang lebih komplek, yaitu experiential quality). Bank-

bank akan tertinggal jika berfokus pada service quality semata, karena era dan

prefensi pelanggan yang sudah berubah. Seperti yang ditegaskan King (2018),

‘Designing experiences in the Bank 4.0 age means that the previous product and

channel structures offer almost zero benefit in this new world. In fact, they may

bias you towards experiences with unnecessary friction and limit you in terms of

scale.

Pada Teori S-D Logic terdapat premis ‘The Customer is Always a Co-creator

of Value’, artinya pelanggan merupakan partisipan aktif pada proses menciptakan

‘value’, dimana antara Bank 4.0 dan pelanggan terjadi proses kolaboratif.
28

Pelanggan Bank 4.0 bukan lagi sebagai penerima jasa yang pasif (operand

resources) dalam menciptakan value (seperti pada era Bank 3.0 dan sebelumnya),

namun telah bertindak sebagai pelaku yang aktif (operant resources) dalam

menciptakan value. Kemampuan pelanggan yang diperlukan adalah sejumlah

informasi, pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki oleh pelanggan (Lusch &

Vargo, 2004). Studi Garg et al (2014) tentang bank juga menemukan ‘value

creation’ merupakan faktor pengalaman pelanggan yang penting. Penciptaan

‘value’ antara bank dan pelanggan telah mendorong beberapa peneliti terdahulu

melakukan studi tentang bagaimana pengalaman pelanggan, kepuasan, loyalitas,

dan kinerja keuangan saling terkait. Kesimpulannya, antara teori S-D Logic dan

Bank 4.0 Experiential tersebut dapat ditarik hubungan yang kuat yaitu, untuk

menciptakan co-creation antara Bank 4.0 dan pelanggan, bentuk nya adalah

kualitas pengalaman (experiential quality).

Pada aplikasi Bank 4.0 memungkinkan pelanggannya berpartisipasi secara

langsung (kapanpun dan dimanapun) diantaranya dengan cara mengulas, menilai,

memberi masukan bahkan kritikan (King, 2018). Partisipasi pelanggan ini akan

direspon oleh developer Bank 4.0, untuk selanjutnya akan dilakukan perbaikan-

perbaikan seperti saran pelanggan. Sebagai contoh nyata adalah kasus Mandiri

Online, dimana pada saat diluncurkan memiliki graphical interface yang indah dan

sistem yang mumpuni, sayangnya aplikasi baru ini terlalu berat dan menyita

banyak ruang memori di smartphone, sehingga muncul kritikan dari penggunanya.

Pada akhirnya developer Mandiri Online merespon masukan dari pelanggannya

ini dengan membuat interface dan sistem yang lebih ringan, sehingga bisa

dikatakan pelanggan adalah ‘proactive co-creator’ yang nyata dari aplikasi Mandiri

Online. Kondisi seperti ini sangat sulit kita temui pada era digital banking dan era

sebelumnya, dimana pelanggan hanyalah operand pasif, yang ‘terpaksa’

menerima produk dana jasa perbankan, meskipun mungkin tidak sesuai dengan
29

apa yang diharapkannya. Pada era tersebut bank hanya menyisakan sedikit ruang

bagi pelanggannya untuk secara aktif terlibat dalam pengembangan produk dan

layanan bank. Kepuasan pelanggan menjadi fokus operasional bank, karena

kepuasan yang akan mendorong loyalitas. Untuk memantau kepuasan pelanggan,

bank akan melakukan survei ‘Service Quality Assurance’, misalnya yang paling

terkenal dilakukan oleh Lembaga Marketing Research Indonesia (MRI) dengan

output SQA pada skor tertentu. Ekstrimnya, jika pelanggan tidak merasa puas,

mereka hanya akan beralih ke bank lain, atau mungkin menulis komplain di media

massa, tanpa terlibat secara aktif untuk pengembangan bank.

2.1.2 BANK 4.0

Istilah Bank 4.0 pertama kali dipopulerkan oleh Brett King (2018) dalam

buku world best sellernya ‘Bank 4.0: Banking Everywhere, Never at Bank”. King

(2018) menjelaskan bahwa Bank 4.0 bukan sekadar mendigitalkan cara dan

sistem perbankan yang lama dalam kegiatan operasionalnya, namun merupakan

konsep perbankan dengan penataan baru yang sangat berbeda dengan era bank

sebelum-sebelumnya. Sebenarnya Bank 4.0 bukankah pengertian bank

sebagaimana pengertian yang kita kenal dalam UU No 10 tahun 1998 tentang

perbankan, dimana bank adalah suatu badan usaha yang mengumpulkan dana

pihak ketiga dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit.

Namun Bank 4.0 adalah terminologi akses layanan keuangan kekinian yang lintas

batas yang mengaplikasikan teknologi omni-digital, dimana layanan digital

perbankan konvensional hanyalah satu diantaranya (King, 2018).

Ada sejumlah sumber daya teknologi yang secara de facto saat ini yang

menjadi penopang industri Bank 4.0, seperti teknologi blockchain, artificial

intelligent (AI) dan database, termasuk big data (King, 2018). Bank 4.0, menurut

King lebih dari sekedar tempat penyimpanan uang, pembayaran dan utilitas kredit.
30

Bank 4.0 tertanam dalam perangkat tanpa membutuhkan kartu plastik, buku bank

maupun kertas cheque. Bank 4.0 adalah tentang kemampuan untuk mengakses

utilitas perbankan apa pun yang anda butuhkan tentang solusi masalah keuangan,

secara real-time, disesuaikan dengan perilaku unik anda (King, 2018). Untuk lebih

memahami era Bank 4.0 ini, akan kita review evolusi industri perbankan yang

menurut Brett King terbagi dalam 4 fase.

Fase pertama Bank 1.0, merupakan fase paling konvensional, dimana bank

yang tidak pernah berubah sejak pertama lahir pada tahun 1472 hingga tahun

1980-an. Selama kurun waktu tersebut bank adalah tempat layanan simpan

pinjam, yang sepenuhnya mensyaratkan perjumpaan fisik antara bank dan

pelanggan di kantor cabang. Pada fase tersebut komputer mainframe sudah mulai

masuk ke sektor perbankan, tetapi tempatnya ada di back office yang berfungsi

membantu pembukuan akuntansi dan tidak secara langsung berhubungan dengan

pelayanan pelanggan.

Fase kedua Bank 2.0, ditandai dengan penggunaan Automatic Teller

Machine (ATM) yang muncul tahun 1995 dimana sebagian transaksi termasuk

transfer dan transaksi uang tunai dilakukan melalui mesin ATM. Namun jenis

transaksi yang bisa dilakukan via ATM masih sangat terbatas sehingga pelanggan

tetap harus datang ke kantor cabang untuk melakukan transaksi yang lain.

Fase ketiga Bank 3.0 disebut juga dengan fase digital banking atau internet

banking, ditandai dengan penggunaan internet banking dan mobile banking yang

memungkinkan pelanggan untuk menjalankan aktivitas perbankan dari rumah atau

dari manapun. Aplikasi Digital Banking (DB) terbukti memiliki implikasi yang

signifikan terhadap upaya pemasaran juga efisiensi biaya operasional bank (Amin,

2016). DB dipercaya memberikan dampak positip dalam upaya meningkatkan

layanan bank karena lebih cepat, murah, fleksibel dan menjangkau antar-muka

pelanggan. Dengan teknologi DB memungkinkan bank untuk menawarkan


31

layanan multi-channel, mengubah cara bank dalam berinteraksi dengan

pelanggannya (Mbama, et all, 2018). Langkah menuju DB ini memberikan

tantangan bagi bank dalam hal akuisisi, retensi, dan profitabilitas pelanggan, yang

tidak lagi ditentukan semata-mata di cabang dan memerlukan perjumpaan fisik,

namun juga di dunia maya. Dengan teknologi DB telah memungkinkan bank untuk

memenuhi keinginan pelanggan dengan layanan instan melalui saluran distribusi

yang berbeda (Tam & Oliveira, 2017). Memasuki era Bank 3.0, pengguna mesin

ATM pun menurun sebab banyak aktivitas perbankan pada era ini dapat dilakukan

atau diselesaikan hanya dengan sebuah aplikasi mobile banking. Hal yang sama

terjadi pada jumlah kantor cabang yang juga semakin menyusut. Di Inggris

peningkatan penggunaan DB menyebabkan pengurangan kantor cabang (BBC,

2016). Di Indonesia, OJK mencatat jumlah kantor bank umum pada November

2017 hanya 32.242 kantor, jumlah ini turun 2 persen dari posisi Desember 2016

yang sempat mencapai 32.730 kantor. Sementara itu, jumlah kantor Bank

Perkreditan Rakyat (BPR) tercatat masih sedikit menanjak, yakni sebanyak 6.130

kantor, naik 1 persen. Namun, tren kenaikan jumlah kantor BPR dalam lima tahun

terakhir dalam tren melambat.

Fase keempat Bank 4.0 (saat ini) adalah sistem perbankan yang tertanam

dalam multi-instrumen, yang dapat dilakukan dimanapun, disampaikan secara

real-time melalui berbagai lapisan teknologi, didominasi teknologi yang real-time,

pengalaman kontekstual, keterlibatan tanpa gesekan, dan lapisan saran berbasis

kecerdasan buatan, sebagian besar merupakan saluran omni-digital dengan

persyaratan nol untuk distribusi fisik (King, 2018). Berbeda dengan fase-fase

sebelumnya, dimana konsep dasar Bank 1.0 sampai dengan Bank 3.0 merupakan

satu kontinum, generasi Bank 4.0 tidak bergerak sebagai lanjutan dari tiga

generasi sebelumnya. “Bank 4.0 berkembang karena para desainernya kembali

kepada ‘prinsip awal’ dalam desain,” (King, 2018). Desainer Bank 4.0 tidak
32

terjebak oleh pengulangan-pengulangan konsep perbankan sebelumnya. Mereka

mengabaikan konsep bahwa layanan perbankan haruslah tatap muka (dengan

dalih pelanggan memerlukan konsultasi keuangan dan aturan Know Your

Customer, konsep kantor cabang, dan berbagai turunan dari kedua konsep itu.

Desainer Bank 4.0 berpikir mengembangkan industri perbankan dari nol, dengan

mengerahkan seluruh sumber daya teknologi yang sekarang ada, layanan

perbankan seperti apakah yang akan diharapkan oleh dan berguna bagi

masyarakat. Konsep Bank 1.0 sampai Bank 3.0 masih memakai sistem aplikasi

berbasis kertas dan tanda tangan basah dengan dalih demi keamanan, Know your

Customer (KYC) dan aturan yang kaku dari otoritas keuangan. “Mereka

mengabaikan fakta bahwa Artificial Intelligence (AI) sudah jauh lebih cerdas dalam

memberikan nasehat keuangan. Mereka tidak sadar bahwa teknologi pengenalan

wajah(face detection), dan pendeteksi sidik jari (finger print) jauh lebih aman dan

lebih murah dibanding kombinasi aplikasi berbasis kertas dan wajib hadirnya calon

pelanggan ke kantor cabang, yang merupakan hal yang sudah tidak masuk akal

bagi generasi millenials.” (King, 2018). Perbedaan karakteristik Bank 1.0 sampai

Bank 4.0 dijelaskan dalam Gambar 2.1 dan Tabel 2.2 dibawah:

Gambar 2.1 Perkembangan Bank 1.0 sampai Bank 4.0


(Sumber: Bank 4.0, King 2018)
33

Dan berikut Tabel 2.2 yang menjelaskan perbedaan Bank 4.0 dengan era

sebelumnya;

Tabel 2.2 Perbedaan Karakteristik era Bank 4.0 dengan era sebelumnya
Bank 1.0 Bank 2.0 Bank 3.0 Bank 4.0
Pelaku Bank Bank Bank Bank dan Fintech
Tempat transaksi Kantor cabang Kantor cabang Kantor cabang dan Online
online
Perjumpaan fisik Wajib Wajib Wajib Tidak perlu
Infrastruktur Komputer Mainframe ATM Internet banking, Open Application,
di back office telephone banking, Multi instrumen
mobile banking, SMS
Banking
Distribusi Fisik Fisik Fisik dan Digital Digital
Fokus Produk Pelayanan Keamanan Pengalaman
Instrument Buku tabungan, cek, Kartu ATM, Kartu Fix phone, Smartphone, Multi-
Transaksi bilyet Kredit handphone instrumen
Alat verifikasi Tanda tangan, Id Pin User Id, password, One Time Password-
cards, buku token OTP, QR code, Retina,
tabungan, bilyet, cek Face detection, Finger
print

Teknologi Off line mainframe Internal Network Internet Artificial Intellegence,


Penopang computer Blockchain, Bigdata
(Sumber : dirangkum dari beberapa sumber, 2019)

Fungsi rekening konvensional di bank sebagai tempat penyimpanan dana

juga mulai turun, saat ini pelanggan millenials dalam kesehariannya lebih terbiasa

menyimpan dana dalam e-wallet seperti OVO, Gopay, DIN, Dana, Rekpon,

LinkAja, GoMobile, Jenius, Doku dll daripada di rekening konvensional bank. King

(2018) memprediksi fungsi rekening konvensional bank dimasa depan hanya

sebagai tempat transit yang bahkan pelanggan tidak dengan sengaja

membukanya, karena rekening aktif pelanggan sudah berpindah ke e-wallet.

Sebagai contoh, ketika mengaktifkan aplikasi OVO, pelanggan secara tidak

dengan sengaja membuka virtual account di Nobu Bank, sebagai rekening yang

numpang lewat saja. “Pada tahun 2030, rekening bank itu sendiri kemungkinan

hanya menjadi toko nilai (value store) di telepon untuk sebagian besar konsumen

yang telah memasuki sistem perbankan pada abad ke-21. Faktanya bahwa... uang
34

itu mungkin disimpan di rekening bank di suatu tempat, hampir tidak disengaja"

(King, 2018).

QR Pay atau QRC (Quick Response Code) merupakan salah satu metode

pembayaran yang digunakan oleh aplikasi e-wallet di Indonesia. Ada 19 aplikasi

e-wallet yang terdaftar menggunakan metode ini sebagai opsi pembayaran

(iPricegroup, 2019). Metode ini semakin meningkat penggunaannya setelah

pemerintah Indonesia mengeluarkan QRIS (Quick Response Indonesia Standard)

pada Mei 2019, sebagai salah satu standarisasi upaya peningkatan penggunaan

pembayaran cashless di Indonesia. Pembayaran via QR code juga dijadikan

sebagai solusi untuk metode pembayaran pengganti kartu plastik bagi 65 juta

UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) di Indonesia (Bank Indonesia, 2019).

Bank 4.0 memiliki karateristik yang berbeda dengan digital atau Internet

Banking, perbedaan paling menyolok adalah pada era Bank 1.0 sampai Bank 3.0

masih dibutuhkan interaksi dengan kantor cabang dan staff bank. Desain Bank 4.0

sama sekali berbeda dengan era sebelumnya yang mana produk dan chanel nya

hampir tidak memiliki manfaat bagi dunia baru (King, 2018). Pada era sebelum

Bank 4.0 perangkat digital bank seperti kartu chip, telephone, mobile dan internet

banking masih sebatas sebagai sebuah alat switching atau pengalihan transaksi

dari kantor cabang ke perangkat, berbeda dengan Bank 4.0 yang mana perangkat

tersebut bahkan sudah tidak banyak digunakan. Bagi millennials, e-wallet lebih

praktis dan aman digunakan daripada debit card. Bank 4.0, lebih dari sekedar

menyimpan nilai, pembayaran dan utilitas kredit. Bank 4.0 akan tertanam dalam

mobil yang dapat membayar dalam drive-through tanpa perlu kartu plastik, atau

kendaraan otonom yang menghasilkan pendapatan mereka sendiri dan membayar

tol jalan mereka sendiri. Bank 4.0 memiliki kemampuan untuk mengakses utilitas

perbankan dimana pun dan kapan pun anda membutuhkan solusi keuangan,

secara real time, yang disesuaikan dengan perilaku unik anda (King, 2018).
35

Ketika internet banking pertama kali muncul, perbankan saat itu tidak

memulai dengan konsep baru misalnya dengan membangun aplikasi e-commerce,

namun masih menggunakan konsep yang ada sebelumnya dimana hanya

merupakan pengalihan dari fungsi transaksional langsung dari cabang. Ketika

bank memperkenalkan e-commerce, sebenarnya mereka hanya memindahkan

formulir aplikasi dari cabang dan menempatkannya secara online. Faktanya

bahwa pelanggan bank yang akan membuka internet banking tetap harus datang

ke cabang untuk mengisi aplikasi yang selanjutnya akan diverifikasi oleh petugas

di kantor cabang, dibuatkan user ID, diberi token, baru bisa melakukan transaksi

(yang terbatas). Seiring dengan semakin banyaknya smartphone bank akhirnya

meluncurkan produk baru yang disebut mobile banking. Namun sesungguhnya

konsep dari mobile banking adalah sama dengan internet banking, hanya saja

tampilannya disesuaikan dengan layar smartphone yang kecil.

2.1.3 Millennials Customer

Generasi Millenials yang juga disebut sebagai Generasi Y, Generasi Nexter

atau Generasi Nexus, adalah kelompok demografis yang secara langsung

mengikuti Generasi X (Burke & Ng 2006; Zemke et al. 2000). Istilah generasi

millennial ini biasanya disematkan pada individu yang mencapai usia dewasa

sekitar pergantian abad ke-21. Namun sebenarnya belum ada definisi yang baku

dan tepat menggambarkan tentang generasi millenials ini. Neil Howe dan William

Strauss (1991), penulis buku ‘Generations: The History of America's Future, 1584

to 2069’, dianggap yang pertama kali mempopulerkan istilah millennial ini. Howe

dan Strauss mendefinisikan kelompok millenial sebagai individu yang lahir antara

1982 dan 2004. Pendapat yang lain tentang generasi millenial antara lain sbb;
36

 Menurut Newsweek (2019), generasi millenials adalah generasi yang lahir

antara tahun 1977 dan 1994.

 Menurut New York Times (2019), generasi millennials adalah generasi yang

lahir antara tahun 1976-1990.

 Menurut majalah Time (2018), generasi millennials adalah generasi yang lahir

pada tahun 1980-2000.

 Menurut Cambridge Dictionary, millennials adalah seseorang yang lahir pada

1980-an, 1990-an, atau awal 2000-an. Mereka tumbuh dengan internet dan

tidak bisa ‘hidup’ tanpanya.

 Menurut Business Dictionary millenials adalah generasi yang mengikuti

generasi X, dengan tahun kelahiran mulai dari awal 1980-an hingga awal 1990-

an. Kebanyakan orang tua dari generasi ini adalah "Baby Boomers," sehingga

menjadikannya sebagai generasi terbesar sejak baby boomer. Generasi ini

lebih cenderung liberal dalam ideologi politik mereka, lebih kecil mempraktikkan

agama daripada generasi sebelumnya, mereka tumbuh di era teknologi dan

karenanya sangat berpengalaman dalam teknologi. Mereka juga dikenal

sebagai Generasi Y.

 Millenials merupakan individu yang lahir antara 1980 dan 2000. Mereka disebut

Millenials karena kedekatan mereka dengan milenium baru dan dibesarkan

dalam era yang serba digital (Kaifi et al., 2012). Generasi ini dipengaruhi oleh

komputer dan penerimaan yang lebih besar dari nilai-nilai non-tradisional

(Andert, 2011).

Dari beberapa pendapat diatas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa millennials

adalah generasi yang lahir pada periode tahun 1980 sampai tahun 2004 (atau saat

ini berumur 16 sampai 40 tahun), mereka tumbuh dan akrab dengan komputer,

jaringan terhubung secara online, graphical user interface (GUI), akrab dengan
37

jejaring sosial (medsos) seperti YouTube, Facebook, Twitter, Groupon,

Foursquare, Instagram, dan Tumblr (Burstein, 2013), dan "digital natives"

(Prensky, 2001 dan King, 2018). Mereka cenderung mudah menyesuaikan diri

dengan program baru, sistem operasi (OS) dan perangkat baru. Untuk melakukan

kegiatan yang berbasis komputer dan smart phone mereka jauh lebih lincah dan

menyatu dalam kesehariannya daripada generasi sebelumnya. Mereka menikmati

pemanfaatan teknologi. Generasi millenials menjadi tergantung pada teknologi

sejak pada usia yang dini daripada generasi sebelumnya. Deal et al. (2010)

menemukan, seperti belajar bahasa baru, orang yang memanfaatkan teknologi

pada usia lebih dini menjadi lebih mahir daripada orang yang belajar pada usia

dewasa. Gen Millenials adalah generasi yang secara alamiah terlahir sebagai

‘digital native’, mereka lahir bersamaan dengan revolusi teknologi informasi di

dunia (Prensky,2001). Ketika membutuhkan suatu informasi, generasi

sebelumnya harus datang ke perpustakaan untuk membaca ensiklopedia

‘Americana’, namun bagi Gen-Y cukup bertanya ke "Google", yang dalam

beberapa detik seluruh informasi yang dibutuhkan akan tersaji di smartphone

mereka. Tabel 2.3 dibawah menjelaskan perbedaan karakteristik antara generasi

millennials dengan yang lainnya.


38

Tabel 2.3 Perbedaan Karakteristik Millennial dengan Generasi Lainnya

(sumber: kpcompanies.com)

Gen-Y (millennial) memiliki akses ke dunia secara instan dan dapat

melakukan transaksi e-commerce lintas negara yang tak pernah terbayangkan

oleh generasi sebelumnya. Di kampus, sambil menunggu dosen datang mereka

dapat memesan makanan, memesan tiket pesawat, hotel, ojek online, beli

aksessories murah dari China bahkan cari pinjaman dan berinvestasi secara

online dan real time. Dengan hanya melihat kolom review yang melekat di aplikasi,

mereka bisa mengetahui kualitas produk dan layanan dari pendapat pelanggan

sebelumnya. Efek jejaring media sosial memperkuat tren ini untuk menemukan

layanan terbaru, paling keren, paling murah, paling cepat dan paling memuaskan.

Sama kontra-intuitifnya Gen-Y untuk membaca ensiklopedia di

perpustakaan, menelepon 14045 untuk order McD, atau pergi ke KAHA Travel

untuk memesan tiket pesawat, mereka juga kontra-intuitif untuk "pergi ke bank".

Beberapa artikel menunjukkan bahwa digital bank juga semakin ditinggalkan oleh
39

Gen-Y. Tidak ada lagi dalam benak mereka menggunakan internet banking,

mobile banking apalagi phone banking untuk transaksi keuangan mereka. Yang

mereka harapkan adalah layanan perbankan yang bekerja tanpa hambatan, real

time dimanapun dan kapanpun. Bagi Gen-Y, pembayaran dengan aplikasi seperti

OVO, LinkAja, Jenius, GoMobile dll lebih nyaman daripada menyimpan setumpuk

kartu plastik di dompet mereka. Hanya sebagian kecil mereka untuk mengeluarkan

kartu kredit dan kartu debet sebagai alat pembayaran. Ini menunjukkan bahwa

Gen-Y, lebih fokus pada teknologi, kenyamanan dan utilitas. Saat ini aplikasi Bank

4.0 bukan hanya sebatas pembayaran dan e-commerce, namun sudah masuk

hampir ke semua yang berhubungan dengan keuangan. Sebagai contoh masjid-

masjid, lembaga amil zakat sudah banyak yang memasang QR code di kotak

amalnya, sebagai alternatif bagi jamaah millennials yang akan berdonasi.

Dari beberapa referensi dan penelitian sebelumnya, karakteristik millennials

adalah sbb :

a. Confident, Connected, Open to Change (Pew Research Centre, 2010)

b. Creative, Connected dan Confidence (Ali dan Purwandi, 2016)

c. Technologically Savvy, Civic-Oriented, Conscious, Global Citizens,

Entrepreneurial, Flexible, Pragmatic Idealists, Authentic, Transparent,

Progressive, Confident, Team-Oriented, Multi-taskers, Impatient,

Adventurous (Korobka, 2018)

d. Mobile first, networks such as Facebook, Instagram, Twitter and Snapchat

expecting personalization (Lenhart et al, 2015; Fromm & Garton, 2013;

Smith, 2011)

e. More value driven, praise authenticity, want trustworthiness in a brands

values, personality or communication and Net prefer ecommerce (Barton,

Koslow, & Beauchamp, 2014; Fromm & Garton, 2013; Mirrlees, 2015;

Ordun, 2015)
40

f. Digital native (Prensky,2001)

g. Expect technology to simply work, social generation, collaborate and

cooperate, looking for adventure, passionate about values

(michiganscouting.org, 2019)

2.1.4 Pengalaman Bank 4.0 (Bank 4.0 Experiential)

Pengalaman pelanggan adalah penentu utama perilaku konsumen dan

tujuan strategis penting bagi perusahaan jasa (Klaus & Maklan, 2013). Lebih lanjut

Klaus dan Maklan (2013) mendefinisikan pengalaman pelanggan sebagai

penilaian kognitif dan afektif pelanggan dari semua kontak langsung dan tidak

langsung dengan perusahaan terkait dengan perilaku pembelian mereka. Atribut

tentang experiential dikemukakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Verhoef et

al (2009), yang berpendapat bahwa pengalaman pelanggan terdiri dari sifat

kognitif, afektif, emosional, sosial dan fisik dari bisnis, yang ditentukan oleh

lingkungan sosial, antar muka layanan, atmosfer, jangkauan produk, harga,

pengalaman saluran alternatif, dan merek perusahaan. Secara keseluruhan

pengalaman pelanggan adalah tentang memenuhi kebutuhan dan persyaratan

layanan (Klaus dan Maklan, 2013; Garg et al., 2014; Liang et al., 2009).

Dalam pengelolaan pengalaman pelanggan (CEM/ Customer Experience

Management), langkah pertama adalah mendefinisikan semua petunjuk yang

dikomunikasikan perusahaan kepada pelanggan, untuk menentukan apakah

perusahaan memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka (Berry et al, 2002). Studi

Holbrook (2005) tentang pengalaman pelanggan menunjukkan bahwa perilaku

emosional dan irasional memengaruhi keputusan pembelian pelanggan,

membantu menciptakan saling menguntungkan antara pelanggan dan

perusahaan. Gentile et al (2007) menambahkan, pengalaman pelanggan berasal


41

dari interaksi antara pelanggan dan perusahaan, melalui mana nilai timbal balik

diperoleh. Perusahaan mendapatkan nilai melalui pangsa pasar, kesetiaan,

profitabilitas, pelanggan dan ekuitas merek, sementara pelanggan mendapatkan

melalui nilai utilitarian dan hedonistik.

Pada sektor perbankan, Garg et al (2014) menemukan, penciptaan nilai

merupakan faktor pengalaman pelanggan yang penting. Lebih lanjut Garg et al

(2014) menyelidiki pengalaman pelanggan dalam sektor online, dan ditemukan

bahwa kenyamanan menjadi dimensi yang paling penting, diikuti oleh interaksi

pelanggan, karyawan, kecepatan, layanan lansekap, layanan inti, elemen

fungsional online, kehadiran pelanggan lain, penambahan nilai, proses layanan

dan estetika online, sedangkan bauran pemasaran, penyesuaian dan faktor

hedonis online ditemukan cukup signifikan mempengaruhi pengalaman

pelanggan.

Penelitian Novak et al (2000) pada sektor online, menyatakan bahwa

instrumen pengalaman pelanggan online terdiri atas konstruksi seperti

penggunaan web, gairah, tantangan, kontrol, perilaku eksplorasi, aliran, perhatian

yang terfokus, interaktivitas, keterlibatan, kegembiraan, efek positif, keterampilan,

kehadiran melalui telepon dan distorsi waktu. Berbagai definisi tentang

pengalaman pelanggan telah diberikan oleh Klaus & Maklan (2013) dan Verhoef

et al (2009), sedangkan Liang et al (2009) menunjukkan bahwa kepuasan

pelanggan adalah pengalaman pelanggan secara keseluruhan. Studi dalam

pengalaman dan loyalitas pelanggan terbatas, tetapi apa yang mengarah pada

kepuasan pelanggan telah diuji dalam keramahan (Chi & Gursoy, 2009), internet

banking (Amin, 2016; Raza et al, 2015) dan area mobile banking (Jun & Palacios,

2016). Beberapa referensi tersebut menjelaskan pengalaman pelanggan sebagai

respons pelanggan terhadap semua pertemuan langsung dan tidak langsung

dengan perusahaan. Kontak langsung dimulai oleh pelanggan selama pembelian


42

dan penggunaan layanan, sementara kontak tidak langsung melibatkan

pertemuan dengan perwakilan perusahaan, melalui rekomendasi dan iklan. Dari

beberapa referensi diatas peneliti mengambil kesimpulan bahwa pengalaman

perbankan digital melibatkan penilaian keseluruhan yang dilakukan oleh nasabah

terhadap antarmuka, keamanan dan kenyamanan digital bank. Penelitian interaksi

pelanggan dengan layanan internet banking sudah banyak dilakukan penelitian,

namun bagaimana interaksi pelanggan dan layanan Bank 4.0 memengaruhi

perilaku pelanggan (misalnya dalam desain dan kemudahan penggunaan) belum

pernah dilakukan sehingga sangat penting untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

Penelitian yang dilakukan oleh Garg & Rahman (2010) menyatakan bahwa

pengalaman pelanggan mengarah pada kepuasan pelanggan, yang memediasi

loyalitas, retensi pelanggan, pertumbuhan pasar dan profitabilitas perusahaan. Ini

berarti untuk mencapai keunggulan layanan, pandangan pelanggan terhadap

Bank 4.0 sangat penting untuk diperhatikan. Klaus & Maklan (2013) berpendapat

pengukuran pengalaman pelanggan terdiri dari enam langkah, yaitu kenyamanan,

retensi, pemulihan layanan (bagian dari kualitas layanan), persepsi risiko,

kepuasan dan niat loyalitas. Sementara Liang et al. (2009) menggunakan tiga

faktor yang merupakan pendahulu dari kepercayaan, loyalitas dan kinerja

keuangan. Lebih lanjut Maklan & Klaus (2011) menyatakan bahwa pengalaman

dapat diukur sebagai berikut:

1. Pengalaman dinilai sebagai persepsi keseluruhan oleh pelanggan dan

bukan sekedar gap harapan dan kenyataan pelanggan.

2. Penilaian pelanggan didasarkan pada nilai keseluruhan yang digunakan

dan bukan hanya penjumlahan kinerja selama satu episode layanan

individual.

3. Ukuran pengalaman memiliki cakupan yang lebih luas daripada yang

diusulkan oleh SERVQUAL.


43

4. Pengalaman dimulai sebelum layanan dimulai dan berlanjut setelah

layanan didapatkan.

5. Pengalaman dinilai berdasarkan pertemuan layanan di semua saluran.

6. Pengukuran yang ideal harus menghubungkan langsung ke perilaku

pelanggan dan kinerja bisnis daripada SERVQUAL atau kepuasan

pelanggan.

Pada sektor digital banking, faktor utama yang menentukan pengalaman

pelanggan adalah kualitas layanan, kualitas fungsional, nilai yang dirasakan (PV),

keterlibatan karyawan-pelanggan, persepsi kegunaan dan persepsi risiko.

(Mbama et al, 2018).

2.1.4.1 Atribut Pengukuran Bank 4.0 Experiential

Sebagaimana telah disinggung dalam Bab I, bahwa belum ada konsensus

yang pasti diantara peneliti sebelumnya tentang atribut pengukuran customer

experience. Dalam risetnya tentang pariwisata, Otto & Ritchie (1996) berpendapat

bahwa dimensi experience adalah Hedonic, interactive, novelty, comfort, safety

and stimulation, namun Hosany & Gilbert (2009) berpendapat Joy, love and

positive surprise. Penelitian pada sektor yang lebih umum, Brakus et al (2009)

mengatakan bahwa dimensi experience adalah sensory, affective, intellectual and

behavioural, berbeda dengan pendapat Knutson et al (2007) yang mengatakan

Environment, Benefit, Accessibility, Convenience, Utility, Incentive, and Trust.

Penelitian pada sektor perbankan, dilakukan oleh Ruchi Garg and Zillur

Rahman (2014) dalam risetnya yang berjudul ‘Measuring customer experience in

banks: scale development and validation’, yang berpendapat bahwa atribut

experience adalah Customer interaction, Presence of other customers,

Employees, Servicescape, Convenience, Customization, Value addition, Speed,

Core service, Service process, Marketing-mix, Online functional elements, Online


44

hedonic elements, Online aesthetics. Peneliti menganggap riset tersebut adalah

penelitian yang paling komprehensif pada sektor perbankan, namun penelitian

tersebut melibatkan sub sektor online dan offline, sehingga tidak semua tepat

diterapkan pada industri Bank 4.0. Sebagai contoh, atribut Customer interaction,

Employees, kurang tepat diterapkan pada Bank 4.0 yang nil interaksi fisik antara

customer dan employee, begitu juga marketing mix kurang tepat diterapkan karena

karakteristik Bank 4.0 adalah zero physical distribution.

Perbedaan pendapat antar peneliti tentang dimensi pengalaman tersebut,

akhirnya membuka peluang untuk meneliti dimensi experience pada sektor Bank

4.0, khususnya dari sudut pandang pelanggan millennials. Atribut-atribut customer

experience yang telah ditemukan dalam penelitian terdahulu selanjutnya akan

dikaji apakah sesuai dengan karakter Bank 4.0 dan pelanggan millennials.

2.1.4.2 Kualitas Fungsional (Functional Quality)

Ini berkaitan dengan aspek fungsionalitas sistem online, komponen

aktivitas dan interaktivitas, yang mempengaruhi pengalaman pelanggan (Garg et

al., 2014). Kualitas fungsional memengaruhi penggunaan mobile banking (Lee &

Chung, 2009) dan kepuasan pelanggan (Keisidou et al., 2013), dan kepuasan dan

kepercayaan pelanggan, serta loyalitas di bank Spanyol (Monferrer-Tirado et al.,

2016). Functional quality memiliki atribut Interaktif, mudah dinavigasi, sederhana

dan intuitif (Keisidou et al., 2013; Garg et al., 2014; Monferrer-Tirado et al., 2016).

Peneliti menganggap penting meneliti dimensi ini, karena masih terbatasnya

penelitian fungsional dalam pengalaman pelanggan, serta untuk menguji ulang

penelitian yang pernah dilakukan Mbama et al (2018) pada konteks Bank 4.0.

Penelitian tersebut Mbama et al (2018) menemukan pengaruh yang signifikan

fungsional (sebagai variabel) terhadap pengalaman. Terkait dimensi fungsional,

Keisidou et al (2013) menyatakan fungsional tidak berpengaruh terhadap


45

kepuasan, loyalitas dan image. Menurutnya fungsional hanya berpengaruh

signifikan terhadap value. Namun Keisidou et al (2013) gagal menemukan

hubungan fungsional dengan pengalaman pelanggan.

2.1.4.3 Kenyamanan (Convenience)

Kenyamanan adalah tentang kemudahan, tanpa kerumitan, kecepatan

(King, 2018; Mbama et al, 2018; Keisidou et al, 2013; Knutson et al, 2007;

Karatepe et al, 2005; Garg et al, 2014; Klaus & Maklan, 2013; Jun & Palacios,

2016; Wu, 2011). Ini melibatkan masalah-masalah seperti lokasi bank, jam buka,

jarak yang harus dilalui pelanggan untuk mencapai bank, tempat parkir di sekitar

bank dan ketersediaan ATM (Levesque dan McDougall, 1996; Oppewal dan

Vriens, 2000 ; Jones, 2004; Manrai dan Manrai, 2007). Dalam studi yang dilakukan

oleh Wu (2011) kenyamanan lokasi, yang melibatkan waktu dan upaya yang

diperlukan bagi pelanggan untuk mencapai penyedia layanan seseorang (Seiders

et al., 2000). Jenis lain kenyamanan adalah inersia (Wu, 2011b).

Kenyamanan jarang diteliti bersamaan dengan pengalaman pelanggan,

namun memiliki efek positif pada kepuasan pelanggan (Keisidou et al., 2013;

Knutson et al., 2007; Kim et al., 2011) dan pengalaman pelanggan (Garg et al.,

2014; Klaus & Maklan, 2013) terkait untuk aktivitas offline dan online. Jun &

Palacios (2016) melihat kenyamanan sebagai salah satu kualitas layanan utama

dari mobile banking di AS. Wu (2011) meneliti efek kenyamanan lokasi pada

kepuasan pelanggan, sementara Keisidou et al (2013) menguji karakteristik

kenyamanan operasional dan lokasi.

Peneliti menganggap dimensi ini penting untuk diteliti, sebab dimensi ini

masih jarang diteliti dalam pengalaman pelanggan. Keisidou et al (2013) telah

menyelidiki variabel kenyamanan yang berpengaruh signifikan terhadap loyalitas

pelanggan, dan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan.


46

Namun Keisidou et al (2013) gagal meneliti hubungan kenyamanan dengan

pengalaman pelanggan. Garg et al (2014) menemukan hubungan positip signifikan

antara kenyamanan dan pengalaman, ini bertolak belakang dengan hasil

penelitian Mbama et al (2018) yang menyatakan tidak ditemukan hubungan positif

yang signifikan diantara keduanya. Karena terdapat hasil penelitian yang

kontradiktif tersebut, selain masih sedikitnya penelitian yang menghubungkan

kenyamanan dan pengalaman, memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian

ulang, namun dari sudut pandang yang berbeda, yaitu meneliti kenyamanan

apakah merupakan dimensi dari pengalaman pelanggan millennials dalam kontek

Bank 4.0.

2.1.4.4 Inovasi (Bank 4.0 Innovation)

Dimensi ini berarti layanan yang lebih baik, R&D, meningkatkan

pengalaman melalui inovasi (Hult et al., 2004; Patsiotis et al., 2012; Dootson et al.,

2016; Seni et al, 2011; Baba, 2012); menciptakan kesenangan, kemudahan dan

hiburan (Hawkins & Davis, 2012; Hult et al, 2004). Bank mendapat manfaat dari

inovasi layanan interaktif (Dootson et al., 2016; Berry et al., 2010); yang

menawarkan cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu untuk pelanggan dan

meningkatkan kinerja (Hult et al., 2004). Patsiotis et al. (2012) mengemukakan

bahwa memahami dampak inovasi pada berbagai kategori pengguna dan non-

pengguna memiliki nilai potensial bagi bank.

Dalam pemasaran, inovasi dipandang membantu menciptakan layanan yang

lebih baik, dan meningkatkan keunggulan relatif, efisiensi, dan nilai pelanggan

(Arts et al.,2011; Rogers, 2003; Berry et al, 2010), namun penelitian tentang bank

yang memberikan perhatian pada variable ini masih jarang dilakukan. Pakurar et

al (2019), Amin (2016) gagal memberikan perhatian variabel inovasi dalam

penelitiannya. Mbama et al (2018) mulai meneliti hubungan inovasi digital banking


47

dengan pengalaman pelanggan, namun hasilnya menyatakan tidak terdapat

hubungan positif signifikan diantara kedua variabel tersebut. Untuk itu peneliti

memandang perlu untuk meneliti inovasi, bukan sebagai variabel yang

mempengaruhi namun apakah sebagai dimensi dalam pengalaman Bank 4.0.

2.1.4.5 Kepercayaan (Trust)

Kepercayaan (sebagian peneliti menggunakan terminologi kredibilitas

merek - dengan definisi yang mirip) adalah tingkat dimana informasi proposisi

layanan dianggap dapat dipercaya (Keisidou et al., 2013). Ini memerlukan delivery

yang konsisten dari apa yang telah dijanjikan kepada pelanggan dan itu mewakili

efek kumulatif dari semua upaya pemasaran dimasa lalu (Erdem et al., 2002).

Gagasan kredibilitas dibedakan dalam dua dimensi utama: kepercayaan dan

keahlian. Kepercayaan menunjukkan merek memberikan apa yang telah dijanjikan

sementara keahlian menunjukkan kemampuannya untuk memberikannya (Erdem

et al., 2002). Brakus et al. (2009) mengembangkan skala pengalaman merek

empat dimensi menggunakan langkah-langkah seperti sensorik, afektif, intelektual

dan perilaku, menyoroti hubungan positif antara pengalaman merek, kepribadian

merek, kepuasan dan loyalitas. Merek, kepercayaan, dan citra telah diteliti dalam

banyak penelitian dan ditemukan memengaruhi pilihan pelanggan ke suatu bank

(Liang et al., 2009; Fathollahzadeh et al., 2011; Knutson et al., 2007; Akhter et al.,

2011). Penelitian Levy & Hino (2016) menemukan bahwa keterikatan pada merek

secara positif akan memengaruhi loyalitas pelanggan ke bank.

Namun demikian penelitian dimensi kepercayaan merek pada pengalaman

pelanggan masih jarang dilakukan. Dalam penelitiannya tentang digital banking di

Inggris, Mbama et al (2018) menemukan bahwa kepercayaan merek tidak

berpengaruh signifikan terhadap pengalaman pelanggan. Dengan alasan masih

terbatasnya peneliti yang memberikan perhatian kepercayaan merek dan


48

pengalaman pelanggan, serta untuk menguji ulang hasil penelitian Mbama et al

(2018) pada Bank 4.0, peneliti memandang sangat perlu untuk meneliti dimensi

kepercayaan merek dalam konteks pengalaman pelanggan millennials Bank 4.0.

2.1.4.6 Nilai (Value)

Nilai didefinisikan sebagai trade-off antara biaya dan manfaat melakukan

perilaku (Dootson et al., 2016). Definisi yang diterima secara luas menyatakan

bahwa nilai mencerminkan persepsi pelanggan terhadap produk atau layanan

yang dikirim dan bukan apa yang ingin disediakan oleh perusahaan

(Fathollahzadeh et al, 2011). Value adalah penentu penting dari niat perilaku untuk

menggunakan e-commerce (Piyathasanan et al., 2015), dan faktor kunci bagi bank

(Keisidou et al., 2013; Liang et al., 2009; Garg et al., 2014; Fathollahzadeh et al.,

2011). Dalam konteks penelitian ini value adalah manfaat, insentif, dan benefitnya

bagi pelanggan millennials jika menggunakan layanan Bank 4.0.

Dootson et al. (2016) mencatat bahwa manfaat yang dirasakan, nilai

ekonomi dan nilai sosial memprediksi nilai persepsi keseluruhan, yang pada

gilirannya memprediksi niat pelanggan untuk menggunakan media sosial untuk

berinteraksi dengan bank. Value yang dirasakan menghemat uang dan waktu,

kegunaan, kesenangan, transaksi online yang lebih baik, memberikan manfaat

baik moneter maupun non-moneter (Keisidou et al, 2013; Mbama et al, 2018; Garg

et al, 2014; Fathollahzadeh et al., 2011; Chang & Lin , 2015, Dootson et al., 2016).

Woodruff (1997) menyebutkan bahwa value pelanggan terkait dengan hubungan

apa yang dibayar pelanggan untuk memperoleh dan menggunakan produk atau

layanan, dan gagasannya tentang apa yang telah ia terima. Porter (1996)

menyatakan bahwa penciptaan value pelanggan yang unggul dianggap sebagai

salah satu faktor paling penting yang dapat mengarah pada keberhasilan suatu

perusahaan. Selain itu, telah dikatakan bahwa value yang dirasakan adalah bagian
49

penting dari industri keterlibatan pelanggan yang tinggi, seperti halnya sektor

perbankan (Angur et al., 1999). Trassoras et al. (2009) menyatakan bahwa value

yang dirasakan adalah faktor yang mempengaruhi loyalitas.

Peneliti memandang bahwa dimensi value ini penting, sebab peneliti

beranggapan bahwa seluruh kegiatan yang berhubungan dengan transaksi

keuangan tidak lepas dengan trade-off antara biaya dan manfaat yang dirasakan

pelanggan. Penelitian terdahulu tentang perbankan juga telah memperhatikan

variabel ini seperti yang dilakukan oleh Mbama et al (2018) dengan istilah

‘perceived value’, dan Keisidou et al (2013) dengan terminologi ‘value’. Namun

Keisidou et al (2013) membagi terminologi yang berhubungan dengan biaya ini

antara ‘value’ dan ‘economic’, yang merupakan faktor biaya ekonomi, termasuk

biaya moneter dan non-moneter.

2.1.4.7 Mitigasi Risiko & Keamanan (Risk Mitigation & Security)

Persepsi risiko adalah dimensi yang berhubungan dengan keamanan,

serangan dunia maya, penipuan dan fraud (Martins et al., 2014; Hanafizadeh et

al., 2014; Jun dan Palacios, 2016). Jun dan Palacios (2016) menemukan

keamanan sebagai salah satu faktor kunci yang mempengaruhi kualitas layanan

mobile banking, sementara risiko yang dirasakan ditemukan mempengaruhi

penggunaan digital banking di beberapa negara (Martins et al., 2014; Akinci et al.,

2003; Hanafizadeh et al., 2014). Banyak pelanggan mengharapkan lebih banyak

peningkatan dalam keamanan, pencegahan penipuan dan kejahatan dunia maya.

Meskipun peningkatan pengendalian risiko di Indonesia dirasakan telah meningkat

dalam beberapa tahun terakhir, namun masih banyak pelanggan khawatir tentang

faktor-faktor ini, itulah sebabnya kepercayaan terhadap online banking belum

sepenuhnya membaik.
50

Meskipun dimensi risiko seharusnya merupakan inti dan hal yang sangat

penting dalam perbankan, namun anehnya masih sangat jarang para ahli yang

memberi perhatian pada dimensi ini. Penelitian Keisidou et al (2013) meskipun

sudah cukup komplek meneliti faktor kinerja, loyalitas dan kepuasan, namun gagal

meneliti dimensi risiko ini, hal yang sama luput dari perhatian oleh Amin et al (2016)

saat meneliti internet banking. Mbama et al (2018), baru memunculkan dimensi

persepsi risiko saat meneliti digital banking di Inggris, dan hasil penelitiannya

menyatakan bahwa persepsi risiko berpengaruh signifikan terhadap pengalaman

pelanggan. Dengan kedua alasan tersebut, peneliti memandang sangat penting

untuk meneliti ulang dimensi persepsi risiko dalam Bank 4.0

2.1.5 Loyalitas Pelanggan (Customer Loyalty)

Mempertahankan loyalitas pelanggan merupakan tujuan dari bisnis apa

pun, termasuk industri sektor perbankan. Pelanggan yang loyal berarti jaminan

berkelanjutan aliran pendapatan dan laba perusahaan. Loyalitas pelanggan

sangat penting karena hasilnya positif pada keberhasilan dan profitabilitas jangka

panjang (Husnain & Akhtar, 2015). Loyalitas dapat diukur dengan item sikap dan

perilaku (Fathollahzadeh et al, 2011; Akhter et al, 2011). Perbedaan lain dari

loyalitas pelanggan adalah antara loyalitas aktif dan loyalitas pasif. Loyalitas aktif

mengacu pada WOM behavior dan Continuance Intention untuk menggunakan

suatu produk atau layanan, sementara loyalitas pasif melibatkan keputusan

pelanggan untuk tetap bersama perusahaan bahkan ketika dia tidak sepenuhnya

puas dengan produk atau layanan yang diberikan (Fathollahzadeh et al., 2011;

Akhtar et al., 2011). Beberapa peneliti (misalnya Mbama et al, 2018 dan Keisidou

et al, 2013) tidak memisahkan kedua item loyalitas tersebut dalam penelitiannya,

namun beberapa peneliti yang lainnya (misalnya Klaus & Maklan, 2013)
51

memisahkan kedua item loyalitas dalam penelitiannya. Sayangnya, Klaus &

Maklan (2013) menggunakan terminologi Loyalty Intention dan WOM behavior,

sehingga menimbulkan kerancuan, terbukti beberapa definisi operasional dan item

pertanyaan loyalty yang digunakan terlihat mirip dengan WOM.

Belajar dari penelitian Klaus & Maklan (2013) tersebut, dalam penelitian ini

akan dipisahkan secara tegas antara variabel WOM behavior dan Continuance

Intention. Untuk menghilangkan kerancuan, peneliti tidak menggunakan

terminologi loyalty, seperti ditunjukkan Klaus & Maklan (2013). Konsep ini terlihat

berbeda dengan beberapa penelitian yang berpendapat bahwa WOM behavior

bisa diteliti bersamaan dengan loyalty (misalnya: Keisidou et al, 2013; Mbama et

al, 2018; Amin, 2016). Meskipun telah banyak peneliti yang mengakui hubungan

antara satisfaction dan loyalty (Yi & La, 2004), namun sifat pasti dari hubungan

kedua variabel ini masih dipertanyakan, karena meskipun peningkatan customer

satisfaction adalah kondisi yang diinginkan, namun tidak cukup, untuk

mempengaruhi behavior intentions (McDougall & Levesque, 2000). Dengan

alasan tersebut, peneliti memisahkan WOM behavior dan Continuance Intention

sebagai variabel yang akan diteliti pengaruhnya secara terpisah.

2.1.6 Niat Terus Menggunakan (Continuance Intention)

Continuance intention merupakan pengembangan dari konsep behavioral

intention. Pada umumnya continuance intention mencerminkan perilaku pasca

adopsi dan niat untuk terus menggunakan sistem informasi (Limayem dan

Cheung, 2011). Menurut Davis (1989), continuance intention adalah minat atau

keinginan dari seorang individu untuk terus menggunakan sebuah sistem.

Bhattacherjee (2001) mengungkapkan bahwa continuance intention didefinisikan


52

sebagai minat untuk terus berpartisipasi atau ikut mengambil peran dalam sebuah

sistem tertentu.

Pelanggan yang loyal ditandai dengan pembelian berulang-ulang produk

dan layanan, merekomendasikan perusahaan kepada orang lain, meluruskan

terhadap komentar buruk dengan tetap secara kuat mendukung dan memilih

layanan dan produk mereka (Akhter et al, 2011) dan ini mengarah pada komitmen

tinggi untuk membeli kembali suatu layanan atau produk secara konsisten di masa

depan (Anderson & Swaminathan, 2011; Kandampully et al, 2015; Melnyk &

Bijmolt, 2015). Pengukuran Continuance Intention, berfokus pada sejarah

pembelian pelanggan (Vesel dan Zabkar, 2009; Fathollahzadeh et al., 2011) dan

telah diukur oleh perilaku pembelian berulang yang ditunjukkan oleh pelanggan

terhadap suatu produk atau layanan (Wu, 2011). Dikatakan bahwa kesetiaan sejati

ditunjukkan ketika individu memilih untuk tetap menjadi pelanggan perusahaan

bahkan ketika mereka tidak ditawari produk dan layanan dengan kualitas terbaik

(Ahluwalia et al., 2000). Jenis loyalitas yang dicirikan oleh komitmen disebut

kualitas premium (Gounaris dan Stathakopoulos, 2004). Lebih lanjut, Tucker

(1964) menyatakan bahwa loyalitas merek adalah hasil dari kombinasi

karakteristik, yang tidak berkontribusi secara setara terhadap pilihan yang dibuat

pengguna. Loyalitas mengenai sektor perbankan didefinisikan sebagai

perlindungan berulang dari bank terhadap pelanggan tertentu dalam jangka waktu

yang lama (Ladhari et al., 2011). Pelanggan yang loyal ditandai dengan pembelian

berulang-ulang produk dan layanan (Akhter et al., 2011).

Senada dengan pendapat diatas, dalam kontek industri perbankan Foster &

Cadogan (2000) berpendapat bahwa Continuance Intention akan melahirkan

perilaku dan tindakan pelanggan seperti:

a. Pelanggan akan melakukan aktifitas transaksi atau mempergunakan

layanan yang ditawarkan oleh bank.


53

b. Pelanggan akan menjadikan bank tsb sebagai pilihan utama dalam

mempergunakan jasa keuangan.

Dalam sektor internet banking, Anderson & Srinivasan (2003)

mendefinisikan niat pelanggan sebagai kecenderungan pelanggan untuk terus

menggunakan situs web tertentu, sering mengunjungi situs itu, dan menunjukkan

perlekatan situs yang tinggi dengan waktu kunjungan situs yang juga tinggi.

Sedangkan Lewis & Soureli (2006) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan,

persepsi kualitas layanan, atribut layanan, citra perusahaan, persepsi nilai, biaya-

biaya pergantian, hubungan interpersonal dengan komitmen karyawan bank -

keterikatan, kepercayaan, karakteristik pelanggan, dan upaya organisasi untuk

membuat ikatan hubungan dengan pelanggan adalah faktor dari loyalitas

pelanggan. Saleem et al (2016) mencatat bahwa pengaruh sosial, orientasi pasar

dan kualitas layanan berhubungan dengan loyalitas pelanggan, dengan kepuasan

sebagai pendahulu, dan menyarankan bahwa bank harus menginvestasikan

sumber daya untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan. Abratt dan

Russel (1999) berpendapat bahwa pelanggan dengan sentuhan hubungan pribadi

akan setia kepada bank mereka.

2.1.7 Perilaku Word of Mouth (WOM Behavior)

Beberapa peneliti berpendapat bahwa perilaku word of mouth adalah

diantara yang paling penting dalam pemasaran (Christopher et al, 1991; Rigby et

al, 2003; White dan Schneider, 2004). Selanjutnya, Harrison-Walker (2001)

mendefinisikan WOM sebagai komunikasi in-formal, pembicaraan orang-ke-orang

antara komunikator nonkomersial dan penerima yang berkaitan dengan merek,

produk, organisasi, atau layanan. Dalam pemasaran jasa termasuk industri

perbankan, beberapa peneliti menggambarkan WOM sebagai "kekuatan dominan


54

di pasar" (Mangold et al, 1999) dan "tes terakhir dari hubungan pelanggan"

(Bendapudi dan Berry, 1997). Di antara berbagai pendekatan, orang menamakan

WOM sebagai "pemasaran akar rumput" (Deal dan Abel, 2001), "pemasaran viral"

(Kelly, 2000), atau sekadar "pemasaran buzz" (Rosen, 2000).

Perilaku WOM ini juga berarti mengatakan sesuatu yang positif,

merekomendasikan dan memastikan orang lain bahwa anda berbisnis dengan

sesuatu (Klaus & Maklan, 2013; Brown et al, 2005; Mbama et al, 2018). Ide dasar

dibalik WOM adalah bahwa informasi tentang produk, layanan, toko, perusahaan,

dan sebagainya dapat menyebar dari satu konsumen ke konsumen lainnya.

Artinya, komunikasi WOM mencakup informasi apa pun tentang objek target

(misalnya: perusahaan, merek, layanan) yang ditransfer dari satu orang ke orang

lain baik secara langsung atau melalui media komunikasi (seperti media sosial),

baik informasi positip maupun negatip. Pengukuran WOM behavior, secara fakta

bahwa mereka mencerminkan keterikatan psikologis dan emosional terhadap

kesetiaan, digunakan untuk memahami elemen kognitif yang mendasari motif

pembelian dan tindakan di masa depan (Bowen dan Chen, 2001; Fathollahzadeh

et al., 2011). Mereka dipandang untuk menambahkan beberapa tingkat nilai pada

produk atau layanan (Wu, 2011). mempertahankannya terhadap komentar buruk

dengan sangat mendukung pilihan mereka (Akhter et al., 2011).

Studi empiris sebelumnya banyak yang menyelidiki variabel pendahulu dari

WOM, biasanya berfokus pada efek langsung dari kepuasan konsumen dengan

pengalaman. Namun, temuan-temuan dari penelitian ini umumnya samar-samar.

Beberapa menemukan pengaruh positif langsung kepuasan pada WOM (Blodgett,

Granbois, dan Waiters, 1993; Heckman dan Guskey, 1998; Mittal, Kumar, dan

Tsiros, 1999; Richins, 1983; Swan dan Oliver, 1989); yang lain tidak menemukan

hubungan langsung diantara kedua konstruksi tersebut (Arnett, German, dan Hunt,

2003; Bettencourt, 1997; Reynolds dan Beatty, 1999). Selain menguji ulang
55

penelitian sebelumnya dimana pola hubungan kepuasan dan WOM yang terdapat

banyak kontradiktif, menurut peneliti perilaku WOM perlu dimasukkan dalam

penelitian ini, karena perkembangan Bank 4.0 ini parallel dengan perkembangan

sosial media. Saat ini review dan komentar dari pemakai sebelumnya, baik positip

maupun negatip diyakini akan mempengaruhi opini seseorang sehingga berakibat

pada pilihan keputusan pelanggan menggunakan layanan Bank 4.0. Sehingga

berbicara Bank 4.0, variabel WOM ini tidak boleh ditinggalkan dalam penelitian,

namun sayangnya sedikit peneliti yang memberi perhatian pada variabel ini.

2.1.8 Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction)

Customer Satisfaction merupakan indikator kinerja utama yang umum

digunakan yang melacak seberapa puas pelanggan terhadap produk dan atau

layanan suatu bank. Customer Satisfaction adalah menilai sikap pelanggan

tentang produk, layanan, dan merek. Oliver (1980) mendefinisikan Customer

Satisfaction sebagai perbedaan antara harapan individu sebelum konsumsi suatu

produk atau layanan dan pengalaman aktual setelah konsumsi. Sedangkan

Sharma dan Patterson (2000) mendefinisikan Customer Satisfaction sebagai

evaluasi keseluruhan berdasarkan total pengalaman pembelian dan konsumsi

yang berfokus pada kinerja produk atau layanan yang dipersepsikan dibandingkan

dengan harapan pra-pembelian dari waktu ke waktu. Customer Satisfaction selalu

untuk membuat pelanggan senang (Kotler, 2003). Sedangkan Amin (2010)

menyatakan bahwa Customer Satisfaction adalah faktor yang paling berpengaruh

terhadap loyalitas pelanggan.

Istilah Customer Satisfaction menjadi semakin popular di tahun 1980-an

dengan "Total Quality Management". Customer Satisfaction sebagai salah satu

indikator utama kinerja bisnis dan hal ini akan menghasilkan perilaku pembelian
56

kembali (Bolton, 1998; Fornell, 1992); lebih sedikit keluhan (Bearden dan Teel,

1983; Fornell et al, 1996); dan seperangkat lebih kecil dari penawaran alternatif

dipertimbangkan dalam keputusan pembelian (Lapersonne et al, 1995). Customer

Satisfaction terjadi ketika kesenjangan antara harapan dan pengalaman

pelanggan telah dipenuhi (Meyer dan Schwager, 2007). Model Customer

Satisfaction yang paling populer adalah SERVQUAL yang dikembangkan oleh

Parasuraman et al (1988) yang mengukur ekspektasi layanan pelanggan dan

layanan aktual yang diterima. Namun kerangka kerja kualitas layanan ini terlalu

umum, sehingga Bank 4.0 membutuhkan kerangka kerja baru yang lebih spesifik

mengukur pada setiap variabel yang mempengaruhi kepuasan pelanggan Bank

4.0.

Fathollahzadeh et al (2011) mempelajari efek online dan offline dari

kepuasan, kerjasama, kepercayaan, komitmen, kualitas layanan, penanganan

keluhan, citra dan komunikasi di sektor perbankan Iran dan ditemukan bahwa

semua dari delapan variabel tersebut memiliki hubungan yang signifikan dengan

kepuasan pelanggan, yang dapat mengarah pada loyalitas pelanggan. Pendapat

lainnya menyatakan bahwa ada dua dimensi yang mempengaruhi Customer

Satisfaction: kualitas layanan inti yang disediakan oleh bank dan kualitas

hubungan dengan bank. Dimensi pertama terdiri dari keandalan, keamanan,

fungsionalitas, akurasi dan kecepatan, sedangkan yang kedua mencakup daya

tanggap, kompetensi, jaminan, kepercayaan, keramahan, ketersediaan

kesopanan, komitmen, lexibilitas dan komunikasi (Levesque dan McDougall, 1996;

Johnston, 1997; Winstanley, 1997; Jamal dan Naser, 2002). Lebih lanjut, Jeong

dan Lee (2010) berpendapat bahwa keragaman produk, tangibles,

responsiveness, interaksi, dan stabilitas memiliki dampak signifikan terhadap

kepuasan pelanggan internet. Selanjutnya, Liebana-Cabanillas et al (2013)


57

menekankan bahwa pelanggan internet banking sebagian besar puas dengan

aksesibilitas internet, kemudahan penggunaan, kegunaan, dan kepercayaan.

Di sektor perbankan, Joseph dan Stone (2003) menggaris bawahi

ketersediaan saluran layanan internet banking dan kemudahan penggunaannya

berkorelasi dengan tingginya kepuasan dan retensi pelanggan. Garg, Rahman dan

Kumar (2010) menemukan bahwa pengalaman pelanggan berpengaruh pada

kepuasan pelanggan, yang memediasi loyalitas, retensi pelanggan, pertumbuhan

pasar dan profitabilitas perusahaan. Studi terbaru tentang dimensi kualitas layanan

yang berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan dilakukan oleh Pakurar et al

(2019) dengan model penelitian seperti Gambar 2.2 dibawah.

Gambar 2.2 Variabel yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan


(sumber: Pakurar et al, 2019)

Studi Pakurar et al (2019) diatas dilakukan dengan subjek sektor perbankan di

Jordania, dan ditemukan bahwa tangibilitas, respon, empati, jaminan, reliability,

kemudahan akses, aspek biaya dan kompetensi karyawan bank berpengaruh

positip terhadap kepuasan pelanggan.


58

2.1.9 Hubungan Pengalaman, Kepuasan, Perilaku WOM dan Niat


Pelanggan

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, pada penelitian ini berfokus

pada dampak Bank 4.0 Experiential Quality pada variabel yang peneliti anggap

paling penting dalam pemasaran, yaitu Satisfaction, Intention dan WOM behavior.

Para ahli menempatkan customer experience sebagai penentu utama kepuasan

dan loyalitas pelanggan (Caruana, 2002). Experience dan satisfaction, merupakan

konstruksi yang terpisah (Garbarino & Johnson, 1999), dihubungkan melalui

hubungan kontribusi (Fornell, 1992).

Banyak penelitian telah memberikan bukti empiris untuk mendukung

pernyataan bahwa kepuasan pelanggan memiliki hubungan positif pada niat

pembelian kembali dan loyalitas pelanggan (Amin et al., 2013). Sebagai contoh,

Ramseook-Munhurrun dan Naidoo (2011) menemukan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan dalam internet

banking. Temuan Cristobal, Flavián, & Guinalíu (2007) memberikan bukti

hubungan langsung yang positif antara kepuasan pelanggan dan loyalitas

elektronik. Sementara itu Andreassen & Lindestad (1998) menyatakan antara

kualitas layanan dan loyalitas, menunjukkan bahwa mungkin ada efek tidak

langsung yang dimediasi oleh kepuasan. Beberapa peneliti terdahulu juga

menyatakan bahwa pengalaman mendorong kepuasan, yang pada gilirannya

mendorong loyalitas (Shankar et al, 2003). Para ahli pemasaran juga mengakui

hubungan antara kepuasan dan loyalitas (Yi & La, 2004).

Studi loyalitas pelanggan yang terbatas telah dilakukan di sektor digital

banking, sayangnya peneliti yang mempelajari kepuasan dan loyalitas tidak selalu

mempertimbangkan pengalaman pelanggan. Misalnya, pengaruh kualitas layanan

pada kepuasan dan loyalitas pelanggan telah diselidiki (Levyand Hino, 2016;

Kaura et al, 2015; Ladhari et al, 2011), sedangkan Saleem et al (2016) mempelajari
59

pengaruh loyalitas pelanggan, dengan kepuasan pelanggan sebagai moderator.

Ada hubungan positif antara kepuasan pelanggan dan loyalitas di bank-bank

Yunani (Keisidou et al, 2013); dan dalam studi perbankan lainnya (Fathollahzadeh

et al, 2011; Klaus dan Maklan, 2013). Studi-studi ini menunjukkan bahwa

kepuasan pelanggan dapat menyebabkan loyalitas pelanggan, yang

membutuhkan pengujian ulang pada Bank 4.0. Lebih lanjut Black et al (2014)

menjelaskan bahwa hubungan antara kualitas layanan dan kepuasan pelanggan

lebih kuat bagi mereka yang secara teknis kurang kompleks dari layanan.

Garg dan Rahman (2010) menemukan bahwa pengalaman pelanggan

mengarah pada kepuasan pelanggan, yang memediasi loyalitas, retensi

pelanggan, pertumbuhan pasar dan profitabilitas perusahaan. Tentu saja,

pengalaman pelanggan adalah tentang kualitas layanan dan kepuasan pelanggan,

yang berarti untuk mencapai keunggulan layanan, pandangan pelanggan dan

karyawan bank sangat penting.

Hasil penelitian sektor online lebih komprehensif dilakukan oleh Lin dan Sun

(2009) yang menunjukkan hal-hal berikut: pertama, kepuasan pelanggan secara

positif akan mempengaruhi loyalitas pelanggan secara langsung; kedua, faktor

penerimaan teknologi akan secara positif mempengaruhi kepuasan pelanggan

dan kesetiaan pelanggan secara langsung; ketiga, kualitas layanan situs web

dapat secara positif mempengaruhi kepuasan pelanggan dan kesetiaan

pelanggan secara langsung; dan keempat, biaya customer retention spesifik

dapat secara positif memengaruhi kesetiaan pelanggan secara langsung, tetapi

tidak dapat secara positif memengaruhi kepuasan pelanggan secara langsung.

Namun demikian penelitian hubungan empat variabel tersebut juga terdapat

hasil yang bertolak belakang, misalnya penelitian yang dilakukan Keisidou et al

(2013) yang tidak menemukan hubungan antara kepuasan pelanggan, loyalitas

dan kinerja keuangan di bank Yunani, kontradiktif dengan hasil penelitian Chi dan
60

Gursoy (2009) yang menemukan hubungan antara kepuasan pelanggan dan

kinerja keuangan di sektor perhotelan USA. Liang et al (2009) menemukan bahwa

dampak atribut produk pada kepuasan pelanggan, kepercayaan, komitmen dan

loyalitas pelanggan, dan kinerja keuangan bank di Taiwan, namun tidak dalam

konteks digital banking.

Pengalaman pelanggan tidak hanya mendorong kepuasan pelanggan

(Anderson & Mittal, 2000) dan loyalitas (Fornell et al, 2006), tetapi juga dari

perilaku WOM (Keiningham et al, 2007). Pengaruh pengalaman pelanggan pada

perilaku WOM dibahas secara luas di media offline tradisional (Babin et al, 2005);

online (Hennig-Thurau et al, 2002); dan pengaturan pengalaman (Voss &

Zomerdijk ,2007). Berdasar penelitian Koenig-Lewis & Palmer (2008) pengalaman

juga memiliki dampak yang lebih signifikan daripada kepuasan terhadap loyalitas

pelanggan dan perilaku WOM. Studi yang komprehensif tentang hubungan

pengalaman, loyalitas, kepuasan dan WOM dilakukan oleh Klaus dan Maklan

(2013) dengan model seperti pada Gambar 2.3, dibawah.

Gambar 2.3 Mengukur pengalaman pelanggan


(sumber: Klaus dan Maklan, 2013)
61

Dalam penelitian tsb, Klaus dan Maklan (2013) menemukan bahwa pengalaman

memiliki efek positip terhadap loyalitas, kepuasan dan WOM, serta pengalaman

memiliki pengaruh yang lebih kuat ke loyalitas dan WOM dibandingkan kepuasan.

Senada dengan penelitian tersebut, Gremler & Brown (1996) menemukan

kepuasan pelanggan memiliki pengaruh positif pada loyalitas perilaku, dan antara

kepuasan pelanggan dan perilaku WOM.

2.2 Penelitian Terdahulu

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, belum ada penelitian yang

spesifik yang mengukur persepsi pengalaman pelanggan terhadap layanan Bank

4.0, namun demikian penelitian sejenis tentang e-banking bisa dijadikan referensi.

Penelitian e-banking yang dilakukan oleh Amin (2016) menunjukkan bahwa e-

banking dapat menjadi delivery channel layanan bank dengan biaya yang efisien.

Harrison et al (2014) mensurvei pelanggan bank di Skotlandia dan ditemukan

bahwa adopsi e-banking tergantung pada faktor kesiapan pelanggan seperti

keterlibatan, pengalaman komputer dan internet, pilihan dan kesadaran manfaat,

dan kemauan untuk merangkul perubahan, kesiapan situs web bank seperti

kenyamanan, kemudahan penggunaan, jaminan keamanan dan biaya saluran. Ini

dimediasi oleh pendapatan, pendidikan dan area tinggal pelanggan.

Pikkarainen et al (2004) mengusulkan model e-banking, disajikan pada

Gambar 2.4 berikut;


62

Gambar 2.4 Consumer Acceptance of Online Banking


(Sumber: Pikkarainen,2004)

Model yang dikembangkan Pikkarainen (2004) tersebut menunjukkan bahwa

manfaat yang dirasakan, kemudahan penggunaan dan kenikmatan, informasi,

keamanan dan privasi, dan kenikmatan internet adalah penentu penggunaan e-

banking.

Studi yang dilakukan oleh Amin (2016) tentang kualitas layanan e-banking

dan hubungannya dengan kepuasan dan loyalitas pelanggan menunjukkan bahwa

layanan e-banking berpengaruh signifikan terhadap kepuasan namun tidak

berpengaruh signifikan terhadap loyalitas. Gambar 2.5 dibawah adalah model

yang dikembangkan oleh Amin (2016). Meskipun banyak faktor dan dimensi yang

terlibat dalam penelitian ini namun Amin belum melibatkan perilaku WOM dan

pengalaman dalam penelitiannya. Menurut peneliti area ini membutuhkan

perhatian lebih lanjut, perilaku WOM sangat penting untuk diteliti, karena

perkembangan Bank 4.0 paralel dengan perkembangan media sosial. Pemakai

layanan Bank 4.0 saat ini dengan mudah akan mereview dan memberikan komen

baik positip maupun negatip baik melalui kolom review yang disediakan aplikator

maupun lewat media sosial.


63

Gambar 2.5 Model Internet banking service quality dan Implikasinya


terhadap e-customer satisfaction and e-customer loyalty
(Sumber: Amin, 2016)

Lebih lanjut studi yang menghubungkan e-banking dan perilaku diselidiki

oleh Luarn dan Lin (2005), menurut mereka variabel kemudahan, kegunaan,

kredibilitas, kemanjuran diri serta biaya dapat mempengaruhi niat perilaku untuk

menerima m-banking, diilustrasikan dalam Gambar 2.6 berikut. Menurut peneliti,

riset tersebut terlalu sederhana, karena hanya menjelaskan faktor-faktor yang

mempengaruhi penggunaan mobile banking, dan tidak menjelaskan lebih lanjut

pengaruhnya terhadap variabel kunci seperti kepuasan, loyalitas dan perilaku

WOM.
64

Gambar 2.6 Perilaku untuk menggunakan mobile banking


(sumber: Luarn dan Lin, 2005)

Kaitannya dengan Bank 4.0, King (2018) menjelaskan bahwa yang

dibutuhkan pelanggan adalah pengalaman, bukan produk semata. Apa yang

diperlukan bank untuk bertahan hidup, itu adalah pertanyaan krusial pada era 4.0

ini, dan menurut King (2018) untuk bersaing bank harus menang dalam teknologi,

tetapi teknologi bukanlah tujuan akhir, pengalaman pelanggan yang menyatu

adalah yang paling penting. Sebagai platform, bank perlu mengintegrasikan ke

dalam kehidupan pelanggan kapan dan dimana pun mereka paling

membutuhkannya, disinilah teknologi harus hadir. Memahami teknologi berarti

membuat pelanggan tidak akan pernah "datang ke bank" lagi. Dari kelima

penelitian tersebut diatas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa untuk

meningkatkan kinerja, Bank 4.0 harus meningkatkan pengalaman pelanggan,

yang harus selaras dengan persyaratan yang diinginkan pelanggan, menjadikan

pandangan bank dan pelanggan sebagai hal yang penting untuk kesuksesan Bank

4.0. Pada Tabel 2.5 berikut adalah rangkuman beberapa penelitian terdahulu yang

terkait dengan online banking yang dijadikan referensi dalam penelitian ini.
65

Tabel 2.5 Penelitian Terdahulu Tentang Online Banking


No Author Judul Penelitian Variabel Penelitian
1 Cajetan I. Mbama, Patrick O. Digital Banking, Customer Customer experience, service quality,
Ezepue, (2018) Experience and Bank Financial functional quality, perceived value (PV),
perfomance : UK Customers employee-customer engagement, perceived
perceptions usability, perceived risk, customer satisfaction,
customer loyalty and financial performance
2 Elissavet Keisidou, Lazaros Customer satisfaction, loyalty Customer satisfaction, Customer loyalty,
Sarigiannidis and Dimitrios I. and financial performance A Financial performance, Service quality, Image,
Maditinos (2017) holistic approach of the Greek Value, Brand credibility, Economics,
banking sector Convenience, Tangibles
3 Ruchi Garg, Zillur Rahman, Measuring customer Customer experience, convenience,
M.N. Qureshi, (2014) experience in banks: scale servicescape, employees, online functional
development and validation elelement, presence of other customers.
Dimention of CE are: online aesthetics,
customization, value addition, speed, core
service, marketing mix, service process, online
hedonic elements, customer interaction.

4 Muslim Amin , (2016) Internet banking service quality Internet BSQ, e-customer satisfaction, e-
and its implication on e- loyalty. Dimension of IBSQ: personal need,
customer satisfaction and e- site organization, user friendliness, efficiency
customer loyalty of website

5 Miklós Pakurár, Hossam The Service Quality Customer satisfaction, tangibles,


Haddad, János Nagy, Dimensions that Affect responsiveness, empaty, assurance, reliablity.
József Popp and Judit Oláh Customer Satisfaction in the Access, financial report, employee
(2019) Jordanian Banking Sector competences
6 Cajetan I. Mbama, Patrick Digital Banking, Customer Customer experience, customer loyalty,
O. Ezepue, Lyuba Experience and Bank financial performance, customer satisfaction,
Alboul, and Martin Beer Financial perfomance : UK brand trust, perceived risk, service
customization, service speed, service
(2018) Bank Managers’
convinience, perceived value, perceived
Perceptions
usability, service quality, employee-customer
engagement, digital banking innovation

7 Ajimon George & G. S. Impact of service quality Customer satisfaction, fulfillment , Security,
Gireesh Kumar (2014) dimensions in internet banking Reliability, Efficiency ,Responsiveness,
on customer satisfaction Website attributes , Privacy
8 Parasuraman, Valarie A. ESQUAL a multiple-item scale Electronic Service Quality, Efficiency,
Zeithaml, Arvind Malhotra for assessing electronic Fulfillment, System Availability, Privacy,
(2005) service quality Responsiveness, Compensation, Contact
9 Michel Rod, Nicholas J. An examination of the Customer Satisfaction, Online customer
Ashill, Jinyi Shao and Janet relationship between service service, Online information system quality,
Carruthers (2014) quality dimensions, overall Banking service product quality, Overall
internet banking service quality internet banking service quality
and customer satisfaction: a
New Zealand study

10 Po-Young Chu, Gin-Yuan Service Quality, Customer e-Service Quality, Customer Satisfaction,
Lee, Yu Chao (2012) Satisfaction, Customer Trust, Customer Trust, e-Loyalty
And Loyalty In An E-Banking
Context
11 Zeyad M, EM. Kishada & Influence of Customer Customer Loyalty, Customer Satisfaction,
Norailis Ab. Wahab (2015) Satisfaction, Service Quality, Service Quality, and Trust
and Trust on Customer Loyalty
in Malaysian Islamic Banking

12 Leonard L. Berry Lewis P. Managing the Total Customer Customer Satisfaction, customer behavior,
Carbone Stephan H. Experience competency management, fasility
Haeckel (2002)
13 Minjoon Jun and Sergio Examining the key dimensions Mobile convinience, accuracy, diverse mobile
Palacios (2016) of mobile banking service aplication service feature, ease of use,
quality: an exploratory study content, speed, aesthetics, Security, continous
improvement, competence, credibility,
courtesy, understanding the customer,
communication, reliability, access,
responsiveness
(Sumber: Kajian penelitian terdahulu, 2020)
66

BAB III KERANGKA KONSEP

Bab ini membahas aspek-aspek kerangka teori yang menopang penelitian

dalam tesis ini. Diawali dengan kajian kesenjangan antar literatur terdahulu yang

menjadi referensi utama dalam penelitian ini. Setelah ditemukan kesenjangan

diantara literatur utama, selanjutnya peneliti akan melengkapi dengan studi serupa

sehingga terbentuk Kerangka Konsep Kerja (Conceptual Framework) yang akan

diuji yang pada akhirnya diharapkan akan membentuk model baru yang

berkontribusi secara teoritis dan praktis.

Dalam penelitian terdahulu sudah banyak yang meneliti tentang dampak

kepuasan pelanggan, loyalitas dan kinerja keuangan (misalnya: Keisidou et al.,

2013; Mbama, 2018), juga sudah banyak yang meneliti tentang dampak

perbankan digital pada pengalaman pelanggan dan kinerja keuangan. Namun

belum ada yang meneliti dampak Bank 4.0 Experiential Quality terhadap

kepuasan, niat dan perilaku WOM khususnya dalam perspektif pelanggan

millennials. Penelitian tentang Bank 4.0 ini sangat unik dimana peneliti akan

menggabungkan perspektif teoretis yang berbeda, karena melibatkan perilaku

pelanggan, kualitas layanan, aplikasi teknologi Bank 4.0 di bank umum maupun

fintech, serta perilaku pelanggan millennials. Bab ini peneliti akan menguraikan

kerangka konsep yang mendukung penelitian, konseptualisasi teoretis penelitian

dan variabel penting yang terlibat.


67

3.1 Ringkasan Kesenjangan Hasil dan Kritikan Atas


Penelitian Terdahulu
Kerangka konsep SERVQUAL yang dikembangkan oleh Parasuraman et al

(1988) menganalisis kesenjangan antara ekspektasi layanan pelanggan dan

layanan aktual yang diterima untuk mengevaluasi kualitas layanan. Kerangka

konsep ini menggunakan teori kesenjangan layanan (The Gap theory of service

quality) yang juga dikembangkan oleh Parasuraman (1985). Konsep SERVQUAL

berguna dalam penelitian yang berhubungan dengan layanan, namun variabel-

variabel yang digunakan terlalu umum dan skala ini tidak cukup untuk mengukur

pengalaman pelanggan di setiap titik kontak dalam kerangka konsep dalam

penelitian tentang Bank 4.0 ini.

Studi tentang beberapa dimensi yang berefek pada kepuasan pelanggan

bank di Jordania dilakukan oleh Pakurar et al (2019), namun dimensi yang

digunakan (seperti tangibility, empaty, acces) lebih tepat untuk layanan off line

bank, dan tidak relevan dengan karakteristik Bank 4.0 yang ‘banking every where,

never at bank’. Studi yang menghubungkan e-banking dan perilaku diselidiki oleh

Luarn dan Lin (2005), menurut penelitian tersebut variabel kemudahan, kegunaan,

kredibilitas, kemanjuran diri serta biaya dapat mempengaruhi niat perilaku untuk

menerima m-banking, namun penelitian tersebut gagal menghubungkannya

dengan pengalaman pelanggan dan variabel kunci lainnya yaitu kepuasan dan

loyalitas.

Model pengukuran pengalaman pelanggan pada Gambar 2.2, yang

dikembangkan oleh Klaus dan Maklan (2013), sudah cukup holistik karena telah

melibatkan variabel loyalitas, kepuasan dan perilaku WOM, namun penelitian

tersebut terlalu umum, tidak spesifik untuk sektor perbankan online. Selain itu

Klaus dan Maklan (2013) tidak dapat secara tegas membedakan definisi loyalty

intention dan WOM behavior, terbukti item pertanyaan pada kedua variabel
68

tersebut tumpang tindih dan ambigu. Empat variabel yang mempengaruhi

customer experience yaitu product experience, outcome focus, moments of truth

dan peace of mind, sulit diterapkan secara langsung di sektor perbankan, sehingga

memerlukan pengembangan lebih lanjut jika diterapkan di Bank 4.0.

Penelitian Garg et al (2014) pada Gambar 3.1, yang menunjukkan hubungan

antara pengalaman pelanggan dan kepuasan di bank India. Dalam model tersebut

telah melibatkan variabel yang cukup detil mempengaruhi pengalaman,

sayangnya variabel yang terlibat masih terlalu umum, karena melibatkan semua

aktivitas online dan offline (seperti variabel marketing mix, employees dan

customer interaction), sementara Bank 4.0 tidak melibatkan interaksi pelanggan

langsung dengan bank, sehingga membuat model tersebut tidak tepat diterapkan

untuk menggali pengalaman pelanggan di Bank 4.0. Selain itu, model tsb gagal

menunjukkan hubungan antara pengalaman dengan loyalitas dan WOM.

Gambar 3.1 Model pengalaman pelanggan. (sumber: Garg et al, 2014)


69

Penelitian tentang internet banking dan implikasinya dilakukan oleh Amin et

al (2016), dinyatakan bahwa Internet Banking Service Quality (IBSQ) tercermin

melalui kebutuhan pelanggan, pengaturan jaringan, kemudahan penggunaan dan

efisiensi website. Hasil penelitian Amien et al (2016) menyatakan IBSQ tidak

berpengaruh signifikan terhadap e-loyalty, ini bertentangan dengan hasil penelitian

dari Keisidou et al (2013) dan Mbama et al (2018) yang menyatakan sebaliknya.

Model yang dikembangkan dalam penelitian tersebut juga gagal meneliti dimensi

pengalaman pelanggan. Selain itu, subjek penelitian adalah semua pelanggan

bank secara umum, baik pengguna aktif internet maupun tidak, menyebabkan

penelitian ini menjadi bias.

Riset holistik yang menghubungkan beberapa dimensi dengan kepuasan,

loyalitas dan kinerja keuangan dilakukan oleh Keisidou at al (2013) seperti dalam

Gambar 3.2 dibawah. Meskipun model telah menjelaskan pola hubungan

beberapa dimensi namun gagal melibatkan pengalaman dan perilaku WOM.

Selain itu model tsb melibatkan interaksi off line (misalnya tangibilitas dan service

quality), sehingga model ini perlu dimodifikasi untuk Bank 4.0, terutama dimensi

yang berhubungan dengan online.


70

Gambar 3.2 Kepuasan, loyalitas dan kinerja keuangan.


(sumber: Keisidou et al, 2013)

Mbama et al (2018) mengembangkan model yang lebih komprehensif untuk

digital banking di Inggris (Gambar 3.3). Model ini sudah meneliti hubungan

beberapa dimensi pengalaman pelanggan dan pengaruhnya terhadap kinerja

keuangan, kepuasan dan loyalitas. Namun Mbama et al (2018) tidak menaruh

perhatian pada variabel perilaku WOM sebagai efek dari pengalaman pelanggan.

Pada model tersebut, terdapat variabel employee-customer engaggement yang

tidak tepat diterapkan di Bank 4.0 yang memiliki karakter ‘banking everywhere,

never at bank’. Selain itu, penelitian tersebut tidak menaruh perhatian pada WOM

behavior, padahal merupakan variabel yang penting dalam sektor online. Hasil

penelitian tersebut, loyalitas pelanggan dilaporkan berpengaruh terhadap kinerja

keuangan, hasil ini bertentangan dengan penelitian Keisidou et al (2013) yang

justru menyatakan sebaliknya. Karena terdapat banyak celah pada penelitian

terdahulu, sehingga membuka peluang bagi peneliti untuk membuat kerangka

konsep baru yang lebih sesuai dengan konteks Bank 4.0.


71

Gambar 3.3 Digital Banking, Customer Experience and Bank Financial


performance (Sumber: Mbama et al,2018)

3.2 Menentukan Desain Dimensi Bank 4.0 Experiential

Pada sub bab ini akan dibahas argument dalam menentukan dimensi Bank

4.0 Experiential. Kajian tentang customer experience, meskipun masih terbatas,

telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Sebagaimana telah dibahas

pada Bab II sebelumnya di Tabel 2.4, adalah daftar beberapa penelitian tentang

customer experience. Meskipun sudah ada beberapa penelitian tentang customer

experience, namun sayangnya atribut pengukuran customer experience tersebut

terlihat berbeda- beda antar peneliti. Ini berarti belum ada konsensus atau atribut

yang baku untuk mengukur experience. Banyaknya perbedaan atribut pengukuran

ini menjadikan peluang bagi peneliti untuk menutup celah ini, khususnya dalam

sektor Bank 4.0. Dalam menentukan dimensi Bank 4.0 Experiential, peneliti

menggunakan alur berpikir dengan urutan sbb:


72

a. Mempelajari dan menganalisa satu per satu karakteristik Bank 4.0 yaitu :

embedded, ubiquitous banking, real-time, open banking, contextual

experiences, frictionless, smart, artificial intellegence, digital omni-channel,

zero physical distribution, contackless and branchless (King, 2018)

b. Mempelajari dan menganalisa satu per satu karakteristik millennials

customer yaitu: Confident, Connected, Open to Change, Creative, Multi-

tasker, Digital Native, Impatient, Adventourous and Network

(Prensky,2001; King, 2018; Pew Research Centre, 2010, dll)

c. Mendata semua dimensi customer experience dari penelitian sebelumnya,

selanjutnya mempelajari satu per satu definisi operasionalnya yaitu:

empaty, employee-customer engagement, functional quality, convenience,

innovation, trust, value, Risk mitigation & Security, sense, feel,

environment, tangibility, customer interaction, presence of other

customers, employees, service scape, customization, value addition,

speed, core service, service process, marketing-mix, online functional

elements, online hedonic elements, online aesthetics, hedonic, interactive,

novelty, comfort, safety and stimulation, joy, love, positive surprise,

sensory, affective, intellectual, behavioural, think, act, relate (Garg &

Rahman, 2014; Otto & Ritchie, 1996; Hosany & Gilbert, 2009; Brakus et al,

2009; Knutson et al, 2007; Schmitt; 1999; Nigam, 2010)

d. Menggabungkan dimensi yang memiliki definisi operasional yang mirip/

sama, sehingga tersisa sepuluh dimensi yang benar- benar berbeda yaitu:

empaty, employee-customer engagement, functional quality, convenience,

innovation, trust, value, Risk mitigation & Security, environment, tangibility.

e. Menghubungkan setiap dimensi customer experience (dalam point d)

dengan setiap karakteristik Bank 4.0 dan karakteristik millennials customer

yang memiliki kecocokan definisi operasional.


73

f. Dimensi yang dipilih adalah yang terhubung dengan minimal satu

karakteristik Bank 4.0 dan karakteristik millennials customer sehingga

tersisa enam dimensi yaitu: functional quality, convenience, innovation,

trust, value, Risk mitigation & Security.

Gambar 3.4 dibawah menjelaskan alur berpikir terbentuknya dimensi Bank

4.0 Experiential dari sudut pandang Millennials Customers. Secara teori, keenam

dimensi yang terbentuk tersebut secara teori sudah sesuai dengan karakter Bank

4.0 maupun karakter Millennials Customer, namun perlu diuji secara empiris

melalui survei dalam penelitian ini. Peneliti tidak memasukkan dimensi tangibility,

employee-customer engagement, environment dan empaty meskipun variabel

tersebut hampir selalu menjadi perhatian dalam penelitian online banking

sebelumnya. Hal ini disebabkan dimensi-dimensi tersebut hanya sesuai dengan

karakter millennials customer, namun tidak menyinggung sama sekali, bahkan

bertentangan dengan karakteristik Bank 4.0.

Gambar 3.4 Desain Dimensi Bank 4.0 Experiential


(sumber: hasil olahan peneliti, 2020)
74

3.3 Menentukan Kerangka Konseptual

Sub bab ini membahas argumen dalam menentukan kerangka konsep,

didasarkan pada penelitian sejenis sebelumnya, yang telah dikritisi dan

dipertimbangkan mana variabel yang akan diambil yang sekiranya dapat

membantu mengeksplorasi pertanyaan penelitian. Dari beberapa referensi

sebelumnya peneliti menggunakan tiga model yang menjadi dasar dalam

membuat kerangka konsep, yaitu Klaus dan Maklan (2013), Keisidou et al (2013)

dan Mbama et al (2018), selanjutnya model tersebut dimodifikasi, disempurnakan

dan disesuaikan dengan tema Bank 4.0 untuk menghasilkan temuan penelitian

yang lebih baik.

Sebagaimana telah dibahas pada Bab Dua dan Bab Tiga ini, penelitian

tentang e-banking telah banyak dilakukan, kebanyakan meninjau dari sisi kualitas

layanan, pemasaran dan strategis. Namun, belum ada penelitian integratif tentang

Bank 4.0, sehingga pelaku industri Bank 4.0 di Indonesia akan mengadopsi model

perbankan digital, yang secara empiris belum terbukti aplikatif untuk Bank 4.0.

Terlepas dari Bank 4.0 yang relatif masih baru, literatur yang memberikan

perhatian pada pengalaman, niat, kepuasan dan perilaku WOM juga masih sangat

terbatas. Sebagian besar penelitian telah membahas e-banking, namun sedikit

perhatian terhadap pengalaman pelanggan, niat dan perilaku WOM.

Untuk itu peneliti mengusulkan kerangka konsep Bank 4.0, yang

mengadopsi e-banking, dengan memperhatikan kedua aspek tsb. Model ini

diharapkan dapat membantu Bank 4.0 menyusun strategi pemasaran, berinovasi

dan mengembangkan produk mereka dengan lebih baik dengan memperhatikan

kebutuhan pelanggannya. Kesenjangan pengetahuan yang telah dibahas dalam

Bab Dua sebelumnya, telah diidentifikasi, yang selanjutnya akan disempurnakan


75

oleh penelitian ini. Bab Dua juga menunjukkan ringkasan tentang kesenjangan

dalam pengetahuan yang secara tidak langsung akan dijawab dalam pertanyaan

penelitian. Dalam Bab Tiga, ditunjukkan kesenjangan pemodelan yang

mengintegrasikan Bank 4.0, millennials customer, variabel customer experience,

continuence intention, customer satisfaction dan WOM behavior. Kesenjangan

penting untuk segara ditutup adalah dimensi Bank 4.0 experiential, intentions dan

WOM Behavior. Penelitian ini selanjutnya mengambil objek penelitian pada

layanan Bank 4.0 baik dari bank umum maupun perusahaan fintech. Dari kajian

kritis dan modifikasi penelitian sebelumnya, kerangka konsep yang dikembangkan

peneliti adalah sesuai Gambar 3.5 sbb:

Gambar 3.5 Kerangka Konsep Bank 4.0 Experiential


(sumber: hasil olahan peneliti, 2020)

Model kerangka konsep ini akan menghasilkan penelitian yang holistik dan

kontekstual yang akan meningkatkan pengembangan Bank 4.0 lebih baik lagi. Dari

kerangka konsep diatas dan tinjauan kritis atas literatur sebelumnya, terbentuklah

hubungan antar variabel sehingga terbentuk hipotesa sbb :


76

3.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pada analisa masalah dan tujuan penelitian yang berkaitan

dengan variabel penelitian selanjutnya disusun hipotesis penelitian. Setelah

hipotesis penelitian terbentuk selanjunya akan dibuktikan secara empiris pada

penelitian ini.

3.4.1 Functional Quality, Convinience, Bank 4.0 Innovation, Trust,


Value, Risk Mitigation & Security merupakan dimensi dari Bank
4.0 Experiential

Penelitian ini berfokus pada interaksi antara pelanggan millennials dan

Bank 4.0, dan bagaimana hal tsb berdampak pada satisfaction dan intention

(seperti penelitian: Klaus & Maklan, 2013; Garg et al., 2014; Keisidou et al., 2013),

serta mempengaruhi perilaku pelanggan yang dapat meningkatkan keseluruhan

experiential quality (seperti penelitian: Klaus & Maklan, 2013; Garg et al, 2014;

Verhoef et al, 2009 ; Liang et al, 2009). Klaus dan Maklan (2013) mendefinisikan

customer experience sebagai: penilaian kognitif dan afektif pelanggan dari semua

kontak langsung dan tidak langsung dengan perusahaan terkait dengan perilaku

pembelian mereka. Sementara itu, Verhoef et al (2009) mengemukakan bahwa

customer experience terdiri dari sifat kognitif, afektif, emosional, sosial dan fisik

dari bisnis, yang ditentukan oleh lingkungan sosial, antarmuka layanan, atmosfer,

jangkauan produk, harga, pengalaman saluran alternatif, dan merek perusahaan.

Namun dimensi experience yang dikemukakan Verhoef et al (2009) ini terlalu

umum jika diaplikasikan ke sektor perbankan. Garg & Rachman (2014) lebih

spesifik meneliti pada sektor perbankan, dan berpendapat dimensi experience

terdiri dari Customer interaction, Presence of other customers, Employees,

Servicescape, Convenience, Customization, Value addition, Speed, Core service,

Service process, Marketing-mix, Online functional elements, Online hedonic

elements, Online aesthetics, sayangnya dimensi tersebut tidak semua bisa


77

diaplikasikan seluruhnya pada Bank 4.0, karena masih melibatkan interaksi fisik

antara bank, pelanggan dan karyawan. Untuk itu sangat penting dan mendesak

untuk diteliti Bank 4.0 Experiential Quality beserta dimensi yang

mengkonstruksinya.

Berdasar kajian teoritis yang dilakukan peneliti pada riset terdahulu

(sebagaimana telah dibahas pada Sub Bab 3.2), akhirnya peneliti berpendapat

bahwa Bank 4.0 Experiential Quality adalah kualitas pengalaman yang

dirasakan secara keseluruhan oleh pelanggan yang terdiri atas konstruksi:

kualitas fungsional (functional quality), kenyamanan (convenience), inovasi

(innovations), kepercayaan (trust), nilai (value), mitigasi risiko & keamanan

(Risk Mitigation & Security). Secara singkat, dimensi-dimensi tersebut dapat

dijelaskan sbb; Functional Quality merupakan dimensi yang berhubungan

dengan kemudahan penggunaan, konten informasi yang interaktif, jelas, desain

antarmuka intuitif, user-friendly, fleksibel dan memungkinkan pelanggan Bank 4.0

untuk melakukan berbagai layanan tanpa harus datang ke kantor bank (King,

2018; Mbama et al, 2018; Keisidou et al, 2013; Garg et al, 2014; Lee & Chung,

2009; Monferrer-Tirado et al, 2016). Convenience merupakan dimensi yang

berhubungan dengan kenyamanan bertransaksi dengan Bank 4.0 secara real

time, lebih cepat, lebih tepat, bebas error dan tanpa kerumitan (Mbama et al, 2018;

Garg et al, 2014; Keisidou et al, 2013 ; Knutson et al, 2007; Karatepe et al, 2005;

Klaus & Maklan, 2013; Jun & Palacios, 2016; Harrison et al, 2014). Innovations

adalah dimensi tentang pengembangan layanan Bank 4.0 yang lebih baik, lebih

unggul dibanding layanan lain, lebih efisien, dan menciptakan kesenangan bagi

pelanggan (Mbama et al, 2018; King, 2018; Dootson et al, 2016; Rogers (2003);

Berry et al, 2010). Trust adalah dimensi yang terkait dengan citra dan kepercayaan

terhadap merk dan layanan Bank 4.0, kualitas informasi, dan perlindungan atas

privasi yang memengaruhi persepsi layanan (Keisidou et al, 2013; Liang et al,
78

2009; Fathollahzadeh et al, 2011; Knutson et al, 2007; Mbama et al, 2018; Akhter

et al, 2011; Levy & Hino, 2016). Value adalah dimensi tentang trade-off antara

biaya dan manfaat, insentif yang diberikan, dan nilai tambah yang dirasakan oleh

pelanggan Bank 4.0. (Knutson et al, 2007; Keisidou et al, 2013; Garg et al, 2014;

Fathollahzadeh et al, 2011; Mbama et al, 2018). Risk Mitigation & Security

merupakan dimensi yang berhubungan dengan keamanan dan mitigasi risiko yang

dirasakan pelanggan Bank 4.0, misalnya mitigasi dari kejahatan digital, dan

serangan cyber (Martins et al, 2014; Mbama et al, 2018; Akinci et al, 2003;

Hanafizadeh et al, 2014; Jun & Palacios, 2016; Otto & Ritchie, 1996). Selanjutnya

keenam dimensi tersebut akan diuji secara empiris melalui hipotesa: keenam

dimensi tersebut merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential Quality. Berikut

penjabaran hipotesis antara dimensi dan Bank 4.0 Experiential Quality;

3.4.1.1 Functional Quality merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential

Dimensi functional quality ini berkaitan dengan aspek fungsionalitas Bank

4.0, aktivitas dan komponen interaktivitasnya (seperti pendapat Garg et al., 2014

tentang digital banking). Dari kajian penelitian terdahulu diketahui definisi

operasional dimensi functional quality yaitu: kemudahan, interaktif, jelas, intuitif,

user-friendly, fleksibel (Mbama et al, 2018; Keisidou et al, 2013; Garg et al, 2014;

Lee & Chung, 2009; Monferrer-Tirado et al, 2016). Peneliti berpendapat definisi

operasional tersebut bersinggungan setidaknya dengan tiga karakteristik Bank 4.0

yaitu: realtime, open banking, dan omni digital (King, 2018), dan karakteristik

pelanggan millennials yaitu: confident, connected (Pew Research Centre, 2010;

Ali & Purwandi, 2016) dan network (Lenhart, 2015). Berdasar kajian teoritis

tersebut akhirnya peneliti meyakini bahwa functional quality merupakan dimensi

dari Bank 4.0 Experiential khususnya dari perspektif pelanggan millennials.

Keyakinan peneliti tersebut didukung oleh beberapa penelitian terdahulu


79

diantaranya yang menyatakan bahwa; functional quality mempengaruhi

penggunaan mobile banking (Lee & Chung, 2009); memiliki efek yang positif

terhadap customer experience (Garg et al, 2014; Mbama et al, 2018). Selanjutnya

untuk membuktikan secara empiris keyakinan peneliti, apakah benar hubungan

functional quality merupakan dimensi experience dalam konteks Bank 4.0, akan

diuji dengan hipotesa sbb:

H1a. Functional Quality merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential

3.4.1.2 Convinience merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential

Dimensi convenience berhubungan dengan kenyamanan penggunaan

layanan Bank 4.0 yang berarti dengan menggunakan Bank 4.0 transaksi keuangan

menjadi lebih cepat, real time, lebih tepat, bebas error dan tanpa kerumitan (seperti

pendapat Mbama et al, 2018; Garg et al, 2014; Keisidou et al, 2013 ; Knutson et

al, 2007; Karatepe et al, 2005; Klaus & Maklan, 2013; Jun & Palacios, 2016;

Harrison et al, 2014, pada digital banking). Peneliti meyakini item-item pada

dimensi convenience tersebut berkaitan erat setidaknya dengan empat

karakteristik Bank 4.0 yaitu: embedded, contextual-experience, contackless dan

branchless (King, 2018). Sedangkan dari sudut pandang pelanggan millennials,

item-item tersebut bersinggungan dengan karakter: impatient, adventouros dan

network (Lucky Attitude, 2018; Smith, 2011). Berdasar kajian teoritis tersebut,

akhirnya peneliti berkesimpulan bahwa convenience merupakan dimensi dari Bank

4.0 Experiential, terutama dari perspektif pelanggan millennials. Keyakinan peneliti

ini didukung oleh beberapa penelitian terdahulu, diantaranya yang menyatakan:

convenience memiliki efek positif pada kepuasan pelanggan (Keisidou et al., 2013;

Knutson et al, 2007; Kim et al, 2011; Karatepe et al, 2005); dan pengalaman

pelanggan (Garg et al, 2014; Klaus & Maklan, 2013); yang berkaitan dengan

aktivitas offline dan online (Garg et al, 2014); convinience sebagai salah satu
80

kualitas layanan utama dari mobile banking di Amerika (Jun dan Palacios, 2016);

kenyamanan operasional dan lokasi berpengaruh terhadap pengalaman (Keisidou

et al, 2013). Namun keyakinan peneliti tersebut bertentangan dengan Mbama et

al (2018), yang menyatakan bahwa tidak menemukan hubungan yang positif

antara convinience dan experience. Selanjutnya, untuk membuktikan keyakinan

peneliti, sekaligus untuk menguji ulang atas hasil penelitian yang kontradiktif antar

penelitian sebelumnya tersebut, hubungan antara convenience dan experience

dalam konteks Bank 4.0 akan diteliti dengan hipotesa sbb:

H1b. Convinience merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential

3.4.1.3 Innovation merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential

Innovations adalah dimensi tentang pengembangan layanan Bank 4.0

yang berarti lebih baik, lebih unggul dibanding layanan lain, lebih efisien, dan

menciptakan kesenangan bagi pelanggannya (seperti pendapat dari Mbama et al,

2018; King, 2018; Dootson et al, 2016; Rogers, 2003; Berry et al, 2010). Item pada

inovasi tersebut setidaknya berhubungan erat dengan lima karakteristik Bank 4.0

yaitu: open banking, artificial-intellegence layer based, zero physical distribution,

contackless dan smart (King, 2018). Item pada innovation juga menyinggung

karakter pelanggan millennials yaitu: open to change, creative, technologically

savvy dan digital natives (Pew Research Centre, 2010; Prensky,2001; Lucky

Attitude, 2018). Dari kajian teori tersebut, peneliti akhirnya meyakini bahwa

innovations merupakan dimensi dari Bank 4.0 experiential, khususnya dari

perspektif pelanggan millennials. Keyakinan peneliti ini didukung oleh beberapa

penelitian sebelumnya diantaranya yang menyatakan bahwa: inovasi teknologi

adalah penggunaan produk dengan penampilan kinerja yang ditingkatkan untuk

menyediakan layanan baru atau yang dikembangkan dan secara positif

mempengaruhi experience (Oh & Teo, 2010); bank mendapat manfaat dari inovasi
81

layanan interaktif (Dootson et al., 2016; Berry et al., 2010); inovasi menawarkan

cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu untuk pelanggan dan dapat

meningkatkan kinerja perusahaan (Hult et al., 2004). Namun penelitian Mbama et

al (2018) pada digital banking di Inggris, berpendapat sebaliknya, yaitu tidak

ditemukan hubungan yang signifikan antara innovations dan experience. Untuk

membuktikan keyakinan peneliti, sekaligus menguji ulang hasil penelitian yang

saling kontradiktif pada penelitian sebelumnya tersebut, dimensi inovasi akan diuji

dalam operasional Bank 4.0 dengan hipotesa sebagai berikut:

H1c. Innovation merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential

3.4.1.4 Trust merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential

Kredibilitas atau kepercayaan pelanggan terhadap layanan Bank 4.0 adalah

tingkat di mana informasi proposisi layanan Bank 4.0 dianggap dapat dipercaya

(seperti pendapat Keisidou et al, 2013 dan Mbama et al, 2018 pada digital

banking). Definsi operasional kepercayaan ini meliputi: citra, kepercayaan

terhadap merk dan layanan, kualitas informasi dan perlindungan atas privasi

(Keisidou et al, 2013; Liang et al, 2009; Fathollahzadeh et al, 2011; Knutson et al,

2007; Mbama et al, 2018; Akhter et al, 2011; Levy & Hino, 2016). Dari kajian teoritis

sebelumnya, peneliti berpendapat item-item tersebut berkaitan erat setidaknya

dengan tiga karakter Bank 4.0 yaitu: frictionless, branchless dan smart (King,

2018), dan bersinggungan dengan karakter pelanggan millennials yaitu:

trustworthiness, connected, network dan social generation (Lenhart, 2015; Fromm

& Garton 2013; Smith, 2011). Dari kajian literatur tersebut, akhirnya peneliti

meyakini bahwa trust merupakan dimensi dari Bank 4.0 experiential, khususnya

dari perspektif pelanggan millennials. Terdapat beberapa riset sebelumnya yang

mendukung pendapat peneliti, diantaranya yang menyatakan : trust memengaruhi

pilihan bank nasabah (Liang et al, 2009; Fathollahzadeh et al, 2011; Knutson et al,
82

2007; Akhter et al, 2011); keterikatan pada brand trust secara positif memengaruhi

loyalitas bank (Levy & Hino, 2016); reputasi merk mempengaruhi kepercayaan

(Morgan-Thomas & Veloutsou, 2013). Namun keyakinan peneliti ini bertentangan

dengan Mbama et al (2018), yang meneliti sektor perbankan digital di Inggris,

dimana dinyatakan bahwa tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara brand

trust dengan customer experience. Untuk membuktikan keyakinan peneliti

sekaligus menguji ulang hasil temuan yang saling bertolak belakang pada

penelitian sebelumnya tersebut, dimensi trust ini akan diuji pada operasional Bank

4.0, dengan hipotesa sbb:

H1d. Trust merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential

3.4.1.5 Value merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential

Value merupakan pertukaran (trade-off) antara biaya dan manfaat ketika

pelanggan menggunakan layanan Bank 4.0 (seperti pendapat Dootson et al, 2016

tentang value). Item-item value meliputi biaya, manfaat, insentif yang diberikan,

dan nilai tambah yang dirasakan oleh pelanggan (Knutson et al, 2007; Keisidou et

al, 2013; Garg et al, 2014; Fathollahzadeh et al, 2011; Mbama et al, 2018). Peneliti

meyakini item-item tersebut bersinggungan setidaknya dengan empat karakter

Bank 4.0 yaitu: contextual-experience, frictionless, branchless dan zero physical

distribution (King, 2018), dan karakter pelanggan millennials yaitu: multi-tasker dan

adventouros (Lucky Attitude, 2018). Dari kajian teoritis tersebut peneliti

menyimpulkan bahwa value merupakan dimensi dari Bank 4.0 experiential,

khususnya dari perspektif pelanggan millennials. Penelitian terdahulu tentang

hubungan antara value dan experience memang masih sangat terbatas, namun

ada beberapa hasil riset terdahulu yang mendukung keyakinan peneliti

diantaranya yang menyatakan: value merupakan penentu penting dari niat perilaku

untuk menggunakan e-commerce (Piyathasanan et al, 2015); value merupakan


83

faktor kunci bagi bank (Keisidou et al, 2013; Liang et al, 2009; Garg et al, 2014;

Fathollahzadeh et al, 2011); value berpengaruh positif terhadap customer

experience (Mbama et al, 2018). Selanjutnya untuk membuktikan secara empiris

keyakinan peneliti, khususnya pada operasional Bank 4.0, hubungan value dan

experience akan diuji melalui hipotesa sbb:

H1e. Value merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential

3.4.1.6 Risk Mitigation & Safety merupakan dimensi Bank 4.0 Experiential

Mitigasi risiko & keamanan sebagai salah satu faktor kunci yang

mempengaruhi kualitas layanan Bank 4.0 (seperti pendapat Jun & Palacios, 2016;

Mbama et al, 2018 pada sektor perbankan). Item risk mitigation & safety ini

meliputi: keamanan, handal, perlindungan dari risiko, perlindungan dari kejahatan

digital, keamanan dari serangan cyber, dan keandalan prosedur keamanan

(Martins et al, 2014; Mbama et al, 2018; Akinci et al, 2003; Hanafizadeh et al, 2014;

Jun & Palacios, 2016; Otto & Ritchie, 1996). Item-item mitigasi risiko dan

keamanan tersebut erat kaitannya dengan karakter Bank 4.0 yaitu: artificial-

intellegence layer based, zero physical distribution, contackless dan branchless

(King, 2018), dan bersinggungan erat dengan karakter pelanggan millennials yaitu:

technologically savvy (Korobka, 2018) dan trustworthiness (Barton, et al., 2014).

Dari kajian teoritis tersebut, peneliti meyakini bahwa risk mitigation & safety

merupakan dimensi dari Bank 4.0 experiential, khususnya dari pandangan

pelanggan millennials. Beberapa riset terdahulu juga mendukung pendapat

peneliti ini, diantaranya yang menyatakan: persepsi risiko mempengaruhi

penggunaan perbankan digital di beberapa negara (Martins et al, 2014; Akinci et

al, 2003; Hanafizadeh et al, 2014); terdapat hubungan negatif antara persepsi

risiko dan pengalaman pelanggan (Mbama et al , 2018), yang artinya naiknya risiko

pada digital banking akan menurunkan tingkat pengalaman pelanggan. Akhirnya,


84

untuk membuktikan keyakinan peneliti sekaligus untuk menguji ulang hasil

penelitian terdahulu tersebut, hubungan antara risk mitigation & safety dengan

experience akan diuji melalui hipotesa sbb:

H1f. Risk Mitigation & Safety merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential

3.4.2 Bank 4.0 Experiential Quality

Pada bagian ini akan dikaji secara teoritis pengaruh Bank 4.0 Experiential Quality

terhadap WOM behavior, customer satisfaction dan continuence intention.

3.4.2.1 Bank 4.0 Experiential Quality dan WOM Behavior

Meskipun masih jarang, namun beberapa riset sebelumnya telah meneliti

hubungan antara kualitas pengalaman dengan WOM behavior ini, dan

sepengetahuan peneliti, belum ada penelitian sebelumnnya yang meneliti

pengalaman Bank 4.0 terutama dari perspektif pelanggan millennial. Peneliti

meyakini bahwa, kualitas pengalaman pelanggan millennials dalam menggunakan

layanan Bank 4.0 akan berdampak langsung terhadap perilaku untuk saling

merekomendasikan. Keyakinan peneliti ini berdasar pengamatan bahwa

perkembangan Bank 4.0, yang tidak lepas dari perkembangan sosial media. Pada

setiap aplikasi Bank 4.0 juga selalu dilengkapi kolom ulasan dan rating, hal ini

memungkinkan bagi para pelanggan selain memberikan penilaian juga

rekomendasi bagi para pengguna lainnya untuk memberikan menggunakan

aplikasi Bank 4.0 seperti yang mereka gunakan. Pengamatan peneliti pada

beberapa aplikasi Bank 4.0 di google playstore dan Appstore menunjukkan bahwa

para pengguna Bank 4.0 saat ini sangat aktif melakukan ulasan, penilaian, keluhan

bahkan komen negative secara langsung di kolom ulasan, hal ini merupakan bukti

dari berjalannya perilaku WOM di aplikasi Bank 4.0. Peneliti juga meyakini,

semakin kuat pengalaman pelanggan dalam menggunakan Bank 4.0 akan


85

semakin kuat dorongan bagi mereka untuk membagi pengalamannya kepada

orang lain (baik pengalaman positip maupun negatip). Keyakinan peneliti ini juga

didukung oleh beberapa hasil penelitian sebelumnya diantaranya yang

menyatakan; pengalaman pelanggan mendorong perilaku WOM (Keiningham et

al, 2007); pengaruh pengalaman pelanggan pada perilaku WOM (rekomendasi)

dibahas secara luas di media offline tradisional (Babin et al, 2005); dan online

(Hennig-Thurau et al, 2002); pengalaman memiliki dampak yang lebih signifikan

daripada kepuasan terhadap perilaku WOM (Koenig-Lewis & Palmer, 2008);

pengalaman memiliki efek positip terhadap WOM, serta pengalaman memiliki

pengaruh yang lebih kuat ke WOM dibandingkan kepuasan (Klaus dan Maklan,

2013). Selanjutnya untuk membuktikan secara empiris keyakinan peneliti ini,

hubungan variabel experience dan WOM behavior tersebut akan dieksplorasi

dalam konteks Bank 4.0 dengan hipotesa sbb:

H2. Bank 4.0 Experiential Quality berpengaruh langsung terhadap WOM behaviour

3.4.2.2 Bank 4.0 Experiential Quality dan Customer Satisfaction

Bank 4.0 Experiential adalah pengalaman yang secara keseluruhan

dirasakan oleh pelanggan Bank 4.0 yang selanjutnya akan memunculkan kualitas

penggunaan layanan Bank 4.0. Pada akhirnya, kualitas yang dirasakan tersebut

akan menimbulkan rasa puas atas layanan Bank 4.0. Peneliti meyakini, semakin

berkualitas pengalaman yang dirasakan pelanggan Bank 4.0, maka semakin puas

pelanggan, begitu juga sebaliknya, buruknya pengalaman pelanggan saat

menggunakan layanan Bank 4.0 akan menyebabkan semakin besar kekecewaan

pelanggan. Dengan kata lain, peneliti menyimpulkan bahwa pengalaman yang

menyenangkan selama menggunakan layanan Bank 4.0 akan secara langsung

berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, begitu juga sebaliknya, pengalaman

yang kurang menyenangkan akan menyebabkan kekecewaan, keluhan bahkan


86

komplain atas layanan Bank 4.0. Keyakinan peneliti ini juga didukung oleh

beberapa penelitian sebelumnya, diantaranya yang menyatakan; pengalaman

pelanggan mendorong kepuasan pelanggan (Anderson & Mittal 2000);

pengalaman memiliki efek positip terhadap kepuasan (Klaus & Maklan, 2013; Garg

et al, 2014). Selanjutnya untuk menguji secara empiris keyakinan peneliti tersebut,

hubungan kedua variabel dalam konteks Bank 4.0, akan diuji dengan hipotesa sbb:

H3. Bank 4.0 Experiential Quality berpengaruh langsung terhadap Customer

Satisfaction.

3.4.2.3 Bank 4.0 Experiential Quality dan Continuence Intentions

Pelanggan Bank 4.0 yang loyal dapat diukur dengan niat untuk

menggunakan secara berulang-ulang produk dan layanan Bank 4.0, serta ditandai

dengan komitmen yang tinggi untuk menggunakan kembali suatu layanan atau

produk Bank 4.0 secara konsisten di masa depan (seperti pendapat dari Anderson

& Swaminathan, 2011; Kandampully et al, 2015; Melnyk & Bijmolt, 2015). Senada

dengan pendapat para peneliti tersebut, peneliti meyakini bahwa pelanggan akan

berniat kembali menggunakan produk dan layanan Bank 4.0 hanya jika mereka

merasa memiliki pengalaman yang positif ketika menggunakan layanan Bank 4.0.

Kualitas pengalaman yang buruk saat menggunakan layanan Bank 4.0 akan

menimbulkan kesan negatif, ketidakpuasan dan keengganan bagi pelanggan

untuk mengulangi lagi penggunaan layanan Bank 4.0 dimasa yang akan datang.

Keyakinan peneliti ini juga didukung beberapa riset sebelumnya diantaranya yang

menyatakan; pengalaman pelanggan mengarah pada kepuasan pelanggan, yang

memediasi loyalitas, retensi pelanggan, pertumbuhan pasar dan profitabilitas

perusahaan (Garg & Rahman, 2010); pengalaman pelanggan mendorong loyalitas

(Fornell et al, 2006); pengalaman memiliki efek positip terhadap loyalitas, serta

memiliki pengaruh yang lebih kuat ke loyalitas dibandingkan kepuasan (Klaus &
87

Maklan, 2013). Selanjutnya untuk membuktikan secara empiris keyakinan peneliti

ini, hubungan antara pengalaman pelanggan millennial Bank 4.0 dan niat

pelanggan ini akan dieksplorasi dengan hipotesa sbb:

H4. Bank 4.0 Experiential Quality berpengaruh langsung terhadap Continuence

Intentions

3.4.3 Customer Satisfaction

Pada bagian ini, akan dikaji secara teoritis pengaruh customer satisfaction

terhadap WOM behavior dan Continuence intention.

3.4.3.1 Customer Satisfaction dan WOM Behavior

Seorang pelanggan Bank 4.0 dapat dikatakan berperilaku WOM jika

mereka mengatakan sesuatu yang positif, merekomendasikan dan memastikan

orang lain bahwa mereka telah menggunakan layanan Bank 4.0 (seperti pendapat

Klaus & Maklan, 2013; Brown et al, 2005; Mbama et al, 2018). Apa yang dikatakan

pelanggan ke orang lain meliputi apapun tentang informasi produk, kualitas

pengalaman, perusahaan penyedia layanan Bank 4.0 dan sebagainya, yang mana

informasi ini dapat menyebar dari pelanggan ke pelanggan lainnya melalui

perkataan langsung, maupun media sosial. Kaitannya dengan subjek penelitian

ini, yaitu pelanggan millennial, yang diantara memiliki karakter collaborate &

cooperate, social generation, networks (Lenhart, 2015; Fromm & Garton 2013;

Smith, 2011), yang semakin dimudahkan dengan media sosial (misalnya

facebook, twitter, tiktok, youtube dll), peneliti yakini akan semakin memicu bagi

pelanggan millennials untuk menyampaikan informasi, pengalaman bahkan keluh

kesahnya selama menggunakan layanan Bank 4.0. Peneliti juga meyakini,

pelanggan yang merasa puas menggunakan aplikasi Bank 4.0 akan menghasung

mereka menyampaikan perasaannya di media sosial dan di kolom ulasan,


88

sebaliknya pelanggan yang merasa tidak puas dengan layanan Bank 4.0 juga akan

menyampaikan kekecewaannya melalui media sosial, kolom ulasan dan mungkin

memberikan celaan bagi aplikasi Bank 4.0 yang digunakannya. Keyakinan peneliti

ini didukung dengan hasil riset sebelumnya diantaranya yang menyatakan:

kepuasan pelanggan memiliki pengaruh positif pada perilaku WOM (Blodgett et al,

1993; Heckman & Guskey, 1998; Gremler & Brown, 1996). Namun beberapa

peneliti ada juga yang berpendapat sebaliknya, yaitu kepuasan pelanggan tidak

memiliki pengaruh positif signifikan terhadap perilaku WOM (misalnya Arnett et al,

2003; Bettencourt, 1997). Untuk membuktikan keyakinan peneliti sekaligus

menguji ulang hasil penelitian yang kontradiktif dari penelitian sebelumnya

tersebut, hubungan antara kepuasan dan perilaku WOM akan diuji dengan

hipotesa sbb:

H5. Customer Satisfaction berpengaruh langsung terhadap WOM Behavior

3.4.3.2 Customer Satisfaction dan Continuence Intentions

Pelanggan Bank 4.0 dikatakan puas jika apa yang diinginkan sebelum

menggunakan layanan dapat terpenuhi setelah mereka menggunakan layanan

Bank 4.0 (seperti pendapat Oliver, 1980; Sharma & Patterson, 2000). Dengan kata

lain, pelanggan akan merasa kecewa jika secara aktual produk dan layanan Bank

4.0, tidak sesuai dengan apa yang mereka pikirkan sebelumnya terhadap Bank

4.0. Semakin kecil gap antara harapan dan kenyataan ini, maka pelanggan akan

semakin puas. Peneliti meyakini, pelanggan yang puas akan memicu mereka

menggunakan layanan Bank 4.0 secara berulang dimasa datang, begitu juga

sebaliknya, kekecewaan pelanggan saat menggunakan layanan Bank 4.0 akan

menyebabkan keengganan mereka untuk menggunakan kembali layanan Bank

4.0 dimasa datang. Keyakinan peneliti ini didukung oleh beberapa penelitian

terdahulu diantaranya yang berpendapat; kepuasan pelanggan memiliki hubungan


89

positif pada niat pembelian kembali dan loyalitas pelanggan (Amin et al, 2013);

ada hubungan yang signifikan antara kepuasan pelanggan dan niat pelanggan

dalam internet banking (Ramseook-Munhurrun & Naidoo, 2011); ada hubungan

langsung yang positif antara kepuasan pelanggan dan loyalitas elektronik

(Cristobal, Flavián, & Guinalíu, 2007); antara kualitas layanan dan loyalitas ada

efek tidak langsung yang dimediasi oleh kepuasan (Andreassen & Lindestad,

1998); pengalaman mendorong kepuasan, yang pada gilirannya mendorong

loyalitas (Shankar et al, 2003); ada hubungan antara kepuasan dan niat pelanggan

(Yi & La, 2004); ada hubungan positif antara kepuasan pelanggan dan loyalitas di

bank-bank Yunani (Keisidou et al, 2013) dan dalam studi perbankan lainnya

(Fathollahzadeh et al, 2011; Klaus dan Maklan, 2013); kepuasan pelanggan

secara positif akan mempengaruhi niatan pelanggan secara langsung pada sektor

online (Lin & Sun, 2009); kepuasan pelanggan memiliki pengaruh positif pada niat

pelanggan (Gremler & Brown, 1996). Selanjutnya untuk membuktikan keyakinan

peneliti tersebut, hubungan antara kepuasan dan niat pelanggan millennials dalam

konteks Bank 4.0 akan diuji melalui hipotesa sbb:

H6. Customer Satisfaction berpengaruh langsung terhadap Continuence

Intentions

3.5 Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel

Berdasarkan tinjauan teoritis sebelumnya, definisi operasional variabel

Bank 4.0 Experietial Quality, Word of Mouth Behavior, Customer Satisfaction dan

Continuence Intentions disajikan pada Tabel 3.1 berikut ini :


90

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya


No Variabel Indikator Item Desain Kuisioner Referensi
1 (BEQ) Bank 4.0 (FQ) Functional (FQ1) Interactive (FQ1.1) Dengan aplikasi Bank Mbama et al (2018);
Experiential Quality 4.0 yang saya gunakan ini, Keisidou et al. (2013);
saya bisa membuka rekening Garg et al. (2014);
bank secara mandiri, sesuai Monferrer-Tirado et al.
yang saya inginkan. (2016); Lee & Chung
(2009)
(FQ1.2) Dengan aplikasi Bank
4.0 yang saya gunakan ini,
saya bisa bertransaksi
keuangan secara mandiri.

(FQ1.3) Saya bisa


menyampaikan keluhan atas
aplikasi Bank 4.0 yang saya
gunakan ini, melalui kolom
ulasan (comments).

(FQ2) Clear (FQ2.1) Informasi yang


Information disediakan oleh aplikasi Bank
4.0 yang saya gunakan ini,
sudah cukup jelas

(FQ3) Easy to (FQ3.1) Aplikasi Bank 4.0


navigate yang saya gunakan, mudah
digunakan

(FQ3.2) Pada aplikasi Bank


4.0 yang saya gunakan ini,
mudah menemukan menu
transaksi yang saya inginkan

(FQ4) Easy to do (FQ4.1) Aplikasi Bank 4.0


business online yang saya gunakan ini,
memudahkan saya berbisnis
online

(FQ5) Simple and (FQ5.1) Tampilan aplikasi


intuitive interface Bank 4.0 yg saya gunakan,
cukup simple (tidak
membingungkan saya).

(FQ5.2) Tampilan aplikasi


Bank 4.0 yg saya gunakan
sangat menarik

(CON) (CON1) Comfort (CON1.1) Aplikasi Bank 4.0 Mbama et al (2018),


Convenience yang saya gunakan, cukup Keisidou et al. (2013);
nyaman digunakan. Knutson et al. (2007);
Karatepe et al. (2005);
(CON1.2) Aplikasi Bank 4.0 Garg et al. (2014);
yang saya gunakan ini, bisa
Klaus & Maklan (2013);
digunakan dimana saja. Jun & Palacios (2016);
(CON1.3) Dengan aplikasi King (2018)
Bank 4.0 yang saya gunakan
ini, saya bisa melakukan
transaksi keuangan apa saja

(CON2) Speed (CON2.1) Akses masuk ke


aplikasi Bank 4.0 yang saya
gunakan ini, sangat cepat.

(CON2.2) Dengan aplikasi


Bank 4.0 yang saya gunakan
ini, transaksi keuangan jadi
lebih cepat dibandingkan
layanan bank lainnya.
91

No Variabel Indikator Item Desain Kuisioner Referensi


(CON3) Hassle-free (CON3.1) Dengan aplikasi
Bank 4.0 yang saya gunakan
ini, membuat akses ke layanan
perbankan jadi lebih mudah.

(CON3.2) Prosedur
pendaftaran aplikasi Bank 4.0
yang saya gunakan saat ini,
sangat mudah (tidak rumit)

(CON3.3) Tidak pernah ada


masalah dengan aplikasi Bank
4.0 yang saya gunakan ini

(INO) Bank 4.0 (INO1) Better (INO1.1) Dengan aplikasi Hult et al (2004);
Innovation services Bank 4.0 yang saya gunakan Mbama et al (2018);
ini, layanan perbankan Dootson et al. (2016);
menjadi lebih baik Baba (2012); Arts et al.
(2011)
(INO2) Improving (INO2.1) Aplikasi Bank 4.0
uptake and yang saya gunakan ini,
experience through memberikan pengalaman yang
innovation berbeda dibanding layanan
bank lainnya.

(INO3) Investment in (INO3.1) Aplikasi Bank 4.0


R&D yang saya gunakan ini, terus
dikembangkan jadi semakin
baik
(INO3.2) Selalu ada
pembaharuan (update) fitur
pada aplikasi Bank 4.0 yang
saya gunakan ini

(TR) Trust (TR1) Choosing (TR1.1) Saya lebih memilih Knutson et al (2007);
layanan Bank 4.0 ini, Mbama et al (2018);
dibanding layanan bank Keisidou et al (2013);
lainnya. Liang et al (2009);
Fathollahzadeh et al
(TR2) Using and (TR2.1) Saya percaya dengan (2011); Akhter et al
staying with bank layanan Bank 4.0 yang saya (2011); Levy & Hino
due to brand and gunakan saat ini. (2016); Chu et al
trustworthiness (2012); Sanchez-Torres
(TR2.2) Saya menggunakan
et al (2017)
aplikasi Bank 4.0 ini, karena
sudah terkenal.

(TR3) Protection of (TR3.1) Saya percaya Bank


privacy 4.0 dapat menjaga keamanan
data pribadi saya

(VAL) Value (VAL1) Save money (VAL1.1) Biaya keseluruhan Mbama et al (2018);
pada Bank 4.0 yang saya Keisidou et al (2013);
gunakan ini, lebih murah Garg et al. (2014);
dibanding layanan bank Fathollahzadeh et al
lainnya. (2011); Liang et al.
(2009); Chang & Lin
(VAL2) Save time (VAL2.1) Dengan aplikasi (2015); Dootson et al.
Bank 4.0 yang saya gunakan (2016)
ini, transaksi keuangan jadi
lebih cepat dibanding layanan
bank lainnya.

(VAL2.2) Dengan aplikasi


Bank 4.0 yang saya gunakan
ini, saya bisa mengakses
layanan perbankan kapan
saja.
92

No Variabel Indikator Item Desain Kuisioner Referensi


(VAL3) Usefulness (VAL3.1) Secara keseluruhan
aplikasi Bank 4.0 yang saya
gunakan ini, sangat
bermanfaat bagi saya.

(VAL4) Enjoyment (VAL4.1) Saya senang


menggunakan aplikasi Bank
4.0 ini.

(VAL5) Better deal (VAL5.1) Dengan aplikasi


online Bank 4.0 yg saya gunakan ini,
bisnis online jadi lebih
berkembang.
(VAL5.2) Saat belanja online,
saya rasa lebih baik
menggunakan aplikasi Bank
4.0 ini dibanding layanan bank
lainnya

(RS) Risk (RS1) Security (RS1.1) Aplikasi Bank 4.0 Martins et al. (2014);
Mitigation & yang saya gunakan ini, aman Mbama et al (2018);
Security digunakan. Akinci et al. (2003);
Hanafizadeh et al.
(RS2) Fraud (RS2.1) Aplikasi Bank 4.0 (2014); Jun & Palacios
yang saya gunakan ini, bebas (2016); Otto & Ritchie
dari kejahatan keuangan (1996)

(RS3) Cyber-attack (RS3.1) Aplikasi Bank 4.0


yang saya gunakan ini, bebas
dari bahaya peretasan

2 (WOM) WOM (WOM1) Mentioned (WOM1.1) Saya akan Klaus & Maklan (2013);
Behavior to others that you do ceritakan ke teman, bahwa Brown et al. (2005);
business with Bank saya telah menggunakan Mbama et al (2018);
aplikasi Bank 4.0 Rosen (2000)
(WOM2) Made sure (WOM2.1) Saya akan pastikan
that others knew that teman saya tahu, bahwa saya
you do business with menggunakan layanan Bank
Bank 4.0 ini
(WOM3) (WOM3.1) Jika ada komentar Akhter et al., 2011
Straightening out negatif terhadap layanan Bank
bad comments by 4.0 yang saya gunakan ini,
strongly defending saya akan berusaha luruskan
his choice
(WOM4) Spoke (WOM4.1) Saya akan Klaus & Maklan (2013);
positively about Bank membagi pengalaman yg Mbama et al (2018)
to others positif atas layanan Bank 4.0
yang saya gunakan ini, kepada
teman2 saya
(WOM4.2) Saya akan menulis
hal yang positif tentang
aplikasi Bank 4.0 yang saya
gunakan ini, di kolom ulasan
yang disediakan.
(WOM5) (WOM5.1) Saya akan
Recommended Bank merekomendasikan aplikasi
to acquaintances Bank 4.0 yg saya gunakan ini
kepada teman-teman saya
(WOM5.2) Saya akan
mendorong teman untuk
menggunakan layanan Bank
4.0 seperti yg saya gunakan
(WOM6) Giving high (WOM6.1) Saya akan menilai
NPS "Bintang 5" atas layanan Bank
4.0 yang saya gunakan ini.
93

No Variabel Indikator Item Desain Kuisioner Referensi


3 (CS) Customer (CS1) The sense of (CS1.1) Menu pada aplikasi Keisidou et al. (2013);
Satisfaction fulfillment Bank 4.0 yang saya gunakan Vesel and Zabkar
saat ini, sesuai dengan yang (2009); Oliver (1980);
saya butuhkan. Kotler (2003)

(CS1.2) Layanan Bank 4.0


yang saya gunakan, sesuai
dengan harapan saya.

(CS2) Fewer (CS2.1) Tidak ada perlu saya Bearden dan Teel
complaints keluhkan atas aplikasi Bank (1983); Fornell et al
4.0 yg saya gunakan ini (1996)

(CS3) Overall (CS3.1) Secara umum layanan Fathollahzadeh et al.


satisfaction with Bank 4.0 yang saya gunakan (2011); Mbama et al
products and ini, sudah memuaskan saya (2018); Keisidou et al.
services (2013); Klaus & Maklan
(2013); Amin (2016);
Jun & Palacios (2016);
Bolton (1998); Fornell
(1992)

4 (CI) Customer (CI1) Continuously (CI1.1) Saya akan terus Mbama et al (2018),
Intention using the services of gunakan layanan Bank 4.0 ini Keisidou et al. (2013);
certain banks for a dimasa yang akan datang Liang et al. (2009);
long period of timee Klaus & Maklan (2013);
Ahluwalia et al.(2000);
Ladhari et al. (2011);
Akhter et al.(2011)

(CI2) Repetitive (CI2.1) Jika aplikasi Bank 4.0 Akhter et al., 2011
purchasing of yang saya gunakan ini
products and menawarkan produk baru,
services saya akan menggunakannya
lagi

(CI3) Consider bank (CI3.1) Saya akan memilih Mbama et al, 2018;
as the first choice to aplikasi Bank 4.0 yang saya Klaus & Maklan (2013)
buy – services gunakan saat ini, sebagai
pilihan pertama layanan
perbankan.

(CI3.2) Saat ini, saya lebih


banyak menggunakan aplikasi
Bank 4.0 ini, dibanding
layanan bank lainnya.

Sumber : Diolah dari beberapa penelitian sebelumnya, 2020


94

BAB IV METODE PENELITIAN

Bab ini menyajikan metode desain dan penelitian, yang menyelidiki apakah

beberapa indikator yang diteliti merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential,

serta pengaruh Bank 4.0 Experiential Quality terhadap Customer Satisfaction,

Continuence Intention dan WOM Behavior. Filosofi penelitian, epistemologi dan

metode, termasuk prosedur untuk pengumpulan data menggunakan kuesioner

pelanggan millennials yang telah menggunakan layanan Bank 4.0. Diawali dengan

pembahasan cara pemilihan sampel, tempat survey dilakukan, bagaimana

penelitian dilakukan, alat analisis dan metode untuk mendukung tujuan penelitian.

4.1 Jenis dan Metodologi Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti hubungan beberapa variabel

dan pengaruhnya terhadap variabel yang lain. Pada penelitian ini, terdapat satu

variabel independent (Bank 4.0 experiential), yang akan diteliti hubungan dan

pengaruhnya terhadap tiga variabel independent (WOM behavior, satisfaction, dan

continuence intention), sehingga penelitian ini disebut sebagai penelitian

penjelasan hubungan (explanatory research).

Pengertian penelitian explanatory menurut Cooper dan Schindler (2008)

adalah penelitian yang menjelaskan hubungan diantara dua variabel atau lebih,

dimana satu variabel memberi pengaruh kepada variabel lainnya. Dari penelitian

ini akan diketahui seberapa besar kontribusi variabel independent terhadap

variabel dependentnya, serta besarnya arah hubungan yang terjadi.


95

Metodologi penelitian adalah studi tentang bagaimana penelitian dilakukan.

Ini berkaitan dengan praktik-praktik tertentu yang peneliti harus hormati ketika

menggunakan metode penyelidikan tertentu, dengan memperhatikan aspek

ontologis dan epistemologis (Guba, 1990). Metodologi mengacu pada proses

penelitian, yang membentang dari latar belakang teoritis ke pengumpulan dan

analisis data (Robson, 2002; Hussey & Hussey, 1997). Metode kuantitatif berasal

dari ilmu alam yang berfokus pada pengetahuan tentang dunia sosial kita,

sedangkan metode kualitatif adalah studi tentang realitas sosial (Bryman, 1988).

Pada penelitian terdahulu yang telah dibahas pada Bab Tiga, Keisidou et al (2013)

menggunakan penelitian kuantitatif dalam studi bank Yunani, sedangkan Mbama

et al (2018) menggunakan metodologi campuran untuk studi bank di Inggris.

Padsakoff dan Dalton (1987) mengklaim bahwa metode kuantitatif telah

mendominasi studi organisasi, sementara Pettigrew (1987) berpendapat bahwa

metode kualitatif adalah cara terbaik untuk mempelajari organisasi. Pada

penelitian kali ini, karena didukung sampel yang cukup dan riset yang terstruktur

maka metode yang digunakan adalah kuantitatif.

Pada penelitian ini survei digunakan sebagai metode untuk pengumpulan

data, karena sesuai untuk penelitian yang bersifat deskripstif, prediktif ataupun

eksplanatorif (Kerlinger, 1996). Setelah menentukan metode pengumpulan data

selanjutnya ditentukan lokasi dimana penelitian akan dilangsungkan

4.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian akan dilangsungkan

untuk memperoleh data dari para reponden. Lokasi yang dipilih adalah Kota

Malang, dengan pertimbangan Pertama: Malang adalah kota kedua terbesar di

Jawa Timur dengan jumlah penduduk sebesar 874.890 jiwa, dengan jumlah
96

penduduk usia 15 sampai 44 tahun sebesar 459.119 jiwa, atau 52% dari total

penduduk kota Malang (BPS, 2020). Kedua: Malang adalah kota pelajar, dimana

terdapat sebanyak 62 perguruan negeri dan swasta (Malangkota.go.id, 2020),

yang mana mahasiswanya bukan hanya penduduk Malang, namun dari seluruh

penjuru Indonesia. Mempertimbangkan kedua alasan tersebut, peneliti yakini

bahwa kota Malang merupakan miniatur Indonesia, dan merupakan lokasi yang

tepat yang bisa mewakili lokasi pelanggan millennial yang dimaksud.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi

Populasi adalah sekelompok dari elemen-elemen yang ingin disimpulkan

(Cooper dan Schindler, 2008). Populasi ditentukan dari pengelompokan suatu

objek maupun subjek yang memiliki kualitas maupun karakteristik yang dianggap

sama (Sugiyono, 2008). Dengan kata lain, bahwa populasi adalah keseluruhan

obyek penelitian yang memiliki karakteristik tertentu sesuai dengan penelitian yang

akan dilakukan. Dalam penelitian ini populasi berarti adalah keseluruhan objek

penelitian usia 16 sampai 40 tahun yang telah menggunakan layanan Bank 4.0 di

Kota Malang. Meskipun jumlah generasi millennials di Kota Malang telah diketahui,

namun jumlah populasi tidak serta merta dapat diketahui jumlahnya, karena tidak

semua usia 16 – 40 tahun di Kota Malang adalah ‘technologically savvy’, ‘digital

native’, ‘social network’ dan pengguna aktif layanan Bank 4.0.

4.3.2 Sample

Melakukan penelitian dengan ukuran populasi yang besar tentu memerlukan

biaya besar dan waktu yang lama, hal ini tentu saja tidak memungkinkan. Untuk

itu, perlu ditentukan sample yang bisa mewakili populasi. Meskipun ukurannya

lebih kecil, namun hasil dari penelitian sample ini akan diperlakukan untuk semua
97

populasi. Untuk itu sample harus benar-benar diambil dari populasi yang dianggap

mewakili dari seluruh populasi (Sugiyono, 2010). Pada penelitian ini, karena

jumlah populasi yang tidak diketahui secara pasti, maka dalam menentukan jumlah

sampel menggunakan referensi dari Malhotra (2012) sebagaimana dalam Tabel

4.1 sebagai berikut;

Tabel 4.1 Ukuran Sampel Penelitian


Type of Study Minimum Size Typical Range
1,000-2,500 research
Problem identification 500
(e.g. market potential)
Problem-solving research 200 300-500 (e.g. pricing)
Product tests 200 300-500
Test marketing studies 200 300-500
TV, radio, print or online 150 200-300
Test-market audits 10 stores 10-20 stores
Focus groups 6 groups 6-12 groups
Sumber : Malhotra, 2012

Berdasarkan referensi diatas, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian test

marketing studies sehingga jumlah sampel minimal yang harus diambil untuk

penelitian ini adalah sejumlah minimal 200 responden.

4.3.3 Metode Pengambilan Sampel

Populasi yang jumlahnya besar tentu akan sangat sulit diobservasi semua,

karena membutuhkan biaya besar dan waktu yang lama. Untuk itu perlu diambil

sampel representative yang bisa mewakili populasi tersebut. Metode untuk

memilih atau mengambil unsur-unsur dari populasi yang akan dijadikan sample ini

disebut sampling (Kerlinger,2006).

Pada penelitian ini, ukuran populasi tidak dapat diketahui secara pasti, dan

peluang terpilihnya anggota populasi sebagai sample juga tidak sama, sehingga

penelitian ini akan menggunakan non-probability sample. Anggota populasi akan


98

dipilih dengan pertimbangan tertentu yang dianggap peneliti memiliki karakteristik

yang erat kaitannya dengan obyek penelitian ini, sehingga digunakan teknik

purposive sample (Margono, 2004).

Pemilihan calon responden dimulai dari batasan usia, yaitu usia millennials,

seseorang yang lahir periode tahun 1980 sampai tahun 2004, atau saat ini

berumur 16 sampai 40 tahun (Burstein, 2013). Selanjutnya untuk memilah apakah

calon responden akrab dengan teknologi digital atau digital natives (Prensky,

2001; King, 2018) dan akrab dengan jejaring sosial (Burstein, 2013), maka calon

responden akan disaring dengan pertanyaan apakah mereka terbiasa dengan

jejaring media sosial yang populer seperti YouTube, Facebook, Twitter, Groupon,

Foursquare, Instagram, Tumblr, TikTok. dll.

Adapun objek penelitian adalah Experiential Quality atas layanan Bank 4.0

di Indonesia, baik yang dimiliki oleh bank umum (seperti Jenius by BTPN,

GoMobile by CIMB Niaga, Sakuku by BCA, MobileX by Permata Bank, Mandiri

Online, BNI Mobile, MO by BRI, Simobi+ by Bank Sinarmas, DIN by Muamalat,

dll), sedangkan dari fintech dipilih aplikasi yang linear fungsinya bank umum

(fungsi pendanaan, fungsi pembayaran dan fungsi penyaluran kredit) yaitu OVO,

GoPay, DANA dan LinkAja. Pada form kuesioner juga tersedia opsi aplikasi Bank

4.0 lain yang mungkin digunakan oleh responden. Jika responden mengisi opsi

lain dan ternyata tidak termasuk kriteria Bank 4.0, maka isi kuesioner akan ditolak.

Peneliti menggunakan cara ini untuk meminimalkan responden yang masih belum

bisa membedakan antara aplikasi digital banking dan Bank 4.0. Sebagai contoh

apabila responden mengisi opsi BRI Mobile maka kuesionernya akan ditolak,

karena yang masuk kategori Bank 4.0 adalah BRImo, bukan BRI Mobile.

Jika semua kriteria tersebut terpenuhi, maka calon responden dapat

melanjutkan mengisi kueisoner. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan kriteria

responden yang diambil adalah sbb;


99

1. Usia responden 16 sd 40 tahun

2. Saat ini tinggal di Malang

3. Familiar dengan minimal salah satu jejaring sosial (medsos) seperti

YouTube, Facebook, Twitter, Google+, LinkedIn, Snapchat, Instagram,

TikTok, dll

4. Pengguna salah satu aplikasi Bank 4.0 yang dimiliki oleh bank umum atau

fintech misalnya: OVO, GoPay, LinkAja, Dana, Jenius, GoMobile, Sakuku,

MobileX, Mandiri Online, BNI Mobile, MO, Simobi+, DIN dll

4.4. Kuesioner dan Survei Penelitian

Mengumpulkan data melalui kuesioner dan survei umumnya dikaitkan

dengan metode kuantitatif (Saunders et al, 2003). Data dari sample dikumpulkan

melalui penyebaran kuesioner yang berisi beberapa pertanyaan tertulis, yang telah

diberi alternative pilihan jawaban, selanjutnya para responden akan mengisi

kuisioner sesuai dengan aspirasi dan pendapat mereka. Menurut Sekaran (2006),

pengumpulan data melalui kuesioner adalah metode pengumpulan data yang

cukup efisien untuk mengukur variabel penelitian.

Dalam studi organisasi, kuesioner cenderung terstruktur dan data

terstandarisasi, sedangkan wawancara cenderung terstruktur secara longgar di

sekitar masalah yang menjadi perhatian. Kuisioner biasanya seragam dan

diberikan kepada responden (Keisidou et al, 2013). Mereka dapat dilakukan

melalui email atau metode berbasis web (Ritter & Sue, 2007). Lampiran melalui

email bisa cepat dalam mengumpulkan data, dan hemat biaya. Kuesioner e-mail

dapat memiliki tingkat respons yang lebih tinggi daripada survei berbasis web

(Kwak & Radler, 2002). Survei berbasis web lebih murah, tanpa cetak dan ongkos

kirim (Dixon & Turner, 2007). Itu dapat otomatis dan mengurangi entri data manual
100

karena informasi dapat dimasukkan langsung ke server web, sementara survei e-

mail dapat dilacak dan pengingat dikirim (Ritter & Sue, 2007).

Pada penelitian ini, data akan dikumpulkan dengan cara survei berbasis web

(dengan google form). Penggunaan aplikasi ini sejalan dengan karakteristik

responden millennials yang digital native. Tautan URL kuesioner dikirimkan

kepada calon responden, disebar melalui media social seperti What’sApp,

Facebook, Instagram dan e-mail. Agar tepat sasaran, kuesioner akan disebar ke

tiga group yang mewakili kelompok millennials yang berbeda, yaitu :

a) group millennials terpelajar, yang dianggap sehari-harinya sudah familiar

dengan Bank 4.0. Group ini diwakili sekumpulan mahasiswa dari 3 kampus

terbesar di Malang yaitu; Universitas Brawijaya, Universitas Islam Malang

dan Universitas Muhammadiyah Malang.

b) group junior banker, yang mewakili responden dari kalangan yang

dianggap familiar dengan aplikasi Bank 4.0 yang dimiliki oleh Bank Umum.

Group ini penting disurvei karena sebagai penyeimbang dari group (a)

diatas, yang peneliti tengarai lebih banyak menggunakan aplikasi dari

fintech daripada aplikasi yang dimiliki Bank Umum. Responden akan

disebar melalui WA group : BMPD, Perbanas dan Asbisindo Malang.

c) group Komunitas Malang Marketing Club (MMC), yang mewakili responden

umum, yang telah berpenghasilan (dengan asumsi aktif menggunakan

layanan Bank 4.0) dan mewakili jaringan komunitas yang kuat (dengan

asumsi memiliki intensi yang kuat untuk saling mereferalkan sesuatu)

Survei akan dikirimkan ke ketiga kelompok diatas secara bebas, tanpa membatasi

kuota masing-masing kelompok, untuk mendapatkan umpan balik mereka.


101

4.5 Skala Linkert Untuk Pengukuran

Pada penelitian ini, data yang telah dikumpulkan dari hasil kuesioner akan

diukur dengan 5 skala Likert. Dengan skala Likert ini dapat digunakan untuk

mengukur sikap, persepsi, pendapat maupun sikap seseorang maupun kelompok

mengenai suatu peristiwa atau fenomena (Vagias, 2006). Tabel 4.2 berikut

menyajikan Skala Likert 5 point beserta pembobotannya.

Tabel 4.2. Skala Linkert 5 Point


Pilihan Jawaban Simbol Nilai
Sangat Tidak Setuju STS 1
Tidak Setuju TS 2
Netral N 3
Setuju S 4
Sangat Setuju SS 5
Sumber: Vagias, Wade M (2006)

Kuesioner pada penelitian ini didesain dalam dua bagian. Bagian pertama

akan mengidentifikasi profil demografi responden, yang berisi pertanyaan tentang

usia, pekerjaan, frekwensi penggunaan media sosial dan aplikasi Bank 4.0 dll.

Bagian kedua merupakan bagian utama penelitian, yang akan mengukur persepsi

responden tentang kualitas pengalaman, kepuasan, perilaku dan niatan. Pada

bagian kedua inilah Likert 5 skala akan dipergunakan untuk mengukur persepsi

mereka.

4.6. Uji Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini, untuk memastikan instrumen penelitian yang digunakan valid

maka akan dilakukan uji validitas dan reabilitas yang akan dibahas sbb;
102

4.6.1. Uji Validitas

Untuk menguji apakah alat ukur yang diterapkan dalam penelitian sudah

tepat atau belum perlu dilakukan uji validitas. Pengujian ini menunjukkan sejauh

mana tingkat ketepatan penggunaan alat ukur tersebut terhadap gejala apa yang

ingin diukur (Singarimbun & Effendi, 2008). Model pada penelitian ini akan diuji

dengan melihat isinya (content validity), dan kriterianya (criteria validity). Content

validity ditentukan melalui pendapat professional dalam proses telaah soal,

sehingga item-item yang telah dikembangkan memang bisa mengukur apa yang

dimaksud untuk diukur. Criteria validity digunakan untuk mengukur korelasi suatu

variabel uji dengan variabel lainnya.

4.6.2. Uji Reliabilitas

Untuk menguji apakah alat ukur pada penelitian ini cukup handal dan

terpercaya, maka terlebih dahulu akan dilakukan uji reliabititas (Singaribun dan

Effendi, 2008). Untuk menguji tingkat reliabilitas digunakan rumus Alpha Cronbach

(Umar, 2002) sebagai berikut :

 K    b 
2

r11    1  
 K  1  12 

Dimana;

r11 = reliabilitas instrument, K = jumlah pertanyaan,  2


b = jumlah varians butir,

 12 = varians total.

Instrumen dikatakan reliabel bilamana koefisien alpha lebih tinggi dari 0,6 pada

signifikansi 0,5 sebagaimana yang disarankan oleh Ghozali (2014).

4.7 Metode Analisis Data

Pada penelitian ini, data yang telah dikumpulkan dari hasil kuesioner

selamnjutnya akan dianalisa dengan Structural Equation Model atau SEM. Adapun
103

pada tahap analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program

linieritas Statistical Package for the Social Science for Windows versi 18.0 (SPSS

ver 18.0), dan smartPLS versi 2.0 M3.

4.7.1 Teknik Analisis Structural Equation Model (SEM)

Alat analisis data SEM akan digunakan untuk menganalisa hubungan

konstruk laten dengan indikatornya, serta hubungan antar konstruk laten. Dengan

teknik SEM ini juga bisa digunakan untuk melakukan analisa hubungan beberapa

variabel (dependen dan independent) secara bersamaan (Ghozali, 2014). Teknik

SEM ini bisa dipergunakan untuk menganalisis suatu model yang rumit dalam

suatu penelitian, namun model yang akan dianalisis harus memiliki landasan teori

yang kuat, karena SEM tidak dapat diaplikasikan untuk model kausalitas imajiner.

Metode alternative lain berbasis varian yang tidak memerlukan kajian teori yang

kuat adalah metode kuadrat parsial terkecil atau Partial Least Square, yang akan

dijelaskan di sub bab berikutnya.

4.7.2 Structural Equation Modelling- Partial Least Square (PLS)

Menurut Ghozali (2014), ada lima tahap proses analisis dengan

menggunakan PLS-SEM, yang akan dijelaskan pada Gambar 4.1 berikut;

Gambar 4.1 Tahapan Analisis PLS-SEM (Sumber: Ghozali, 2014)


104

Penjelasan tahapan dalam Gambar 4.1 diatas adalah sbb; Step pertama

konseptualisasi model, dengan menentukan item pertanyaan, pengumpulan

data pendukung, uji validitas, dan uji reliabilitas. Step kedua menentukan analisa

algoritma, yaitu dengan memilih tiga skema factorial, centroid atau structural

weighting (Ghozali, 2014). Pada step ini juga ditentukan jumlah sample yang

menurut Chin (1998) dengan cara perhitungan rumus:

Step ketiga melakukan metode re-sampling, yaitu dengan bootstrapping dan

jackkinifing. Step keempat membuat path diagram, dengan teknik nomogram

action modelling yang dikembankan oleh Falk dan Miller (1992). Step kelima

melakukan evaluasi model, dengan cara uji validitas, uji reliabilitas konstruk,

evalusi model dan uji signifikansi.

4.7.3 Analisa Second Order

Analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor analysis/ CFA) digunakan

untuk menguji dimensionalitas konstruk pada Bank 4.0 experiential. Menurut Latan

(2012), CFA bermanfaat untuk uji validitas dan uji reliabilitas dari indikator maupun

item-item pembentuk konstruk laten (dalam penelitian ini adalah Bank 4.0

experiential). Dengan pengujian CFA ini maka aspek dan indikator yang

merefleksikan variabel Bank 4.0 experiential dapat digambarkan dengan lebih

jelas.

Pada penelitian ini akan dianalisa dua tingkat yaitu; pertama, analisa

aspek konstruk laten ke indikator-indikatornya, dan kedua, analisa konstruk laten

ke konstruk aspeknya. Model analisa dua tingkat ini disebut second order analysis

(Latan, 2012). Pada penelitian tesis ini, variabel Bank 4.0 Experiential merupakan

konstruk laten yang memiliki enam konstruk laten aspek yaitu functional quality,
105

convinience, innovations, trust, value dan risk mitigation & security. CFA tingkat

kedua ini akan mengestimasi dan menganalisis kecocokan model secara

keseluruhan serta terhadap model strukturalnya.

Dengan CFA dapat dilakukan uji validitas konstruk (construct validity test)

dan uji reliabilitas konstruk (construct reliability test) (Hair et al.,2010). Kriteria

second order ini dapat dilihat dari nilai loading factor harus lebih besar dari 0.5,

dan nilai t-statistik harus lebih besar dari 1.96. Menurut Hair et al (2010) dan

Ghozali (2012), nilai loading faktor lebih dari 0.5 artinya konstruk laten memiliki

validitas yang kuat, namun Sharma (1996) berpendapat nilai loading factor 0.4

merupakan nilai terlemah yang masih bisa diterima.

Sedangkan nilai reliabilitas kontruk dikatakan baik apabila nilai construct

reliability-nya lebih besar atau sama dengan 0.70 dan nilai variance extracted

harus lebih besar atau sama dengan 0.5 (Hair et al.,2010). Nilai construct reliability

dapat dihitung dengan rumus Hair et al (2010) dibawah ini;


2
(∑ 𝑆𝐿𝐹)
𝐶𝑅 = 2
(∑ 𝑆𝐿𝐹) + (∑ 𝑒)

∑ 𝑆𝐿𝐹 2
𝑉𝐸 =
∑ 𝑆𝐿𝐹 2 + (∑ 𝑒)

Dimana, CR : construct reliability, VE : variance extracted,


∑ 𝑆𝐿𝐹 : 𝑛𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑜𝑓 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝑙𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑟 𝑖𝑡𝑒𝑚, ∑ 𝑒 : 𝑛𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑜𝑓 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝑖𝑡𝑒𝑚

4.8 Model Evaluations

Ada dua pengukuran model yang harus diterapkan pada penelitian ini yaitu

pengukuran model luar (outer model), dan pengukuran model dalam (inner model).

Kedua pengukuran model tersebut dilakukan dengan SmartPLS versi 2.0 M3 yang

akan dijabarkan dalam dua sub bab berikut;


106

4.8.1 Outer Model (Measurement model)

Uji outer model dipergunakan untuk menjelaskan hubungan antara indikator

dengan variabel latennya (Ghozali,2014). Ada tiga uji pada outer model ini yaitu;

uji validitas konvergen (convergent validity test), uji reliabilitas komposit (composite

reliability test) dan uji validitas diskriminan (discriminant validity test) (Hair et

al.,2010) yang dijelaskan sbb:

a. Uji Validitas Konvergen (Convergent Validity Test)

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah ada kesamaan suatu

konstruk dengan konstruk yang lain. Menurut Chin (1998), pengukur dari

suatu konstruk harusnya berkorelasi tinggi. Dengan uji ini, model dikatakan

valid apabila nilai loading factor diatas 0.7, namun untuk tahap awal nilai

loading factor 0.5 sampai 0.6 masih bisa diterima (Chin,1998). Nilai loading

factor ini juga mengintrepretasikan matrik factor, dimana semakin tinggi

nilai loading factornya maka semakin penting suatu kontruk dalam variabel

yang diuji tersebut.

b. Uji Discriminant Validity (Discriminant Validity Test)

Uji discriminant validity adalah untuk menguji apakah indikator-indikator

suatu konstruk tidak berkorelasi tinggi dengan indikator dari konstruk lain.

Metode untuk mencari discriminant validity adalah dengan

membandingkan nilai akar kuadrat dari AVE (√AVE) setiap konstruk

dengan nilai latent variable correlation-nya, Suatu model dikatakan bebas

dari masalah validitas diskriminan jika nilai akar kuadrat dari AVE (√AVE)

lebih besar dari nilai latent variable correlation-nya.

c. Uji Reliability

Uji composite reliability sebagai metode yang lebih baik dibandingkan

dengan nilai cronbach alpha dalam menguji reliabilitas dalam model


107

structural equation modeling. Interprestasi composite reliability sama

dengan cronbach’s alpha dimana model dikatakan memiliki reliabilitas yang

baik jika nilai composite reliability lebih dari 0,7 (Ghozali,2014).

Dari penjelasan diatas, ringkasan dari evaluasi model pengukuran model refleksif

disajikan pada Tabel 4.3

Tabel 4.3
Rule of Thumb Evaluasi Model Pengukuran Reflektif

Uji Parameter Rule of Thumb


Convergent Validity Loading Factor  > 0.70 untuk confirmatory
 > 0.60 untuk explanatory
AVE > 0.50
Communality > 0.50
Discriminant Validity Cross Loading > 0.7 (untuk setiap variabel)
Akar kuadrat AVE Akar kuadrat AVE > korelasi antar
konstruk
Reliability Croncbach’s alpha  > 0.70 untuk confirmatory
 > 0.60 untuk explanatory
Composite  > 0.70 untuk confirmatory
 > 0.60-0.7 untuk explanatory
Sumber : Ghozali (2014)

4.8.2 Evaluasi Inner Model (Structural Model).

Evaluasi model struktural atau inner model bertujuan adalah untuk

memprediksi hubungan antar variabel laten (Ghozali, 2014). Pengujian inner Untuk

menguji hipotesis dapat menggunakan t-statistik dari proses bootstrapping dengan

nilai > 1,96 dan bisa juga menggunakan p-value dengan nilai < 0,05. Inner model

diukur dengan R-square, Q-square dan GoF.

Uji inner model yang pertama dengan nilai R-Square. Ada tiga kategori nilai

R-Square yaitu: 0.75, 0.50, dan 0,25 yang menunjukkan model kuat, moderate dan

lemah. Nilai R-square menentukan prediksi model penelitian, dimana prediksi

model akan semakin baik dengan semakin tingginya nilai R-square (Ghozali,

2014).
108

Uji inner model yang kedua dengan nilai Q-square, yang berguna untuk

melihat prediksi relevansi. Terdapat dua kriteria uji Q-square yaitu lebih dari 0 (nol)

dan kurang dari 0 (nol), yang dipersepsikan predictive relevan dan kurang

predictive relevan (Ghozali, 2014). Ringkasan evaluasi inner model disajikan pada

Tabel 4.4 sebagai berikut:

Tabel 4.4 Evaluasi Inner Model


Kriteria Rule of Thumb
R-square 0.67 (kuat), 0.33 (moderate), 0.19 (lemah)
Effect size f-square 0.02 (kecil), 0.15 (medium), 0.35 (besar)
Q-square > 0  model predictive relevance
Q-square
Q-square < 0  model kurang predictive relevance
Signifikansi (one tailed) t-value 1,28 (significant 10%), 1.65 (5%), 2.33 (1%)
Signifikansi (two tailed) t-value 1,65 (significant 10%), 1.96 (5%), 2.58 (1%)
Sumber : Ghozali, 2014

4.9 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan resampling botstrapping. Uji statistik

yang digunakan adalah uji-t dengan angka kritis t-statistik > t-tabel dengan tingkat

signifikansi 0.05 (5%), sehingga cukup alasan untuk menolak hipotesis nol, dan

menerima hipotesis alternative yang diajukan. Signifikansi pada outer model

menunjukkan bahwa indikator dapat digunakan sebagai instrumen pengukuran

variabel laten, sedangkan bila hasil pengujian pada inner model adalah signifikan,

hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna diantara variabel

dengan lainnya (Solimun, 2010). Pada penelitian ini uji hipotesis menggunakan

model SEM dengan SmartPLS, yang nantinya akan menghasilkan prediksi model

dan menjelaskan hubungan antar variabel uji.


109

Bab V Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian di lapangan yang

dimulai dari statistik deskriptif yang berhubungan dengan data penelitian (meliputi

uji validitas, pilot test, gambaran umum responden), hasil pengujian hipotesis dan

pembahasan terhadap uji hipotesis yang diuji secara statistik dengan

menggunakan program pengolahan data SmartPLS 3.0

5.1 Pilot Test

Pada penelitian ini pengukuran variabel dilakukan dengan menggunakan

kuesioner. Sebagai alat ukur dalam penelitian ini kuesioner yang akan dibagikan

kepada responden akan diujikan terlebih dahulu. Pengujian terhadap responden

terdiri dari pengujian content validity, construct validity dan reliability. Kuesioner

dapat disebar kepada responden apabila telah memenuhi kriteria pengujian dan

dapat dikatakan valid dan reliabel.

5.1.1. Content Validity

Uji validitas isi sangat penting untuk melihat sejauh mana kuesioner dapat

mengukur isi suatu variabel yang akan diukur, sehingga item-item yang telah

dikembangkan dalam Bab IV sebelumnya, memang bisa mengukur apa yang

dimaksud untuk diukur. Untuk itu, sebelum kuisioner diuji-cobakan (pilot test) pada

beberapa sample responden yang dipilih, terlebih dahulu peneliti meminta

pendapat kepada beberapa ahli dan akademisi, yaitu : 2 orang banker expert (1

orang Kepala Divisi Information Technology sebuah Bank BUMN, dan 1 orang
110

pemimpin cabang bank swasta nasional yang juga seorang akademisi) dan 1

orang Research Director pada sebuah perusahaan Marketing Research yang

cukup ternama di Indonesia. Setelah memperhatikan beberapa masukan

tambahan dari mereka, ketiga professional tersebut berpendapat, desain kuisioner

sudah cukup untuk mengukur Bank 4.0 Experiential Quality dan layak untuk

disebar ke responden.

5.1.2. Construct Validity Test

Uji coba instrumen penelitian (pilot test) melibatkan 44 responden yang

merupakan pengguna Bank 4.0. Kuesioner yang akan diuji-cobakan, dikirim

melalui Whatsapp kepada perwakilan mahasiswa Univ Brawijaya, karyawan/i PT

Bank Panin Dubai Syariah, Tbk, karyawan/i PT Bank CIMB Niaga, Tbk dan

karyawan PT TSA Realty, yang peneliti yakini telah mewakili ketiga kelompok

millennial, yaitu millennials terpelajar, junior banker dan high network millennials.

Dari 44 responden yang terlibat tersebut, semuanya memenuhi kriteria reponden

yang ditetapkan sebelumnya. Selanjutnya pengujian instrumen dilakukan dengan

menggunakan korelasi Spearman. Hasil construct validity disajikan di Tabel 5.1.

Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan korelasi spearman,

yang mana item dikatakan valid apabila memiliki nilai korelasi spearman > 0.5.

Dari Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa semua item memiliki nilai > 0.5, sehingga dapat

disimpulkan seluruh variabel dengan indikator diperoleh hasil yang valid. Hal

ini juga berarti bahwa pengujian variabel laten terhadap indikator dalam penelitian

ini mampu dipahami dengan baik oleh sampel responden.


111

Tabel 5.1 Pengujian Construct Validity


Spearman's
No. Indikator Item Keterangan
rho
(FQ1) Interactive 0,621 >0,5 Valid
(FQ2) Clear Information 0,644 >0,5 Valid
Functional (FQ3) Easy to navigate 0,603 >0,5 Valid
1
Quality (FQ) (FQ4) Easy to do business online 0,838 >0,5 Valid
(FQ5) Simple and intuitive >0,5 Valid
0,806
interface
(CON1) Comfort 0,829 >0,5 Valid
Convenience
2 (CON2) Speed 0,878 >0,5 Valid
(CON)
(CON3) Hassle-free 0,780 >0,5 Valid
(INO1) Better services 0,838 >0,5 Valid
Bank 4.0
(INO2) Improving uptake and >0,5 Valid
3 Innovation 0,811
experience through innovation
(INO)
(INO3) Investment in R&D 0,755 >0,5 Valid
(TR1) Choosing 0,722 >0,5 Valid
(TR2) Using and staying with >0,5 Valid
4 Trust (TR) bank due to brand and 0,545
trustworthiness
(TR3) Protection of privacy 0,764 >0,5 Valid
(VAL1) Save money 0,668 >0,5 Valid
(VAL2) Save time 0,771 >0,5 Valid
5 Value (VAL) (VAL3) Usefulness 0,812 >0,5 Valid
(VAL4) Enjoyment 0,715 >0,5 Valid
(VAL5) Better deal online 0,639 >0,5 Valid
Risk Mitigation (RS1) Security 0,647 >0,5 Valid
6 & Security (RS2) Fraud 0,881 >0,5 Valid
(RS) (RS3) Cyber-attack 0,855 >0,5 Valid
(WOM1) Mentioned to others that
0,849 >0,5 Valid
you do business with Bank
(WOM2) Made sure that others
knew that you do business with 0,917 >0,5 Valid
Bank
WOM (WOM3) Straightening out bad
7 Behavior comments by strongly defending 0,712 >0,5 Valid
(WOM) his choice
(WOM4) Spoke positively about
0,846 >0,5 Valid
Bank to others
(WOM5) Recommended Bank
0,902 >0,5 Valid
to acquaintances
(WOM6) Giving high NPS 0,824 >0,5 Valid
(CS1) The sense of fulfillment 0,848 >0,5 Valid
Customer
(CS2) Fewer complaints 0,882 >0,5 Valid
8 Satisfaction
(CS3) Overall satisfaction with >0,5 Valid
(CS) 0,753
products and services
(CI1) Continuously using the >0,5 Valid
services of certain banks for a 0,836
long period of time
Continuance
9 (CI2) Repetitive purchasing of >0,5 Valid
Intention (CI) 0,675
products and services
(CI3) Consider bank as the first >0,5 Valid
0,915
choice to buy – services
Sumber: Data primer diolah, 2020
112

5.1.3. Reliability Test

Pengujian reliabilitas menggunakan nilai cronbach’s alpha dengan kriteria

variabel dikatakan valid apabila memiliki nilai Cronbach’s alpha ≥ 0,70. Pengujian

reliability variabel penelitian disajikan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Pengujian Reliability


Cronbach’s
Variabel Keterangan
Alpha
Functional Quality 0,793 ≥ 0,70 Reliabel
Convenience 0,806 ≥ 0,70 Reliabel
Innovation 0,744 ≥ 0,70 Reliabel
Trust 0,779 ≥ 0,70 Reliabel
Value 0,744 ≥ 0,70 Reliabel
Risk Mitigation and Security 0,804 ≥ 0,70 Reliabel
WOM Behavior 0,921 ≥ 0,70 Reliabel
Customer Satisfaction 0,725 ≥ 0,70 Reliabel
Continuance Intention 0,723 ≥ 0,70 Reliabel
Sumber: Data primer diolah, 2020

Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa semua variabel memiliki nilai

Cronbach’s alpha ≥ 0,70 sehingga dapat dikatakan bahwa semua indikator

memiliki reliabilitas yang baik terhadap variabel latennya. Berdasarkan hasil

pengujian validitas dan reliabilitas tersebut, dapat disimpulkan bahwa kuisioner

yang dirancang telah memiliki validitas dan reliabilitas yang baik, sehingga

kuisioner layak untuk disebarkan ke responden sasaran.

5.2 Karakteristik Umum Responden

Sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah pelanggan millennial di Kota

Malang. Responden dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok

millennial terpelajar, kelompok junior bankers dan kelompok millennial lainnya

yang dianggap memiliki high network dan telah berpenghasilan. Penyebaran

kuisioner secara online direspon oleh sebanyak 688 responden, dan didapatkan
113

responden yang memenuhi kriteria yaitu sebanyak 673 responden. Responden

yang tidak memenuhi kriteria kebanyakan adalah pengguna digital banking, bukan

Bank 4.0, sebagaimana yang dimaksudkan dalam penelitian ini. Misalnya, pada

pertanyaan aplikasi apa yang paling sering digunakan, dan jika responden yang

menjawab klikBCA, BRI mobile banking, Muamalat Mobile dll, otomatis akan

dihapus sebagai daftar responden, karena aplikasi tersebut adalah aplikasi digital

banking, bukan aplikasi Bank 4.0. Responden yang menjadi sampel dalam

penelitian ini dapat dijelaskan dari beberapa variabel demografi yang meliputi jenis

kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, pendapatan

per bulan, jenis sosial media yang sering diakses, intensitas pemakaian dan jenis

Bank 4.0 yang digunakan oleh responden. Profil responden disajikan pada Tabel

5.3.
114

Tabel 5.3 Profil Responden


Profil Demografis Kriteria Frekuensi Persentase
Pria 270 40.12
Jenis Kelamin
Wanita 403 59.88
16-20 tahun 381 56.61
21-25 tahun 163 24.22
Rentang Usia 26-30 tahun 58 8.62
31-35 tahun 29 4.31
36-40 tahun 42 6.24
Belum Menikah 569 84.55
Status Pernikahan
Menikah 104 15.45
SMP 1 0.15
SMA 468 69.54
Diploma 13 1.93
Pendidikan Terakhir
Sarjana 177 26.30
Master 12 1.78
Doktor 2 0.30
Pelajar / Mahasiswa 459 68.20
Pegawai Swasta 100 14.86
PNS 29 4.31
BUMN 18 2.67
Pekerjaan
TNI/Polri 6 0.89
Freelance 21 3.12
Wirausaha 29 4.31
Tidak Bekerja 11 1.63
Pendapatan < 3 juta 478 71.03
3 juta - 5 juta 99 14.71
>5 juta - 10 juta 62 9.21
> 10 juta 34 5.05
Dribble 1 0.15
Facebook 24 3.57
Google+ 4 0.59
Instagram 396 58.84
Sosial Media yang paling Line 4 0.59
sering digunakan LinkedIn 1 0.15
Tiktok 6 0.89
Twitter 88 13.08
YouTube 119 17.68
Lain-lain 30 4.46
<5x/ bulan 25 3.71
Frekuensi Penggunaan 5 - 15 x / bulan 69 10.25
>15x/ bulan 579 86.03
BNI mobile banking 4 0.59
BRIMO 46 6.84
BRIS Online 1 0.15
DANA 45 6.69
Gomobile 11 1.63
GoPay 150 22.29
JakOne mobile 2 0.30
Jenius 21 3.12
Aplikasi Bank 4.0 yang paling
LinkAja 38 5.65
sering digunakan
Mandiri Online 2 0.30
Mandiri Syariah Mobile 1 0.15
MobileX 7 1.04
OVO 331 49.18
Sakuku 2 0.30
ShopeePay 7 1.04
Simobi+ 4 0.59
Paypal 1 0.15
Sumber: Data primer diolah, 2020
115

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa sebagian

besar responden adalah perempuan yaitu sebanyak 403 responden atau sebesar

60% dari jumlah responden. Sedangkan responden laki-laki sebanyak 270

responden atau 40% dari jumlah responden.

Berdasarkan usia, responden dibagi kedalam 5 kategori rentang usia yaitu

rentang usia 16 – 20 tahun, rentang usia 21 – 25 tahun, rentang usia 26 – 30 tahun,

rentang usia 31 – 35 tahun, dan rentang usia 36 – 40 tahun. Responden pada

penelitian ini didominasi oleh responden dengan rentang usia 16 – 20 tahun yaitu

sebanyak 381 orang atau sebesar 57% dari responden. Pada urutan kedua adalah

responden dengan rentang usia 21 – 25 tahun dengan banyak responden adalah

163 responden atau sebesar 24% dari jumlah responden. Kedua rentang usia ini

mendominasi responden, hal ini menunjukkan survei ini paling banyak direspon

oleh kalangan pelajar/ mahasiswa. Responden dengan rentang usia 26 – 30 tahun

adalah sebanyak 58 responden atau sebesar 9% dari jumlah responden. Rentang

usia dengan jumlah responden paling sedikit adalah pada rentang usia 31 – 35

tahun yaitu sebesar 29 responden atau hanya sebesar 4% dari jumlah responden

dan diikuti oleh responden dengan rentang usia 36 – 40 th sebesar 42 orang atau

6% dari jumlah responden. Jika ditotal rentang usia 26 – 40 tahun sebesar 19%,

yang merupakan rentang usia bekerja (kelompok junior banker dan umum). Data

ini menunjukkan proporsi ketiga kelompok responden tidak sama.

Berdasarkan status pernikahan, yang belum menikah yaitu sebanyak 85%

atau sebanyak 569 responden. Responden yang telah menikah hanya sebesar

15% dari jumlah responden. Proporsi ini bisa dipahami dan mensupport data usia

responden sebelumnya, karena kelompok responden yang paling banyak

merespon survei ini adalah kelompok usia 16 – 20 tahun. Adapun 15% responden

yang telah menikah, peneliti sinyalir kebanyakan berasal kelompok junior banker

dan umum.
116

Berdasarkan pendidikan terakhir adalah lulusan SMA atau sederajat yaitu

sebesar 70% dari jumlah responden atau sebanyak 468 responden. Responden

dengan pendidikan terakhir sarjana sebanyak 177 responden atau sebesar 26%

dari jumlah responden. Sebesar 4% dari responden dengan pendidikan terakhir

adalah SMP sebanyak 1 orang, Diploma sebanyak 13 orang, Master sebanyak 12

orang, dan Doktor sebanyak 2 orang. Lulusan SMA merupakan yang terbanyak,

hal ini mendukung data sebelumnya, karena sebagaian besar responden adalah

mahasiswa yang saat ini masih menempuh kuliah S1.

Berdasarkan jenis pekerjaan sebagian besar responden dalam penelitian ini

adalah mahasiswa dengan proporsi sebesar 68% dari jumlah seluruh responden

atau sebanyak 459 responden. Responden yang bekerja sebagai pegawai swasta

sebesar 15% atau sebanyak 100 responden. Jumlah responden yang bekerja di

sektor pemerintah yaitu sebagai PNS dan pegawai BUMN memiliki jumlah

responden yaitu 29 responden bekerja sebagai PNS atau sebesar 4% dan 18

responden adalah pegawai BUMN atau sebesar 3% dari jumlah seluruh

responden. Sebanyak 29 responden berwirausaha, 21 responden bekerja sebagai

freelance, dan 11 responden tidak bekerja. Proporsi responden berdasar

pekerjaan ini sejalan dengan proporsi berdasar usia dan pendidikan terakhir,

dimana sebagian besar responden adalah pada usia pelajar dan belum bekerja.

Sedangkan 28% sisanya adalah pegawai bank, freelance, PNS dan pegawai

BUMN.

Berdasarkan pendapatan, dibagi menjadi 4 kategori, yaitu responden

dengan pendapatan kurang dari Rp3.000.000/bulan, responden dengan

pendapatan dalam kisaran Rp3.000.000 – Rp5.000.000/bulan, responden dengan

pendapatan lebih dari Rp5.000.000 - Rp10.000.000/bulan, dan responden dengan

pendapatan lebih dari Rp10.000.000/bulan. Sebagian besar responden dalam

penelitian ini memiliki pendapatan kurang dari Rp 3.000.000/bulan yaitu sebesar


117

71% dari jumlah responden. Responden dengan pendapatan dalam kisaran

Rp3.000.000 – Rp5.000.000/bulan adalah sebesar 15% dari jumlah responden.

9% responden memiliki pendapatan lebih dari Rp5.000.000 - Rp10.000.000/bulan

dan sisanya sebesar 5% responden memiliki penghasilan lebih dari lebih dari

Rp10.000.000/bulan.

Berdasar penggunaan sosial media yang paling sering digunakan, 59%

responden dalam penelitian ini adalah pengguna instagram. Responden yang

merupakan pengguna youtube ada sebesar 18% dari jumlah responden. Sosial

media yang juga cukup digandrungi oleh generasi millennial adalah twitter, dalam

penelitian ini responden yang menggunakan sosial media twitter adalah sebesar

13% dari jumlah responden dan sisanya 10% responden menggunakan media

sosial lainnya. Hasil riset sedikit berbeda dengan beberapa riset sebelumnya yang

menempatkan youtube sebagai media sosial yang secara umum paling populer di

Indonesia, disusul instagram, twitter dan facebook (Tempo Institute, 2019;

Hootsuite, 2020; Kominfo, 2020). Namun hasil penelitian ini mendukung riset yang

dilakukan oleh Asean Youth Survey 2019 yang dirilis Redhill, yang mana

menempatkan Twitter dan Instagram sebagai media sosial paling populer bagi

millennial. Hasil riset ini juga dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh responden

memenuhi kriteria penelitian yaitu merupakan pengguna sosial media.

Berdasarkan intensitas penggunaan sosial media responden dikelompokkan

dalam tiga kategori yaitu kurang dari 5 kali penggunaan perbulan (jarang), 5-15

kali penggunaan perbulan (sedang), dan lebih dari 15 kali penggunaan perbulan

(sering). Sebesar 86% responden merupakan pengguna aktif sosial media, hal ini

terlihat bahwa jumlah penggunaan terhadap sosial media yang mencapai lebih dari

15 kali pemakaian perbulan. Sebanyak 10% dari jumlah responden menggunakan

media sebanyak 5 – 15 kali perbulan dan 4% responden hanya menggunakan

sosial media kurang dari 5 kali perbulan.


118

Berdasarkan aplikasi Bank 4.0 yang paling sering digunakan, sebesar 49%

responden paling sering menggunakan aplikasi OVO, 22% menggunakan GoPay,

6,84% menggunakan aplikasi BRIMO, 6,69% menggunakan DANA, dan 5,65%

adalah pengguna aktif LinkAja. Hasil penelitian ini ternyata tidak jauh berbeda

dengan data yang dilansir oleh App Annie & iprice group (2019), yang

menempatkan GoPay, OVO, DANA, LinkAja, Jenius sebagai 5 aplikasi Bank 4.0

terbesar di Indonesia. Hanya saja terdapat perbedaan, dimana BRIMO lebih

populer di Malang dibanding Jenius, hal ini bisa dipahami, karena 3 universitas

tempat survei dilakukan telah bekerjasama dengan Bank BRI sebagai bank

penerima setoran SPP, namun belum bekerjasama dengan Bank BTPN.

5.3 Analisis Deskriptif Hasil Penelitian

Dalam penelitian ini, analisis deskriptif dilakukan dengan memaparkan

setiap indikator berdasarkan nilai rata-rata (mean) dan simpangan bakunya pada

pernyataan yang telah diberikan kepada responden. Deskripsi variabel penelitian

merupakan bagian dari analisis deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan

jawaban atau persepsi responden terhadap masing-masing variabel penelitian,

yaitu: Functional Quality, Convenience, Bank 4.0 Innovation, Trust, Value, Risk

Mitigation and Security, WOM Behavior, Customer Satisfaction, Continuance

Intention.

5.3.1 Deskripsi Dimensi Functional Quality

Dimensi Functional Quality diukur dengan menggunakan lima indikator yaitu

Interactive (FQ1), Clear Information (FQ2), Easy to navigate (FQ3), Easy to do

Business online (FQ4) dan Simple and intuitive interface (FQ5). Masing – masing

indikator dapat diuraikan pada Tabel 5.4.


119

Tabel 5.4 Analisis Deskriptif Functional Quality (FQ)


Indikator N Min Max Std. Deviasi Mean
(FQ1) Interactive 673 2 5 0.67 4.10
(FQ2) Clear Information 673 2 5 0.75 4.10
(FQ3) Easy to navigate 673 2 5 0.62 4.43
(FQ4) Easy to do business
673 2 5 0.81 4.09
online
(FQ5) Simple and intuitive
673 2 5 0.66 4.31
interface
Rata – rata Functional Quality (FQ) 0,70 4.21
Sumber: Data primer diolah, 2020

Dari tabel diatas dapat diketahui jumlah responden yang mengisi kuesioner

sebanyak 673 orang. Nilai minimum dalam variabel ini keseluruhan indikator

adalah 2 yang berarti bahwa jawaban terendah dari 673 responden adalah tidak

setuju (TS) dan untuk nilai maksimum dalam variabel ini keseluruhan indikator

memiliki nilai maksimum 5 yang berarti bahwa jawaban tertinggi dari 673

responden adalah sangat setuju (SS). Untuk nilai standar deviasi pada setiap

indikator Functional Quality, seluruhnya memiliki nilai yang lebih rendah dari nilai

rata-rata, hal ini menandakan bahwa tingkat keragaman data atau tingkat sebaran

data untuk setiap indikator dalam dimensi ini adalah rendah. Indikator easy to

navigate memiliki nilai rata – rata sebesar 4.43 (tertinggi), yang artinya dari semua

indikator Functional Quality, easy to navigate dipersepsikan paling tinggi oleh

responden.

Secara keseluruhan, rata-rata penilaian responden terhadap dimensi

Functional Quality sebesar 4.21, dengan rata-rata standar deviasi sebesar 0.70.

Dari nilai rata-rata standar deviasi keseluruhan yang lebih kecil dari nilai rata-rata

keseluruhan tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan sebaran dari

variabel data yang kecil atau tidak adanya kesenjangan yang cukup besar dari

persepsi Functional Quality terendah dan tertinggi.


120

5.3.2 Deskripsi Dimensi Convenience

Dimensi Convenience terkonstruksi dari 3 indikator yaitu Comfort (CON1),

Speed (CON2), dan Hassle-free (CON3). Masing – masing indikator dapat

diuraikan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Analisis Deskriptif Convenience (CON)


Std.
Indikator N Min Max Mean
Deviasi
(CON1) Comfort 673 2 5 0.68 4.20
(CON2) Speed 673 2 5 0.65 4.38
(CON3) Hassle-free 673 2 5 0.70 4.02
Rata-rata Convenience (CON) 0,67 4.20
Sumber: Data primer diolah, 2020

Tabel 5.5 menggambarkan statistik deskriptif Convenience, dan dari tabel

diatas dapat diketahui jumlah responden yang mengisi kuesioner sebanyak 673

orang. Nilai minimum keseluruhan indikator memiliki nilai minimum 2 yang berarti

bahwa jawaban terendah dari 673 responden adalah tidak setuju (TS) dan untuk

nilai maksimum dalam variabel ini keseluruhan indikator memiliki nilai maksimum

5 yang berarti bahwa jawaban tertinggi dari 673 responden adalah sangat setuju

(SS). Untuk nilai standar deviasi pada setiap indikator Convenience, seluruhnya

memiliki nilai yang lebih rendah dari nilai rata-rata, hal ini menandakan bahwa

tingkat keragaman data atau tingkat sebaran data untuk setiap indikator pada

dimensi ini adalah rendah. Sedangkan indikator Speed memiliki nilai rata – rata

tertinggi yaitu sebesar 4.38, yang artinya Speed dipersepsikan paling tinggi oleh

responden.

Secara keseluruhan, diketahui rata-rata penilaian responden terhadap

dimensi Convenience sebesar 4.20, dengan standar deviasi sebesar 0.67. Dari

nilai rata-rata keseluruhan standar deviasi yang jauh lebih kecil dari nilai rata-rata

keseluruhan tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan sebaran dari


121

variabel data yang kecil atau tidak adanya kesenjangan yang cukup besar dari

persepsi Convenience terendah dan tertinggi.

5.3.3 Deskripsi Dimensi Bank 4.0 Innovation

Dimensi Bank 4.0 Innovation terkonstruksi dari 3 indikator yaitu Better

Services (INO1), Improving uptake and experience though innovation (INO2), dan

Investment in R&D (INO3). Masing – masing indikator dapat diuraikan pada Tabel

5.6.

Tabel 5.6 Analisis Deskriptif Bank 4.0 Innovation (INO)


Std
Indikator N Min Max Mean
Deviasi
(INO1) Better services 673 2 5 0.68 4.17
(INO2) Improving uptake and
experience through 673 2 5 0.71 4.10
innovation
(INO3) Investment in R&D 673 2 5 0.68 4.26
Rata-rata Bank 4.0 Innovation (INO) 0,69 4.17
Sumber: Data primer diolah, 2020

Tabel 5.6 menggambarkan statistik deskriptif Bank 4.0 Innovation, dari

tabel diatas dapat diketahui jumlah responden yang mengisi kuesioner sebanyak

673 orang. Nilai minimum dalam variabel ini keseluruhan indikator adalah 2 yang

berarti bahwa jawaban terendah dari 673 responden adalah tidak setuju (TS) dan

untuk nilai maksimum dalam variabel ini keseluruhan indikator memiliki nilai

maksimum 5 yang berarti bahwa jawaban tertinggi dari 673 responden adalah

sangat setuju (SS). Untuk nilai standar deviasi pada setiap indikator seluruhnya

memiliki nilai yang lebih rendah dari nilai rata-rata, hal ini menandakan bahwa

tingkat keragaman data atau tingkat sebaran data untuk setiap indikator pada

variabel ini adalah rendah. Indikator Investment in R&D memiliki nilai rata – rata
122

tertinggi dari Bank 4.0 Innovation yaitu sebesar 4.26, yang artinya Investment in

R&D dipersepsikan paling tinggi oleh responden.

Secara keseluruhan, rata-rata penilaian responden terhadap Bank 4.0

Innovation yakni sebesar 4.17, lebih besar dari rata-rata nilai standar deviasi 0.69,

hal ini dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan sebaran dari variabel data

yang kecil atau tidak adanya kesenjangan yang cukup besar dari persepsi Bank

4.0 Innovation terendah dan tertinggi

5.3.4 Deskripsi Dimensi Trust

Dimensi Trust terkonstruksi dari 3 indikator yaitu Choosing (TR1), Using and

staying with bank due to brand and trustworthiness (TR2), dan Protection of privacy

(TR3). Masing – masing indikator dapat diuraikan pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7 Analisis Deskriptif Trust (TR)


Std.
Indikator N Min Max Mean
Deviasi
(TR1) Choosing 673 1 5 0.90 3.76
(TR2) Using and staying with bank
673 2 5 0.73 4.14
due to brand and trustworthiness
(TR3) Protection of privacy 673 1 5 0.86 3.84
Rata-rata Trust (TR) 0,83 3.91
Sumber: Data primer diolah, 2020

Tabel 5.7 menggambarkan statistik deskriptif Trust, dan dari tabel diatas

dapat diketahui jumlah responden yang mengisi kuesioner sebanyak 673 orang.

Nilai minimum dalam variabel pada indikator choosing dan indikator Protection of

privacy adalah 1 yang berarti bahwa jawaban terendah dari 673 responden adalah

sangat tidak setuju (STS), sedangkan indikator Using and staying with bank due

to brand and trustworthiness memiliki nilai minimum 2 yang berarti bahwa jawaban

terendah dari 673 responden adalah tidak setuju (TS) dan untuk nilai maksimum

dalam variabel ini keseluruhan indikator memiliki nilai maksimum 5 yang berarti
123

bahwa jawaban tertinggi dari 673 responden adalah sangat setuju (SS). Untuk nilai

standar deviasi pada setiap indikator, seluruhnya memiliki nilai yang lebih rendah

dari nilai rata-rata, hal ini menandakan bahwa tingkat keragaman data atau tingkat

sebaran data untuk setiap indikator ini adalah rendah. Indikator Using and staying

with bank due to brand and trustworthiness memiliki nilai rata – rata tertinggi dari

Trust yaitu sebesar 4.14, yang artinya indikator ini dipersepsikan paling tinggi

dibanding indikator lainnya.

Secara keseluruhan, rata-rata penilaian responden terhadap Trust adalah

sebesar 3.91 atau lebih tinggi dari rata-rata keseluruhan standar deviasi 0.83. Hal

ini dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan sebaran dari variabel data yang

kecil atau tidak adanya kesenjangan yang cukup besar dari persepsi Trust

terendah dan tertinggi

5.3.5 Deskripsi Dimensi Value

Dimensi Value terkonstruksi dari 5 indikator yaitu Save money (VAL1), Save

time (VAL2), Usefulness (VAL3), Enjoyment (VAL4) dan Better deal oneline

(VAL5). Masing-masing indikator dapat diuraikan pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8 Analisis Deskriptif Value (VAL)


Std.
Indikator N Min Max Mean
Deviasi
(VAL1) Save money 673 1 5 0.80 4.02
(VAL2) Save time 673 2 5 0.65 4.38
(VAL3) Usefulness 673 2 5 0.67 4.31
(VAL4) Enjoyment 673 2 5 0.68 4.29
(VAL5) Better deal online 673 2 5 0.70 4.27
Rata-rata Value (VAL) 0,70 4.25
Sumber: Data primer diolah, 2020

Tabel 5.8 menggambarkan statistik deskriptif Value, dari tabel diatas dapat

diketahui jumlah responden yang mengisi kuesioner sebanyak 673 orang. Nilai
124

minimum untuk indikator Save money adalah 1 yang berarti jawaban terendah dari

semua responden adalah sangat tidak setuju (STS) dan indikator lainnya memiliki

nilai minimum 2 yang berarti bahwa jawaban terendah dari 673 responden adalah

tidak setuju (TS). Nilai maksimum dalam variabel ini keseluruhan indikator memiliki

nilai maksimum 5 yang berarti bahwa jawaban tertinggi dari 673 responden adalah

sangat setuju (SS). Untuk nilai standar deviasi pada setiap indikator, seluruhnya

memiliki nilai yang lebih rendah dari nilai rata-rata, hal ini menandakan bahwa

tingkat keragaman data atau tingkat sebaran data untuk setiap indikator pada

dimensi ini adalah rendah. Indikator Save Time memiliki nilai rata – rata tertinggi

yaitu sebesar 4.38, yang artinya indikator ini secara rata-rata dipersepsikan paling

tinggi dibanding indikator lainnya.

Secara keseluruhan, dapat diketahui rata-rata penilaian responden

terhadap Value yakni sebesar 4.25 atau lebih besar dari rata-rata standard deviasi

0.7. Hal ini dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan sebaran dari variabel

data yang kecil atau tidak adanya kesenjangan yang cukup besar dari persepsi

Value terendah dan tertinggi.

5.3.6 Deskripsi Dimensi Risk Mitigation and Security

Dimensi Risk Mitigation and Security terkonstruksi dari 3 indikator yaitu

Security (RS1), Fraud (RS2), dan Cyber Attack (RS3). Masing – masing indikator

dapat diuraikan pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9 Analisis Deskriptif Risk Mitigation and Security (RS)


Std.
Indikator N Min Max Mean
Deviasi
(RS1) Security 673 1 5 0.77 3.90
(RS2) Fraud 673 1 5 0.92 3.61
(RS3) Cyber-attack 673 1 5 0.95 3.52
Rata-rata Risk mitigation and security (RS) 0,88 3.68
Sumber: Data primer diolah, 2020
125

Tabel 5.9 menggambarkan statistik deskriptif Risk Mitigation and Security,

dan dari tabel diatas dapat diketahui jumlah responden yang mengisi kuesioner

sebanyak 673 orang. Nilai minimum dalam variabel ini keseluruhan indikator

adalah 1 yang artinya bahwa jawaban terendah dari 673 responden adalah sangat

tidak setuju (STS). Nilai maksimum dalam variabel ini keseluruhan indikator

memiliki nilai maksimum 5 yang berarti bahwa jawaban tertinggi dari 673

responden adalah sangat setuju (SS). Untuk nilai standar deviasi pada pada setiap

indikator Risk Mitigation and Security, seluruhnya memiliki nilai yang lebih rendah

dari nilai rata-rata, hal ini menandakan bahwa tingkat keragaman data atau tingkat

sebaran data untuk setiap indikator pada dimensi ini adalah rendah. Indikator

Security memiliki nilai rata – rata tertinggi dari Risk Mitigation and Security yaitu

sebesar 3.90, yang artinya indikator ini secara rata-rata dipersepsikan paling tinggi

oleh responden.

Secara keseluruhan, dapat diketahui rata-rata penilaian responden

terhadap Risk Mitigation and Security sebesar 3.68, jauh lebih tinggi dari nilai rata-

rata keseluruhan standar deviasi yaitu sebesar 0.88. Hal ini dapat disimpulkan

bahwa secara keseluruhan sebaran dari variabel data yang kecil atau tidak adanya

kesenjangan yang cukup besar dari persepsi Risk Mitigation and Security terendah

dan tertinggi.

5.3.7 Deskripsi Variabel WOM Behavior

Variabel WOM Behavior diukur dengan menggunakan enam indikator yaitu

Mentioned to others that you do business with Bank (WOM1), Made sure that

others knew that you do business with bank (WOM2), Straightening out bad

comments by strongly defending his choice(WOM3), Spoke positively abaout Bank


126

to others (WOM4), Recommended Bank to acquaintances (WOM5), dan Giving

high NPS (WOM6). Masing – masing indikator dapat diuraikan pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10 Analisis Deskriptif Variabel WOM Behavior (WOM)


Std.
Indikator N Min Max Mean
Deviasi
(WOM1) Mentioned to others that you do
673 1 5 0.85 3.87
business with Bank
(WOM2) Made sure that others knew
673 1 5 0.92 3.77
that you do business with Bank
(WOM3) Defending it against bad
comments by strongly supporting their 673 1 5 0.89 3.44
choices
(WOM4) Spoke positively about Bank to
673 1 5 0.74 3.90
others
(WOM5) Recommended Bank to
673 1 5 0.78 3.89
acquaintances
(WOM6) Giving high NPS 673 1 5 0.84 3.94
Rata-rata WOM Behavior (WOM) 0,84 3.80
Sumber: Data primer diolah, 2020

Tabel 5.10 menggambarkan statistik deskriptif variabel WOM Behavior,

dari tabel diatas dapat diketahui jumlah responden yang mengisi kuesioner

sebanyak 673 orang. Nilai minimum dalam variabel ini keseluruhan indikator

adalah 1 yang artinya bahwa jawaban terendah dari 673 responden adalah sangat

tidak setuju (STS). Nilai maksimum dalam variabel ini keseluruhan indikator

memiliki nilai maksimum 5 yang berarti bahwa jawaban tertinggi dari 673

responden adalah sangat setuju (SS). Untuk nilai standar deviasi pada setiap

indikator WOM Behavior, seluruhnya memiliki nilai yang lebih rendah dari nilai rata-

rata, hal ini menandakan bahwa tingkat keragaman data atau tingkat sebaran data

untuk setiap indikator pada variabel ini adalah rendah. Indikator Giving high NPS

memiliki nilai rata – rata tertinggi dari variabel WOM Behavior yaitu sebesar 3.94,

yang artinya indikator ini secara rata-rata dipersepsikan paling tinggi dibanding

indikator lainnya.
127

Secara keseluruhan, dapat diketahui rata-rata penilaian responden

terhadap WOM behavior sebesar 3.80, jauh lebih tinggi dari nilai rata-rata

keseluruhan standar deviasi yaitu sebesar 0.84. Hal ini dapat disimpulkan bahwa

secara keseluruhan sebaran dari variabel data yang kecil atau tidak adanya

kesenjangan yang cukup besar dari persepsi WOM behavior terendah dan

tertinggi.

5.3.8 Deskripsi Variabel Customer Satisfaction

Variabel Customer Satisfaction terkonstruksi dari 3 indikator yaitu The

sense of fulfilllment (CS1), Fewer complaints (CS2), dan Overall satisfaction with

products and services (CS3). Masing – masing indikator dapat diuraikan pada

Tabel 5.11.

Tabel 5.11 Analisis Deskriptif Variabel Customer Satisfaction (CS)


Std.
Indikator N Min Max Mean
Deviasi
(CS1) The sense of fulfillment 673 2 5 0.67 4.21
(CS2) Fewer complaints 673 1 5 0.87 3.73
(CS3) Overall satisfaction with
673 2 5 0.69 4.05
products and services
Rata-rata Customer Satisfaction (CS) 0,74 4.00
Sumber: Data primer diolah, 2020

Tabel 5.11 menggambarkan statistik deskriptif variabel Customer

Satisfaction, dan dari tabel diatas dapat diketahui jumlah responden yang mengisi

kuesioner sebanyak 673 orang. Nilai minimum untuk indicator Fewer Complaint

adalah 1 yang artinya bahwa jawaban terendah dari 673 responden adalah sangat

tidak setuju (STS) dan nilai minimum untuk indikator lainnya adalah 2 yang artinya

bahwa jawaban terendah dari 673 responden adalah tidak setuju (TS). Nilai

maksimum dalam variabel ini keseluruhan indikator adalah 5 yang berarti bahwa

jawaban tertinggi dari 673 responden adalah sangat setuju (SS). Untuk nilai
128

standar deviasi pada setiap indikator Customer Satisfaction, seluruhnya memiliki

nilai yang lebih rendah dari nilai rata-rata, hal ini menandakan bahwa tingkat

keragaman data atau tingkat sebaran data untuk variabel ini adalah rendah.

Indikator the sense of fulfillment memiliki nilai rata – rata tertinggi yaitu sebesar

4.21, yang artinya indikator ini secara rata-rata dipersepsikan tertinggi dibanding

indikator lainnya.

Secara keseluruhan, dapat diketahui rata-rata penilaian responden

terhadap Customer Satisfaction sebesar 4.00, jauh lebih tinggi dari nilai rata-rata

keseluruhan standar deviasi yaitu sebesar 0.74. Hal ini dapat disimpulkan bahwa

secara keseluruhan sebaran dari variabel data yang kecil atau tidak adanya

kesenjangan yang cukup besar dari persepsi Customer Satisfaction terendah dan

tertinggi.

5.3.9 Deskripsi Variabel Continuance Intention

Variabel Continuance Intention terkonstruksi dari 3 indikator yaitu

Continuously using the services of certain banks for a long period of time (CI1),

Repetitive purchasing of products and services (CI2), dan Consider bank as the

first choice to buy – services (CI3). Masing – masing indikator dapat diuraikan

pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12. Analisis Deskriptif Variabel Continuance Intention (CI)


Std.
Indikator N Min Max Mean
Deviasi
(CI1) Continuously using the services
of certain banks for a long period of
time 673 1 5 0.75 4.11
(CI2) Repetitive purchasing of
products and services 673 1 5 0.78 3.83
(CI3) Consider bank as the first choice
to buy – services 673 2 5 0.78 4.03
Rata-rata Continuance Intention (CI) 0,77 3.99
Sumber: Data primer diolah, 2020
129

Tabel 5.12 menggambarkan statistik deskriptif variabel Continuance

Intention, dari tabel diatas dapat diketahui jumlah responden yang mengisi

kuesioner sebanyak 673 orang. Nilai minimum untuk indikator Continuously using

the services of certain banks for a long period of time dan Repetitive purchasing of

products and services adalah 1 yang artinya bahwa jawaban terendah dari 673

responden adalah sangat tidak setuju (STS) dan nilai minimum untuk indikator

Consider bank as the first choice to buy – services adalah 2 yang artinya bahwa

jawaban terendah dari 673 responden adalah tidak setuju (TS). Nilai maksimum

dalam variabel ini keseluruhan indikator adalah 5 yang berarti bahwa jawaban

tertinggi dari 673 responden adalah sangat setuju (SS). Untuk nilai standar deviasi

pada setiap indikator Continuance Intention, seluruhnya memiliki nilai yang lebih

rendah dari nilai rata-rata, hal ini menandakan bahwa tingkat keragaman data atau

tingkat sebaran data untuk variabel ini adalah rendah. Indikator Continuously using

the services of certain banks for a long period of time memiliki nilai rata – rata

tertinggi dari variabel Continuance Intention yaitu sebesar 4.11, yang artinya

indikator ini secara rata-rata dipersepsikan paling tinggi dibanding indikator

lainnya.

Secara keseluruhan, dapat diketahui rata-rata penilaian responden

terhadap Continuance Intention sebesar 3.99, jauh lebih tinggi dari nilai rata-rata

keseluruhan standar deviasi yaitu sebesar 0.77. Hal ini dapat disimpulkan bahwa

secara keseluruhan sebaran dari variabel data yang kecil atau tidak adanya

kesenjangan yang cukup besar dari persepsi Continuance Intention terendah dan

tertinggi.
130

5.4 Analisis Partial Least Square

Analisis Partial Least Square dalam penelitian ini bertujuan sebagai

exploratory melalui tiga tahapan analisis yang pertama yaitu evaluasi outer model,

evaluasi inner model dan pengujian hipotesis. Evaluasi outer model bertujuan

untuk menspesifikkan hubungan antara indikator dan variabel laten. Evaluasi inner

model yang menspesifikkan hubungan antar variabel laten. Pengujian Hipotesis

dilakukan antar konstruk eksogen terhadap konstruk endogen dan konstruk

endogen terhadap konstruk endogen. Berikut merupakan tahapan analisis dengan

menggunakan Analisis Partial Least Square.

5.4.1 Evaluasi Outer Model

Evaluasi outer model dilakukan untuk menguji tingkat validitas dan

reliabilitas suatu model. Outer model dengan indikator reflektif dievaluasi melalui

validitas konvergen dan validitas diskriminan dari indikator pembentuk konstruk

laten. Pengujian Reliabilitas model dapat dilakukan dengan mengukur nilai

composite reliability dan cronbach alpha untuk blok indikatornya.

Uji convergent validity untuk penelitian yang bersifat exploratory dapat dilihat

dari nilai Average Variance Extracted (AVE) harus lebih besar dari 0,5. Nilai AVE

ditunjukkan dalam Tabel 5.13.

Tabel 5.13 Nilai AVE


Variabel AVE Keterangan
Functional Quality (FQ) 0.605 > 0.5 Valid
Convenience (CON) 0.735 > 0.5 Valid
Innovation (INO) 0.738 > 0.5 Valid
Trust (TR) 0.672 > 0.5 Valid
Value (VAL) 0.679 > 0.5 Valid
Risk Mitigation and Security (RS) 0.821 > 0.5 Valid
WOM Behavior (WOM) 0.651 > 0.5 Valid
Customer Satisfaction (CS) 0.740 > 0.5 Valid
Continuance Intention (CI) 0.724 > 0.5 Valid
Sumber: Data primer diolah, 2020
131

Berdasarkan Tabel 5.13 didapatkan bahwa semua variabel memiliki nilai

AVE lebih besar dari 0,5, sehingga dapat disimpulkan bahwa convergent validity

terpenuhi. Pengujian convergent validity juga dapat dilakukan dengan melihat nilai

outer loading dari masing – masing indikator.

Nilai outer loading menunjukkan bobot dari setiap indikator sebagai

pengukur dari masing-masing variabel laten. Indikator dengan outer loading

terbesar menunjukkan bahwa indikator tersebut sebagai pengukur variabel yang

terkuat (dominan). Nilai outer loading disyaratkan yaitu diatas 0,7 untuk setiap

indikator atau variabel manifestnya. Hasil smartPLS untuk nilai outer loading

ditunjukkan pada Tabel 5.14 dibawah. Dari nilai outer loading tersebut, dapat

diketahui bahwa semua indikator memenuhi rule of thumb dengan nilai loading

factor lebih besar dari 0.7, sehingga dapat disimpulkan memenuhi syarat validitas

konvergen.
132

Tabel 5.14 Nilai Outer Loading


Outer
Variabel Indikator Keterangan
Loading
Functional Quality (FQ1) Interactive 0,742 > 0,700 Valid
(FQ) (FQ2) Clear Information 0,781 > 0,700 Valid
(FQ3) Easy to navigate 0,830 > 0,700 Valid
(FQ4) Easy to do business online 0,702 > 0,700 Valid
(FQ5) Simple and intuitive interface 0,828 > 0,700 Valid
Convenience (CON1) Comfort 0,863 > 0,700 Valid
(CON) (CON2) Speed 0,860 > 0,700 Valid
(CON3) Hassle-free 0,848 > 0,700 Valid
Innovation (INO) (INO1) Better services 0,870 > 0,700 Valid
(INO2) Improving uptake and
0,869 > 0,700 Valid
experience through innovation
(INO3) Investment in R&D 0,838 > 0,700 Valid
Trust (TR) (TR1) Choosing 0,785 > 0,700 Valid
(TR2) Using and staying with bank
0,845 > 0,700 Valid
due to brand and trustworthiness
(TR3) Protection of privacy 0,828 > 0,700 Valid
Value (VAL) (VAL1) Save money 0,723 > 0,700 Valid
(VAL2) Save time 0,867 > 0,700 Valid
(VAL3) Usefulness 0,855 > 0,700 Valid
(VAL4) Enjoyment 0,865 > 0,700 Valid
(VAL5) Better deal online 0,800 > 0,700 Valid
Risk Mitigation (RS1) Security 0,888 > 0,700 Valid
and Security (RS) (RS2) Fraud 0,922 > 0,700 Valid
(RS3) Cyber-attack 0,909 > 0,700 Valid
WOM Behavior (WOM1) Mentioned to others that
0.834 > 0,700 Valid
(WOM) you do business with Bank
(WOM2) Made sure that others
knew that you do business with 0.825 > 0,700 Valid
Bank
(WOM3) Straightening out bad
comments by strongly defending his 0.749 > 0,700 Valid
choice
(WOM4) Spoke positively about
0.819 > 0,700 Valid
Bank to others
(WOM5) Recommended Bank to
0.868 > 0,700 Valid
acquaintances
(WOM6) Giving high NPS 0.737 > 0,700 Valid
Customer (CS1) The sense of fulfillment 0,881 > 0,700 Valid
Satisfaction (CS) (CS2) Fewer complaints 0,797 > 0,700 Valid
(CS3) Overall satisfaction with 0,899
> 0,700 Valid
products and services
Continuance (CI1) Continuously using the
Intention (CI) services of certain banks for a long 0,873 > 0,700 Valid
period of time
(CI2) Repetitive purchasing of
0,825 > 0,700 Valid
products and services
(CI3) Consider bank as the first
0,854 > 0,700 Valid
choice to buy – services
Sumber: Data primer diolah, 2020
133

Pengujian validitas diskriminan dilakukan dengan menggunakan tabel

Fornell-Larcker Criterion. Pada Tabel 5.15 berisi nilai akar kuadrat AVE yang

ditunjukkan pada tabel secara diagonal. Nilai dibawah diagonal utama adalah nilai

korelasi antar konstruk. Model dapat dikatakan valid apabila nilai akar kuadrat AVE

lebih tinggi dari nilai korelasi antar konstruk.

Tabel 5.15 Perbandingan Nilai Akar Kuadrat AVE dan Korelasi


CON CI CS FQ INO RS TR VAL WOM
CON (0.857)
CI 0.577 (0.851)
CS 0.677 0.682 (0.860)
FQ 0.771 0.569 0.696 (0.778)
INO 0.744 0.604 0.663 0.713 (0.859)
RS 0.506 0.504 0.593 0.476 0.535 (0.906)
TR 0.645 0.632 0.689 0.630 0.687 0.701 (0.820)
VAL 0.725 0.630 0.711 0.748 0.755 0.507 0.674 (0.824)
WOM 0.547 0.651 0.693 0.557 0.598 0.571 0.638 0.612 (0.807)
Keterangan:
CON: Convinience; CI: Continuence Intention; CS: Customer Satisfaction; FQ: Functional
Quality; INO: Innovation; RS: Risk mitigation and security; TR: Trust; VAL: Value; WOM:
Word Of Mouth Behavior
Sumber: Data primer diolah, 2020

Pada Tabel 5.15, nilai dalam tanda kurung (), artinya adalah nilai akar

kuadrat AVE. Pada tabel dapat diketahui bahwa nilai akar kuadrat AVE lebih tinggi

dari nilai korelasi sehingga dapat disimpulkan bahwa model valid karena telah

memenuhi validitas diskriminan.

Berdasar nilai AVE, outer loading dan akar kuadrat AVE diatas, dapat

disimpulkan bahwa hasil pengujian validitas konvergen dan validitas diskriminan

pada indikator dimensi variabel-variabel penelitian secara keseluruhan valid. Hal

tersebut menunjukkan bahwa indikator-indikator dari dimensi dapat menjadi

konstruk pembentuk variabel penelitian.


134

Setelah dilakukan pengujian validitas, langkah selanjutnya adalah

melakukan uji reabilitas konstruk. Uji reliabilitas dilakukan untuk membuktikan

akurasi, konsistensi, dan ketepatan instrumen dalam mengukur konstruk. Uji

reliabilitas konstruk yang menggunakan indikator reflektif dapat dilakukan dengan

dua cara yaitu dengan cronbach’s alpha dan composite reliability. Hasil pengujian

reliabilitas konstruk disajikan pada Tabel 5.16

Tabel 5.16 Hasil Pengujian Reliabilitas


Cronbach’s Composite
Faktor / Variabel Keterangan
alpha reliability
Functional Quality (FQ) 0,836 0,884 > 0,700 Reliabel
Convenience (CON) 0,819 0,892 > 0,700 Reliabel
Innovation (INO) 0,822 0,894 > 0,700 Reliabel
Trust (TR) 0,756 0,860 > 0,700 Reliabel
Value (VAL) 0,880 0,913 > 0,700 Reliabel
Risk Mitigation and Security (RS) 0,892 0,932 > 0,700 Reliabel
WOM Behavior (WOM) 0,892 0,918 > 0,700 Reliabel
Customer Satisfaction (CS) 0,823 0,895 > 0,700 Reliabel
Continuance Intention (CI) 0,809 0,887 > 0,700 Reliabel
Sumber: Data primer diolah, 2020

Kriteria yang digunakan untuk menentukan suatu konstruk reliabel atau tidak yaitu

dengan melihat nilai cronbach’s alpha dan composite reliability harus lebih besar

dari 0.7 untuk penelitian konfirmatori. Tabel 5.16 menunjukkan bahwa nilai

cronbach’s alpha dan composite reliability dari semua variabel diatas 0,7 sehingga

memenuhi persyaratan reliabilitas.

Dari hasil uji Outer Model, yang dilakukan dalam beberapa tahap diatas

dapat disimpulkan bahwa semua variabel dengan konstruk indikator dapat

dikatakan valid dan reliabel sehingga dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.

5.4.2 Evaluasi Inner Model

Ada beberapa tahapan dalam mengevaluasi hubungan antar konstruk

variabel. Tahap pertama, yaitu dengan melakukan evaluasi R2. Tahap kedua,

yaitu model dievaluasi dengan menggunakan Uji Stone-Geisser (Q2) untuk


135

mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi

parameternya. Tahap ketiga, yaitu dengan menguji validasi model secara

kesuluruhan menggunakan Goodness of fit (GoF) index.

5.4.2.1 Analisis R-Square (R2 )

R2 didapatkan dari penghitungan PLS algoritma pada software SmartPLS.

R-square hanya terdapat pada variabel laten yang dipengaruhi oleh variabel laten

lainnya. Variabel laten terpengaruh disebut juga variabel laten endogen (Hussein,

2015). Terdapat tiga kriteria pengukuran R2 yaitu 0,67 atau tinggi, 0,33 atau

moderat, dan 0,19 atau rendah (Chin, 1998). Hasil R2 dalam penelitian ini disajikan

pada Tabel 5.17 berikut.

Tabel 5.17 Nilai R-Square


Variabel R Square Kriteria
Functional Quality (FQ) 0.765 > 0.670 Substantif
Convenience (CON) 0.751 > 0.670 Substantif
Innovation (INO) 0.763 > 0.670 Substantif
Trust (TR) 0.700 > 0.670 Substantif
Value (VAL) 0.802 > 0.670 Substantif
Risk Mitigation and Security (RS) 0.497 > 0.330 Moderat-substantif
WOM Behavior (WOM) 0.478 > 0.330 Moderat-substantif
Customer Satisfaction (CS) 0.688 > 0.670 Substantif
Continuance Intention (CI) 0.481 > 0.330 Moderat-substantif
Sumber: Data primer diolah, 2020

Tabel 5.17 menunjukkan nilai R2 untuk masing - masing variabel. Berdasarkan

tabel dapat diketahui bahwa variabel Risk mitigation and security, WOM Behavior,

dan Continuance Intention memiliki nilai R2 nilai yang lebih besar dari 0,33 namun

kurang dari 0,67 sehingga dapat dikatakan bahwa pengukuran variabel laten

eksogen terhadap variabel tersebut memiliki pengaruh antara moderat dan

substantif. Untuk variabel Functional Quality, Convenience, Innovation, Trust,

Value dan Customer Satisfaction memiliki nilai R2 yang lebih besar dari 0,67
136

sehingga dikatakan bahwa pengukuran variabel laten eksogen terhadap tersebut

memiliki pengaruh yang substantif/ tinggi.

Nilai R-square dari Functional Quality sebesar 0,765 atau dengan kata lain

variabel Functional Quality dipengaruhi oleh variabel-variabel dalam model

sebesar 76,5%. Variabel yang mempengaruhi Functional Quality adalah

Interactive, Clear Information, Easy to navigate, Easy to do business online,

Simple and intuitive interface. Sisanya sebesar 23,5% dipengaruhi oleh faktor lain

di luar model tersebut. Mengacu nilai R-square pada Tabel 5.17, variabel-variabel

yang lainnya dapat dapat diinterpretasikan dengan cara yang sama.

Berdasarkan pada kriterianya (tinggi, moderat, rendah), keseluruhan nilai R2

dikategorikan substantif dan moderat. Hal ini dapat disimpulkan bahwa variabel-

variabel dalam model memiliki pengaruh lebih besar kepada variabel terdampak

daripada faktor lain yang berasal dari luar model tersebut.

2
5.4.2.2 Analisis Q-Square ( Q )

Q-square dapat dilihat dalam hasil penghitungan blindfolding pada bagian

construct cross validated redudancy. Prosedur blindfolding yang digunakan untuk

menghitung:

Q2  1 
 D ED
 D OD
Dimana, D adalah omission distance, E adalah sum of squares of prediction errors,

2
dan O adalah sum of squares of observation. Nilai Q di atas nol memberikan bukti

2
bahwa model memiliki predictive relevance, Q di bawah nol mengindikasikan

2
model kurang memiliki predictive relevance. Dalam kaitan dengan f , dampak

relatif model struktural terhadap pengukuran variabel dependen laten dapat dinilai

dengan:
137

2
Qincluded  Qexcluded
2
q2 
1  Qincluded
2

2
Nilai Q-square predictive relevance ( Q ) dapat digunakan untuk memvalidasi

kemampuan prediksi model.

Nilai relevansi prediksi tersebut dapat dihitung menggunakan formula Stone-

2 2
Geisser’s ( SQ ) serta diperoleh dari prosedur blindfolding dimana nilai Q di atas

nol memberikan bukti bahwa model memiliki predictive relevance. Sebaliknya, nilai

Q 2 di bawah nol mengindikasikan model kurang memiliki predictive relevance.

2
Nilai SQ diperoleh berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus sebagai berikut:

SQ 2  1  1  R12   1  R22   ...  1  R92 


SQ 2  1  1  0, 765   1  0, 751  ...  1  0, 481
SQ 2  3, 605
2
Berdasarkan pada hasil tersebut, diperoleh nilai SQ sebesar 3,605 sehingga

dapat dikatakan bahwa model persamaan struktural fit dengan data atau

2
mempunyai prediksi relevansi yang baik. Berdasarkan hasil penghitungan SQ

SSE
sesuai dengan nilai Q 2  1  , yang dihasilkan dari prosedur blindfolding
SSO

seperti ditunjukkan pada Tabel 5.18.

Tabel 5.18 Prediksi Relevansi Berdasarkan Hasil Blindfolding


Variabel Laten SSO SSE Q² (=1-SSE/SSO)
Continuence Intention 2752,000 1768,050 0,358
Convinience 5504,000 5504,000 0
Customer Satisfaction 2752,000 1452,186 0,472
Functional Quality 6192,000 6192,000 0
Innovation 2752,000 2752,000 0
Risk Mitigation & Security 2064,000 2064,000 0
Trust 2752,000 2752,000 0
Value 4816,000 4816,000 0
Word of Mouth Behavior 5504,000 3615,274 0,343
Sumber: Output SmartPLS 3.2.6
138

2
Nilai Q pada model penelitian menunjukkan nilai di atas nol untuk ketiga

variabel laten endogen, yaitu WOM Behavior, Customer Satisfaction dan

Continuance Intention. Hal ini dapat disimpulkan bahwa model dalam penelitian ini

telah memiliki relevansi prediksi (predictive relevance) yang baik.

5.4.2.3 Analisis Goodness of Fit (GoF).

Pengujian validasi model dilakukan dengan menghitung nilai Goodness of

Fit. Nilai 0,10 termasuk dalam tingkat GoF kecil, 0,25 nilai GoF medium, dan nilai

0,36 nilai GoF besar (Cohen, 1988). Nilai GoF didapatkan dengan perhitungan

sebagai berikut :

𝐺𝑜𝐹 = √𝐴𝑉𝐸 ̅̅̅̅2


̅̅̅̅̅̅ 𝑥𝑅

𝐺𝑜𝐹 = √0.707 𝑥 0.658 = 0.682

Nilai GoF yang didapatkan yaitu sebesar 0,682 diinterpretasikan GoF besar,

yang artinya secara keseluruhan model pengukuran (outer model) dengan model

structural (inner model) dapat dikatakan layak dan valid.

Berdasarkan hasil uji Inner Model yang dilakukan dalam tiga tahap uji diatas,

dapat disimpulkan bahwa semua variabel dengan konstruk indikator dapat

dikatakan valid dan reliabel sehingga sehingga model dapat digunakan untuk

pengujian asumsi.

5.4.3. Analisis Second Order

Analisis faktor konfirmatori orde kedua dilakukan dengan menyesuaikan

hipotesis yang disusun, sehingga dapat langsung menjawab pertanyaan-

pertanyaan penelitian. Berikut merupakan diagram first order construct dan second

order construct. Berdasarkan Gambar 5.1 dapat dilihat bahwa variabel yang

termasuk dalam first order construct adalah variabel functional quality,


139

convenience, innovation, trust, value, dan risk mitigation and security. Variabel

Bank 4.0 Experiential merupakan second order construct.

Gambar 5.1 Second Order dan First Order Construct

Pengujian hipotesis pengaruh first order construct secara langsung terhadap

second order construct Bank 4.0 Experiential disajikan pada Tabel 5.19.

Tabel 5.19
Pengujian Hipotesis Pengaruh First Order Construct Functional Quality,
Convenience, Innovation, Trust, Value, dan Risk Mitigation and Security
Secara Langsung Terhadap Second Order Construct Bank 4.0 Experiential
Original Sample Standard
Hipo- T Statistics P
Path Sample Mean Deviation
tesis (|O/STDEV|) Values
(O) (M) (STDEV)
Bank 4.0 Experiential
H1a 0.875 0.875 0.010 87.059 0.000 ⃰
 Functional Quality
Bank 4.0 Experiential
H1b 0.867 0.867 0.011 81.171 0.000 ⃰
 Convenience
Bank 4.0 Experiential
H1c 0.873 0.873 0.010 88.339 0.000 ⃰
 Innovation
Bank 4.0 Experiential
H1d 0.836 0.837 0.012 68.924 0.000 ⃰
 Trust
Bank 4.0 Experiential
H1e 0.895 0.895 0.009 102.138 0.000 ⃰
 Value
Bank 4.0 Experiential
H1f 0.705 0.705 0.021 34.180 0.000 ⃰
 Risk Mitigation & Security
Keterangan: * signifikan pada p value < 0,05  H0 ditolak
Sumber: Data primer diolah, 2020
140

H1a: Functional Quality merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential

Pengujian hipotesis ini bertujuan untuk membuktikan apakah Functional

Quality merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential. Hasil analisis menunjukkan

bahwa nilai T-statistik yang dihasilkan 87,059 > 1,96 atau p value < 0,05, sehingga

dengan tingkat kepercayaan 95% sudah cukup alasan untuk menolak hipotesis

nol, atau menerima hipotesis alternatif. Hal ini juga menunjukkan bahwa terdapat

berpengaruh yang signifikan antara Functional Quality dan Bank 4.0 Experiential.

Dari hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa hipotesis alternatif yang

menyatakan Functional Quality merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential

dapat diterima.

Nilai koefisien jalur sebesar 0.875 menunjukkan bahwa terdapat korelasi

yang besar dan hubungan yang positif antara Functional Quality dan Bank 4.0

Experiential Quality, yang artinya semakin tinggi persepsi fungsional yang

dirasakan oleh pelanggan millennial, maka semakin tinggi pula kualitas

pengalaman Bank 4.0.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kelima indikator (Interactive, Clear

Information, Easy to navigate, Easy to do business online, Simple and intuitive

interface) merupakan atribut dari Functional Quality. Easy to navigate memiliki

rata-rata tertinggi (4,43) dengan nilai standar deviasi yang paling kecil (0,62), hal

ini mengindikasikan pelanggan millennial menginginkan platform yang mudah

digunakan, baik saat registrasi, login maupun saat transaksi. Hal ini juga dikuatkan

dengan nilai outer loading tertinggi (0,830), yang mengindikasikan atribut ini

berpengaruh paling dominan terhadap functional quality. Temuan ini tentu menjadi

tantangan bagi Bank 4.0 untuk mewujudkannya. Meskipun platfiorm Bank 4.0 ini

dikenal sebagai platform yang fully digital dan sophisticated, namun Bank 4.0

dituntut untuk membuat platform yang mudah dipahami, anti ribet dan funky bagi

pelanggan millennial.
141

Berdasarkan indikator penyusun functional quality Bank 4.0 dapat

disimpulkan bahwa functional quality dapat memicu experiential quality khususnya

bagi pelanggan millennial. Functional quality dari Bank 4.0 terbentuk dengan

sangat baik untuk kalangan millennial karena memberikan kemudahan, dirasakan

cukup jelas penggunaan aplikasinya, dan fleksibel penggunaannya bagi kalangan

millennial yang sudah sangat terbiasa dengan teknologi digital. Temuan ini juga

sejalan dengan pengamatan peneliti di lapangan bahwa aplikasi yang ribet, kaku,

sulit digunakan adalah salah satu sebab komplain, dan keengganan pelanggan

untuk menggunakan layanan Bank 4.0.

H1b: Convenience merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential

Pengujian hipotesis ini bertujuan untuk membuktikan apakah Convenience

merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential. Hasil analisis menunjukkan bahwa

nilai T-statistik yang dihasilkan 81,171 > 1,96 atau p value < 0,05, sehingga dengan

tingkat kepercayaan 95% sudah cukup alasan untuk menolak hipotesis nol, atau

menerima hipotesis alternatif. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat berpengaruh

yang signifikan antara Convenience dan Bank 4.0 Experiential Quality. Hasil

analisis tersebut menunjukkan bahwa hipotesis alternatif yang menyatakan

Convenience merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential dapat diterima.

Nilai koefisien jalur sebesar 0.867 menunjukkan bahwa terdapat korelasi

yang besar dan hubungan yang positif antara variabel Convenience dan Bank 4.0

Experiential Quality. Semakin nyaman penggunaan layanan Bank 4.0, maka akan

semakin berkualitas pengalaman yang dirasakan oleh pelanggan millennials.

Penelitian ini juga membuktikan bahwa comfort, speed, dan hasle-free

merupakan atribut convenience. Comfort dilaporkan memiliki nilai korelasi tertinggi

(0,863), namun Speed memiliki nilai hampir mendekati (0,860), yang artinya

Comfort disusul Speed paling berpengaruh terhadap Convinience. Ini


142

mengindikasikan bahwa pelanggan Bank 4.0 menginginkan platform yang enak

dan nyaman digunakan, tidak membingungkan mereka dan cepat. Mengacu pada

nilai convenience sebelumnya, tampilan interface yang keren memang penting,

namun bukan yang paling utama. Pelanggan millennial ternyata lebih

menginginkan platform yang nyaman dan cepat, meskipun mungkin tampilan

interface-nya sederhana. Kasus mandiri online, bisa mendukung temuan ini,

dimana pada saat pertama kali diluncurkan interface mandiri online terlihat sangat

keren, dengan menu yang sangat lengkap. Sayangnya, banyak menu nya yang

tidak mudah ditemukan (bersembunyi di menu lain), memori yang dibutuhkan juga

besar, sehingga menyebabkan aplikasinya lambat, yang akhirnya menimbulkan

experience yang negatif bagi pelanggannya. Temuan ini sebaiknya ditindaklanjuti

oleh developer Bank 4.0 dengan membuat interface yang sederhana, yang penting

nyaman dan cepat digunakan.

Berdasarkan indikator penyusun dimensi convenience Bank 4.0 dapat

disimpulkan bahwa convenience dapat memicu experiential quality penggunanya.

Convenience dari Bank 4.0 terbentuk dengan sangat baik untuk kalangan

millennial karena memberikan kenyamanan, lebih cepat, lebih tepat, dan dirasakan

tanpa kerumitan bagi kalangan millennial.

H1c: Innovation merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential

Pengujian hipotesis ini bertujuan untuk membuktikan apakah Innovation

merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential. Hasil analisis menunjukkan bahwa

nilai T-statistik yang dihasilkan 88,339 > 1,96 atau p value < 0,05, sehingga dengan

tingkat kepercayaan 95% sudah cukup alasan untuk menolak hipotesis nol, atau

menerima hipotesis alternatif. Hal ini artinya terdapat berpengaruh yang signifikan

Innovation pada Bank 4.0 Experiential Quality. Hasil analisis tersebut


143

menunjukkan bahwa hipotesis alternatif yang menyatakan Inoovation merupakan

dimensi dari Bank 4.0 Experiential dapat diterima.

Nilai koefisien jalur sebesar 0.873 menunjukkan bahwa terdapat korelasi

yang besar dan hubungan yang positif antara Innovation dan Bank 4.0 Experiential

Quality. Semakin inovatif Bank 4.0, maka akan semakin berkualitas pengalaman

yang dirasakan oleh pelanggan millennials.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa Better services, Improving uptake

and experience through innovation, Investment in R&D merupakan atribut dari

innovation. Better service dilaporkan dengan nilai korelasi tertinggi (0,870). Ini

mengindikasikan bahwa upaya terus menerus untuk perbaikan dan peningkatan

layanan, akan berdampak paling besar pada dimensi inovasi ini. Bank 4.0 harus

terus mendevelop aplikasinya secara terus menerus, yang lebih cepat, lebih aman,

lebih nyaman digunakan yang akhirnya menghasilkan layanan yang lebih baik

untuk pelanggan. Aplikasi yang monoton, minim pengembangan layanan akan

ditinggalkan oleh pelanggan millennial, mereka akan sangat gampang beralih ke

aplikasi lainnya, karena mereka adalah generasi yang ‘anti kemapanan’, Impatient,

dan Adventurous (Korobka, 2018). Sehingga temuan ini harus menjadi perhatian

developer Bank 4.0.

Berdasarkan indikator penyusun dimensi Innovation Bank 4.0 dapat

disimpulkan bahwa innovation dapat memicu experiential quality penggunanya.

Innovation dari Bank 4.0 terbentuk dengan sangat baik untuk pelanggan millennial

karena memberikan layanan yang lebih baik, unggul, lebih efisien, dan terus

berkembang lebih baik bagi kalangan millennial. Hal ini juga sesuai dengan fakta-

fakta yang ada bahwa bank yang tidak melakukan inovasi akan ditinggalkan

pelanggannya, terlebih lagi pelanggan millennial yang secara natural mereka

adalah digital natives (Prensky,2001) dan technologically savvy (Korobka, 2018).


144

H1d: Trust merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential

Pengujian hipotesis ini bertujuan untuk membuktikan apakah Trust

merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiental. Nilai T-statistik yang dihasilkan

68,924 > 1,96 atau p value < 0,05 , sehingga dengan tingkat kepercayaan 95%

sudah cukup alasan untuk menolak hipotesis nol, atau menerima hipotesis

alternatif. Dengan kata lain, bahwa terdapat berpengaruh yang signifikan antara

Trust dan Bank 4.0 Experiential Quality. Dari hasil analisis tersebut menunjukkan

bahwa hipotesis alternatif yang menyatakan Trust merupakan dimensi dari Bank

4.0 Experiential dapat diterima.

Nilai koefisien jalur sebesar 0,836 menunjukkan bahwa terdapat korelasi

yang besar dan hubungan yang positif antara Trust dan Bank 4.0 Experiential

Quality, artinya semakin tinggi kepercayaan pelangggan, maka semakin

berkualitas pula pengalaman penggunaan atas layanan Bank 4.0, begitu juga

sebaliknya.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa Choosing, Using and staying with

bank due to brand and trustworthiness, dan Protection of privacy merupakan

indikator dari trust. Using and staying with bank due to brand and trustworthiness

dilaporkan memiliki nilai rata-rata tertinggi (4,14), dengan deviasi terendah (0,73),

serta nilai korelasi tertinggi terhadap trust (0,845). Hal ini artinya Bank 4.0 harus

menjaga nama baik, brand dan reputasinya tetap tinggi, karena sangat

berpengaruh pada kepercayaan penggunaan Bank 4.0, karena modal utama

bisnis keuangan adalah kepercayaan. Upaya Bank 4.0 untuk meningkatkan

kepercayaan pelanggannya bisa dilakukan dengan cara menepati apa yang

dijanjikan, cepat memberi respon, handling complain yang baik, memberikan rasa

aman atas data pelanggan, dll.

Berdasarkan indikator penyusun dimensi trust pada Bank 4.0 dapat

disimpulkan bahwa trust dapat memicu experiential quality penggunanya. Trust


145

pada Bank 4.0 terbentuk dengan sangat baik untuk pelanggan milennial karena

memiliki citra positif, kepercayaan yang tinggi terhadap merk dan layanan Bank

4.0, serta dengan menggunakan layanan Bank 4.0 dirasakan memberikan

perlindungan atas privasi data bagi kalangan millennial. Hasil riset ini sesuai

dengan fakta bahwa tren penggunaan layanan Bank 4.0 meningkat secara

signifikan sejak tahun 2017, sebagaimana terlihat pada Gambar 1.4 dan Gambar

1.5, dimana ditunjukkan meningkatnya kualitas pengalaman pelanggan, yang

salah satunya dipicu oleh peningkatan tingkat kepercayaan pelanggan atas

layanan Bank 4.0.

H1e: Value merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential

Pengujian hipotesis ini bertujuan untuk membuktikan apakah Value

merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential. Nilai T-statistik yang dihasilkan

102,138 > 1,96 atau p value < 0,05 , sehingga dengan tingkat kepercayaan 95%

sudah cukup alasan untuk menolak hipotesis nol, atau menerima hipotesis

alternatif. Nilai t yang besar juga menunjukkan bahwa Value berpengaruh

signifikan terhadap Bank 4.0 Experiential Quality. Hasil analisis tersebut

menunjukkan bahwa hipotesis alternatif yang menyatakan Value merupakan

dimensi dari Bank 4.0 Experiential dapat diterima.

Nilai koefisien jalur sebesar 0,895 menunjukkan bahwa terdapat korelasi

yang besar dan hubungan yang positif antara value dan Bank 4.0 Experiential

Quality. Semakin tinggi value yang dirasakan oleh pelanggan, maka semakin tinggi

pula kualitas pengalaman atas layanan Bank 4.0, begitu juga sebaliknya. Dari hasil

penelitian ini juga ditemukan bahwa value merupakan dimensi terkuat yang

mempengaruhi kualitas pengalaman Bank 4.0 berdasar persepsi pelanggan

millennial. Temuan ini mengindikasikan bahwa pelanggan millennial akan lebih

merasakan pengalaman Bank 4.0 jika perusahaan bisa menawarkan biaya yang
146

relatif lebih murah, aplikasi yang lebih cepat atau memberikan tambahan manfaat

kepada mereka.

Dari enam indikator yaitu save money, save time, usefulness, enjoyment,

better deal online, dilaporkan bahwa save time merupakan indikator yang

dipersepsikan oleh millennial dengan nilai rata-rata tertinggi (4,38), dengan deviasi

terendah (0,65). Nilai uji korelasi juga menunjukkan tertinggi (0,867), yang berarti

save time merupakan indikator yang paling kuat mempengaruhi value. Temuan ini

mirip dan cocok dengan nilai hasil dari convenience, dimana speed merupakan

indikator yang berpengaruh tinggi. Implikasi bagi Bank 4.0, mereka harus

menciptakan platform yang cepat, ‘anti jam pasir’ yang bisa menghemat waktu

pelanggan. Temuan ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi Bank 4.0 yang

kerap menerapkan strategi ‘burning money’, dalam upayanya merebut pasar.

Kenyataannya, strategi tersebut hanya berefek jangka pendek, karena jika ada

pesaing yang menawarkan diskon atau biaya lebih murah mereka akan pindah.

Untuk itu sebaiknya Bank 4.0 menaikkan value pelanggan dengan cara

meningkatkan save time, mungkin dalam jangka pendek efeknya tidak sebesar

save money, namun dalam jangka panjang peneliti efeknya jauh lebih besar.

Berdasarkan indikator penyusun dimensi value pada Bank 4.0 dapat

disimpulkan bahwa value dapat memicu experiential quality penggunanya. Value

pada Bank 4.0 terbentuk dengan sangat baik khususnya pada pelanggan

millennial karena dirasakan memberikan efisiensi, manfaat dan nilai tambah ketika

pelanggan menggunakan layanan Bank 4.0 ini.

H1f: Risk Mitigation & Security merupakan dimensi Bank 4.0 Experiential

Pengujian hipotesis ini bertujuan untuk membuktikan apakah Risk Mitigation

and Security merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential. Hasil analisis

menunjukkan bahwa nilai T-statistik yang dihasilkan 34,180 > 1,96 atau p value <
147

0,05, sehingga dengan tingkat kepercayaan 95% sudah cukup alasan untuk

menolak hipotesis nol, atau menerima hipotesis alternatif, serta menunjukkan

bahwa terdapat berpengaruh yang signifikan antara Risk Mitigation and Security

dan Bank 4.0 Experiential Quality. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa

hipotesis alternatif yang menyatakan Risk Mitigation and Security merupakan

dimensi dari Bank 4.0 Experiential dapat diterima.

Nilai koefisien jalur sebesar 0,705 menunjukkan bahwa terdapat korelasi

yang besar dan hubungan yang positif antara Risk Mitigation and Security dan

Bank 4.0 Experiential. Hal ini berarti semakin tinggi persepsi pelanggan millennials

atas perlindungan terhadap risiko serta semakin kuat sistem pengamanan Bank

4.0, maka semakin tinggi pula kualitas pengalaman atas penggunaan layanan

Bank 4.0, begitu juga sebaliknya.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa security, fraud, dan cyber-attack

merupakan indikator dari Risk Mitigation & Security. Indikator fraud memiliki nilai

korelasi tertinggi (0,922) terhadap Risk Mitigation & Security. Hal ini menandakan

bahwa peningkatan sistem pencegahan atas risiko kejahatan (baik kejahatan

internal maupun eksternal) berpengaruh paling besar terhadap peningkatan

persepsi mitigasi risiko dan keamanan. Dengan kata lain, Bank 4.0 harus

menciptakan sistem pengamanan yang kuat, back up data dan disaster system

yang mumpuni agar tidak mudah diretas dan penipuan. Meskipun platformnya

dibuat semudah dan sesederhana mungkin, namun sistem verifikasi dan

otentifikasi harus benar-benar prudent, dan bisa melindungi pelanggannnya dari

kejahatan cyber.

Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa dimensi Risk Mitigation & Security

merupakan dimensi yang paling lemah dalam pengalaman Bank 4.0. Menurut

peneliti hal ini dipengaruhi tiga alasan. Pertama, dana kelolaan yang kecil,

sebagian besar millennial adalah masih belum bekerja, sehingga mereka tidak
148

begitu khawatir jika terjadi risiko pada dana mereka di Bank 4.0. Kedua, aplikasi

Bank 4.0 di Indonesia saat ini masih didominasi sebagai alat transaksi, belum alat

penyimpanan, artinya dana yang ada di Bank 4.0 hanya disisihkan untuk transaksi

harian. Ketiga, hal ini sesuai dengan karakteristik pelanggan millennial yang

progressive, confident, impatient, adventurous (Korobka, 2018), mereka adalah

generasi yang berani mengambil risiko, atau dengan kata lain faktor risiko

bukanlah pertimbangan pertama dalam memilih layanan Bank 4.0. Temuan ini

agak berbeda dengan penelitian Mbama et al (2018), yang menemukan bahwa

risiko merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan di awal ketika pelanggan

memilih layanan digital banking. Temuan Mbama et al (2018) tersebut bisa

dimaklumi, karena respondennya adalah pelanggan umum, tidak berfokus pada

kelompok responden millennial, bahkan 35% respondennya berusia lebih dari 45

tahun.

Berdasarkan indikator penyusun dimensi Risk Mitigation and Security pada

Bank 4.0 dapat disimpulkan bahwa Risk Mitigation and Security dapat memicu

experiential quality penggunanya. Risk Mitigation and Security pada Bank 4.0 telah

terbentuk dengan sangat baik untuk pelanggan millennial karena dirasakan

memberikan perasaan aman, cukup handal, dan perlindungan dari resiko dari

fraud dan cyber crime bagi pelanggan.

5.4.4 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t (T-Statistic) pada masing-masing

jalur pengaruh langsung secara parsial. Hasil pengujian hipotesis pada inner

model disajikan pada Tabel 5.20.


149

Tabel 5.20 Pengujian Inner Model


Original Sample Standard
Hipo- T Statistics P
Path Sample Mean Deviation
tesis (|O/STDEV|) Values
(O) (M) (STDEV)
Bank 4.0 Experiential 
H2 0.380 0.381 0.049 7.683 0.000 ⃰
WOM Behavior
Bank 4.0 Experiential 
H3 0.796 0.797 0.016 48.409 0.000 ⃰
Customer Satisfaction
Bank 4.0 Experiential 
H4 0.411 0.408 0.047 8.736 0.000 ⃰
Continuence Intention
Customer Satisfaction
H5 0.391 0.389 0.052 7.554 0.000 ⃰
 WOM Behavior
Customer Satisfaction
H6 0.355 0.357 0.049 7.249 0.000 ⃰
 Continuence Intention
Keterangan: *signifikan pada p value < 0,05  H0 ditolak
(Sumber: Data primer diolah, 2020)

H2: Bank 4.0 Experiential Quality berpengaruh langsung terhadap WOM


Behavior

Pengujian pengaruh langsung antara Bank 4.0 Experiential Quality terhadap

WOM Behavior, diperoleh koefisien original sample sebesar 0,38, dengan nilai T

statistik 7,683. Karena nilai T statistik uji lebih tinggi dari nilai t tabel yaitu 1,96 atau

p value < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh langsung yang

signifikan antara Bank 4.0 Experiential Quality terhadap WOM Behavior.

Mengingat koefisien original sample bertanda positif, hal ini mengindikasikan

bahwa hubungan keduanya positif. Artinya, semakin tinggi Experiential Quality

pengguna Bank 4.0, akan mengakibatkan semakin tinggi pula WOM Behavior

pengguna Bank 4.0.

Nilai koefisien jalur sebesar 0,380 menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang positif antara variabel Bank 4.0 Experiential Quality dan variabel WOM

Behavior, artinya semakin tinggi kualitas pengalaman penggunaan Bank 4.0, maka

semakin tinggi pula tingkat perilaku WOM. Sedangkan hubungan tidak langsung

Bank 4.0 Experiential Quality terhadap WOM behavior yang dimediasi oleh

customer satisfaction dengan keofisien jalur sebesar 0,311, hal ini menunjukkan

peranan customer satisfaction sebagai mediator kurang berkontribusi, sehingga


150

untuk menaikkan WOM behavior lebih baik dilakukan dengan menaikkan Bank 4.0

Experiential Quality, yang secara empiris terbukti akan secara langsung

berpengaruh terhadap kenaikan WOM behavior.

Berdasarkan indikator penyusun variabel Bank 4.0 dapat disimpulkan bahwa

Bank 4.0 Experiential Quality dapat memicu WOM Behavior pelanggan millennials.

Pelanggan yang merasakan pengalaman positif selama menggunakan layanan

Bank 4.0 akan memicu mereka untuk menceritakan pengalamannya, serta

merekomendasikannya kepada teman-temannya.

H3: Bank 4.0 Experiential Quality berpengaruh langsung terhadap Customer


Satisfaction

Pengujian pengaruh langsung antara Bank 4.0 Experiential Quality terhadap

Customer Satisfaction, diperoleh koefisien original sample sebesar 0,796, dengan

nilai T statistic sebesar 48,409. Karena nilai T statistik uji tinggi dari nilai t tabel

yaitu 1,96 atau p value < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh

langsung yang signifikan Bank 4.0 Experiential Quality terhadap Customer

Satisfaction. Mengingat koefisien original sample bertanda positif,

mengindikasikan bahwa hubungan keduanya positif. Artinya, semakin tinggi

Experiential Quality pengguna Bank 4.0, akan mengakibatkan semakin tinggi pula

Customer Satisfaction pengguna Bank 4.0.

Nilai koefisien jalur sebesar 0,796 menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang positif antara variabel Bank 4.0 Experiential dan variabel Customer

Satisfaction. Hal ini berarti semakin tinggi kualitas pengalaman penggunaan Bank

4.0, maka akan menyebabkan semakin tinggi pula tingkat kepuasan pelanggan,

begitu juga sebaliknya.

Berdasarkan indikator penyusun variabel Bank 4.0 tersebut dapat disimpulkan

bahwa variabel Bank 4.0 Experiential Quality dapat memicu Customer Satisfaction
151

pelanggan millennial. Kualitas pengalaman yang tinggi menyebabkan pelanggan

merasa terpenuhi kebutuhannya, sedikit keluhan yang dirasakan dan secara

umum merasa puas atas produk dan layanan yang ditawarkan oleh Bank 4.0.

H4: Bank 4.0 Experiential Quality berpengaruh langsung terhadap


Continuance Intention

Pengujian pengaruh langsung antara Bank 4.0 Experiential Quality terhadap

Continuance Intention, diperoleh nilai T statistik 8,736. Karena nilai T statistik uji

lebih tinggi dari nilai t tabel yaitu 1,96 atau p value < 0,05, maka dapat disimpulkan

bahwa terdapat pengaruh langsung yang signifikan antara Bank 4.0 Experiential

Quality terhadap Continuance Intention. Mengingat koefisien original sample

bertanda positif, mengindikasikan bahwa hubungan keduanya positif. Artinya,

semakin tinggi Experiential Quality pengguna Bank 4.0, akan mengakibatkan

semakin tinggi pula Continuance Intention pengguna Bank 4.0.

Nilai koefisien jalur sebesar 0.411 menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang positif antara Bank 4.0 Experiential Quality dan Continuance Intention. Hasil

riset ini menunjukkan semakin tinggi kualitas pengalaman pelanggan,

menyebabkan semakin tinggi pula tingkat niatan pelanggan untuk terus

menggunakan layanan Bank 4.0. Sedangkan hubungan tidak langsung Bank 4.0

Experiential Quality terhadap Continuence Intention yang dimediasi customer

satisfaction sebesar 0,282, atau lebih kecil dari pengaruh langsungnya ke

Continuence Intention. Hal ini menunjukkan pengaruh customer satisfaction

sebagai mediator kurang berkontribusi untuk menaikkan Continuence Intention.

Bank 4.0 lebih baik fokus untuk menaikkan Bank 4.0 Experiential Quality, karena

secara empiris lebih memberikan efek lebih besar ke Continuence Intention.

Berdasarkan indikator penyusun variabel Bank 4.0 dapat disimpulkan bahwa

variabel Bank 4.0 Experiential Quality dapat memicu Continuance Intention


152

pelanggan millennial. Kualitas pengalaman yang tinggi saat pelanggan millennial

menggunakan layanan Bank 4.0 akan memicu mereka untuk menggunakan

aplikasi Bank 4.0 secara berulang-ulang, dan menjadikan Bank 4.0 sebagai pilihan

pertama saat mereka melakukan transaksi keuangan. Kualitas pengalaman yang

tinggi tersebut juga menyebabkan pelanggan secara berangsur meninggalkan

layanan perbankan lainnya, yang dirasakan kurang menyajikan pengalaman yang

menyenangkan buat mereka.

H5: Customer Satisfaction berpengaruh langsung terhadap WOM Behavior

Pengujian pengaruh langsung antara Customer Satisfaction terhadap WOM

Behavior, diperoleh koefisien original sample sebesar 0,391, dengan nilai T

statistik 7,554. Karena nilai T statistik uji lebih tinggi dari nilai t tabel yaitu 1,96 atau

p value < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh langsung yang

signifikan antara Customer Satisfaction terhadap WOM Behavior. Mengingat

koefisien original sample bertanda positif, mengindikasikan bahwa hubungan

keduanya positif. Artinya, semakin tinggi Customer Satisfaction pengguna Bank

4.0, akan mengakibatkan semakin tinggi pula WOM Behavior pengguna Bank 4.0.

Nilai koefisien jalur sebesar 0,391 menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang positif antara variabel Customer Satisfaction dan variabel WOM Behavior.

Tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi akan menyebabkan semakin tinggi pula

perilaku WOM, begitu juga sebaliknya.

Berdasarkan indikator penyusun variabel Customer Satisfaction dapat

disimpulkan bahwa Customer Satisfaction dapat memicu WOM Behavior bagi

pelanggan millennial. Pelanggan yang merasa puas atas layanan Bank 4.0 akan

memicu mereka untuk mengatakan hal-hal yang positif atas Bank 4.0,

merekomendasikan layanan Bank 4.0 ke teman meraka, serta berusaha

meluruskan info negatip tentang Bank 4.0 yang mereka terima.


153

H6: Customer Satisfaction berpengaruh langsung terhadap Continuance


Intention

Pengujian pengaruh langsung antara Customer Satisfaction terhadap

Continuance Intention, diperoleh koefisien original sample sebesar 0,355, dengan

nilai T statistik 7,249. Karena nilai statistik uji lebih tinggi dari nilai t tabel yaitu 1,96

atau p value < 0,05, maka dapat disimpbulkan bahwa terdapat pengaruh langsung

yang signifikan antara Customer Satisfaction terhadap Continuance Intention.

Mengingat koefisien original sample bertanda positif, mengindikasikan bahwa

hubungan keduanya positif. Artinya, semakin tinggi Customer Satisfaction

pengguna Bank 4.0, akan mengakibatkan semakin tinggi pula Continuance

Intention pengguna Bank 4.0.

Nilai koefisien jalur sebesar 0,355 menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang positif antara variabel Customer Satisfaction dan Continuance Intention. Hal

ini berarti semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan, maka akan menyebabkan

semakin tinggi pula tingkat niatan pelanggan.

Berdasarkan indikator penyusun variabel Customer Satisfaction dapat

disimpulkan bahwa variabel Customer Satisfaction dapat memicu Continuance

Intention pengguna millennial. Pelanggan millennial yang merasa puas atas

layanan Bank 4.0, akan memicu mereka untuk terus menerus menggunakan

layanan Bank 4.0, secara perlahan akan menggantikan layanan perbankan lainnya

dengan Bank 4.0, serta menjadikan Bank 4.0 sebagai pilihan utama ketika mereka

melakukan transaksi keuangan.

5.5 Pembahasan Hasil Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan di

lapangan yang disusun secara sistematis dalam pertanyaan – pertanyaan


154

penelitian. Berdasarkan teori dan asumsi yang dibangun serta data empiris yang

berhasil dikumpulkan dalam penelitian, maka dapat diperoleh hasil penelitian dan

implikasinya yang dibahas dalam tiga sub bab sebagai berikut:

5.5.1 Hasil Penelitian dan Implikasi Teoritis Terhadap Penelitian


Terdahulu

Functional quality ditemukan positif signifikan mempengaruhi experiential

quality pada Bank 4.0. Hasil riset ini mendukung penelitian sebelumnya yang

menyatakan bahwa functional quality mempengaruhi penggunaan mobile banking

(Lee & Chung, 2009); dan customer satisfaction (Keisidou et al., 2013); functional

quality mempengaruhi kepercayaan pelanggan, serta loyalitas di bank Spanyol

(Monferrer-Tirado et al., 2016); serta memiliki efek yang positif terhadap customer

experience (Garg et al, 2014; Mbama et al, 2018). Indikator reflektif dari functional

quality adalah interactive, clear, user friendly, memberikan kemudahan, dan

fleksibel akan memperkuat penelitian terdahulu (Mbama et al, 2018; Keisidou et

al, 2013; Garg et al, 2014; Lee & Chung, 2009; Monferrer-Tirado et al, 2016).

Convinience beserta atribut yang melekat yaitu Comfort, Speed, Hassle-free,

ditemukan positif signifikan mempengaruhi experiential quality pada Bank 4.0.

Hasil penelitian ini dapat mendukung penelitian sebelumnya yang menyatakan

bahwa convenience memiliki efek positif pada kepuasan pelanggan (Keisidou et

al., 2013; Knutson et al, 2007; Kim et al, 2011; Karatepe et al, 2005); convenience

memiliki efek positif pada pengalaman pelanggan (Garg et al, 2014; Klaus &

Maklan, 2013); yang berkaitan dengan aktivitas offline dan online (Garg et al,

2014); convinience sebagai salah satu kualitas layanan utama dari mobile banking

di Amerika (Jun dan Palacios, 2016). Sejalan juga dengan hasil penelitian Wu

(2011) yang menyelidiki efek convinience pada kepuasan pelanggan, dan Keisidou

et al. (2013) yang menguji karakteristik kenyamanan operasional dan lokasi. Hasil

penelitian ini sekaligus juga membantah hasil penelitian oleh Mbama et al (2018)
155

pada digital banking di UK, yang menyatakan tidak menemukan hubungan yang

positif signifikan antara convenience dan experience.

Innovation beserta atribut yang melekat yaitu; Better services, Improving

uptake and experience through innovation, Investment in R&D, ditemukan

berpengaruh positif terhadap experience. Hasil yang didapat dari riset ini,

mendukung penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa inovasi teknologi

adalah penggunaan produk dengan penampilan kinerja yang ditingkatkan untuk

menyediakan layanan baru atau yang dikembangkan dan secara positif

mempengaruhi experience (Oh & Teo, 2010); bank mendapat manfaat dari inovasi

layanan interaktif (Dootson et al., 2016; Berry et al., 2010); inovasi menawarkan

cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu untuk pelanggan dan

meningkatkan kinerja (Hult et al., 2004). Penelitian ini sekaligus juga membantah

atas hasil penelitian yang dilakukan oleh Mbama et al (2018) pada digital banking

di UK, dimana dinyatakan tidak menemukan hubungan yang signifikan antara

innovations dan experience.

Trust beserta atribut yang melekat yaitu Choosing, Using and staying with

bank due to brand and trustworthiness, Protection of privacy, pada penelitian ini

ditemukan berpengaruh signifikan terhadap Bank 4.0 experiential. Hasil riset ini

mendukung penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa trust memengaruhi

pilihan bank nasabah (Liang et al, 2009; Fathollahzadeh et al, 2011; Knutson et al,

2007; Akhter et al, 2011); keterikatan pada brand trust secara positif memengaruhi

loyalitas bank (Levy & Hino, 2016); dan reputasi merk mempengaruhi kepercayaan

(Morgan-Thomas & Veloutsou, 2013). Penelitian ini sekaligus juga membantah

temuan penelitian oleh Mbama et al (2018) pada sektor digital banking di UK,

dimana dinyatakan bahwa tidak ditemukan hubungan yang positif signifikan antara

brand trust dan customer experience.


156

Value ditemukan sebagai dimensi yang paling kuat mempengaruhi Bank 4.0

Experiential Quality dari persepsi pelanggan millennial. Hal ini mengindikasikan

bahwa pelanggan millennial akan lebih merasakan kualitas pengalaman jika

perusahaan mampu menawarkan biaya yang lebih murah, transaksi yang lebih

cepat, maupun tambahan manfaat lainnya. Temuan penelitian ini berkontribusi

untuk memperkuat penelitian sebelumnya yang menyatakan: value sebagai faktor

kunci bagi bank (Keisidou et al., 2013; Liang et al., 2009; Garg et al., 2014;

Fathollahzadeh et al., 2011); value berpengaruh positif terhadap customer

experience (Mbama et al, 2018; Keisidou et al, 2013; Garg et al, 2014;

Fathollahzadeh et al, 2011; Liang et al., 2009; Chang & Lin, 2015; Dootson et al,

2016).

Risk mitigation & Security ditemukan sebagai dimensi yang paling lemah

mempengaruhi Bank 4.0 Experiential Quality berdasar persepsi pelanggan

millennials. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun dimensi ini dianggap penting

oleh pelanggan millennials, namun bukan merupakan pertimbangan yang paling

utama saat mereka memilih layanan Bank 4.0. Hasil penelitian ini mendukung

penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa persepsi risiko mempengaruhi

penggunaan perbankan digital di beberapa negara (Martins et al, 2014; Akinci et

al, 2003; Hanafizadeh et al, 2014); terdapat hubungan negatif antara persepsi

risiko dan pengalaman pelanggan, yang artinya naiknya risiko pada digital banking

akan menurunkan tingkat pengalaman pelanggan (Mbama et al, 2018). Pada hasil

penelitian ini, meskipun terdengar bertentangan dengan temuan Mbama et al,

2018, namun maksud dari hasil temuan ini adalah sama. Pada penelitian ini

ditemukan hubungan yang positif antara Risk Mitigation & Security dan Bank 4.0

Experiential Quality, yang dapat diartikan bahwa semakin besar persepsi

pelanggan millennial tentang mitigasi risiko dan tingkat keamanan Bank 4.0, akan

meningkatkan experiental quality penggunanya. Pada penelitian ini juga


157

ditemukan bahwa dimensi Risk Mitigation & Security merupakan dimensi yang

paling lemah dalam pengalaman Bank 4.0, hal ini sesuai dengan karakteristik

pelanggan millennial yang progressive, confident, impatient, adventurous

(Korobka, 2018), mereka adalah generasi yang berani mengambil risiko, atau

dengan kata lain faktor risiko bukanlah pertimbangan pertama dalam memilih

layanan Bank 4.0. Temuan ini agak berbeda dengan penelitian Mbama et al

(2018), yang menemukan bahwa risiko merupakan salah satu faktor yang

dipertimbangkan diawal ketika pelanggan memilih layanan digital banking.

Temuan Mbama et al (2018) tersebut bisa dimaklumi, karena respondennya

adalah pelanggan umum, tidak berfokus pada kelompok responden millennial,

bahkan 35% respondennya berusia lebih dari 45 tahun.

Bank 4.0 Experiential ditemukan berpengaruh langsung terhadap WOM

behavior. Hasil penelitian ini dapat mendukung penelitian sebelumnya yang

menyatakan bahwa : pengalaman juga memiliki dampak yang lebih signifikan

daripada kepuasan terhadap perilaku WOM (Koenig-Lewis & Palmer, 2008);

pengalaman memiliki efek positip terhadap WOM (Klaus & Maklan, 2013);

pengalaman memiliki pengaruh yang lebih kuat ke WOM dibandingkan kepuasan

(Klaus & Maklan, 2013).

Bank 4.0 Experiential ditemukan berpengaruh langsung terhadap Customer

Satisfaction. Hasil yang didapatkan dalam riset ini dapat mendukung penelitian

sebelumnya yang menemukan bahwa : pengalaman pelanggan mendorong

kepuasan pelanggan (Anderson & Mittal, 2000; Klaus & Maklan, 2013);

pengalaman memiliki efek positip terhadap kepuasan (Garg et al, 2014; Mbama et

al, 2018).

Customer satisfaction ditemukan berpengaruh langsung terhadap WOM

behavior pada sektor Bank 4.0. Temuan ini berkontribusi untuk memperkuat

penelitian terdahulu yang menyatakan kepuasan pelanggan berpengaruh positif


158

terhadap perilaku WOM (Blodgett et al, 1993; Heckman dan Guskey, 1998;

Gremler & Brown, 1996), sekaligus membantah hasil penelitian dari Arnett et al

(2003) dan Bettencourt (1997), yang menyatakan tidak ditemukan pengaruh

customer satisfaction terhadap WOM behavior.

Bank 4.0 Experiential ditemukan berpengaruh langsung terhadap

Continuance Intention. Hasil penelitian ini dapat mendukung penelitian

sebelumnya yang menyatakan bahwa: kepuasan pelanggan memiliki hubungan

positif pada niat pembelian kembali dan loyalitas pelanggan (Amin et al, 2013);

pengalaman pelanggan mengarah pada kepuasan pelanggan, yang memediasi

loyalitas, retensi pelanggan, pertumbuhan pasar dan profitabilitas perusahaan

(Garg & Rahman, 2010); pengalaman pelanggan mendorong loyalitas (Fornell et

al, 2006); pengalaman memiliki efek positip terhadap loyalitas, serta memiliki

pengaruh yang lebih kuat ke loyalitas dibandingkan kepuasan (Klaus & Maklan,

2013). Pengertian loyalitas yang dimaksud dalam penelitian tersebut meliputi

Continuance intention, sebagaimana pendapat para ahli yang menyatakan

loyalitas dapat diukur dengan item sikap dan perilaku (Fathollahzadeh et al, 2011;

Akhter et al, 2011); loyalitas aktif mengacu pada WOM behavior dan Continuance

Intention (Fathollahzadeh et al., 2011; Akhtar et al., 2011); ada hubungan yang

signifikan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan dalam internet

banking (Ramseook-Munhurrun & Naidoo, 2011); ada hubungan langsung yang

positif antara kepuasan pelanggan dan loyalitas elektronik (Cristobal, Flavián, &

Guinalíu, 2007); antara kualitas layanan dan loyalitas, menunjukkan bahwa

mungkin ada efek tidak langsung dimediasi oleh kepuasan (Andreassen &

Lindestad, 1998); pengalaman mendorong kepuasan, yang pada gilirannnya akan

mendorong loyalitas (Shankar et al, 2003).


159

5.5.2 Kontribusi Teoritis Terhadap Pengetahuan

Selain temuan yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, penelitian

ini juga berkontribusi untuk menutup kesenjangan penelitian pada sektor

perbankan kekinian. Hasil penelitian ini berkontribusi terhadap pengetahuan,

melalui implikasi teoretis dan manfaat praktis. Sebagaimana diketahui, teori-teori

yang telah banyak dibahas pada penelitian terdahulu, kebanyakan berdasarkan

kontak fisik antara personel bank dengan pelanggan, dimana kualitas dari personel

bank adalah penentu utama layanan perbankan. Hal ini sangat berbeda dengan

objek dari penelitian ini, dimana hampir tidak terjadi kontak fisik antara personel

beserta premises Bank 4.0 dengan pelanggan (King, 2018). Oleh karena itu,

penelitian ini peneliti yakini dapat meningkatkan pemahaman tentang aspek

branchless, contackless dan fully digital tersebut sebagaimana dimaksud oleh King

(2018).

Penelitian terdahulu terkait digital banking, kebanyakan bersandar pada

Theory of Technology Acceptance Model (TAM), dan SERVQUAL. Hal tersebut

dapat dipahami, karena pada digital banking kualitas layanan pegawai bank dan

premises sangat menentukan kepuasan pelanggan. Namun pada Bank 4.0 hal

tersebut tidak lagi diperlukan, sehingga pendekatan teori yang digunakan juga

berbeda. Teori S-D Logic digunakan sebagai dasar penelitian ini, karena

mengarahkan perhatian kita pada proses, pola, dan manfaat pertukaran, bukan

sekedar jasa perbankan yang dipertukarkan. Dengan S-D Logic para pelaku (Bank

4.0 dan pelanggan) diarahkan untuk saling terlibat dalam pertukaran layanan,

saling bergantung dan saling menguntungkan (Lusch & Vargo, 2004). Cara

berpikir bank pun berubah, dari yang semula hanya berfokus pada sumber daya

berwujud (misalnya: produk bank, kualitas layanan, kebersihan premises, tampilan

pegawai bank dll), menjadi aplikasi sumber daya yang tidak berwujud dan

lebih dinamis. Pada era 4.0 ini, bank tidak lagi berbicara masalah service (dengan
160

fokus output: service quality saja), namun sudah meningkat ke experience (dengan

output yang lebih komplek, yaitu experiential quality). Akhirnya, penelitian ini

berkontribusi untuk memperkaya teori S-D Logic ini.

Secara teoritis, penelitian ini dapat menutup celah pengetahuan dengan

menghasilkan dimensi beserta atribut yang melekat pada pengalaman Bank 4.0,

dan dampaknya terhadap peningkatan kualitas layanan, pemasaran, loyalitas

yang pada gilirannya bisa meningkatkan pertumbuhan Bank 4.0 di Indonesia.

Pada penelitian ini telah dikembangkan kerangka kerja penelitian yang bisa

mendukung studi lebih lanjut dalam Bank 4.0, pengalaman pelanggan dan kinerja

pemasaran. Meskipun telah banyak penelitian terdahulu yang membahas

perbankan digital (Mbama et al, 2018; Amin, 2016; Jun & Palacios, 2016 ; Keisidou

et al., 2013); layanan perbankan (Liang et al., 2009; Ladhari et al., 2011), dan

customer experience (Klaus & Maklan, 2013), namun belum ada penelitian

komprehensif tentang Bank 4.0 experiential di Indonesia. Penelitian ini

memberikan kontribusi pengetahuan untuk studi Bank 4.0 (King, 2018); e-banking

(Mbama et al, 2018; Keisidou et al., 2013; Howcroft et al., 2002; Harrison et al.,

2014); millennial customer (Korobka, 2018; Lenhart et al, 2015; Fromm & Garton,

2013; Smith, 2011; Prensky,2001); customer experience (Klaus & Maklan, 2013).

Penelitian ini mencerminkan beberapa persamaan dan perbedaan dengan

penelitian sebelumnya, sehingga memberikan kontribusi lebih lanjut untuk

pengetahuan.

Beberapa penelitian terdahulu telah berusaha memahami customer

experience, satisfaction dan loyalty (Klaus & Maklan, 2013; Garg et al., 2014;

Piyathasanan et al., 2015); financial performance (Mbama et al, 2018);

satisfaction, loyalty dan financial performance dengan tanpa experience (Keisidou

et al, 2013), namun penelitian-penelitian tersebut belum memberi perhatian pada

hubungan experience dan WOM behavior. Klaus dan Maklan (2013), berusaha
161

menutup celah penelitian tersebut, dan secara komprehensif telah melibatkan

experience, loyalty, satisfaction dan WOM behavior. Sayangnya, penelitian

tersebut terlalu umum, dan kurang cocok diterapkan untuk sektor Bank 4.0 yang

mana tidak diperlukan keterlibatan kontak fisik dengan pelanggannya. Selain itu,

Klaus dan Maklan (2013), gagal menjelaskan variabel loyalty intentions dan WOM

behavior, penelitian pada kedua variabel tersebut terlihat tumpang tindih dan

ambigu. Penelitian ini menutup celah tersebut, dimana secara komprehensif telah

melibatkan experience, satisfaction, intention dan WOM behavior. Dalam

penelitian ini variabel loyalty secara tegas dipisahkan dalam dua variabel, yaitu

Continuance intention dan WOM behavior. Selain itu, penelitian ini berkontribusi

pada temuan dimensi beserta atribut-atribut yang melekat pada Bank 4.0

experiential.

Penelitian yang mempelajari atribut experience masih terbatas, terlebih lagi

pada sektor online banking. Atribut experience sangat variatif diantara penelitian

satu dengan yang lain. Hal ini mengindikasikan bahwa studi tentang experience ini

masih terus berkembang, dan belum ada suatu konsensus diantara para peneliti.

Penelitian ini menghasilkan atribut yang secara empiris terbukti merupakan

dimensi Bank 4.0 Experiential, yaitu functional quality, convenience, innovations,

trust, value, dan Risk mitigation & Security. Hasil penelitian ini berkontribusi untuk

mengembangkan pengetahuan tentang experience (Garg dan Rahman, 2014;

Otto dan Ritchie, 1996; Hosany dan Gilbert, 2009; Brakus, Schmitt dan

Zarantonello, 2009; Knutson, Beck, Kim, dan Cha, 2007; Schmitt, 1999; Nigam,

2012).

Studi yang mempelajari hubungan antara experience dengan WOM behavior

masih sangat terbatas, khususnya di sektor online banking. Penelitian Klaus &

Maklan (2013), meskipun telah menghubungkan experience dan WOM behavior,

namun memiliki keterbatasan dan kelemahan. Penelitian tersebut terlalu umum,


162

dan tidak semua variabelnya aplikatif untuk sektor Bank 4.0. Penelitian tersebut

juga tidak tegas mendefinisikan variabel WOM behavior dan Loyalty Intention,

terbukti atribut pada kedua variabel tersebut saling tumpang tindih dan ambigu.

Penelitian ini berkontribusi untuk menyempurnakan penelitian Klaus & Maklan

(2013), yaitu dengan mengganti variabel Loyalty Intention dengan Continuance

Intention, serta mendefinisikan ulang variabel WOM behavior dan Continuance

Intention.

Penelitian ini juga berkontribusi memberikan hasil tambahan yang

menunjukkan hubungan antara semua dimensi dan variabel di atas, dengan profil

pelanggan. Misalnya, ada hubungan yang signifikan antara ‘Usia’, ‘Jenis Kelamin’,

‘Pendidikan Terakhir’, ‘Pendapatan’ dengan semua dimensi yang mempengaruhi

experiential quality dan variabel lainnya. Hasil uji penelitian ini pada dimensi

convenience, trust, innovation, Risk mitigation & Security, dan value terhadap

experience, menunjukkan perbedaan hasil yang mencolok dengan Mbama et

(2018). Penelitian yang dilakukan Mbama et al (2018) pada sektor digital banking

di UK, ditujukan pada responden yang beragam, terutama dari usia, pendapatan

dan pendidikan, sehingga hasil penelitiannya sangat berbeda dengan penelitian

ini. Hasil penelitian ini berkontribusi untuk membantu Bank 4.0 mengetahui

bagaimana profil pelanggan ini mempengaruhi pengalaman individu atau

kelompok pelanggan. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi pelaku industri Bank

4.0 dalam menyusun strategi pemasarannya, sehingga profil pelanggan tertentu

dapat dilakukan penetrasi berdasarkan pada faktor-faktor yang mereka pahami.

5.5.3 Saran dan Implikasi Untuk Stakeholder Bank 4.0

Hasil penelitian ini peneliti yakini akan memberikan manfaat bagi para

stakeholder Bank 4.0 yaitu bank umum, fintech, regulator dan akademisi.

Penelitian ini akan membantu dalam penyusunan kebijakan, penelitian di masa

depan dan peningkatan kinerja Bank 4.0. Penelitian ini telah mengidentifikasi
163

bagaimana experiential bisa meningkatkan satisfaction, WOM dan intention.

Informasi ini tentu sangat penting bagi para stakeholder untuk meningkatkan

penetrasi pasar dan kinerja Bank 4.0. Penelitian ini telah mengkaji berbagai

literatur, hasil dan model yang terdokumentasi melalui berbagai perspektif, dan

akhirnya menciptakan kerangka kerja yang peneliti yakini paling sesuai untuk Bank

4.0.

5.5.3.1 Bagi Pelaku Industri Bank 4.0 (Bank Umum dan Fintech)

Dengan hasil penelitian ini, pelaku industri Bank 4.0 akan mendapat

informasi baru yang lebih jelas, yang akan berguna dalam penyusunan strategi

bisnis khususnya dalam upayanya melakukan penetrasi ke pelanggan millennial,

yang mana mereka adalah calon prime customer perbankan dimasa depan.

Secara ringkas, peneliti menyarankan kepada pelaku industri Bank 4.0, untuk

berfokus pada enam dimensi, khususnya pada atribut yang paling berpengaruh

terhadap masing - masing dimensi experiential quality, yang disajikan dalam Tabel

5.21 berikut:

Tabel 5.21 Saran Praktis Untuk Pelaku Industri Bank 4.0


st
Dimensi 1 atribute Saran Praktis

Value Save time Menciptakan platform yg cepat dan bernilai


tambah  jangan terjebak pada strategi ‘burning
money’
Functional Easy to navigate Menciptakan interface yg simple, gampang
digunakan, mudah diakses, funky, low memory

Innovation Better service Memperluas link payment, transaksi otomatis,


cash management, personal statement
Convinience Comfort Setiap pelanggan unik  menciptakan
‘Customized platform’
Trust Brand image & Tepat janji, quick respon, meningkatkan kualitas
trustworthines handling complain
Risk Fraud Memperkuat sistem verifikasi & otentifikasi, data
mitigation & protection dan disaster system dengan
Security memanfaatkan teknologi artificial intellegence,
Blockchain, Big data
Sumber: Hasil olahan peneliti, 2020
164

Value, harus menjadi perhatian yang pertama, karena secara empiris telah

terbukti berpengaruh paling kuat dalam Bank 4.0 experiential. Dalam upaya ini,

Bank 4.0 bisa mengupayakannya dengan menawarkan biaya transaksi yang relatif

lebih murah dan lebih cepat dari perbankan biasa, memberikan bonus, reward,

marketing gimmick maupun manfaat tambahan lainnya. Bagi Bank 4.0, upaya ini

tentu lebih mudah diimplementasikan, karena dengan biaya SDM dan fix asset

yang lebih efisien, biaya-biaya bisa dialokasikan untuk meningkatkan value

pelanggannya. Namun demikian, Bank 4.0 harus menghitung dengan cermat

biaya dan manfaat yang akan diperoleh, jangan sampai terjebak ‘bakar uang’

(burning money), seperti yang saat ini terjadi pada kebanyakan perusahaan start-

up. Penelitian ini membuktikan atribut ‘save time’ ternyata lebih kuat memberikan

pengaruh ke experience dari pada ‘save money’. Untuk meningkatkan value, Bank

4.0 sebaiknya lebih fokus pada upaya peningkatan kecepatan transaksi daripada

sekedar perang harga dan diskon secara berlebihan.

Aspek kualitas fungsional, harus menjadi perhatian selanjutnya. Hasil

penelitian membuktikan, pelanggan millennial menginginkan interface yang

simple, menu transaksi yang mudah ditemukan, gampang dioperasikan dan

tampilan yang menarik. Sehingga, meskipun Bank 4.0 adalah layanan fully digital

dan sophisticated technology, namun seyogyanya Bank 4.0 mendesign interface

yang funky, menarik dan user friendly bagi pelanggan millennial.

Selanjutnya, Bank 4.0 harus terus berinovasi, baik dalam aplikasi maupun

kemanfaatannya, sehingga bisa menawarkan layanan yang lebih baik, bernilai

tambah dan lebih efisien agar dapat mempertahankan keunggulan kompetitifnya.

Contoh inovasi yang bisa dilakukan misalnya; memperluas link dengan toko online,

menambah fitur payment, kredit instan, transfer terjadwal otomatis, menu laporan

keuangan personal, personal cash management dll.


165

Aspek mitigasi risiko dan keamanan, meskipun merupakan aspek yang

terlemah dalam Bank 4.0 experiential dalam persepsi pelanggan millennial, namun

perlu mendapat perhatian serius. Memang dengan usia mereka saat ini, risiko

belum menjadi pertimbangan yang paling penting, namun seiring dengan waktu,

pendapatan mereka akan meningkat, sehingga ‘risk appetite’ mereka juga akan

meningkat, dan akhirnya faktor mitigasi risiko dan keamanan akan menjadi

pertimbangan pertama mereka. Bank 4.0 juga harus meningkatkan pengamanan

dari risiko Cyber attack dan Fraud, karena akan mengakibatkan tuntutan

pelanggan, kerugian finansial bagi Bank 4.0 dan menimbulkan risiko reputasi, yang

secara negatif mempengaruhi Bank 4.0 experiential quality dan kinerja Bank 4.0.

Peneliti menyarankan Bank 4.0 untuk terus berinvestasi pada R&D dan security

sehingga dapat melindungi platform mereka dan meminimalkan risiko fraud dan

cyber attack.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa faktor convenience dapat

ditingkatkan melalui platform yang flexibel, artinya bisa di ‘customized’

menyesuaikan kebutuhan pelanggannya, serta aplikasi anti ‘jam pasir’ yang dapat

mempersingkat transaksi keuangan. Pelanggan millennial menginginkan akses

cepat dan mudah, baik saat login maupun saat eksekusi transaksi. Riset ini juga

menunjukkan bahwa setiap pelanggan adalah unik, dan harus diperlakukan secara

individual melalui personalisasi layanan untuk meningkatkan experiential quality

mereka. Peneliti menyadari bahwa, mendesign ‘customized platform’ ini tentu

membutuhkan biaya investasi yang sangat mahal. Namun penelitian ini

membuktikan bahwa ‘customized platform’ bisa meningkatkan convinience bagi

pelanggan, memicu peningkatan experiential quality, yang pada gilirannya akan

meningkatkan performance Bank 4.0 di masa depan. Point ini sangat penting

untuk diperhatikan, dan menjadi masalah yang harus dipecahkan oleh Bank 4.0.
166

5.5.3.2 Bagi Regulator (Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia dan


Pemerintah)
Penelitian ini akan memberikan tambahan pengetahuan dan menciptakan

wawasan baru kepada regulator tentang Bank 4.0, dan bagaimana informasi ini

dapat digunakan secara efektif. Sebagaimana disinggung dalam Bab I, meskipun

teknologi IT yang mendukung Bank 4.0 telah berkembang pesat dalam 10 tahun

terakhir ini, namun perkembangan Bank 4.0 di Indonesia cukup terlambat

dibandingkan China dan negara Asean lainnya. Regulator di Indonesia terkesan

‘cari aman’, dan sedikit menghambat perkembangan Bank 4.0. Hal ini terjadi

karena kurangnya pengetahuan dan penguasaan atas Bank 4.0 oleh regulator.

Secara resmi, regulator baru merestui perkembangan Bank 4.0 ini sejak tahun

2016, dengan diterbitkannya No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam

Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.. Namun demikian, POJK tersebut

terus mengalami perkembangan dan direvisi dengan POJK No.13/POJK.02/2018

tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan. Penelitian ini akan

membantu regulator menerapkan kebijakan untuk melindungi pelanggan dan

pelaku Bank 4.0, dan menciptakan kesadaran akan masalah keamanan dan

mitigasi risiko. POJK tentang kebijakan pada masalah keamanan dan risiko ini

memang belum begitu jelas. Keamanan, perlindungan data, dan privasi masih

menjadi masalah bagi Bank 4.0, paling banyak mendatangkan komplain dan

tuntutan pelanggan (OJK, 2019). Sampai saat ini, platform bank dan fintech masih

sangat rentan dan berisiko tinggi dari serangan cyber. Temuan penelitian ini juga

mengakui pentingnya inovasi dan ‘customized platform’, dimana kedua aspek ini

memerlukan dukungan security yang handal, hal ini juga harus dipertimbangkan

oleh regulator dalam membuat kebijakan.


167

5.5.3.3 Bagi Investor

Penelitian ini bisa menjadi referensi bagi pihak yang akan para investor yang

akan menanamkan modalnya pada industri Bank 4.0. Penelitian ini membuktikan

bahwa kinerja pemasaran Bank 4.0 yang ditandai dengan peningkatan customer

satisfaction, WOM behavior dan Continuance intention, diawali dengan

peningkatan experiential quality. Untuk itu, sebelum menanamkan modalnya, para

investor harus mengetahui seberapa besar perhatian perusahaan pada 6 aspek

experiential quality tersebut. Semakin fokus perusahaan pada enam aspek

experiential tersebut, maka akan semakin besar kinerja pemasarannya, yang pada

gilirannya akan menghasilkan return yang tinggi bagi investor.

Penelitian ini juga memberikan informasi ke investor bahwa aspek value,

‘customized platform’, investasi pada R & D dan security memberikan efek positif

terhadap Bank 4.0 experiential quality. Upaya meningkatkan aspek-aspek

memang membutuhkan biaya investasi yang sangat mahal, dan mungkin

membutuhkan waktu yang lama, namun secara empiris terbukti bisa meningkatkan

kinerja Bank 4.0. Strategi ‘bakar uang (burning money)’ yang saat ini sering kita

dengar, kebanyakan dilakukan oleh start-up company untuk mem-penetrasi pasar

seluas-luasnya, dengan cara menggratiskan biaya, memberikan cash back, dan

menawarkan promosi yang menarik. Dalam jangka pendek, mungkin praktek

tersebut bisa meningkatkan value bagi pelanggannya, namun ini perlu divalidasi

efeknya dalam jangka panjang. Penelitian ini membuktikan ‘save time’ lebih kuat

pengaruhnya dari pada ‘save money’, untuk itu peneliti menyarankan ke investor

untuk lebih fokus pada investasi ke platform yang lebih cepat daripada perang

harga dan diskon.

Pada penelitian ini juga membuktikan, investasi pada R&D dan Security,

telah terbukti secara empiris bisa meningkatkan experiential quality. Meskipun


168

efeknya pada jangka pendek mungkin tidak sebesar investasi pada ‘save money’,

namun diyakini memiliki efek yang lebih lama pada jangka panjang. Pilihan

investasi ini perlu dipertimbangkan dan dihitung dengan cermat oleh investor.

5.5.3.4 Bagi Pelanggan Bank 4.0

Penelitian ini memberikan wawasan baru terutama bagi pelanggan

millennial. Meskipun kesehariannya telah akrab dengan layanan Bank 4.0, namun

kebanyakan dari mereka tidak bisa membedakannya dengan layanan digital

banking. Penelitian ini memberikan informasi apa aspek dalam Bank 4.0, dan

bagaimana Bank 4.0 memberikan layanan kepada mereka. Penelitian ini telah

memberikan kesempatan bagi pelanggan millennial untuk mengekspresikan

perasaan dan persepsi mereka terhadap Bank 4.0. Manfaatnya bagi mereka

selanjutnya, penelitian ini akan memberikan rekomendasi kepada Bank 4.0

tentang apa yang mereka inginkan agar memenuhi kualitas pengalaman dan

kepuasan mereka. Riset ini menunjukkan, enam aspek dalam Bank 4.0

experiential adalah penting bagi pelanggan millennial. Untuk itu, sudah

seharusnya Bank 4.0 akan bekerja di 6 aspek tersebut untuk meningkatkan

experiential quality bagi pelanggan millennial tersebut.

5.5.3.5 Bagi Akademisi

Penelitian ini akan memperkaya pengetahuan tentang Bank 4.0 experiential

quality, strategi pemasaran, satisfaction, WOM dan intention. Lebih spesifik lagi,

penelitian ini telah menemukan cara baru bagaimana mengkonstruksi dimensi

experiential, yang terbentuk dari fenomena aktual di lapangan dan kajian penelitian

terdahulu. Konstruksi dimensi ini bisa dikembangkan dan direplikasi untuk

penelitian yang lainnya. Selain itu, penelitian ini berhasil meneliti loyalty menjadi
169

dua variabel terpisah yaitu WOM behavior dan Continuance intention. Temuan ini

bisa menginspirasi bagi penelitian yang lainnya, dengan memecah suatu variabel

menjadi beberapa variabel yang lebih spesifik, sehingga berguna bagi

perkembangan pengetahuan.

Hasil penelitian ini akan disajikan dalam sebuah laporan tesis dan diterbitkan

dalam jurnal pemasaran dan perbankan. Melalui publikasi jurnal dan laporan tesis,

para akademisi akan mendapat pengetahuan baru, dan menjadi referensi bagi

penelitian dimasa yang akan datang.

5.5.4 Pandemic COVID19 dan Bank 4.0

Pada saat penelitian ini dilakukan, dunia dikejutkan dengan pandemic

COVID19 yang berasal dari Wuhan- China yang mulai menjalar diakhir tahun

2019. Pandemic ini terus menyebar ke seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Melansir laporan dari WHO, per 7 Juni 2020 sebanyak 6,8 juta penduduk dunia

telah terpapar COVID19, dengan korban meninggal mencapai 397 juta,

sedangkan di Indonesia tercatat korban tertinggi di Asia tenggara, korban terpapar

31.186 orang, dan yang meninggal mencapai 1,851 jiwa. COVID19 tidak hanya

memakan korban jiwa, namun secara massif berdampak negatif ke semua sektor,

termasuk perbankan. Fitch (2020) memprediksi perbankan Indonesia pun tidak

luput dari terkoreksinya laba dan NIM, hal ini karena profitabilitas perbankan

Indonesia dipengaruhi rendahnya pendapatan bunga dan non-bunga dan biaya

provisi akibat kredit macet yang tinggi. Ancaman risiko likuiditas, naiknya non

performing loan dan turunnya giro wajib minimum saat ini tengah menghantui

perbankan di Indonesia (OJK, 2020). Ketiga masalah tersebut bisa diatasi jika

perbankan bisa menyerap Dana Pihak Ketiga (DPK), dan menyalurkan

pembiayaan yang berkualitas. Sayangnya, dalam situasi pandemic saat ini,


170

‘physical distancing’ harus dilakukan, dan hal ini membatasi pergerakan secara

fisik antara pegawai bank dengan pelanggannya. Pelanggan tidak bisa leluasa ke

kantor bank karena banyaknya pembatasan, sementara pegawai bank secara

bergantian dipaksa ‘work from home (WFH)’.

Pandemic COVID19 ini sudah seharusnya menjadi momentum bagi pelaku

Bank 4.0 untuk bertumbuh lebih cepat lagi. Hal ini disebabkan dengan situasi saat

ini masyarakat tidak memiliki alternatif yang lebih baik lagi selain menggunakan

Bank 4.0. Layanan perbankan konvensional, dimana mensyaratkan perjumpaan

fisik pelanggan dan pegawai bank di kantor cabang bank, sudah sangat sulit

dilakukan. Demikian juga layanan digital banking, tidak lagi relevan digunakan,

karena tetap masih memerlukan perjumpaan fisik, yaitu saat pembukaan rekening,

pembuatan user id, penyerahan pin dan token yang harus dilakukan di kantor

cabang.

Bank 4.0 adalah satu-satunya layanan keuangan yang paling sesuai

digunakan saat ini, karena sama sekali tidak diperlukan perjumpaan fisik antara

pelanggan dengan bank. Dengan Bank 4.0, memungkinkan pelanggan melakukan

pembukaan rekening, membuat user id, mengatur menu transaksi yang sesuai,

bahkan pengajuan kredit instan, semua bisa dilakukan dari rumah. Bisa dikatakan,

hanya Bank 4.0 yang mendukung aktifitas WFH tersebut.

Momentum ini harus disikapi dengan tepat dan cepat oleh semua

stakeholder Bank 4.0. Penelitian ini akan sangat membantu para stakeholder Bank

4.0, terutama pelaku industrinya (bank umum dan fintech), investor dan regulator.

Pada penelitian ini telah menjelaskan dengan sistematis faktor apa yang harus

menjadi perhatian oleh mereka agar kualitas pengalaman pelanggannya

meningkat. Serta bagaimana pengaruh peningkatan kualitas pengalaman

terhadap indikator kinerja pemasaran, yang pada gilirannya nanti akan

meningkatkan pendapatan dan menghasilkan return bagi mereka


171

BAB VI Kesimpulan Dan Saran

6.1 Kesimpulan Hasil Penelitian

Berdasarkan analisis data dan pembahasan, maka hubungan antara dimensi dan

variabel dalam penelitian ini dapat disimpulkan sbb:

1. Functional quality, convenience, innovations, trust, value, Risk mitigation &

Security merupakan dimensi dari Bank 4.0 Experiential. Dari penelitian ini

juga terungkap terdapat atribut yang melekat pada dimensi tersebut yaitu:

Functional quality (Interactive, Clear Information, Easy to navigate, Easy to

do business online, Simple and intuitive interface); Convenience (Comfort,

Speed, Hassle-free); Innovations (Better services, Improving uptake and

experience through innovation, Investment in R&D); Trust (Choosing, Using

and staying with bank due to brand and trustworthiness, Protection of

privacy); Value (Save money, Save time, Usefulness, Enjoyment, Better deal

online); Risk mitigation & Security (Security, Fraud, Cyber-attack).

2. Bank 4.0 Experiential Quality berpengaruh langsung terhadap perilaku WOM

(Word of Mouth Behaviors). Kualitas pengalaman yang tinggi akan memicu

perilaku WOM, memicu mereka untuk menceritakan pengalamannya, serta

merekomendasikannya kepada teman-temannya, begitu pula sebaliknya.

3. Bank 4.0 Experiential Quality berpengaruh langsung terhadap kepuasan

pelanggan (Customer Satisfaction). Kualitas pengalaman yang tinggi

menyebabkan pelanggan merasa terpenuhi kebutuhannya, sedikit keluhan

yang dirasakan dan secara umum merasa puas atas produk dan layanan

yang ditawarkan oleh Bank 4.0.


172

4. Bank 4.0 Experiential Quality berpengaruh langsung terhadap niat

pelanggan untuk terus menggunakan layanan (Continuance Intentions).

Kualitas pengalaman yang tinggi saat akan memicu mereka untuk

menggunakan aplikasi Bank 4.0 secara berulang-ulang, dan menjadikan

Bank 4.0 sebagai pilihan pertama saat mereka melakukan transaksi

keuangan.

5. Kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction) berpengaruh langsung

terhadap perilaku WOM (Word of Mouth Behaviors). Pelanggan yang

merasa puas atas layanan Bank 4.0 akan memicu mereka untuk

mengatakan hal-hal yang positif atas Bank 4.0, merekomendasikan layanan

Bank 4.0 ke teman mereka, serta berusaha meluruskan info negatip tentang

Bank 4.0 yang mereka terima.

6. Kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction) berpengaruh langsung

terhadap Continuance intention. Pelanggan yang puas atas layanan Bank

4.0, secara langsung akan berpengaruh pada niat pelanggan, yaitu perilaku

untuk menggunakan kembali dan menjadikan Bank 4.0 sebagai pilihan

pertama mereka untuk transaksi keuangan.

7. Untuk meningkatkan kinerja pemasaran yang tercermin dari peningkatan

kepuasan, perilaku WOM dan niat pelanggan, Bank 4.0 harus berusaha

meningkatkan kualitas pengalaman pelanggannya, dengan memperhatikan

keenam dimensi pengalaman Bank 4.0.

6.2 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini menggunakan kuesioner yang disebar melalui group whatsup.

Terdapat masalah yang umumnya terjadi pada kuesioner seperti tingkat respons

yang rendah dan kurangnya anonimitas (Ritter & Sue, 2007). Ditemukan juga
173

masalah dimana data yang tidak valid karena kuesioner tidak diisi dengan benar,

atau jawaban tidak mencerminkan profil millennial. Beberapa responden juga

akhirnya dikeluarkan dari daftar responden, karena mengisi aplikasi digital

banking, hal ini menandakan ada beberapa responden masih belum bisa

membedakan Bank 4.0 dengan digital banking.

Penelitian ini menggunakan pertanyaan tertutup yang dapat membatasi

responden dari memberikan pendapat mereka sendiri, artinya jawaban yang

diberikan tidak sepenuhnya mencerminkan pendapat mereka. Untuk

menghasilkan hasil yang lebih komprehensif, penelitian ini dapat diperluas lebih

lanjut dengan menggunakan mix methode, yaitu dengan wawancara pejabat Bank

4.0 (bank umum dan fintech), regulator dan pelanggan sehingga dapat diketahui

perbandingannya.

Penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel purposive, yang

merupakan cara pengumpulan data yang hemat biaya, meskipun demikian dapat

mengalami risiko kurang terwakilinya kelompok responden. Meskipun target

responden sudah dibagi dalam tiga kelompok, namun tingkat responnya tidak

sama. Proporsi dari ketiga kelompok tersebut juga sulit diketahui, meskipun

berdasar pendidikan terakhir dan usia, dapat diprediksi bahwa kelompok

mahasiswa adalah yang paling banyak merespon kuisioner ini. Dengan metode

yang sama, penelitian ini bisa juga menghasilkan yang berbeda jika proporsi

kelompok respondennya berbeda. Sebagai contoh : mahasiswa yang belum

bekerja dan berkeluarga, dengan dana terbatas di rekeningnya, kemungkinan risk

appetite nya lebih rendah dari kelompok millennial yang telah bekerja dan

berkeluarga.

Sebaran demografis pada penelitian ini masih terbatas di wilayah Malang,

yang sebenarnya dengan cara online, survey ini bisa dilakukan pada wilayah yang
174

lebih luas dengan ukuran sampel yang lebih besar, namun tidak dilakukan pada

penelitian ini karena terbentur waktu dan sumber daya.

6.3 Saran Bagi Penelitian di Masa Depan


Penelitian dalam ini telah menyelidiki persepsi pelanggan millennial di Kota

Malang terhadap pengalaman Bank 4.0. Meskipun penelitian ini telah menemukan

beberapa temuan, namun ada hal-hal yang perlu diselidiki lebih lanjut. Penelitian

ini perlu diperluas daerah penelitiannya dengan mengambil sampel dari beberapa

daerah di Indonesia. Dengan bantuan media sosial, hal ini sangat memungkinkan.

Proporsi responden millennial yang telah berpenghasilan juga perlu ditingkatkan

agar bisa menjadi penyeimbang, dan menghasilkan penelitian yang lebih

komprehensif.

Penelitian lebih lanjut bisa dikembangkan dengan metoda campuran (mix

methode), yaitu dengan melakukan wawancara kepada regulator (OJK), pejabat

Bank 4.0 (bank umum dan fintech), serta dari pelanggan itu sendiri. Dengan

metode campuran, hasil wawancara tersebut bisa mengkonfirmasi temuan dari

penelitian kuantitatif, sehingga terbentuk hasil penelitian akhir yang lebih

komprehensif dari berbagai perspektif stakeholder Bank 4.0.

Alur berpikir konstruksi dimensi experiential pada penelitian ini juga bisa

menjadi benchmark pada penelitian sejenis. Karena Bank 4.0 saat ini masih pada

fase growth, maka penelitian Bank 4.0 pun masih akan terus diperlukan. Penelitian

selanjutnya bisa dikembangkan dengan dimensi-dimensi baru yang mungkin

muncul seiring perkembangan Bank 4.0. Pada penelitian ini, loyalty berhasil diteliti

dalam dua variabel terpisah yaitu; WOM behavior dan Continuence Intention.

Model seperti ini bisa diadopsi untuk variabel yang lain misalnya satisfaction,

sehingga akan berkontribusi terhadap perkembangan pengetahuan.


175

Kerangka konsep penelitian ini bisa diaplikasikan di pelaku Bank 4.0 (baik

bank umum maupun fintech), menggunakan database pelanggan mereka untuk

membangun strategi pemasaran, serta memverifikasi bagaimana loyalitas mereka

mempengaruhi kinerja Bank 4.0. Model ini akan berguna untuk memprediksi

penjualan serta profitabilitas Bank 4.0 di masa depan. Kerangka konsep ini juga

bisa diadopsi, direplikasi atau diterapkan pada industri keuangan yang lain,

misalnya: pegadaian, multifinance dan asuransi. Ketiga sektor bisnis tersebut

kebanyakan masih menjalankan bisnisnya secara konvensional, jika tidak segera

mengadopsi platform 4.0, dikhawatirkan akan semakin tertinggal. Dimensi

experiential pada ketiga sektor tersebut tentunya harus disesuaikan dengan

karakteristik masing-masing sektor, hal ini membuka peluang bagi peneliti

selanjutnya untuk mengembangkannnya.

6.4 Catatan Penutup


Bank 4.0 di Indonesia berkembang dengan sangat pesat dalam kurun tiga

tahun terakhir ini, namun demikian ekses negatif yang mengiringi perkembangan

Bank 4.0 juga masih terjadi sampai saat ini. Ditengah ekses positif dan negatif

tersebut, penelitian ini menunjukkan pelanggan millennial telah mengakui manfaat

dari Bank 4.0. Penelitian ini telah mengorganisir beberapa literatur tentang

peningkatan kualitas layanan, pengalaman pelanggan dan pemasaran, yang

berguna untuk memahami fenomena Bank 4.0 tersebut dalam konsep penelitian

akademis. Penelitian ini dilakukan dalam sudut pandang pelanggan millennial,

yang mana mereka secara natural adalah digital native dan technological savvy,

memahami dan menangkap aspirasi mereka akan sangat bermanfaat bagi

perkembangan Bank 4.0 sekarang dan di masa depan, karena generasi mereka

lah yang akan menjadi prime customer Bank 4.0 di masa depan. Bank 4.0 yang
176

sampai saat ini masih dalam fase growth ditengah pandemic COVID19 yang masih

berlangsung, hal ini membuka peluang pagi penelitian selanjutnya untuk

mengembangkannya baik dari variabel, konsep maupun sudut pandang yang

berbeda. Akhirnya, peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat umumnya

bagi stakeholder Bank 4.0, dan khususnya bagi ilmu pengetahuan


177

DAFTAR PUSTAKA

Abbasi, A. S., Akhter, W., Ali, I., & Hasan, A. (2011). Factors affecting customer
loyalty in Pakistan. African Journal of Business Management, 5(4), 1167-
1174.
Abdillah, W., & Hartono, J. (2015). Partial Least Square (PLS): alternatif structural
equation modeling (SEM) dalam penelitian bisnis. Yogyakarta: Penerbit
Andi, 22, 103-150.
Abratt, R., & Russell, J. (1999). Relationship marketing in private banking in South
Africa. International Journal of Bank Marketing.
Ahluwalia, R., & Kaikati, A. M. (2010). Traveling the paths to brand loyalty. LOKEN,
B.; AHLUWALIA, R.; HOUSTON, MJ Brands and brand management:
contemporary research perspectives. Routledge: New York, 63-90.
Akhter, W., Abbasi, A. S., Ali, I. & Afzal, H. (2011). Factors affecting customer
loyalty in Pakistan. African Journal of Business Management, 5(4), 1167-
1174.
Akinci, S., Aksoy, S. & Atilgan, E. (2003). Adoption of Internet Banking among
Sophisticated Consumer Segments in an Advanced Developing Country.
International Journal of Bank Marketing, 22(3), 212-232.
Alalwan,A.A., Dwivedi,Y.K., Rana,N.P and Simintiras,A.C. (2016), “Jordanian
consumers’ adoption of telebanking influence of perceived usefulness, trust
and self-efficacy”, International Journal of Bank Marketing, Vol. 34 No. 5, pp.
690-709
Ali, H., & Purwandi, L., (2016). Indonesia 2020: The Urban Middle Class
Millennials. Jakarta. Alvara Research Centre
Amin, M., Isa, Z. and Fontaine, R. (2011), “The role of customer satisfaction in
enhancing customer loyalty in Malaysian Islamic banks”,The Service
Industries Journal,Vol.31No.9,pp.1519-1532
Amin, M., Isa, Z. and Fontaine, R. (2013), “Islamic banks: contrasting the drivers
of customer satisfaction on image, trust, and loyalty of Muslim and non-
Muslim customers in Malaysia”, International Journal of Bank Marketing, Vol.
31 No. 2, pp. 79-97.
178

Amin, Muslim. (2016), “Internet banking service quality and its implication on e-
customer satisfaction and e-customer loyalty” , International Journal of Bank
Marketing, Vol 34, 280-306.
Anderson, E. W., & Mittal, V. (2000). Strengthening the satisfaction-profit chain.
Journal of Service research, 3(2), 107-120.
Anderson, E. W., Fornell, C. & Lehmann, D. R. (1994). Customer Satisfaction,
Market Share, and Profitability: Findings from Sweden. Journal of Marketing,
58(3), 53-66
Anderson, E.W., & Weitz, B. (1989). Determinants of continuity in conventional
industrial channel dyads. Marketing Science, 8(4), 310-23.
Anderson, E.W., Fornell, C. and Lehmann, D.R. (1994), “Customer satisfaction,
market share, and profitability: findings from Sweden”, Journal of Marketing,
Vol. 58 No. 3, pp. 53-66.
Anderson, R. E., & Srinivasan, S. S. (2003). E‐satisfaction and e‐loyalty: A
contingency framework. Psychology & marketing, 20(2), 123-138.
Anderson, R.E. and Swaminathan, S. (2011), “Customer satisfaction and loyalty in
e-markets: a PLS path modeling approach”, The Journal of Marketing Theory
and Practice, Vol. 19 No. 2, pp. 221-234
Anderson,J.C. and Gerbing,D.W.(1988), “Structural equation modelling in practice:
are view and recommended two-step approach”, Psychological Bulletin, Vol.
103 No. 3, pp. 411-423.
Andert, Darlene. (2011) "Alternating Leadership as a Proactive Organizational
Intervention: Addressing the Needs of the Baby Boomers, Generation Xers
and Millennials," Journal of Leadership, Accountability and Ethics, Vol. 8, Iss.
4, pp. 67-8
Andreassen, T. W., & Lindestad, B. (1998). Customer loyalty and complex
services. International Journal of service Industry management.
Andreassen, T. W., & Lindestad, B. (1998). The effect of corporate image in the
formation of customer loyalty. Journal of Service Research, 1, 82-92.
http://doi.org/cb5djr
Angur, Madhukar G., Rajan Nataraajan, and John S. Jahera. (1999). "Service
quality in the banking industry: an assessment in a developing economy."
International journal of bank marketing.
179

Arnett, D. B., German, S. D., & Hunt, S. D. (2003). The Identity Salience Model of
Relationship Marketing Success: The Case of Nonprofit Marketing. Journal
of Marketing, 67(2), 89–105. doi:10.1509/jmkg.67.2.89.18614
Arts, J. W. C., Frambach, R. T. & Bikmolt, T. H. A. (2011). Generalizations on
Consumer Innovation Adoption: a Meta-analysis on Drivers of Intention and
Behaviour. International Journal of Research in Marketing, 28(2), 134-144.
Baba, Y. (2012), “Adopting a specific innovation type versus composition of
different innovation types case study of a Ghanaian bank”, International
Journal of Bank Marketing,Vol.30No.3,pp.218-240.
Bagozzi, R. P.; Davis, F. D.; Warshaw, P. R. (1992), "Development and test of a
theory of technological learning and usage.", Human Relations, 45 (7): 660–
686, doi:10.1177/001872679204500702, hdl:2027.42/67175
Ball, D., Coelho, P.S. and Machás, A. (2004), “The role of communication and trust
in explaining customer loyalty: an extension tothe ECSI model”,European
Journal of Marketing, Vol. 38 Nos 9/10, pp. 1272-1293.
Barton, Christine, Lara Koslow, and Christine Beauchamp. (2014). "The reciprocity
principle: How millennials are changing the face of marketing forever."
Boston Consulting Group. Recuperado el, 20
Bauer, H.H., Falk, T. and Hammerschmidt, M. (2006), “eTransQual: a transaction
process-based approach for capturing service quality in online shopping”,
Journal of Business Research, Vol. 59 No. 7, pp. 866-875
Baumann, C., Hamin, H. and Tung, R.L. (2012), “Share of wallet in retail banking”,
International Journal of Bank Marketing, Vol. 30 No. 2, pp. 88-101.
BBC (2016), “Banks close more than 600 branches over the past year”, available
at: www.bbc.com/ news/business-36268324 (accessed 16 June 2016).
Bearden, W. O., & Teel, J. E. (1983). Selected determinants of consumer
satisfaction and complaint reports. Journal of marketing Research, 20(1), 21-
28.
Bendapudi, N., & Berry, L. L. (1997). Customers' motivations for maintaining
relationships with service providers. Journal of retailing, 73(1), 15-38.
Bendapudi, N., & Leone, R. P. (2003). Psychological Implications of Customer
Participation in Co-Production. Journal of Marketing, 67(1), 14–28.
doi:10.1509/jmkg.67.1.14.18592
Berry, L. L., Carbone, L. P., & Haeckel, S. H. (2002). Managing the total customer
experience. MIT Sloan management review, 43(3), 85-89.
180

Berry, L.L., Bolton, R.N., Bridges, C. H., Meyer, J., Parasuraman, A. & Seiders, K.
(2010). Opportunities for innovation in the delivery of interactive retail
services. Journal of Interactive Marketing, 24(2), 155-167.
Berry, L.L., Carbone, L.P. and Haeckel, S.H. (2002), “Managing the total customer
experience”, MIT Sloan Management Review, Vol. 43 No. 3, pp. 85-89.
Bettencourt, L. A. (1997). Customer voluntary performance: Customers as partners
in service delivery. Journal of retailing, 73(3), 383.
Bhattacherjee, A. (2001). Understanding information systems continuance: an
expectation-confirmation model. MIS quarterly, 351-370.
Black, H.G., Childers, C.Y. and Vincent, L.Y. (2014), “Service characteristics’
impact on key service quality relationships: ameta-analysis”, Journal of
Services Marketing,Vol. 28 No.4, pp. 276-291.
Black, H.G., Childers, C.Y. and Vincent, L.Y. (2014), “Service characteristics’
impact on key service quality relationships: a meta-analysis”, Journal of
Services Marketing, Vol. 28 No. 4, pp. 276-291
Blodgett, J. G., Granbois, D. H., & Walters, R. G. (1993). The effects of perceived
justice on complainants' negative word-of-mouth behavior and repatronage
intentions. Journal of retailing, 69(4), 399.
Bolton, R. N. (1998). A Dynamic Model of the Duration of the Customer’s
Relationship with a Continuous Service Provider: The Role of Satisfaction.
Marketing Science, 17(1), 45–65. doi:10.1287/mksc.17.1.45
Bowen, J. T., & Chen, S. L. (2001). The relationship between customer loyalty and
customer satisfaction. International journal of contemporary hospitality
management.
Brakus,J.J, Schmitt,B.H, Zarantonello. (2009). Brand experience: what is it? How
is it measured? Does it affect loyalty?. Journal of marketing Vol. 73 (May
2009), 52–68
Brown, T. J., Barry, T. E., Dacin, P. A., & Gunst, R. F. (2005). Spreading the word:
Investigating antecedents of consumers’ positive word-of-mouth intentions
and behaviors in a retailing context. Journal of the academy of marketing
science, 33(2), 123-138.
Bryman, A. (2017). Quantitative and qualitative research: further reflections on
their integration. In Mixing methods: Qualitative and quantitative
research (pp. 57-78). Routledge.
181

Burstein, D. D. (2013). Fast future: How the millennial generation is shaping our
world. Beacon Press.
Burstein, David.D. (2013). Fast Future: How the Millennial Generation Is Shaping
Our World. Beacon Press Boston
Burstein, David.D. (2013). Fast Future: How the Millennial Generation Is Shaping
Our World. Beacon Press Boston
Cai, S., & Xu, Y. (2011). Designing Not Just for Pleasure: Effects of Web Site
Aesthetics on Consumer Shopping Value. International Journal of Electronic
Commerce, 15(4), 159–188. doi:10.2753/jec1086-4415150405
Callaghan, M., McPhail, J.m., & Yau, O.H.M. (1995). Dimensions of a relationship
marketing orientation: an empirical exposition. Proceedings of the Seventh
Biannual World Marketing Congress, 7(2), Melbourne, July, 10-65.
Caruana, A. (2002), “Service loyalty: the effects of service quality and the
mediating role of customer satisfaction”, European Journal of Marketing, Vol.
36 Nos 7/8, pp. 811-828.
Caruana, A. (2002). Service loyalty. European journal of marketing.
Casaló, L., Flavián, C., & Guinalíu, M. (2007). The impact of participation in virtual
brand communities on consumer trust and loyalty: The case of free software.
Online Information Review, 31, 775-792. http://doi.org/d9w22t
Chahal, H., & Dutta, K. (2014). Measurement and impact of customer experience
in banking sector. DECISION, 42(1), 57–70. doi:10.1007/s40622-014-0069-
6
Chan, K. W., Yim, C. K. (Bennett), & Lam, S. S. K. (2010). Is Customer
Participation in Value Creation a Double-Edged Sword? Evidence from
Professional Financial Services across Cultures. Journal of Marketing, 74(3),
48–64. doi:10.1509/jmkg.74.3.048
Chang, S-H & Lin, R. (2015). Building a Total Customer Experience Model:
Applications for the Travel Experiences in Taiwan’s Creative Life Industry.
Journal of Travel & Tourism Marketing, 32(4), 438-453.
Chaudhuri, A., & Holbrook, M. (2001). The chain of effects from brand trust and
brand effect to brand performance: the role of brand loyalty. Journal of
Marketing, 65(2), 81-93.
Chi, C. G., & Gursoy, D. (2009). Employee satisfaction, customer satisfaction, and
financial performance: An empirical examination. International Journal of
Hospitality Management, 28(2), 245-253.
182

Chin, W. W. (1998). The partial least squares approach to structural equation


modeling. Modern methods for business research, 295(2), 295-336.
Chin, W. W. (2010). How to write up and report PLS analyses. In Handbook of
partial least squares (pp. 655-690). Springer, Berlin, Heidelberg.
Choudhury, K. (2013), “Service quality and customers’ purchase intentions: an
empirical study of the Indian banking sector”, International Journal of Bank
Marketing, Vol. 31 No. 7, pp. 529-543.
Christopher, M., Payne, A., & Ballantyne, D. (1991). Relationship marketing:
bringing quality customer service and marketing together.
Chu, P. Y., Lee, G. Y., & Chao, Y. (2012). Service quality, customer satisfaction,
customer trust, and loyalty in an e-banking context. Social Behavior and
Personality: an international journal, 40(8), 1271-1283.
Chuah, S. H. W., Marimuthu, M., Kandampully, J., & Bilgihan, A. (2017). What
drives Gen Y loyalty? Understanding the mediated moderating roles of
switching costs and alternative attractiveness in the value-satisfaction-loyalty
chain. Journal of retailing and consumer services, 36, 124-136.
Cooper, D. R. dan PS Schindler.(2008), Business Research Methods.
Cristobal, E., Flavián, C., & Guinalíu, M. (2007). Perceived e-service quality
(PeSQ): Measurement validation and effects on consumer satisfaction and
web site loyalty. Managing Service Quality, 17, 317-340.
http://doi.org/fspd6m
Cyr, D., Head, M., & Ivanov, A. (2006). Design aesthetics leading to m-loyalty in
mobile commerce. Information & Management, 43(8), 950–963.
doi:10.1016/j.im.2006.08.009
Davis, F. D.; Bagozzi, R. P.; Warshaw, P. R. (1989), "User acceptance of computer
technology: A comparison of two theoretical models", Management
Science, 35 (8): 982–1003, doi:10.1287/mnsc.35.8.982
Deal, J. J., Altman, D. G., & Rogelberg, S. G. (2010). Millennials at Work: What
We Know and What We Need to Do (If Anything). Journal of Business and
Psychology, 25(2), 191–199. doi:10.1007/s10869-010-9177-2
Deal, M., & Abel, P. (2001). Grass Roots: The Exponential Power of One.
Brandweek, 42(9), 30-30.
Demangeot, C., and Broderick. (2006). A.J. Exploring the experiential intensity of
online shopping environments. Qualitative market research: an International
Journal, 9, 4 325–351.
183

Dixon, R., & Turner, R. (2007). Electronic vs. conventional surveys. In R. A.


Reynolds, R. Woods, & J. D. Baker (Eds.), Handbook of research on
electronic surveys and measurements (pp. 104-111). Hershey, PA: IGI
Publishing.
Dootson, P., Beatson, A. & Drennan, J. (2016). Financial Institutions using Social
Media – Do Consumers Perceive Value? International Journal of Bank
Marketing, 34(1), 9-36.
Dwyer, R.F., Schurr, P.H., & Oh, S. (1987). Developing buyer-seller relationships.
Journal of Marketing, 51(2), 11-27.
Erdem, T., Louviere, J. and Swait, J. (2002), “The impact of brand credibility on
consumer price sensitivity”, International Journal of Research in Marketing,
Vol. 19, pp. 1-19.
Fathollahzadeh, M., Hashemi, A. & Kahreh, M.S. (2011). Designing a new model
for determining Customer Value, Satisfaction and Loyalty towards Banking
Sector of Iran. European Journal of Economics, Finance and Administrative
Sciences, 28 (1), 126-138.
Fornell, C. (1992). A National Customer Satisfaction Barometer: The Swedish
Experience. Journal of Marketing, 56(1), 6–21.
Fornell, C., & Larker, D. (1981). Structural equation modeling and regression:
guidelines for research practice. Journal of Marketing Research, 18(1), 39-
50.
Fornell, C., Johnson, M. D., Anderson, E. W., Cha, J., & Bryant, B. E. (1996). The
American customer satisfaction index: nature, purpose, and findings. Journal
of marketing, 60(4), 7-18.
Fornell, C., Mithas, S., Morgeson III, F. V., & Krishnan, M. S. (2006). Customer
satisfaction and stock prices: High returns, low risk. Journal of marketing,
70(1), 3-14.
Foster, B. D., & Cadogan, J. W. (2000). Relationship selling and customer loyalty:
an empirical investigation. Marketing Intelligence & Planning.
Fraering, M. and Minor, M.S. (2013), “Beyond loyalty: customer satisfaction,
loyalty, and fortitude”, Journal of Services Marketing, Vol. 27 No. 4, pp. 334-
344.
Fromm, Jeff, and Christie Garton. (2013). Marketing to millennials: Reach the
largest and most influential generation of consumers ever. Amacom..
184

Garbarino, E., & Johnson, M. S. (1999). The different roles of satisfaction, trust,
and commitment in customer relationships. Journal of marketing, 63(2), 70-
87.
Garg, R., Rahman, Z. and Qureshi, M.N. (2014), “Measuring customer experience
in banks: scale development and validation”, Journal of Modelling in
Management, Vol. 9 No. 1, pp. 87-117.
Garg, R., Rahman, Z., & Kumar, I. (2010). Evaluating a model for analyzing
methods used for measuring customer experience. Journal of Database
Marketing & Customer Strategy Management, 17(2), 78-90.
Gentile, C., Spiller, N. & Noci, G. (2007). How to Sustain the Customer Experience:
An Overview of Experience Components that Co-create Value With the
Customer. European Management Journal, 25(5), 395-410.
George, A., & Kumar, G. G. (2014). Impact of service quality dimensions in internet
banking on customer satisfaction. Decision, 41(1), 73-85.
Ghosh, S., Surjadjaja, H. and Antony, J. (2004), “Optimisation of the determinants
of e-service operations”, Business Process Management Journal, Vol. 10
No. 6, pp. 616-635.
Ghozali, I. (2010). Metode penelitian kualitatif dan kuantitatif.
Ghozali, I. (2014). SEM Metode Alternatif dengan menggunakan Partial Least
Squares (PLS). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gounaris, S., & Stathakopoulos, V. (2004). Antecedents and consequences of
brand loyalty: An empirical study. Journal of brand Management, 11(4), 283-
306.
Gremler, D. D., & Brown, S. W. (1996). Service loyalty: its nature, importance, and
implications. Advancing service quality: A global perspective, 5(1), 171-181.
Guba, E. G. (1990). The Paradigm Dialog. the Paradigm Dialog.
Gundlach, G., Achrol, R., & Mentzer, J. (1995). The structure of commitment in
exchange. Journal of Marketing, 59(1), 78-92
Hair, J. F., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2013). Partial least squares structural
equation modeling: Rigorous applications, better results and higher
acceptance. Long range planning, 46(1-2), 1-12.
Hansen, H., Kåre, S., & Fred, S. (2003). Direct and Indirect Effects of Commitment
to a Service Employee on the Intention to Stay. Journal of Service Research,
5 (may), 356-368
185

Harris, L. C., & Goode, M. M. H. (2004). The four levels of loyalty and the pivotal
role of trust: A study of online services dynamics. Journal of Retailing, 80,
139-158. http://doi.org/b4dv7c
Harrison, T. S., Onyia, O. P., & Tagg, S. K. (2014). Towards a universal model of
internet banking adoption: initial conceptualization. International Journal of
Bank Marketing.
Harrison-Walker, L. J. (2001). The measurement of word-of-mouth communication
and an investigation of service quality and customer commitment as potential
antecedents. Journal of service research, 4(1), 60-75.
Hart, C. W., & Johnson, M. D. (1999). Growing the trust relationship. Marketing
Management, 8, 8-19
Hasim, M. S., & Salman, A. (2010). Factors affecting sustainability of internet
usage among youth. The Electronic Library.
Heckman, R., & Guskey, A. (1998). Sources of customer satisfaction and
dissatisfaction with information technology help desks. Journal of Market-
Focused Management, 3(1), 59-89.
Hennig-Thurau, T., Gwinner, K.P. and Gremler, D.D. (2002), “Understanding
relationship marketing outcomes an integration of relational benefits and
relationship quality”, Journal of Service Research, Vol. 4 No. 3, pp. 230-247.
Hennig-Thurau,T.,Langer,M.F.and Hansen,U. (2001), “Modeling and managing
student loyalty an approach based on the concept of relationship quality”,
Journal of Service Research, Vol. 3 No. 4, pp. 331-344.
Herington, C. and Weaven, S. (2009), “E-retailing by banks: e-service quality and
its importance to customer satisfaction”, European Journal of Marketing, Vol.
43 Nos 9/10, pp. 1220-1231.
Ho, C.-T.B. and Lin, W.-C. (2010), “Measuring the service quality of internet
banking: scale development and validation”, European Business Review,
Vol. 22 No. 1, pp. 5-24.
Ho, L.-A., Kuo, T.-H. and Lin, B. (2012), “The mediating effect of website quality
on Internet searching behavior”, Computers in Human Behavior, Vol. 28 No.
3, pp. 840-848.
Holbrook, M. B. (2005). Customer Value and Auto Ethnography: Subjective
personal Introspection and the Meanings of a Photograph Collection. Journal
of Business Research, 58(1), 45-61.
186

Hosany, S., & Gilbert, D. (2009). Dimensions of Tourists’ Emotional Experiences


Towards Hedonic Holiday Destinations. SSRN Electronic Journal.
doi:10.2139/ssrn.1871768
Howcroft, B., Hamilton, R., & Hewer, P. (2002). Consumer attitude and the usage
and adoption of home‐based banking in the United Kingdom. International
journal of bank marketing.
Hult, G. T., Hurley, R. F., & Knight, G. A. (2004). Innovativeness: Its antecedents
and impact on business performance. Industrial Marketing Management,
33(5), 429-438.
Husnain, M., & Akhtar, W. (2016). Relationship marketing and customer loyalty:
Evidence from banking sector in Pakistan. Global Journal of Management
And Business Research.
Hussey, J. Hussey. "R.(1997)." Business Research: A Practical Guide for
Undergraduate and Postgraduate Students.
J.A. Ledingham. (1984). Are consumers ready for the information age? Journal of
Advertising Research 24 (4), pp. 31– 37.
J.E.G. Bateson. (1985). Self-service consumer: an exploratory study, Journal of
Retailing 61 (3), pp. 49–76.
Jain, R. and Bagdare, S. (2009), “Determinants of customer experience in new
format retail stores”, Journal of Marketing & Communication, Vol. 5 No. 2,
pp. 34-44.
Jamal, A., & Naser, K. (2002). Customer satisfaction and retail banking: an
assessment of some of the key antecedents of customer satisfaction in retail
banking. International journal of bank marketing.
Janahi,M.A, Mubarak, M.M.S. (2016), ‘The Impact Of Customer Service Quality
On Customer Satisfaction In Islamic Banking”, Journal of Islamic Marketing,
Vol 8(4), 595-604
Jarvenpaa, S., Tractinsky, N., & Vital, M. (2000). Consumer trust in an Internet
store. Information Technology and Management, 1, 45-71.
Jayawardhena,C.(2004),“Measurement of service quality in internet banking: the
developmentof an instrument”, Journal of Marketing Management, Vol. 20
Nos 1/2, pp. 185-207.
Jennings, M. (2000).Theory and models for creating engaging and immersive
commerce Websites. In J. Prasad and W. Nance (eds.), Proceedings of the
187

aCm Conference on Computer Personnel research (SIGCPr). New York:


ACM Press, pp. 77–85.
Jeong, Y. and Lee, Y. (2010), “A study on the customer satisfaction and customer
loyalty of furniture purchaser in on-line shop”, Asian Journal on Quality, Vol.
11 No. 2, pp. 146-156.
Jiang, H., & Zhang, Y. (2016). An investigation of service quality, customer
satisfaction and loyalty in China's airline market. Journal of air transport
management, 57, 80-88.
Jiang, L., Jun, M. and Yang, Z. (2015), “Customer-perceived value and loyalty: how
do key service quality dimensions matter in the context of B2C e-
commerce?”, Service Business, pp. 1-17, Online First Articles.
Jiwasiddi.A, Adhikara.C. T, Adam,M.R.R and Triana,I .(2019). “Attitude toward
using Fintech among Millennials”, Conference: Proceedings of The 1st
Workshop Multimedia Education, Learning, Assessment and its
Implementation in Game and Gamification, Medan Indonesia, 26th January
2019, WOMELA-GG
Joanne McNeish,(2015),"Consumer trust and distrust: retaining paper bills in
online banking", International Journal of Bank Marketing, Vol. 33 Iss 1 pp.5-
22
Johnston, R. (1997). Identifying the critical determinants of service quality in retail
banking: importance and effect. International Journal of bank marketing.
Joseph, M., & Stone, G. (2003). An empirical evaluation of US bank customer
perceptions of the impact of technology on service delivery in the banking
sector. International Journal of Retail & Distribution Management.
Joseph,M. and Stone, G.(2003), “An empirical evaluation of US bank customer
perceptions of the impact of technology on service delivery in the banking
sector”, International Journal of Retail & Distribution Management, Vol. 31
No. 4, pp. 190-202.
Jun, M., & Palacios, S. (2016). Examining the key dimensions of mobile banking
service quality: an exploratory study. International Journal of Bank
Marketing.
Kaifi, Belal.A., Nafei, Wageeh A., Khanfar, Nile.M., Kaifi, Maryam. M. (2012). Multi-
Generational Workforce: Managing and Understanding Millennials.
International Journal of Business and Management; Vol. 7, No. 24.
188

Kandampully, J., Zhang, T. and Bilgihan, A. (2015), “Customer loyalty: a review


and future directions with a special focus on the hospitality industry”,
International Journal of Contemporary Hospitality Management, Vol. 27 No.
3, pp. 379-414.
Kanyurhi, E.B. and Akonkwa, D.B.M. (2016), “Internal marketing, employee job
satisfaction, and perceived organizational performance in microfinance
institutions”, International Journal of Bank Marketing, Vol. 34 No. 5, pp. 773-
796.
Karatepe, O. M., Yavas, U. & Babakus, E. (2005). Measuring Service Quality of
Banks: Scale Development and Validation. Journal of Retailing and
Consumer Services, 12(5), 373-383.
Kartajaya, Hermawan. (2018), Citizen 4.0 : Menjejakkan Prinsip-Prinsip
Pemasaran Humanis di Era Digital, Gramedia, Jakarta
Kaur, G., Sharma, R. and Mahajan, N. (2012), “Exploring customer switching
intentions through relationship marketing paradigm”, International Journal of
Bank Marketing, Vol. 30 No. 4, pp. 280-302.
Kaura, V., Prasad, C. S. D., & Sharma, S. (2015). Service quality, service
convenience, price and fairness, customer loyalty, and the mediating role of
customer satisfaction. International Journal of Bank Marketing.
Keil, M.; Beranek, P. M.; Konsynski, B. R. (1995), "Usefulness and ease of use:
field study evidence regarding task considerations", Decision Support
Systems, 13 (1): 75–91, doi:10.1016/0167-9236(94)e0032-m
Keiningham, T. L., Cooil, B., Aksoy, L., Andreassen, T. W., & Weiner, J. (2007).
The value of different customer satisfaction and loyalty metrics in predicting
customer retention, recommendation, and share‐of‐wallet. Managing Service
Quality: An International Journal, 17(4), 361–384.
Keiningham, T. L., Cooil, B., Aksoy, L., Andreassen, T. W., & Weiner, J. (2007).
The value of different customer satisfaction and loyalty metrics in predicting
customer retention, recommendation, and share‐of‐wallet. Managing service
quality: An international Journal.
Keisidou, E., Sarigiannidis, L., Maditinos, D.I. and Thalassinos, E.I. (2013),
“Customer satisfaction, loyalty and financial performance”, International
Journal of Bank Marketing, Vol. 31 No. 4, pp.259-288.
189

Kelly, E. (2000). This Is One Virus You Want To Spread Viral marketing is cheap
and powerful, and actually seems to sell things. But handled wrong, it can be
toxic. FORTUNE-EUROPEAN EDITION-, 142(12), 117-117.
Kerlinger, F. N. (1996). Foundation of Behavior Research, Holt, Rinchart, and
Winston.
Kerlinger, F. N. (2006). Founding Of Behavior Research, Holt. Rinchart and
Winston Inc. New York.
Kim, S. H., Cha, J. M., Knutson, B. J. & Beck, J. A. (2011). Development and testing
of the Consumer Experience Index (CEI). Managing Service Quality: An
International Journal, 21(2), 112 -132.
Kim, S., and Stoel. (2004). L. Apparel retailers: Website quality dimensions and
satisfaction. Journal of retailing and Consumer Services, 11, 2 109–117.
King, Brett. (2018). Bank 4.0 : Banking Everywhere Never at a Bank, Marshall
Cavendish Business, Singapore.
Kinsey, Mc & Co (2018), “Asia’s digital banking race: Giving customers what they
want”, Global Banking, April 2018
Kishada, Z. M. E. M., & Wahab, N. A. (2015). Influence of customer satisfaction,
service quality, and trust on customer loyalty in Malaysian Islamic
banking. International journal of business and social science, 6(11), 110-
119.
Klaus, P. P., & Maklan, S. (2013). Towards a better measure of customer
experience. International Journal of Market Research, 55(2), 227-246.
Knutson, B. J., Beck, J. A., Kim, S. H. & Cha, J. (2007). Identifying the Dimensions
of the Experience Construct. Journal of Hospitality Marketing &
Management, 15(3), 3147.
Koenig-Lewis, N., & Palmer, A. (2008). Experiential values over time–a
comparison of measures of satisfaction and emotion. Journal of marketing
management, 24(1-2), 69-85.
Korobka, Tanya. "The Ultimate List of Millennial Characteristics." Lucky Attitude
(2018).
Kotler, P. (2003). Marketing insights from A to Z: 80 concepts every manager
needs to know. John Wiley & Sons.
Kwak, N., & Radler, B. (2002). A comparison between mail and web surveys:
Response pattern, respondent profile, and data quality. Journal of official
statistics, 18(2), 257.
190

Ladhari, R., Ladhari, I. & Morales, M. (2011). Bank Service Quality: Comparing
Canadian and Tunisian Customer Perceptions. International Journal of Bank
Marketing, 29(3), 224-246.
Ladhari, R., Souiden, N., & Ladhari, I. (2011). Determinants of loyalty and
recommendation: The role of perceived service quality, emotional
satisfaction and image. Journal of Financial Services Marketing, 16(2), 111-
124.
Lapersonne, E., Laurent, G., & Le Goff, J. J. (1995). Consideration sets of size
one: An empirical investigation of automobile purchases. International
Journal of research in Marketing, 12(1), 55-66.
Laroche, M., Babin, B. J., Lee, Y. K., Kim, E. J., & Griffin, M. (2005). Modeling
consumer satisfaction and word‐of‐mouth: restaurant patronage in Korea.
Journal of Services Marketing.
Latan, H., & Ghozali, I. (2012). Partial least squares: concept, technique and
application smartpls 2.0 m3. Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang.
Lee, K. C. & Chung, N. (2009). Understanding Factors Affecting Trust in and
Satisfaction with Mobile Banking in Korea: A Modified DeLone and McLean’s
model perspective. Interacting with Computer, 21(5/6), 385-392.
Lee, N. and Greenley, G. (2008), "The primacy of theory", European Journal of
Marketing, Vol. 42 No. 9/10, pp. 873-878.
Lenhart, A., Purcell, K., Smith, A., & Zickuhr, K. (2010). Pew Research Centre.
2010 Feb 03. Social Media and Mobile Internet Among Teens and Young
Adults URL: http://www. pewinternet. org/2010/02/03/part-4-the-internet-as-
an-information-and-economic-appliance-in-the-lives-of-teens-and-young-
adults
Levesque, T., & McDougall, G. H. (1996). Determinants of customer satisfaction in
retail banking. International journal of bank marketing.
Levy, S. & Hino, H. (2016). Emotional Brand Attachment: A Factor in Customer-
Bank Relationships. International Journal of Bank Marketing, 34(2), 136-
150.
Lewis, B. R., & Soureli, M. (2006). The antecedents of consumer loyalty in retail
banking. Journal of Consumer Behaviour: An International Research
Review, 5(1), 15-31.
191

Liang, C. J., Wang, W. H., & Farquhar, J. D. (2009). The influence of customer
perceptions on financial performance in financial services. International
Journal of Bank Marketing.
Liao, C.-H., Yen, H.R. and Li, E.Y. (2011), “The effect of channel quality
inconsistency on the association between e-service quality and customer
relationships”, Internet Research, Vol. 21 No. 4, pp. 458-478.
Liao, Z and Cheung, M.T, (2002), “Internet-based e-banking and consumer
attitudes: an empirical study”, Journal Information & Management 39 pp.
283–295
Liébana-Cabanillas, F., Muñoz-Leiva, F. and Rejón-Guardia, F. (2013), “The
determinants of satisfaction with e-banking”, Industrial Management & Data
Systems, Vol. 113 No. 5, pp. 750-767.
Limayem, M., & Cheung, C. M. (2011). Predicting the continued use of Internet-
based learning technologies: the role of habit. Behaviour & Information
Technology, 30(1), 91-99.
Lin, G. T., & Sun, C. C. (2009). Factors influencing satisfaction and loyalty in online
shopping: an integrated model. Online information review.
Lindgaard, G.; Fernandes, G.; Dudek, C.; and Brown, J. (2006). Attention Web
designers: You have 50 milliseconds to make a good first impression!
Behavior and Information technology, 25, 2 115–126.
Luarn, P. H & Lin, H. H. (2005). Toward an Understanding of the Behavioral
Intention to use Mobile Banking. Computers in Human Behaviour, 21(6), 873-
891.
Lusch, R. F., Vargo, S. L., & O’Brien, M. (2007). Competing through service:
Insights from service-dominant logic. Journal of Retailing, 83(1), 5–18.
doi:10.1016/j.jretai.2006.10.002
Lusch, Robert F., Vargo, Stephen L.,. (2014). Service-Dominant Logic: Premises,
Perspectives, Possibilities. Cambridge University Press
Malhotra, N. K., & Malhotra, N. K. (2012). Basic marketing research: Integration of
social media. Boston: Pearson.
Mangold, W. G., Miller, F., & Brockway, G. R. (1999). Word‐of‐mouth
communication in the service marketplace. Journal of services Marketing.
Margono, S. (2004). Metodologi penelitian pendidikan.
Martins, C., Oliveira, T. & Popovic, A. (2014). Understanding the Internet Banking
Adoption: A Unified Theory of Acceptance and Use of Technology and
192

Perceived Risk Application. International Journal of Information


Management, 34(1), 1-13.
Mbama, C. I., & Ezepue, P. O. (2018). Digital banking, customer experience and
bank financial performance., UK customer’s perception. International Journal
of Bank Marketing, 36(2), 230–255. doi:10.1108/ijbm-11-2016-0181
Mbama, C.I, Ezepue, P, Alboul, L, and Beer, M. (2018). “Digital banking, customer
experience and financial performance: UK bank managers’ perceptions”,
Journal of Research in Interactive Marketing, Vol. 12 Issue: 4, pp.432-451
McDougall, G. H. G., & Levesque, T. (2000). Customer satisfaction with services:
putting perceived value into the equation. Journal of Services Marketing,
14(5), 392–410. doi:10.1108/08876040010340937
Melnyk,V. and Bijmolt,T.(2015), “The effects of introducing and terminating loyalty
programs”, European Journal of Marketing, Vol. 49 Nos 3/4, pp. 398-419.
Meyer, C. and Schwager, A. (2007), “Understanding customer experience”,
Harvard Business Review, Vol. 85 No. 2, pp. 116-126.
Mirrlees, Tanner. (2015). "A Critique of the Millennial: A Retreat from and Return
to Class." Alternate Routes: A Journal of Critical Social Research 26
Mittal, V., Kumar, P., & Tsiros, M. (1999). Attribute-level performance, satisfaction,
and behavioral intentions over time: a consumption-system approach.
Journal of Marketing, 63(2), 88-101.
Monferrer-Tirado, D., Estrada-Guillén, M., Fandos-Roig, J. C., Moliner-Tena, M. A.
and Sánchez G. J. (2016). Service Quality in Bank During an Economic
Crisis. International Journal of Bank Marketing, 34(2), 235-259.
Moon, S.-Y., Philip, G.C. and Moon, S. (2011), “The effects of involvement on e-
satisfaction models”, Services Marketing Quarterly, Vol. 32 No. 4, pp. 332-
342.
Moorman, C., Deshpandé, R., & Zaltman, G. (1993). Factors affecting trust in
market relationships. Journal of Marketing, 57, 81-101.
Morgan, R.M., & Hunt, S.D. (1994). The commitment trust theory of relationship
marketing. Journal of Marketing, 58(3), 20-38
Morgan-Thomas, A., & Veloutsou, C. (2013). Beyond technology acceptance:
Brand relationships and online brand experience. Journal of Business
Research, 66(1), 21–27. doi:10.1016/j.jbusres.2011.07.019
Muhidin, S. A., & Sumantri, A. (2006). Aplikasi Statistika Dalam Penelitian.
193

Ndubisi, N.O., & Chan, K.W. (2005). Factorial and discriminant analyses of the
underpinnings of relationship marketing and customer satisfaction.
International Journal of Bank Marketing, 23(3), 54257.
Ng, E. and Burke, R. (2006), "The next generation at work – business students'
views, values and job search strategy: Implications for universities and
employers", Education + Training, Vol. 48 No. 7, pp. 478-492
Nigam, D. A. (2012). Modeling Relationship Between Experiential Marketing,
Experiential Value And Purchase Intensions In Organized Quick Service
Chain Restaurants Shoppers Using Structural Equation Modeling Approach.
Paradigm, 16(1), 70–79. doi:10.1177/0971890720120108
Novak, T.P., Hoffman, D.L. and Yung, Y. (2000), “Measuring the customer
experience in online environments: a structural modeling approach”,
Marketing Science, Vol. 19 No. 1, pp. 22-42.
Oh, L.-B., & Teo, H.-H. (2010). Consumer Value Co-creation in a Hybrid
Commerce Service-Delivery System. International Journal of Electronic
Commerce, 14(3), 35–62. doi:10.2753/jec1086-4415140303
Oliver, R. L. (1980). A cognitive model of the antecedents and consequences of
satisfaction decisions. Journal of marketing research, 17(4), 460-469.
Oliver, R. L., Rust, R. T., & Varki, S. (1997). Customer delight: foundations,
findings, and managerial insight. Journal of retailing, 73(3), 311.
Oliver, R.L. (1999). Whence consumer loyalty?. Journal of Marketing,63, 33-44.
Ordun, Guven. (2015). "Millennial (Gen Y) consumer behavior their shopping
preferences and perceptual maps associated with brand loyalty." Canadian
Social Science 11.4: 40-55.
Otto, J. E., & Ritchie, J. R. B. (1996). The service experience in tourism. Tourism
Management, 17(3), 165–174. doi:10.1016/0261-5177(96)00003-9
Pakurár, M., Haddad, H., Nagy, J., Popp, J., & Oláh, J. (2019). The service quality
dimensions that affect customer satisfaction in the Jordanian banking sector.
Sustainability, 11(4), 1113.
Parasuraman, A., Zeithaml, V. A., & Malhotra, A. (2005). ES-QUAL: A multiple-
item scale for assessing electronic service quality. Journal of service
research, 7(3), 213-233.
Parasuraman, A., Zeithaml, Valerie A., and Berry, Leonard L. (1988). SERVQUAL:
A MultipleItem Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service
Quality, Journal of Retailing 64: 12-40.
194

Parasuraman, A., Zeithaml, Valerie A., and Berry, Leonard L., A. (1985).
Conceptual Model of Service Quality and Its Implications for Future
Research, Journal of Marketing 49: 41-50.
Patsiotis, A. G., Hughes, T. & Webber, D. J. (2012). Adopters and Non-Adopters
of Internet Banking: A Segmentation Study. International Journal of Bank
Marketing, 30(1), 20-42.
Pettigrew, A. M. (1995). Longitudinal field research on change. Longitudinal Field
Research Methods. Thousand Oaks, CA: SAGE Publications, 91-125.
Piha, L. and Avlonitis, G. (2015), “Customer defection in retail banking: attitudinal
and behavioural consequences of failed service quality”, Journal of Service
Theory and Practice, Vol. 25 No. 3, pp. 304-326.
Pikkarainen, T., Pikkarainen, K., Karjaluoto, H., & Pahnila, S. (2004). Consumer
acceptance of online banking: an extension of the technology acceptance
model. Internet research.
Piyathasanan, Bhuminan, Christine Mathies, Martin Wetzels, Paul G. Patterson,
and Ko de Ruyter. (2015). "A hierarchical model of virtual experience and its
influences on the perceived value and loyalty of customers." International
Journal of Electronic Commerce 19, no. 2: 126-158.
Podsakoff, P. M., & Dalton, D. R. (1987). Research methodology in organizational
studies. Journal of management, 13(2), 419-441.
Poon, W. (2007). Users’ adoption of e‐banking services: the Malaysian
perspective. Journal of Business & Industrial Marketing, 23(1), 59–69.
doi:10.1108/08858620810841498
Poon,W.-C.(2008), “Users’ adoption of e-banking services: the Malaysian
perspective”,Journal of Business & Industrial Marketing, Vol. 23 No. 1, pp.
59-69.
Porter, M. E. (1996). What is strategy? Harvard Business Review, 74, 61-78.
Prensky, Marc (2001). Digital Natives, Digital Immigrants. On the Horizon, MCB
University Press, Vol.9
Raman, N.V. and Leckenby, J.D. (1998), “Factor affecting consumers Webad
visits”, European Journal of Marketing, Vol. 32 Nos 7/8, pp. 737-49.
Ramseook-Munhurrun, P., & Naidoo, P. (2011). Customers' perspectives of
service quality in Internet banking. Services Marketing Quarterly, 32(4), 247-
264.
195

Ranaweera, Chatura & Sigala, Marianna , (2015),"From service quality to service


theory and practice",Journal of Service Theory and Practice, Vol. 25 Iss 1
pp. 2 - 9
Raza, S.A., Jawaid, S.T., Hassan, A. and Burton, B. (2015), “Internet banking and
customer satisfaction in Pakistan”, Qualitative Research in Financial
Markets, Vol. 7 No. 1, pp. 24-36.
Rebecca Yen, H., Gwinner, K. and Su, W. (2004), "The impact of customer
participation and service expectation on Locus attributions following service
failure", International Journal of Service Industry Management, Vol. 15 No.
1, pp. 7-26. https://doi.org/10.1108/09564230410523312
Reichheld, F.F., & Schefter, P. (2000). E-loyalty: your secret weapon on the web.
Harvard Business Review, 78(4),105-113
Reynolds, K. E., & Beatty, S. E. (1999). Customer benefits and company
consequences of customer-salesperson relationships in retailing. Journal of
retailing, 75(1), 11-32.
Richins, M. L. (1983). Negative word-of-mouth by dissatisfied consumers: A pilot
study. Journal of marketing, 47(1), 68-78.
Rigby, D. K., Reichheld, F., & Dawson, C. (2003). Winning customer loyalty is the
key to a winning CRM strategy. Ivey business journal, 67(4), 1.
Ritter, L. A., & Sue, V. M. (2007). Introduction to using online surveys. New
Directions for Evaluation, 2007(115), 5-14.
Robson, C. (2002). Real world research: A resource for social scientists and
practitioner-researchers (Vol. 2). Oxford: Blackwell.
Rod, M., Ashill, N. J., Shao, J., & Carruthers, J. (2009). An examination of the
relationship between service quality dimensions, overall internet banking
service quality and customer satisfaction. Marketing Intelligence & Planning.
Rogers, E. (2003). Diffusion of Innovation (5th ed.). New York, NY: Free Press.
Rosen, D.E., and Purinton, E. (2004). Website design: Viewing the Web as a
cognitive landscape. Journal of Business research, 57, 7, 787–794.
Rosen, E. (2000). The Anatomy of Buzz: How to create word-of-mouth marketing.
Marketing Management, 9(4), 62.
Rust, R. T., & Zahorik, A. J. (1993). Customer satisfaction, customer retention and
market share. Journal of Retailing, 69, 193-215. http://doi.org/bh6mhm
S. Duda, M. Schiessl, J.M. Hess. (2002). Mobile usability: guidelines for the
development of user friendlymobile services, in: M. Beier,V. vonGizycki
196

(Eds.),Usability—NutzerfreundlichesWeb-Design, Springer-Verlag, Berlin,


Heidelberg, 2002 , pp. 173–199.
S.S. Chan, X. Fang, J. Brzezinski, Y. Zhou, S. Xu, J. Lam. (2002). Usability for
mobile commerce across multiple form factors, Journal of Electronic
Commerce Research 3
Saleem, M. A., Zahra, S., Ahmad, R. & Ismail, H. (2016). Predictors of Customer
Loyalty in the Pakistani Banking Industry: A Moderated-mediation Study.
International Journal of Bank Marketing, 34(3), 411-430.
Santos, J. (2003), “E-service quality: a model of virtual service quality dimensions”,
Managing Service Quality, Vol. 13 No. 3, pp. 233-246
Santouridis, I., Trivellas, P. and Reklitis, P. (2009), “Internet service quality and
customer satisfaction: examining internet banking in Greece”, Total Quality
Management, Vol. 20 No. 2, pp. 223-239.
Sarel, D., & Marmorstein, H. (1998). Managing the delayed service encounter: the
role of employee action and customer prior experience. Journal of Services
Marketing.
Saunders, M. N. (2012). Choosing research participants. Qualitative organizational
research: Core methods and current challenges, 35-52.
Schmitt, B. (1999). Experiential Marketing. Journal of Marketing Management,
15(1-3), 53–67. doi:10.1362/026725799784870496
Schmitt, B.H. (2003), Customer Experience Management: A Revolutionary
Approach to Connecting with your Customers, John Wiley & Sons Inc.,
Hoboken, NJ.
Schneider, B., & White, S. S. (2004). Service quality: Research perspectives.
Sage.
Schultz, L (2005), Effects of graphical elements on perceived usefulness of a
library (http:// www.tarleton.edu/schultz/finalprojectinternetsvcs.htm).
Segars, A. H.; Grover, V. (1993), "Re-examining perceived ease of use and
usefulness: A confirmatory factor analysis", MIS Quarterly, 17 (4): 517
525, CiteSeerX 10.1.1.1030.9732, doi: 10.2307/249590
Sekaran, U. (2006). Research method of business: A skill-building approach.
Writing.
Shankar, V., Smith, A. K., & Rangaswamy, A. (2003). Customer satisfaction and
loyalty in online and offline environments. International journal of research in
marketing, 20(2), 153-175.
197

Sharma, N. and Patterson, P.G. (2000). Switching costs, alternative attractiveness


and experience as moderators of relationship commitment in professional
consumer services, International Journal of Service Industry Management,
11(5), 470-490.
Sharma, S., & Sharma, S. (1996). Applied multivariate techniques.
Singarimbun, M., & Effendi, S. (2008). Metode Penelitian Survai (Jakarta: LP3ES).
Singh,J. and Kaur,P.(2013),“Customers’ attitude towards technology based
services provided by select Indian banks: empirical analysis”, International
Journal of Commerce and Management, Vol. 23 No. 1, pp. 56-68.
Sirdeshmukh, D., Singh, J., & Sabol, B. (2002). Consumer trust, value and loyalty
in relational exchanges. Journal of Marketing, 66(1), 15-37
Siu, N.Y.-M. and Mou, J.C.-W. (2005), “Measuring service quality in internet
banking: the case of Hong Kong”, Journal of International Consumer
Marketing, Vol. 17 No. 4, pp. 99-116.
Smith, Aaron. (2011). Why Americans use social media. Washington, DC: Pew
Internet & American Life Project.
Solimun, A. M. P. S. (2010). Metode Partial Least Square-PLS. CV Citra Malang,
Malang.
Stein, A., & Ramaseshan, B. (2016). Towards the identification of customer
experience touch point elements. Journal of Retailing and Consumer
Services, 30, 8–19. doi:10.1016/j.jretconser.2015.12.001
Strauss, W., Howe, N. (1991). Generations: The history of America's future, 1584
to 2069. William Morrow & Co
Sugiyono, D. (2008). Metode penelitian bisnis. Bandung: Pusat Bahasa
Depdiknas.
Sugiyono, D. (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. xiii.
Sugiyono, E. W., Wibowo, E., & Pd, S. (2001). Statistika Penelitian. Edisi I,
Bandung: Alfabeta.
Swan, J. E., & Oliver, R. L. (1989). Postpurchase communications by consumers.
Journal of retailing, 65(4), 516.
Tam, C. & Oliveira, T. (2017). Literature review of mobile banking and individual
performance. International Journal of Bank Marketing, 35(7), 1042-106
Taylor, S. (1994), “Waiting for service: the relationship between delays and
evaluation of service”, Journal of Marketing, Vol. 58, April, pp. 56-69.
198

Thaichon,P., Lobo,A. and Mitsis, A.(2014), “An empirical model of home internet
services quality in Thailand”, Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics,
Vol. 26 No. 2, pp. 190-210.
Tornatzky, L. G.; Klein, R. J. (1982), "Innovation characteristics and innovation
adoption-implementation: A meta-analysis of findings", IEEE Transactions
on Engineering Management, EM-29: 28–
45, doi:10.1109/tem.1982.6447463
Trasorras, Rene, Art Weinstein, and Russell Abratt. (2009). "Value, satisfaction,
loyalty and retention in professional services." Marketing Intelligence &
Planning 27.5: 615-632.
Umar, H. (2002). Metode Riset Komunikasi Organisasi: sebuah pendekatan
kuantitatif, dilengkapi dengan contoh proposal dan hasil riset komunikasi
organisasi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Urban, G. L., Sultan, F., & Qualls, W. J. (2000). Placing trust at the center of your
Internet strategy. Sloan Management Review, 42, 39-48.
Vagias, W. M. (2006). Likert-type scale response anchors. Clemson International
Institute for Tourism & Research Development, Department of Parks,
Recreation and Tourism Management. Clemson University.
Van der Heijden, H. (2003). Factors influencing the usage of Websites: The case
of a generic portal in the Netherlands. Information and management, 40, 6
541–549.
Vargo, Stephen L. & Lusch, R.F..(2004). Evolving to a new dominant logic
for marketing. Journal of Marketing. Vol. 68.p.1-17
Vargo, S. L., & Akaka, M. A. (2009). Service-Dominant Logic as a Foundation for
Service Science: Clarifications. Service Science, 1(1), 32–41.
doi:10.1287/serv.1.1.32
Vargo, Stephen L. & Lusch, R.F..(2008). Service-dominant logic : continuing the
evolution. Journal of the Academy of Marketing Science. Vol.36.p.1-10
Veloutsou, C., Saren, M., & Tzokas, N. (2002). Relationship marketing, what if?
European Journal of Marketing, 36(4), 433-49.
Venkatesh, V., & Ramesh, V. (2002). Usability of web and wireless sites: Extending
the applicability of the Microsoft usability guidelines instrument. Information
Systems Technical Reports and Working Paper.
Ventures, M. D. I., & Sekuritas, M. (2017). Mobile Payments in Indonesia: Race to
Big Data Domination.
199

Verhoef, P., Lemon, K., Parasuraman, A., Roggeveen, A., Tsiros, M. &
Schlesinger, L. (2009). Customer Experience Creation: Determinants,
Dynamics and Management Strategies. Journal of Retailing, 85(1), 31-41.
Vesel, P., & Zabkar, V. (2009). Managing customer loyalty through the mediating
role of satisfaction in the DIY retail loyalty program. Journal of Retailing and
consumer Services, 16(5), 396-406.
Voss, C., & Zomerdijk, L. (2007). Innovation in experiential services: an empirical
view. AIM Research.
Wang, Y. J., Hernandez, M. D., & Minor, M. S. (2010). Web aesthetics effects on
perceived online service quality and satisfaction in an e-tail environment: The
moderating role of purchase task. Journal of Business Research, 63(9-10),
935–942. doi:10.1016/j.jbusres.2009.01.016
Wilson, D.T. (1995). An integrated model of buyer seller relationships. Journal of
the Academy of Marketing Science,23(4), 335-45.
Winstanley, M., (1997). What drives customer satisfaction in commercial banking.
Commercial Lending Review 12 (3), 36–42
Wong, A. and Zhou, L. (2006), “Determinants and outcomes of relationship quality:
a conceptual model and empirical investigation”, Journal of International
Consumer Marketing, Vol. 18 No. 3, pp. 81-105.
Woodruff, Robert B. (1997). "Customer value: the next source for competitive
advantage." Journal of the academy of marketing science 25.2: 139.
Wu, L. W. (2011). Beyond Satisfaction: The Relative Importance of Locational
Convenience, Interpersonal Relationships, and Commitment across Service
Types. Managing Service Quality, 21(3), 240-263.
Yi, Y., & La, S. (2004). What influences the relationship between customer
satisfaction and repurchase intention? Investigating the effects of adjusted
expectations and customer loyalty. Psychology & Marketing, 21(5), 351-373.
Zeithaml, V. A. (2000). Service quality, profitability, and the economic worth of
customers: What we know and what we need to learn. Journal of the
Academy of Marketing Science, 28, 67-85. http://doi.org/d9grv4
Zeithaml, V. A., Parasuraman, A., & Malhotra, A. (2002). Service quality delivery
through web sites: A critical review of extant knowledge. Journal of the
Academy of Marketing Science, 30, 362-375. http://doi.org/c2v
200

Zeithaml, V.A., Berry, L.L. and Parasuraman, A. (1996), “The behavioral


consequences of service quality”, The Journal of Marketing, Vol. 60 No. 2,
pp. 31-46.
Zemke, R., Raines, C., & Filipczak, B. (2000). Generations at work: Managing the
clash of veterans, boomers, xers, and nexters in your workplace. Toronto,
ON: Amacom.
Zhou, C., & Wu, Y. (2011). Study on revenue management considering strategic
customer behavior. Journal of Service Science and Management, 4(04), 507.
201

DESAIN KUESIONER

Pengantar Pembuka Link:

Assalamu alaikum wrb,


Apakah Anda pengguna OVO, Jenius, GoPay, GoMobile, Dana, Sakuku atau
aplikasi perbankan kekinian lainnya?, Dan apakah Anda berusia 16 sd 40 tahun?.
Jika iya, mohon kesediaannya mengisi kuesioner ini. Survei ini adalah bagian dari
penelitian dengan judul: "Bank 4.0 Experiential Quality dan Pengaruhnya
Terhadap Perilaku WOM, Kepuasan dan Niat Pelanggan Millennials". Berikut
link kuesionernya :

https://forms.gle/zYNCdfLeJQEpsJLT8

Semua informasi yang Anda berikan akan dijaga kerahasiannya dan hanya
digunakan untuk kepentingan riset. Terimakasih sekali lagi saya ucapkan atas
kesediaannya mengisi kuesioner ini
Wassalamu alikum wrb
Salam sukses selalu,
Peneliti
Luthfi Abdillah

============================================================

Pengantar Pembuka Penelitian:

Kemajuan teknologi informasi yang pesat, dan tuntutan untuk terus meningkatkan
layanan ke pelanggannya, mendorong pelaku industri keuangan berevolusi dari
sistem tradisional ke digital. Dan saat ini industri keuangan telah memasuki era
Bank 4.0, yaitu suatu era perbankan berbasis teknologi yang realtime, dapat
dilakukan dimanapun dan kapanpun, tanpa memerlukan distribusi dan
perjumpaan fisik.

Disatu sisi perkembangan Bank 4.0 disambut gembira (terutama generasi


millennials), namun disisi yang lain menimbulkan masalah dan kekhawatiran baru
terkait keamanan, kenyamanan, efektifitas kegunaan dll. Adanya dua sisi yang
kontradiksi ini mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian ini. Untuk itu, saya
mohon kesediaan Anda untuk meluangkan waktu mengisi kuisioner ini. Tidak ada
jawaban benar atau salah, mohon dijawab sejujur mungkin, dengan memilih salah
satu pilihan yang paling sesuai dengan pengalaman Anda. Jawaban sepenuhnya
anonim dan tidak dikaitkan dengan nama, bank atau aplikasi yang Anda gunakan.

Demikian, atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Salam Hormat

Luthfi Abdillah
202

Keaktifan di Media Sosial


Linked
Jaringan social media YouTube Facebook Twitter Google+
In
1 yang paling sering
Lainnya_________
digunakan Snapchat Instagram TikTok
(sebutkan)

Frequensi penggunaan
2 < 5 x/ bln 5 - 15 x/ bln >15x/ bln
atas jawaban diatas

Data Responden

1 Jenis Kelamin Pria Wanita

2 Status Menikah Belum menikah

3 Usia Sebutkan ______________

Pelajar PNS/ TNI/ Wira- Free-


4 Pekerjaan Tdk bekerja
/ Mhs POLRI usaha lance

5 Pendidikan Terakhir SD SMP SMA Sarjana Master Doktor


>5-
6 Pendapatan per bulan < 3 juta ≥ 3 juta – 5juta >10juta
10juta

Penggunaan Bank 4.0

Aplikasi Bank 4.0 mana Jenius LinkAja GoMobile OVO


saja yang Anda TELAH
GUNAKAN ? Sakuku MobileX Dana Simobi+
1
Jika Anda menggunakan
yang lain, mohon
disebutkan. MuamalatDIN BRIMO Lainnya :_________

Aplikasi mana yang Jenius LinkAja GoMobile OVO


PALING SERING Anda
gunakan? Sakuku MobileX Dana Simobi+
2
Jika Anda menggunakan
yang lain, mohon
disebutkan. MuamalatDIN BRIMO Lainnya :_________

Berapa lama telah


3 menggunakan aplikasi di <6 bulan 6-12 bulan >12 bulan
atas?

Frekuensi penggunaan Mingguan


4 Harian Bulanan
aplikasi tsb?
203

Jawablah pertanyaan berikut berdasar pengalaman Anda menggunakan aplikasi Bank


4.0 yang paling sering Anda gunakan. Pilihlah jawaban dengan 5 point skala Likert,
dimana ;
1=Sangat Tidak Setuju, 2=Tidak Setuju, 3= Netral, 4=Setuju, 5=Sangat Setuju

Dimensi Pengalaman Bank 4.0


Dimensi pengalaman Bank 4.0 adalah ukuran sejauh mana perilaku pelanggan dimotivasi
dalam penggunaan layanan Bank 4.0

1 2 3 4 5
No Kode Pertanyaan

Kualitas Fungsional (Functional Quality)


1 (FQ1) Interactive (FQ1.1) Dengan aplikasi Bank
4.0 yang saya gunakan ini, saya
Mbama et al (2018); bisa membuka rekening bank
Keisidou et al. (2013); secara mandiri, sesuai yang
Garg et al. (2014); saya inginkan.
Monferrer-Tirado et al.
(2016); Lee & Chung
(2009)
2 (FQ1.2) Dengan aplikasi Bank
4.0 yang saya gunakan ini, saya
bisa bertransaksi keuangan
secara mandiri.

3 (FQ1.3) Saya bisa


menyampaikan keluhan secara
langsung atas aplikasi Bank 4.0
yang saya gunakan ini, melalui
kolom ulasan (comments).

4 (FQ2) Clear (FQ2.1) Informasi yang


Information disediakan oleh aplikasi Bank
4.0 yang saya gunakan ini,
Mbama et al (2018); sudah cukup jelas
Keisidou et al. (2013); ;
Garg et al. (2014);
Monferrer-Tirado et al.
(2016); Lee & Chung
(2009)
5 (FQ3) Easy to (FQ3.1) Aplikasi Bank 4.0 yang
Navigate saya gunakan, mudah
digunakan
Mbama et al (2018);
Keisidou et al. (2013);
6 Garg et al. (2014); (FQ3.2) Pada aplikasi Bank 4.0
Monferrer-Tirado et al. yang saya gunakan ini, mudah
(2016); Lee & Chung menemukan menu transaksi
(2009) yang saya inginkan

7 (FQ4) Easy to Do (FQ4.1) Aplikasi Bank 4.0 yang


Business Online saya gunakan ini, memudahkan
saya berbisnis online
Mbama et al (2018);
Keisidou et al. (2013)
204

8 (FQ5) Simple And (FQ5.1) Tampilan aplikasi Bank


Intuitive Interface 4.0 yg saya gunakan, cukup
simple (tidak membingungkan
Mbama et al (2018); saya).
Keisidou et al. (2013);
9 Garg et al. (2014); (FQ5.2) Tampilan aplikasi Bank
Monferrer-Tirado et al.
4.0 yg saya gunakan sangat
(2016); Lee & Chung
(2009) menarik

Kenyamanan (Convinience)

10 (CON1) Comfort (CON1.1) Aplikasi Bank 4.0


yang saya gunakan saat ini,
Mbama et al (2018), cukup nyaman digunakan.
Keisidou et al. (2013);
11 Knutson et al. (2007); (CON1.2) Aplikasi Bank 4.0
Karatepe et al. (2005);
yang saya gunakan saat ini, bisa
Garg et al. (2014); Klaus &
Maklan (2013); Jun & digunakan dimana saja.
Palacios (2016); King
12 (2018) (CON1.3) Dengan aplikasi Bank
4.0 yang saya gunakan saat ini,
saya bisa melakukan transaksi
keuangan apa saja

13 (CON2) Speed (CON2.1) Akses masuk (login)


ke aplikasi Bank 4.0 yang saya
Mbama et al (2018), gunakan saat ini, sangat cepat.
Keisidou et al. (2013);
Knutson et al. (2007);
14 Karatepe et al. (2005); (CON2.2) Dengan aplikasi Bank
Garg et al. (2014); Klaus & 4.0 yang saya gunakan saat ini,
Maklan (2013); Jun &
transaksi keuangan jadi lebih
Palacios (2016); King
(2018) cepat dibandingkan layanan
konvensional.

15 (CON3) Hassle-Free (CON3.1) Dengan aplikasi Bank


4.0 yang saya gunakan saat ini,
Mbama et al (2018), membuat akses ke layanan
Keisidou et al. (2013); perbankan jadi lebih mudah.
Knutson et al. (2007);
Karatepe et al. (2005);
16 (CON3.2) Prosedur pendaftaran
Garg et al. (2014); Klaus &
Maklan (2013); Jun & (sign up) aplikasi Bank 4.0 yang
Palacios (2016); King saya gunakan saat ini, sangat
(2018) mudah (tidak rumit)

17 (CON3.3) Tidak pernah ada


masalah dengan aplikasi Bank
4.0 yang saya gunakan ini

Inovasi Bank 4.0 (Innovations)

18 (INO1) Better services (INO1.1) Dengan aplikasi Bank


4.0 yang saya gunakan saat ini,
205

Hult et al (2004); Mbama layanan perbankan menjadi


et al (2018); Dootson et al. lebih baik
(2016); Baba (2012); Arts
et al. (2011)

19 (INO2) Improving (INO2.1) Aplikasi Bank 4.0 yang


uptake and saya gunakan saat ini,
experience through memberikan pengalaman yang
innovation berbeda dibanding layanan
konvensional lainnya.
Mbama et al (2018);
Dootson et al. (2016);
Baba (2012); Arts et al.
(2011)

20 (INO3) Investment in (INO3.1) Aplikasi Bank 4.0 yang


R&D saya gunakan ini, terus
dikembangkan jadi semakin baik
Hult et al (2004); Mbama
et al (2018); Dootson et al.
(2016)
21 (INO3.2) Selalu ada
pembaharuan (update) fitur
pada aplikasi Bank 4.0 yang
saya gunakan ini

Kepercayaan Terhadap Layanan (Trust)

22 (TR1) Choosing (TR1.1) Saya lebih memilih


layanan Bank 4.0 ini, dibanding
Knutson et al (2007); layanan konvensional lainnya.
Mbama et al (2018);
Keisidou et al (2013);
Liang et al (2009);
Fathollahzadeh et al
(2011)

23 (TR2) Using and (TR2.1) Saya percaya dengan


staying with bank due layanan Bank 4.0 yang saya
to brand and gunakan saat ini.
trustworthiness

Knutson et al (2007);
Mbama et al (2018);
24 Keisidou et al (2013); (TR2.2) Saya menggunakan
Liang et al (2009); aplikasi Bank 4.0 ini, karena
Fathollahzadeh et al sudah terkenal.
(2011); Akhter et al
(2011); Levy & Hino
(2016); Chu et al (2012);
Sanchez-Torres et al
(2017)

25 (TR3) Protection of (TR3.1) Saya percaya Bank 4.0


privacy dapat menjaga keamanan data
pribadi saya
Knutson et al (2007);
Mbama et al (2018);
Keisidou et al (2013)
206

Nilai & Biaya Layanan (Value)

26 (VAL1) Save Money (VAL1.1) Biaya keseluruhan


pada Bank 4.0 yang saya
Mbama et al (2018); gunakan ini, lebih murah
Keisidou et al (2013); dibanding layanan konvensional.
Garg et al. (2014);
Fathollahzadeh et al
(2011)

27 (VAL2) Save time (VAL2.1) Dengan aplikasi Bank


4.0 yang saya gunakan ini,
Mbama et al (2018); transaksi keuangan jadi lebih
Keisidou et al (2013); cepat dibanding layanan
Garg et al. (2014); konvensional.
Fathollahzadeh et al
(2011); Liang et al.
28 (2009); Chang & Lin (VAL2.2) Dengan aplikasi Bank
(2015); Dootson et al.
(2016)
4.0 yang saya gunakan ini, saya
bisa mengakses layanan
perbankan kapan saja.

29 (VAL3) Usefulness (VAL3.1) Secara keseluruhan


aplikasi Bank 4.0 yang saya
Mbama et al (2018); gunakan ini, sangat bermanfaat
Keisidou et al (2013); bagi saya.
Garg et al. (2014);
Fathollahzadeh et al
(2011); Liang et al.
(2009); Chang & Lin
(2015); Dootson et al.
(2016)

30 (VAL4) Enjoyment (VAL4.1) Saya senang


menggunakan aplikasi Bank 4.0
Mbama et al (2018); ini.
Keisidou et al (2013);
Fathollahzadeh et al
(2011)

31 (VAL5) Better Deal (VAL5.1) Dengan aplikasi Bank


Online 4.0 yg saya gunakan ini, bisnis
online jadi lebih berkembang.
Keisidou et al (2013);
Garg et al. (2014);
Fathollahzadeh et al
(2011)

32 (VAL5.2) Saat belanja online,


saya rasa lebih baik
menggunakan aplikasi Bank 4.0
ini dibanding layanan
konvensional.
207

Mitigasi risiko & Keamanan (Risk mitigation & Security)

33 (RS1) Security (RS1.1) Aplikasi Bank 4.0 yang


saya gunakan ini, aman
Martins et al. (2014); digunakan.
Mbama et al (2018);
Akinci et al. (2003);
Hanafizadeh et al. (2014);
Jun & Palacios (2016);
Otto & Ritchie (1996)

34 (RS2) Fraud (RS2.1) Aplikasi Bank 4.0 yang


saya gunakan ini, bebas dari
Martins et al. (2014); kejahatan keuangan
Mbama et al (2018);
Akinci et al. (2003);
Hanafizadeh et al. (2014);
Jun & Palacios (2016);
Otto & Ritchie (1996)

35 (RS3) Cyber-attack (RS3.1) Aplikasi Bank 4.0 yang


saya gunakan ini, bebas dari
Martins et al. (2014); bahaya peretasan
Mbama et al (2018);
Akinci et al. (2003);
Hanafizadeh et al. (2014);
Jun & Palacios (2016);
Otto & Ritchie (1996)

Perilaku Word of Mouth (WOM Behavior)

36 (WOM1) Mentioned to (WOM1.1) Saya akan ceritakan


others that you do ke teman, bahwa saya telah
business with Bank menggunakan aplikasi Bank 4.0

Klaus & Maklan (2013);


Brown et al. (2005);
Mbama et al (2018);
Rosen (2000)

37 (WOM2) Made sure (WOM2.1) Saya akan pastikan


that others knew that teman saya tahu, bahwa saya
you do business with menggunakan layanan Bank 4.0
Bank ini

Klaus & Maklan (2013);


Brown et al. (2005);
Mbama et al (2018);
Rosen (2000)

38 (WOM3) Straightening (WOM3.1) Jika ada komentar


out bad comments by negatif terhadap layanan Bank
strongly defending 4.0 yang saya gunakan ini, saya
his choice akan berusaha meluruskannya

Akhter et al., 2011


208

39 (WOM4) Spoke (WOM4.1) Saya akan membagi


positively about Bank pengalaman yg positif atas
to others layanan Bank 4.0 yang saya
gunakan ini, kepada teman2
Klaus & Maklan (2013); saya
Mbama et al (2018)
40 (WOM4.2) Saya akan menulis
hal yang positif tentang aplikasi
Bank 4.0 yang saya gunakan ini,
di kolom ulasan yang
disediakan.

41 (WOM5) (WOM5.1) Saya akan


Recommended Bank merekomendasikan aplikasi
to acquaintances Bank 4.0 yg saya gunakan ini
kepada teman-teman saya
Klaus & Maklan (2013);
42 Mbama et al (2018) (WOM5.2) Saya akan
mendorong teman untuk
menggunakan layanan Bank 4.0
seperti yg saya gunakan

43 (WOM6) Giving High (WOM6.1) Saya akan menilai


NPS "Bintang 5" atas layanan Bank
4.0 yang saya gunakan ini.
Klaus & Maklan (2013);
Mbama et al (2018)

Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction)

44 (CS1) The Sense of (CS1.1) Menu pada aplikasi


Fulfilment Bank 4.0 yang saya gunakan
saat ini, sesuai dengan yang
Keisidou et al. (2013); saya butuhkan.
Vesel and Zabkar (2009);
45 Oliver (1980); Kotler (CS1.2) Layanan Bank 4.0 yang
(2003)
saya gunakan saat ini, sesuai
dengan harapan saya.

46 (CS2) Fewer (CS2.1) Tidak ada perlu saya


complaints keluhkan atas aplikasi Bank 4.0
yg saya gunakan ini
Bearden dan Teel (1983);
Fornell et al (1996)
47 (CS3) Overall (CS3.1) Secara umum layanan
satisfaction with Bank 4.0 yang saya gunakan ini,
products and services sudah memuaskan saya

Fathollahzadeh et al.
(2011); Mbama et al
(2018); Keisidou et al.
(2013); Klaus & Maklan
(2013); Amin (2016); Jun
& Palacios (2016); Bolton
(1998); Fornell (1992)
209

Niat Pelanggan (Continuence Intention)

48 (CI1) Continuously (CI1.1) Saya akan terus


using the services of gunakan layanan Bank 4.0 ini
certain banks for a dimasa yang akan datang
long period of time

Mbama et al (2018),
Keisidou et al. (2013);
Liang et al. (2009); Klaus
& Maklan (2013);
Ahluwalia et al.(2000);
Ladhari et al. (2011);
Akhter et al.(2011)

49 (CI2) Repetitive (CI2.1) Jika aplikasi Bank 4.0


purchasing of yang saya gunakan ini
products and services menawarkan produk baru, saya
akan menggunakannya lagi
Akhter et al., 2011

50 (CI3) Consider bank (CI3.1) Saya akan memilih


as the first choice to aplikasi Bank 4.0 yang saya
buy – services gunakan saat ini, sebagai pilihan
pertama layanan perbankan.
Mbama et al, 2018; Klaus
51 & Maklan (2013) (CI3.2) Saat ini, saya lebih
banyak menggunakan aplikasi
Bank 4.0 ini, dibanding layanan
konvensional.
210

LOA JURNAL RJOAS


211

PUBLIKASI JURNAL RJOAS Hal 1


Crossref DOI: 10.18551/rjoas.2020-08.12
212

LOA JURNAL APMBA


213

PUBLIKASI JURNAL APMBA Hal 1


https://apmba.ub.ac.id/index.php/apmba/article/view/377/288

Anda mungkin juga menyukai