Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TRANSAKSI ELEKTRONIK

DALAM ETIKA BISNIS

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok


Matakuliah ETIKA PROFESI

Dosen Pembimbing:
ASHABUL FADHLI S.H.I., M.H.I

OLEH KELOMPOK 11:

1. FAHCRUR RAZI 18101152610401


2. HUSNUL KHATIB 18101152610408

3. RAHMAT AL HIDAYAT 18101152610418

4. SONIA FRADELLA 18101152610425

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI


FALKUTAS ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA “YPTK”
PADANGTAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,sehingga makalah ini dapat di
selesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Atas dukungan moral dan
materi yang telah diberikan dalammakalah ini, maka kami ucapkan terima
kasih

Makalah ini penulis rangkum dari berbagai sumber ilmu seperti buku
dan internet. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan penulis, maka kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kebaikan dimasa
mendatang. Penulisberharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca
tetutama bagi penulis sendiri. Amiin.

Terima kasih kepada bapak Ashabul Fadhli, S.H.I, M.H.I selaku dosen
pembimbing HAKI yang telah membimbing dan memberikan bahan untuk
makalahini.

Padang, 11 Januari2022

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdagangan elektronik (e-commerce) adalah konsep dan proses
perdagangan yang telah diterima oleh masyarakat yang secara fundamental
telah mengubah kehidupan manusia saat ini. E-commerce merupakan salah
satu revolusi Teknologi Informasi dan komunikasi yang utama di bidang
ekonomi saat ini. Model perdagangan elektronik ini telah memberikan
manfaat besar bagi masyarakat dan telah menyebar digunakan dengan cepat
oleh masyarakat di seluruh dunia. Perdagangan elektronik telah menerobos
batasan-batasan yang ada dalam bisnis tradisional.

Pemerintah Republik Indonesia menargetkan pada 2020 nanti, nilai dari


ekonomi digital Indonesia mencapai sekitar 130 miliar dollar Amerika
Serikat (USD), atau kurang lebih 11% dari produk domestik bruto (PDB).
Ekonomi berbasis digital menjadi masa depan Indonesia karena digital
economy memberikan tingkat efisiensi dan efektifitas yang tinggi.
McKensey&Company pada bulan Agustus 2018 melaporkan, pasar
ecommerce Indonesia diproyeksikan akan tumbuh hingga delapan kali lipat
dalam kurun waktu 5 tahun dari 2017 hingga 2022, dari 8 miliar USD
pembelanjaan pada 2017 menjadi 55 miliar USD hingga 65 miliar USD
pada thaun 2022. Proyeksi ini mirip dengan apa yang sudah dialami oleh
Tiongkok antara tahun 2010 sampai dengan 2015. Penetrasi e-commerce
akan meningkat menjadi 83% dari pengguna internet pada tahun 2022, dari
74% hari ini, dengan sekitar 25% dari pengguna ini menyelesaikan
pembelian. Secara paralel, pengeluaran individu rata-rata akan meningkat
dari 260 USD per tahun menjadi 620 USD per tahun pada tahun 2022. Hal
ini dikarenakan kepercayaan konsumen terhadap ekosistem e-commerce
meningkat dan lebih banyak UMKM daring yang datang dan menyediakan
berbagai produk yang semakin luas dan terjangkau, serta pilihan jasa
pengiriman logistik yang andal.(Gandara, 2018)
Diantara keunggulan yang dapat dihadirkan antara lain berkaitan
dengan store atmosphere, etika bisnis dan kualitas produk. Store
atmosphere adalah suasana toko yang meliputi penataan ruang sebaik
mungkin untuk menciptakan suasana yang nyaman saat konsumen
berbelanja. Etika bisnis merupakan seperangkat nilai tentang baik dan
buruk, benar dan salah dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip
moralitas. kualitas produk adalah kemampuan suatu produk dalam
melaksanakan fungsi dan kinerjanya yang dapat memenuhi kebutuhan dan
keinginan pelanggan(Dahmiri & Bhayangkari, 2020).

Etika bisnis (Ruslang et al., 2020) adalah sesuatu yang menjadi bagian
penting pada bisnis digital. Bisnis maupun etika bukanlah dua hal yang
bertentangan, karena bisnis sebagai simbol perwujudan urusan keduniaan
juga merupakan tabungan ukhrawi. Artinya, jika orientasi bisnis dan upaya
tabungan akhirat diniatkan untuk kepatuhan kepada Allah, maka bisnis
dengan sendirinya harus sejalan dengan konsep-konsep akhlak yang
berdasarkan keyakinan kepada hari akhirat. Bahkan dalam Islam, definisi
bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan keduniaan semata, tetapi mencakup
juga keseluruhan pada kegiatan seseorang di dunia yang “dibisniskan”
(diniatkan sebagai ibadah) untuk mencapai falah dan pahala akhirat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu cakupan Etika Bisnis ?
2. Apa saja prinsip dari Etika Bisnis ?
3. Apa saja tantangan umum Bisnis di bidang TI ?
4. Bagaimana Penerapan UU perlindungan konsumen dalam berbisnis ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui cakupan Etika Bisnis.
2. Agar memahami prinsip-prinsip dari Etika Bisnis.
3. Agar dapat memahami tantangan umum Bisnis di bidang TI.
4. Untuk mengetahui penerapan UU perlindungan konsumen dalam
berbisnis.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Cakupan Etika Bisnis

Isu-isu yang dicakup oleh etika bisnis meliputi topik-topik yang luas. Isu-

isu ini dapat dikelompokkan ke dalam 3 dimensi atau jenjang, yaitu:

1. Sistemik.

2. Organisasi.

3. individu.

Isu-isu sistemik dalam etika bisnis berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan

etika yang timbul mengenai lingkungan dan sistem yang menjadi tempat

beroperasinya suatu bisnis atau perusahaan: ekonomi, politik, hukum, dan

sistem-sistem sosial lainnya. Isu-isu organisasi dalam etika bisnis berkenaan

dengan pertanyaan-pertanyaan etika tentang perusahaan tertentu. Sementara

itu, isu-isu individu dalam etika bisnis menyangkut pertanyaan pertanyaan

etika yang timbul dalam kaitannya dengan individu tertentu di dalam suatu

perusahaan. Manajemen beretika, yakni bertindak secara etis sebagai seorang

manajer dengan melakukan tindakan yang benar (doing right thing).

Manajemen etika adalah bertindak secara efektif dalam situasi yang memiliki

aspek-aspek etis. Situasi seperti ini terjadi di dalam dan di luar organisasi

bisnis. Agar dapat menjalankan baik manajemen beretika maupun manajemen

etika, para manajer perlu memiliki beberapa pengetahuan khusus.

Banyak eksekutif bisnis menganggap kultur korporat yang mereka pimpin,

adalah sesuatu yang mereka inginkan. Mereka membuat lokakarya untuk

mendefinisikan nilai-nilai dan proses-proses, menuliskan misi dan tujuan


perusahaan pada poster, menyediakan sesi-sesi orientasi untuk pegawai baru,

guna menjelaskan tujuan perusahaan dan lain-lain. Bahkan, ada yang mencetak

statement nilai-nilai perusahaan di balik kartu identitas sebagai pengingat bagi

para pegawai. Semua itu memang penting dilakukan. Namun, ada hal yang

lebih penting yang kerap dilupakan pemimpin bisnis. Kultur perusahaan

sebenarnya didefinisikan oleh perilaku para eksekutif. Pegawai meniru

perilaku bos karena boslah yang menilai, menggaji, dan mempromosikan

mereka. Maka, para pemimpin tertinggi pada akhirnya bertanggung jawab atas

kultur organisasinya, termasuk kultur etikanya. Memang benar, pegawai secara

individual bertanggung jawab atas perbuatannya. Mereka digerakkan

seperangkat nilai-nilai atau prinsip-prinsip internal sendiri.

B. Prinsip-prinsip Etika Bisnis

PRINSIP UMUM Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus

ditempuh perusahaan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus

dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah timbulnya

ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau

operasi perusahaan. Muslich (1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip

etika bisnis sebagai berikut :

1. PRINSIP OTONOMI

Prinsip otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk

mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya

tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Atau

mengandung arti bahwa perusahaan secara bebas memiliki


wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan

pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya. Contoh

prinsip otonomi dalam etika binis : perusahaan tidak tergantung pada

pihak lain untuk mengambil keputusan tetapi perusahaan memiliki

kekuasaan tertentu sesuai dengan misi dan visi yang diambilnya dan

tidak bertentangan dengan pihak lain.

2. PRINSIP KEJUJURAN Kejujuran merupakan nilai yang paling

mendasar dalam mendukung keberhasilan perusahaan. Terdapat tiga

lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa

bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak

didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-

syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran

barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga,

jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan. Contoh

prinsip kejujuran dalam etika binis : prinsip yang paling hakiki

dalam aplikasi bisnis berdasarkan kejujuran ini terutama dalam

pemakai kejujuran terhadap diri sendiri. Namun jika prinsip

kejujuran terhadap diri sendiri ini mampu dijalankan oleh setiap

manajer atau pengelola perusahaan maka pasti akan terjamin

pengelolaan bisnis yang dijalankan dengan prinsip kejujuran

terhadap semua pihak terkait.

3. PRINSIP TIDAK BERNIAT JAHAT Prinsip ini ada hubungan erat

dengan prinsip kejujuran. Penerapan prinsip kejujuran yang ketat

akan mampu meredam niat jahat perusahaan itu sendiri. Contoh


prinsip tidak berniat jahat dalam etika binis : jika seseorang di dalam

perusahaan sudah menerapkan prinsip kejujuran dalam dirinya

sendiri, maka orang tersebut dalam mengendalikan niat-niat buruk

yang justru akan membuat citra perusahaan memburuk.

4. PRINSIP KEADILAN Perusahaan harus bersikap adil kepada

pihak-pihak yang terkait dengan sistem bisnis. Prinsip keadilan yang

dipergunakan untuk mengukur bisnis menggunakan etika bisnis

adalah keadilan bagi semua pihak yang terkait memberikan

kontribusi langsung atau tidak langsung terhadap keberhasilan bisnis.

Para pihak ini terklasifikasi ke dalam stakeholder. Contoh prinsip

keadilan dalam etika binis : upah yang adil kepada karyawan sesuai

kontribusinya, pelayanan yang sama kepada konsumen, dan lain-

lain,menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai

dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional obyektif,

serta dapat dipertanggung-jawabkan.

5. PRINSIP HORMAT PADA DIRI SENDIRI Prinsip hormat pada

diri sendiri dalam etika bisnis merupakan prinsip tindakan yang

dampaknya berpulang kembali kepada bisnis itu sendiri. Dalam

aktivitas bisnis tertentu ke masyarakat merupakan cermin diri bisnis

yang bersangkutan. Namun jika bisnis memberikan kontribusi yang

menyenangkan bagi masyarakat, tentu masyarakat memberikan

respon sama. Sebaliknya jika bisnis memberikan image yang tidak

menyenangkan maka masyarakat tentu tidak menyenangi terhadap

bisnis yang bersangkutan. Contoh prinsip hormat pada diri sendiri


dalam etika binis : jika para manajemennya berorientasikan pada

pemberi kepuasan kepada karyawan yang berprestasi karena

sepadan dengan prestasinya maka dapat dipastikan karyawan akan

semakin loyal terhadap perusahaan.

C. Tantangan Umum bisnis di Bidang IT

Seperti juga bisnis‑bisnis yang lain, bisnis di bidang teknologi informasi

juga bertujuan mendapatkan keuntungan yang sebesar‑besamya dari

kegiatan yang dilakukan. Hal itu bisa dipahami karena tidak ada kegiatan

bisnis yang tidak bertujuan mencari keuntungan. Namun, selain dengan

perkembangan teknologi yang begitu cepat dan perubahan yang terjadi

seperti dalam hitungan “detik” maka tentunya tujuan sebuah perusahaan

bisnis (teknologi informasi) tidak hanya memusatkan perhatian pada

pencarian keuntungan yang sebesarbesarnya. Hal itu sejalan dengan hukum

ekonomi yang mengatakan bahwa bisnis dilakukan untuk menjawab

kebutuhan masyarakat. Ika kebutuhan masyarakat berubah maka orientasi

bisnis pun bisa berubah. Hal itu. berarti pula bahwa sebuah bisnis yang

berorientasi pada pencarian keuntungan yang sebesar‑besarnya, juga harus

memperhatikan dinamika perkembangan yang ada pada masyarakat.

Perusahaan tidak sekedar mempunyai tanggung jawab ekonomi, tetapi juga

memiliki tanggung jawab sosial.

Berikut di bawah ini adalah beberapa hal yang merupakantantangan

pelaksanaan etika bisnis dalam dunia bisnis teknologi informasi seiring

dengan perubahan dan perkembangan yang sering kali tadi secara


revolusioner:

a. Tantangan inovasi dan perubahan yang cepat.

Mengingat perubahan yang begitu cepat dalam bidang teknologi informasi,

sering kali perubahan yang terjadi memberikan “tekanart” bagi masyarakat

atau perusahaan untuk mengikuti perubahan tersebut. Tidak jarang

perusahaan harus melakukan investasi dan menanamkan modal untuk

membeli peralatan‑peralatan baru demi mengikuti perubahantersebut.

Sebagai contoh, muncuinya sistern operasi Windows XP yang memiliki

stabilitas dan keandalan tinggi menuntut upgrading perangkat keras yang

dimiliki oleh perusahaan karena sistern operasi tersebut hanya bisa, berjalan

pada kornputer yang memiliki spesifikasi tinggi pula.Sementara itu,

perusahaan yang melakukan investasi sering kali mengalami masalah

karena ketidakcocokan antara keahlian tenaga kerja yang dimilikinya

dengan yang dibi‑ituhkan teknologi baru tersebut. Perusahaan yang

mencoba menolak perubahan teknologi tersebut biasanya mengalami

ancarnan yang cukup besar sehingga memperkuat alasan untuk melakukan

perubahan.

b. Tantangon pasor don pernasaran di era globalisasi.

Globalisasi menciptakan apa yang disebut lingkungan vertikal di mana

setiap perusahaan diibaratkan sebagai pernain yang harus bertanding di atas

tanah yang terus bergoyang. Tanah yang terus bergoyang, berarti pula

sebuah ketidakpastian. Hal itu akan membuat pernanfaatan peluang usaha

sernakin sulit dan kernungkinan gagal dalarn berbisnis akan sernakin

besar.Persaingan yang ketat di era globalisasi tersebut menimbulkan banyak


alasan bagi pelaku bisnis di bidang teknologi informasi untuk melakukan

konsentrasi industri, misainya dengan meningkatkan kernarnpuan saing,

memudahkan pemodalan sehingga sernboyan “ya’ng terkuat adalah yang

menang” akan berlaku di dalarn persaingan tersebut.Selanjutnya, yang

terkuat di dalarn persaingan pasar akan menjadi pernegang kunci permainan

dan sering kali menimbulkan distorsi dari tujuan semula dari sebuah

pernasaran. Monopoli adalah contoh yang paling ekstrim dari distorsi dalarn

pasar tersebut

c. Tantangan pergaulan internasional.

Sering tedadi bahwa perusahaan internasional mengambil tindakan

yang tak dapat diterima secara lokal di suatu negara. Banyak pertanyaan

mendasar bagi perusahaan multinasional, seperti kemungkinan masuknya

nilai moral budayanya ke budaya masyarakat lain, atau kemungkinan tedadi

esploitasi yang dilakukan perusahaan terhadap lubang‑lubang

perundang‑undangan dalam sebuah negara demi kepentingan mereka.

Dalam praktiknya, perusahaan internasional memengaruhi perkembangan

ekonomi sosial masyarakat suatu negara.

d. Tantangan pengembangon sikap dan tonggung jawab pribadi.

Perkembangan ilmu pengetahuan clan teknologi yang cepat,

memberikan tantangan penegakan nilai‑nilai etika clan moral setiap

individu guna mengendalikan kemajuan clan penerapan teknologi tersebut

bagi kemanusiabn. Dunia etika adalah dunia filsafat, nilai, clan moral. Dunia

bisnis adalah dunia keputusan clan tindakan. Etika bersifat abstrak clan

berkenaan dengan persoalan baik clan buruk, sedangkan bisnis adalah


konkret clan harus mewujudkan apa yang telah diputuskan. Hakikat moral

adalah tidak merugikan orang lain. Artinya, moral senantiasa bersifat positif

atau mencari kebaikan.

Etika bisnis juga “membatasi” besarnya keuntungan, sebatas tidak

merugikan masyarakat. Kewajaran merupakan ukuran yang relatif, tetapi

harus senantiasa diupayakan. Etika bisnis bisa mengatur bagaimana

keuntungan digunakan. Meskipun merupakan hak, pengunaan keuntungan

harus pula memperhatikan kebutuhan dan keadaan masyarakat sekitarnya.

e. Tantangan pengembangan sumber daya manusia.

Sebuah institusi bisnis, tidak hanya memiliki uang untuk kepentingan

bisnis, tetapi juga sumber daya manusia yang berguna bagi pengembangan

bisnis tersebut. Bisnis memiliki manajer yang berkompeten, tenaga

keuangan yang profesional, tenaga ahli yang terampil, dan semua saling

mendukung demi keberhasilan sebuah bisnis.Sebagai salah satu jenis bisnis

yang tergolong baru, tentunya bisnis ini memiliki sumber daya manusia

yang terbatas. Orientasi bisnis yang kurang tepat, terkadang

mengeksploitasi sumber daya yang terbatas tersebut dan memanfaatkannya

secara maksimal untuk mencari keuntungan. Namun, lebih dari itu bisnis

diharapkan tidak sekedar mengeksploitasi sumber daya untuk kepentingan

jangka pendek saja. Ia juga harus memeliharanya demi kepentingan

masyarakat ke depan dan eksistensi bisnis jangka panjang.


D. Penerapan UU Perlindungan Konsumen dalam Berbisnis

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Perlindugan Konsumen diatur dengan UU 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen. UU 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen perumusannya mengacu pada filosofi pembangunan nasional

bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang

memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka

membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah

kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi

negara Undang-Undang Dasar 1945.

Pengertian Konsumen dalam UU Perlindungan Konsumen adalah

Konsumen Akhir. Hal ini dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 1 angka 2 UU

8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu bahwa di dalam

kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara.

Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk,

sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu

produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya.

Pengertian Konsumen dalam Undang-undang ini adalah konsumen akhir.

5 Asas Perlindungan Konsumen dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen:

• Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya

dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan


manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku

usaha secara keseluruhan.

• Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat

diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada

konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan

melaksanakan kewajibannya secara adil.

• Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan

antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti

materiil ataupun spiritual.

• Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk

memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada

konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang

dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

• Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun

konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin

kepastian hukum.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Di dalam persaingan dunia usaha yang sangat ketat ini, etika bisnis

merupakan sebuah harga mati, yang tidak dapat ditawar lagi. Dalam zaman

keterbukaan dan luasnya informasi saat ini, baik-buruknya sebuah dunia

usaha dapat tersebar dengan cepat dan luas.

Ketatnya persaingan bisnis menyebabkan beberapa pelaku bisnisnya

kurang memperhatikan etika dalam bisnis. Etika bisnis mempengaruhi tingkat

kepercayaan atau trust dari masingmasing elemen dalam lingkaran bisnis.

Pemasok (supplier), perusahaan, dan konsumen, adalah elemen yang saling

mempengaruhi.

B. Saran

Penulis menyadari tentang penyusunan makalah, tentu masih banyak

kesalahan dan kekurangan, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya

rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah

ini.Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman memberikan kritik

dan saran yan membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini

dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.Semoga

makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang

budiman pada umumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Dahmiri, D., & Bhayangkari, S. K. W. (2020). Pengaruh Store Atmosphere, Etika


Bisnis dan Kualitas Produk Terhadap Kepuasan Konsumen. Eksis: Jurnal
Ilmiah Ekonomi Dan Bisnis, 11(1), 1.
https://doi.org/10.33087/eksis.v11i1.177

Gandara, G. (2018). Kajian Etika Bisnis Pada Industri E-Commerce Di Indonesia.

Ruslang, R., Kara, M., & Wahab, A. (2020). Etika Bisnis E-Commerce Shopee
Berdasarkan Maqashid Syariah Dalam Mewujudkan Keberlangsungan
Bisnis. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(3), 665.
https://doi.org/10.29040/jiei.v6i3.1412

http://repository.petra.ac.id/18412/1/Publikasi1_10001_4781.pdf
Lembar Pertanyaan

1. Sebutkan dan Jelaskan Tingkatan dari cakupan etika bisnis!

2. Bagaimana menurut pendapat anda tentang prinsip prinsip dari etika bisnis yang
terjadi di indonesia!

3. Jelaskan hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha dalam menjalankan
usaha/ bisnis sesuai ketentuan undang-undang nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen

4. Sebutkan pengertian konsumen dalam UU perlindungan konsumen, dan jelaskan


Asas-asas perlindungan konsumen yang terdapat pada UU perlindungan
konsumen!

Anda mungkin juga menyukai