Kalau ditanya kenapa harus dia, karena dia menenangkan. Tidak tahu apa yang
membuat dia bisa membuat aku setenang itu ketika menceritakan banyak hal yang
belum tentu bisa aku ceritakan dengan orang lain. Mungkin, dia jauh dari kata
sempurna bagi orang yang tidak mengenalnya. Tapi bagiku, dia sosok yang aku cari
selama ini. Dia sangat sempurna, dia berbeda. Ya, aku hanya mau dia
Awalnya aku tidak pernah terpikir bisa jatuh cinta sedalam ini dengan dia. Tetapi,
tiga tahun bukan waktu yang sedikit. Banyak pertanyaan yang selalu menghantuiku
hingga saat ini. Mengapa dia menjauhiku? Mengapa dia tidak menjawab semua
pertanyaanku. Pertanyaan yang selama ini aku tahan tapi sudah sejauh ini, aku sudah
terlanjur jatuh hati sedalam ini. Mas, kita ini sebenarnya apa?. Apa akan ada masa
depan untuk kita? Kita bukan lagi anak SMA yang sibuk bergelut dengan masa cinta
monyet kan?
Aku terlalu percaya diri dengan semua jawaban yang bertahun-tahun aku
pertanyakan. Kamu jauh lebih memilih untuk menghentikan perjalanannya. Kamu jauh
lebih memilih untuk meneruskan perjuanganmu sendirian. Memperjuangkan masa
depan katamu. Jadi selama ini aku bukan termasuk bagian masa depan yang kamu
perjuangkan.
Aku berusaha selalu untuk tidak mengetahui apapun lagi tentangmu, tapi aku bisa
apa? Yang hilang itu ragamu yang tidak lagi terlihat di depan mataku itu wajahmu.
Sedangkan selama ini aku menyayangimu menggunakan hati, sampai detik ini hati aku
memilih kamu. Kamu kapan pulang mas?
“Hai, suara kamu bagus, aku tidak sengaja melihat kamu sedang siara tadi”
Aku menghentikan makan sejenak untuk mempersilahkan dia duduk “oh, tentu.
Silahkan”
“Hehe iya”
“Wah hebat banget kamu, masih kuliah tapi sudah berani kerja ya”
“haha berarti lagi di fase mau berhenti kuliah atau lanjut kan”
“Iya dong”
“Aku kerja. Biasa serabutan. Kalau bahasa kerennya sih Freelance aja”
“Hahah santai, boleh aku minta nomor whatsApp kamu? Siapa tahu kalau lagi istirahat
bisa makan siang bareng”
“Boleh, 0896xxxxxx”
“Eh, maaf aku ada kuliah siang ini, aku tinggal gapapa kan?”