Anda di halaman 1dari 3

AKAN TIBA WAKTUNYA BAHAGIA

Terkadang, ada banyak hal yang semestinya hanya kita pendam saja. Tanpa memberitahukan

kepada orang lain mengenai apa yang kamu rasakan, apa yang sedang terjadi dalam hidupmu saat ini.

Kamu hanya butuh ruang untuk tenang.

Aku Reina, sang gadis yang sederhana namun memiliki semangat juang yang tinggi. Namun,

tentu saja sesekali rasa jenuh dan keluh itu terjadi. Tapi, tidak apa-apa. Semua itu akan terlewati , aku

yakin bukan hanya aku saja yang mengalami hal yang demikian. Semua, sedang berjuang dengan

ujiannya masing-masing.

Seperti sahabatku yang satu ini Karin namanya. Dia humoris, ramah dan super baik hati. Tapi,

dia sering kali tidak bisa mengontrol emosinya. Sampai gunung saja mungkin bisa meletus olehnya.

Kami adalah dua orang yang berbeda. Tapi punya mimpi yang sama. Sama-sama ingin bahagia, sama-

sama ingin berkelana. Entah kemana, tapi kami tahu untuk menjadi seperti itu tidak mudah

Akan aku kenalkan dahulu sahabat terbaikku yang satu ini. Selain dia cantik, dia juga bisa bela

diri, aku sangat bangga padanya. Meskipun, masih saja ia sering merasa bahwa ia tidak bisa apa-apa.

Bagiku, hadirnya dalam hidupku adalah bukti bahwa ia luar biasa

Ada banyak hal yang dunia tidak ketahui mengenai kami berdua. Terutama pasal percintaan,

kami memang belum menemukan orang bisa kami sebut rumah. Ada banyak pertanyaan, mengapa

sering kali tidak berhasil dalam hal percintaan?. Kami pun tidak tahu, saat ini mungkin memang belum

saatnya

Aku misalnya, sudah berusaha untuk menaruh hati, namun berulang kali gagal. Karin pun juga

seperti itu. Mungkin, pengalaman dan banyak kejadian yang terjadi sama persis membuat kami saling

menguatkan. Aku siap jadi penopang utama bagi Karin. Dan, Karin pun juga seperti itu.
Karin, seringkali dianggap kasar. Padahal, dibalik dia yang seperti itu, sejatinya ada hati yang

rapuh. Namun, seringkali ia tutupi. Berbeda denganku sebab aku tak punya keahlian bela diri apapun.

Bagiku, selama Karin ada, duniaku akan baik-baik saja. Karena dia segalanya.

Begitulah persahabatan kami, saling melengkapi dan saling menguatkan. Hanya Karin yang

tahu bagaimana aku yang sebenarnya. Begitupun denganku, hanya aku yang tahu. Bagaimana Karin yang

sesungguhnya.

“Kamu kenapa? Kenapa story mu sedih terus?”

Seketika ada satu pemberitahuan WhatsApp masuk, itulah Karin, dia memang paling tahu aku,

tanpa aku cerita apapun dia tahu, bahwa aku sedang tidak baik-baik saja.

“Tidak apa-apa, aku hanya butuh tenang beberapa saat” balasku

“Ayok kita ke Pantai, indah sekali Pantai hari ini. Sambil kita beli bakso, seblak, kamu kan suka makan.

Aku tahu kamu pasti suka”

“Ayok”

Aku, bukanlah orang yang se-ekspresif Karin, aku jauh lebih tidak ingin berbicara apapun saat aku

sedang merasa lelah. Ya, meskipun sering kali aku menuliskan motivasi di media sosialku. Itu hanya aku

tidak ingin orang merasakan hal yang sama denganku. Begitulah caraku tenang, begitulah caraku

bahagia. Sejak dulu, sajak adalah rumah dan hanya dengan itu aku bisa mengekpresikan setiap apa yang

aku rasakan. Daripada, aku harus bercerita panjang lebar dengan orang lain. Lebih baik aku tuliskan, aku

pun bingung mungkin karena sudah terbiasa seperti itu. Aku sudah lama tidak merasakan

kebahagiaanku seperti dulu.


Ternyata suatu kejadian yang buruk dapat merubah pribadi seseorang. Dari seseorang yang humoris,

percaya diri, aktif. Kini menjadi pribadi yang berbeda, lebih banyak diam daripada berbicaranya. Sulit

untuk terbuka dengan orang yang baru kenal. Apalagi bercerita mengenai pahitnya pengalaman yang

terjadi.

Terkadang, aku juga ingin seperti orang lain. Bebas kemanapun aku mau, mengekpresikan diri tanpa

harus ada yang mencaci. Sebenarnya ia tidak perlu diagung-agungkan, tidak juga ingin minjadi artis. Aku

hanya butuh teman. Sebab, selama ini aku selalu sendirian. Melakukan semuanya hanya dirumah,

melakukan semua hobi yang aku suka dirumah.

Sesekali melihat story teman-teman yang lain. Akupun juga ingin jalan-jalan. Tapi, entahlah. Mungkin itu

hanya mimpiku saja. Terkadang aku jenuh sendirian, aku butuh teman. Tapi tidak apa-apa ayahku selalu

berkata “Kamu jangan jadi anak yang nakal”, begitu juga dengan ibuku yang selalu mengingatkanku

“Nak, jangan mengecewakan ayah dan ibu ya”. Aku hanya bisa termenung dan sambil memikirkan

beberapa pertanyaan yang selalu memutar dikepalaku “Apa aku bisa ya?”, “Setelah ini aku ingin

kemana?”. Sejujurnya aku takut sekali menghadapi dunia yang semakin lama semakin kejam untuk aku

yang masih saja sering lemah. Tapi, aku selalu ingat janjiku kepada kedua orangtuaku untuk tidak akan

pernah membuat mereka kecewa dan malu memiliki anak sepertiku

Anda mungkin juga menyukai