Anda di halaman 1dari 7

FAKTOR PERGAULAN BEBAS DI KALANGAN REMAJA

DI DESA ATUE, KECAMATAN MALILI, KABUPATEN LUWU TIMUR

Disusun Oleh:
Annur Musfira
(2001020027)

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALOPO
2022
A. Latar Belakang
Pergaulan bebas merupakan penyakit sosial yang menjangkit sebagian remaja
masa kini dan terus menjadi kasus yang tak terselesaikan. Pergaulan bebas diartikan
oleh Katono sebagai gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh bentuk
pengabaian sosial, yang mengakibatkan seorang remaja melakukan perilaku
menyimpang.1 Pergaulan bebas oleh remaja seringkali menunjukkan suatu bentuk
kenakalan remaja yang menimbulkan dampak-dampak negatif seperti terjadinya
tawuran antar remaja, mengkonsumsi obat-obat terlarang, melakukan seks diluar
pernikahan, dan berbagai bentuk penyimpangan yang melanggar norma dan aturan
yang berlaku.
Peneliti memfokuskan penelitian ini pada faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan remaja di Desa Atue, sehingga terjerumus dalam pergaulan bebas. Dan
juga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai
penyebab seorang siswa melakukan kenakalan remaja.
Setelah peneliti melakukan penelitian lebih lanjut terkait faktor penyebab
remaja terjebak dalam pergaulan bebas, penulis menemukan faktor penyebab lain
selain karena adanya bentuk pengabaian sosial yang banyak diteliti.
B. Permasalahan Riset
1. Faktor-faktor apa saja yang membuat seorang remaja terjerumus dalam
kehidupan pergaulan bebas?
2. Bagaimana tanggapan masyarakat Desa Atue terhadap remaja yang terjebak
dalam pergaulan bebas?
3. Bagaimana contoh pergaulan bebas remaja di Desa Atue?
C. Metode Riset
1. Observasi
Data penelitian diperoleh melalui observasi tertutup di Desa Atue, Kec.
Malili, Kab. Luwu Timur. Observasi tertutup atau terselubung akan memungkinkan
peneliti menangkap kejadian yang sesungguhnya karena dengan metode ini, individu
atau kelompok yang diteliti tidak menyadari bahwa ia diamati.2

1
https://www.gramedia.com/literasi/pergaulan-bebas/
2
Rendy Wira Juniarta, “METODE OBSERVASI DAN INTERVIEW (WAWANCARA)”, Share Bareng, 2014

1
2. Wawancara
Tehnik wawancara yang digunakan peneliti yaitu wawancara tidak terstruktur.
Wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara bebas dimana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
lengkap. Pedoman wawancara yang peneliti gunakan hanya menarik garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan kepada informan.3

D. Hasil Riset
1. Faktor Remaja Terjerumus dalam Pergaulan Bebas.
Hasil wawancara peneliti dengan informan di lapangan:
a. Eppi (laki-laki, usia 26 tahun, pemuda desa) ia mengatakan,
“Kebanyakan remaja di Desa kita ini terjerumus dalam pergaulan
bebas itu karena kurangnya kontrol sosial dan penyebabnya itu 50%
masalah orang tua, 30% dari pergaulan (dalam sekolah), dan 20% dari
pergaulan (luar sekolah). Dan remaja itu mudah tergiur dengan
pergaulan bebas yang awalnya hanya mencoba lalu lama-lama menjadi
nyaman berada dalam dunia kebebasan itu.”
b. Reni (Reni, usia 23 tahun, Mahasiswi sekaligus pemuda desa) ia
beranggapan bahwa terkadang ada remaja yang kurang bersyukur.
Dari segi pendidikan mereka mampu dan orang tua mensupport namun
ia lemah ketika dihadapkan pada dunia luar yang bebas. Mungkin yang
menjadi faktor adalah kurang pertahanan dirinya dan lemahnya iman
sehingga mudah terhasut.
c. Kifli (laki-laki, usia 22 tahun, pegawai kantor desa Atue) ia
berpendapat bahwa, “Anak remaja di desa Atue mudah terpengaruh
oleh teman diluarnya apalagi teman mereka yang putus sekolah
memang tidak selamanya yang putus sekolah itu buruk namun
seringkali siswa itu mencontohi yang buruknya dan mungkin juga
faktor kurangnya pengawasan orang tua.”

2. Tanggapan Masyarakat
3
Sugiyono, METODE PENELITIAN PENDIDIKAN…….hal. 319-320

2
a. Eppi (laki-laki, usia 26 tahun, pemuda desa) ia beranggapan, bahwa
“Pergaulan remaja sebagian siswa/i di desa Atue ini bisa dikatakan
kurang sehat karena banyak kasus penyimpangan yang terjadi akhir-
akhir ini. Sudah ada juga kasus seks diluar nikah. Sebenarnya
pergaulan bebas ini tidak memandang usia. Mau itu remaja SMP atau
SMA. Namun memang kebanyakan yang didapati itu dari kalangan
siswa/i menengah ke atas. Yang paling fatal adalah seorang siswa
SMA pernah saya dapati menggunakan pil ekstasi dan tak jarang juga
siswa SMP ngerokok sepulang sekolah dan para remaja itu biasanya
ngumpul di depan toko yang sekarang sudah tidak beroprasi lagi di
pinggir jalan poros.”

b. Sakira (perempuan, usia 54, IRT) mengatakan, “Saya selaku Ibu dari
anak saya yang juga merupakan siswa SMA, menganggap pergaulan
bebas ini adalah hal yang sangat banyak kasusnya, remaja terkadang
melakukan kenakalan remaja yah tentu karena dari pergaulannya yang
salah. Kadang juga remaja berusaha mencari jati dirinya dengan
melakukan hal-hal negatif yang dianggapmya keren dan gaul. Namun,
Alhamdulillah saya selalu memberi anak saya edukasi mengenai
pergaulan yang sehat di sekolahnya maupun diluar sekolahnya.
Misalnya mengikuti kegiatan yang menunjang prestasi, memasuki
organisasi yang mampu mengasah skill, dan tidak apa-apa sesekali
bermain diluar dengan teman sebaya asal tahu batasan-batasannya.”
c. Abdul Hamid (laki-laki, kepala desa Atue), mengatakan, “Remaja
terkadang menjadikan tempat wisata kolam renang sebagai tempat
mereka melakukan tindakan-tindakan menyalahi aturan, seperti dulu
saya pernah menemukan botol minuman di sekitar kolam renang, yang
tentunya itu adalah perbuatan para remaja yang tidak bertanggung

3
jawab. Jadi, kami selaku pemerintah Desa telah melakukan
pengamanan disekitar tempat wisata.”
3. Contoh Kasus Akibat Pergaulan Bebas Remaja SMA di Desa Atue.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti di lapangan, dapat
menyimpulkan contoh kasus sebagai berikut:
a. Memakai pil ekstasi (seperti: Tramadol, Komix yang dikonsumsi
melebihi dosisnya, dan obat-obatan berbahaya lainnya.)
b. Minum-minuman alkohol.
c. Seks diluar nikah yang berakibat pernikahan usia dini.
d. Kumpul kebo tanpa manfaat positif.
e. Remaja usia dibawah 17 tahun sudah merokok.
E. Pembahasan
1. Argumen Peneliti Terkait Hasil Penelitian
Peneliti berasumsi bahwa pergaulan bebas yang terjadi di Desa Atue,
Kecamatan Malili, Luwu Timur, sudah seharusnya ditindaklanjuti dan
diperhatikan oleh pemerintah, agar perilaku-perilaku menyimpang yang
melanggar norma tidak lagi terjadi di Desa Atue. Maraknya kasus pergaulan
bebas juga disebabkan kurangnya pensosialisasian mengenai bahaya pergaulan
bebas.
Berdasarkan hasil observasi, peneliti melihat banyaknya remaja
siswa/i sekolah menengah yang putus sekolah akibat terpengaruh pergaulan diluar
sekolah dan kurangnya edukasi yang diperoleh dari sekitarnya perihal pentingnya
pendidikan. Terkadang ada siswa yang memang didasari oleh keinginan sendiri
untuk putus sekolah karena lebih senang hidup tanpa aturan di sekolah dan juga
tanpa tugas-tugas sekolah yang membebani mereka. Dan orang tua yang juga
masa bodoh dengan pilihan anaknya yang ingin putus sekolah.
Menurut peneliti, usia remaja siswa/i sekolah menengah atas adalah
masa dimana remaja tersebut mengalami banyak perubahan dalam dirinya. Dan
jika mereka tidak bisa mengendalikan hal tersebut, maka timbullah rasa ingin
mencari tahu apa yang sebenarnya harus mereka lakukan di usia remaja tersebut.
Karena itulah timbul rasa penasaran ingin mencoba sesuatu yang mereka anggap
keren, gaul, kekinian, namun tanpa mereka sadari telah merusak moral dan
melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat dan bangsa.
2. Solusi yang Ditawarkan Peneliti

4
Sebagian remaja yang terjebak dalam dunia pergaulan bebas
seringkali disebabkan oleh lingkungan sekitarnya, termasuk keluarga. Keluarga
menjadi peran penting yang mampu bembentuk karakter anak kedepannya. Solusi
yang dapat peneliti berikan yaitu, keluarga terutama orang tua seorang siswa/i
seharusya mampu menjadi sekolah pertama dan rumah bernaung yang nyaman
seorang anak agar tidak mudah mencari kenyamanan dilingkungan luarnya yang
mereka tidak ketahui asal usul dan dampaknya.
Pemerintah seharusnya rajin mengadakan sosialisasi di Desa Atue,
mengenai Bahaya Pergaulan Bebas dan Dampak-Dampak dari Pergaulan Bebas
agar ketika siswa itu keluar dari lingkungannya, ia memiliki tameng agar tidak
mudah terpengaruh hal-hal yang dapat merusak masa depan siswa itu sendiri
apalagi jika sudah di tingkatan sekolah menengah atas, dimana seharusnya
seorang siswa/i itu seyogianya sibuk merakit mimpi dan berjuang untuk
menghadapi zaman yang semakin mudah meninabobokkan para remaja.
Kemudian teruntuk para remaja terutama yang telah mengenyam
pendidikan di sekolah menengah atas, teruslah menyibukkan diri dengan hal-hal
yang mampu menunjang potensi dan skill yang ada dalam diri, dengan mencari
tahu apa minat yang digemari dan belajar mengasahnya.

F. Penutup
1. Simpulan
Setelah melakukan penelitian berdasarkan judul “Faktor Pergaulan
Bebas di Kalangan Remaja di Desa Atue, Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu
Timur” maka peneliti menarik kesimpulan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
yaitu:
a. Kurangnya kontrol sosial dan kontrol orang tua
b. Kurang bersyukur dengan kehidupan yang dijalani
c. Adanya rasa penasaran ingin mencoba dunia luar
d. Adanya rasa ingin dianggap keren, gaul, dan kekinian
e. Kurangnya sosialisasi pemerintah terhadap bahaya pergaulan bebas

5
DAFTAR PUSTAKA

Ananda. 2022. “Pengertian Pergaulan Bebas: Ciri, Penyebab, Dampak dan Cara
Mencegah” https://www.gramedia.com/literasi/pergaulan-bebas/ diakses
pada 07 Desember 2022.
Juniarta, Rendy Wira. 2014. “METODE OBSERVASI DAN INTERVIEW
(WAWANCARA)”, http://rendywirajuniarta.blogspot.com/2014/01/sekilas-
mengenai-metode-observasi-dan.html?m=1 diakses pada 07 Desember 2022.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. (Bandung : CV. Alfabeta, 2013), hal. 15

Anda mungkin juga menyukai