Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi HIV masih menjadi masalah kesehatan di dunia. Pada tahun 2016 ada
sekitar 36,7 juta pasien di seluruh dunia dimana terdapat 1,8 juta kasus baru infeksi
HIV. Pada tahun 2016 terdapat angka kematian akibat HIV/AIDS di seluruh dunia
sebanyak 1 juta orang. Data Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes
2016, jumlah infeksi HIV di Indonesia dilaporkan sebanyak 198.219 orang dan
jumlah infeksi AIDS sebanyak 78.292 orang. DKI Jakarta merupakan daerah
terbanyak penderita HIV/AIDS diikuti Jawa Timur, dan Jawa Barat. Data di Sumatera
Barat, pasien yang terinfeksi HIV berjumlah 1.515 orang dan pasien AIDS sebanyak
1.192 orang. Kota Padang penyumbang pasien AIDS terbanyak yaitu 557 orang
diikuti Bukit Tinggi 214 orang dan Agam 77 orang. Pasien yang dilaporkan
meninggal sebanyak 139 orang.1,2
HIV-1 adalah subtype yang paling banyak dari HIV, dan merupakan termasuk
dalam sub grup Lentivirinae dari retrovirus, terdiri dari 9 gen yang terpisah yang
mengkode protein struktural (gag dan env) dan elemen regulasi (pol, vif, vpr, vpu,
ver, tat dan nef). Dua komponen structural yang utama dari HIV adalah protein
selubung GP120 dan gp41. Disamping mendeteksi antigen virus, diagnosis serologi
dari infeksi HIV tergantung dari antibody yang muncul sebagai respon terhadap
elemen-lemen ini. Permukaan sel CD4 yang berikatan dengan antigen memiliki sifat
afinitas ikatan yang kuat terhadap protein selubung GP120 HIV sehingga sel CD4
menjadi target utama dari HIV. Ikatan virus dengan CD4 saja tidak cukup kuat abgi
virus untuk memasuki sel. HIV juga membutuhkan koekspresi reseptor kemokin yang
spesifik. Koreseptor utama yang dibutuhkan supaya HIV bisa memasuki sel CD4
adalah CXCR4 dan CCR5. Siklus replikasi HIV melibatkan tiga enzim yang
diproduksinya yaitu reverse transcriptase, integrase dan protease.3
Kelainan hematologi merupakan kelainan yang sering ditemukan pada pasien
dengan HIV. Anemia, trombositopenia dan leukopenia adalah beberapa di antara
kelainan hematologis yang paling umum yang ditemukan pada pasien HIV.

1
Prevalensi sitopenia cenderung sejalan dengan progresivitas infeksi HIV dari infeksi
yang asimptomatik sampai tahap lanjut AIDS.4
Anemia masih merupakan kelainan hematologis yang paling umum terlihat
pada pasien dengan infeksi HIV, terutama pada pasien HIV tahap lanjut. Dari data
32.000 pasien HIV yang tidak medapatkan pengobatan, angka kejadian anemia
meningkat setiap tahunnya sesuai dengan progresivitas infeksi HIV yaitu 3% pada
pasien yang tidak ada keluhan, 12% pada pasien dengan kadar CD4+ < 200 cell/mm 3
dan 37% pada pasien AIDS.4 Selain itu, abnormalitas jumlah neutrophil di darah
perifer telah tampak pada pasien yang terinfeksi HIV dari awal penyakit ini diketahui.
Pada tahun 1987, dari analisis hematologi pasien AIDS, dan pasangan homosexual
terinfeksi HIV yang asimptomatik, dlaporkan 30% diantaranya mengalamai
neutropenia. Pada tahun 1999, dari analisis data 10 tahun (1982-1993) dari 1870
pasien dengan HIV di Brussel, Belgia, dilaporkan 484 mengalamin neutropeni. Pada
tahun 2006, sebuah penelitian dari 533 pasien dewasa yang terinfeksi HIV, di Sub
Sahara Africa, Abidjan, ditemukan hitung neutrophil < 1500/ mm3 pada 66% pasien
selama 29 bulan periode follow up.5,6
Selain anemia, trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang sering
ditemukan pada pasien dengan HIV. Penyebab trombositopenia yang paling sering
adalah immune thrombocytopenia (ITP). ITP adalah trombositopenia didapat yang
didefinisikan sebagai hitung trombosit di bawah 100 x 10 9/ L yang disebabkan oleh
destruksi imun pada trombosit. Insiden ITP pada dewasa adalah 3,3/ 100.000 per
tahun dengan prevalensi 9,5/ 100.000. Pasien dengan kadar trombosit lebih rendah
dan umur yang lebih tua memiliki risiko perdarahan yang lebih besar.7
Trombositopenia dapat terjadi secara terpisah atau independen terhadap
sitopenia yang lain dan dapat ditemukan pada semua tahap infeksi HIV. Walaupun
sering ditemukan asimptomatik, trombositopenia pada pasien HIV dapat
menyebabkan komplikasi serius, seperti perdarahan massif. Kelainan hematologi ini
terjadi pada sekitar 30 – 40% pasien dengan infeksi HIV. Trombositopenia dapat
mengindikasikan manifestasi awal infeksi HIV dan dapat mempercepat progresifitas
penyakit menjadi AIDS atau gangguan imunologis yang menyertai.6

2
Kecurigaan adanya hubungan trombositopenia dengan infeksi HIV muncul
ketika meningkatnya prevalensi immune thrombocytopenia (ITP) pada pasien yang
terinfeksi HIV sebelum era highly active antiretroviral therapy (HAART).
Hubungan antara immune thrombocytopenia dengan HIV/AIDS pertama kali di akui
pada tahun 1982.8 Morris et al (1982) mendiagnosis 11 kasus immune
thrombocytopenia pada pasangan homoseksual.9 Sebelum era terapi anti retroviral,
angka kejadian trombositopenia pada pasien HIV diperkirakan antara 10 – 30%, dan
trombositopenia merupakan manifestasi awal HIV pada + 10% kasus.8 Dari survey
Marks et al (2009) didapatkan angka kejadian trombositopenia sebesar 3% dari 2298
pasien HIV yang telah mendapat terapi anti retrovirus. 10 Dari penelitian McDonald
(2010) 22% pasien dengan immune thrombocytopenia merupakan pasien HIV
positif. Oleh karena itu pasien – pasien dengan trombositopenia harus dipikirkan
kemungkinan terinfeksi HIV.6
Woldeamanual dan Wondimu (2018) menyimpulkan hasil penelitiannya
dengan menemukan prevalensi trombositopenia pada pasien HIV yang belum
mendapat antiretrovital adalah 25%, sementara pada pasien HIV yang sudah enam
bulan mendapat antiretroviral adalah 5,7%. Penurunan prevalensi trombositopenia
setelah pemberian terapi antiretroviral ini bisa disebabkan oleh kelainan hematologis,
infeksi oportunistik, gangguan sistem imun yang disebabkan oleh infeksi HIV
mengalami perbaikan setelah inisiasi antiretroviral.6
Dari laporan Sloan et al (1992) menyatakan bahwa 21,2 % pasien AIDS akan
mengalami trombositopenia dibandingkan dengan 9,2% pasien HIV yang tanpa
gejala, dan dari review Sullivan et al (1997) melaporkan 8,7% pasien AIDS
mengalami trombositopenia dibandingkan 1,7% pada pasien HIV tanpa gejala.11
Kejadian perdarahan berhubungan dengan keparahan penurunan jumlah
trombosit, 40% pasien HIV dengan trombositopenia akan mengalami perdarahan. 11
Satu yang harus diingat bahwa trombositopenia berkorelasi dengan prognosis yang
buruk dan perburukan yang cepat dari perjalanan penyakit HIV. Apapun yang
menyebabkannya, penurunan jumlah CD4 dan perjalanan HIV menuju AIDS lebih
cepat dan lebih sering terjadi pada pasien HIV dengan trombositopenia dibandingkan

3
dengan pasien HIV dengan jumlah trombosit yang normal.12 Angka kematian dua kali
lipat dibandingkan pasien HIV tanpa trombositopenia.13
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penurunan produksi trombosit dan
penurunan usia trombosit berkontribusi terhadap trombositopenia pada HIV.
Trombositopenia pada tahap awal HIV lebih dominan disebabkan oleh destruksi
trombosit di perifer, sedangkan pada infeksi tahap lanjut (AIDS) penyebab
trombositopenia lebih dominan karena penurunan produksi trombosit. Hal ini
disimpulkan dari penelitian yang menunjukkan pada kadar CD4 > 200 didapatkan
peningkatan destruksi trombosit di perifer sedangkan pada kadar CD4 < 200
ditemukan adanya penurunan produksi trombosit. Selain itu, peningkatan aktivasi
trombosit juga berperan penting dalam patogenesis trombositopenia pada HIV.11
Penyebab penurunan produksi trombosit pada pasien HIV sangat kompleks
dan rumit untuk dijelaskan karena berbagai variabel perjalanan penyakit HIV. Infeksi
HIV menyebabkan penurunan HPC yang progresif sehingga menyebabkan kekacuan
diferensiasi pada berbagai lineage. Trombopoietin, stimululator kuat untuk
trombopoiesis, yang biasanya meningkat jika jumlah trombosit menurun, justru
meningkat pada orang yang terinfeksi HIV namun tidak berkorelasi dengan jumlah
trombosit. Dari penelitian sebelumnya pernah dilaporkan bahwa makrofag yang
dorman di sum-sum tulang akan mengeluarkan sitokin yang memicu pertumbuhan
megakariosit dan pelepasan trombosit, sementara itu lipopolisakarida dari makrofag
yang aktif menghambat perkembangan dan pertumbuhan megakariosit, akan tetapi
mekanisme ini dalam konteks makrofag sum-sum tulang yang terinfeksi HIV belum
terlalu diketahui.11
Penurunan usia trombosit dianggap menjadi penyebab trombositopenia pada
HIV pada kondisi tidak terdapat penurunan produksi trombosit dan adanya
peningkatan pool megakaryosit di sum-sum tulang. Pengamatan kasus pertama
trombositopenia pada HIV menunjukkan bahwa grup homosexual memiliki kadar
trombosit yang berikatan dengan IgG yang lebih tinggi dibandingkan dengan grup
control serta terdapat juga peningkatan kadar kompleks imun yang mampu berikatan

4
dengan trombosit. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa trombositopenia terjadi
karena deposit komplemen non spesifik dan kompleks imun pada trombosit.3
Penjelasan yang dapat menerangkan pemendekan masa hidup trombosit pada
pasien yang terinfeksi virus HIV adalah aktivasi trombosit dan klirens trombosit yang
sudah teraktivasi dari sirkulasi. Aktivasi trombosit dapat menyebabkan kejadian
tromboemboli. Prevalensi kejadian tromboemboli pada pasien yang terinfeksi HIV
mencapai 0,26-7,6%. Risiko thrombosis vena dalam meningkat 4-10 kali lipat
dibandingkan populasi normal.11 Trombosit dapat berikatan dengan GP120 HIV-1
melalui reseptor CXCR4 dan fibronectin, dan ikatan trombosit dan HIV ini dapat
menginfeksi ke sel-sel sehingga diduga melalui mekanisme ini trombosit berperan
sebagai carier dalam penyebaran virus HIV. Interaksi antara trombosit dan HIV
menyebabkan aktivasi trombosit dan perubahan morfologi trombosit, dimana
perubahan akibat dari ikatannya dengan CXCR4 yang juga merupakan reseptor untuk
SDF-1, sebuah factor yang terlibat dalam meningkatkan aktivasi trombosit. Aktivasi
trombosit dapat dideteksi pada pasien HIV, dan tingkat aktivasi nya akan lebih tinggi
pada pasien AIDS dibandingkan pasien yang baru terinfeksi virus HIV. Trombosit
yang teraktivasi juga menjadi sumber sitokin pro inflamasi. Penelitian-penelitian
menunjukkan bahwa megakariosit lineage menjadi target langsung maupun tidak
langsung infeksi HIV dan protein-proteinnya, pada semua tahap dan perkembangan
trombosit. Hal ini akan mempengaruhi maturase dan aktivitas trombosit. Hal ini yang
menjadi penyebab kenapa trombositopenia merupakan sitopenia yang paling sering
ditemukan pada pasien yang terinfeksi virus HIV.14
Sebagian besar mekanisme yang menjelaskan terjadinya trombositopenia pada
HIV masih membutuhkan pendalaman dan penelitian yang lebih lanjut. Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka referat ini ditulis untuk meningkatkan pemahaman
tentang trombositopenia pada HIV.

5
BAB II
TROMBOSITOPENIA PADA HIV/AIDS

2.1 Epidemiologi
Infeksi HIV masih menjadi masalah kesehatan di dunia khususnya di
Indonesia dengan terus meningkatnya populasi pasien HIV/AIDS setiap tahunnya.
Pada tahun 2016 ada sekitar 36,7 juta pasien di seluruh dunia dimana terdapat 1,8 juta
kasus baru infeksi HIV. Data di Asia Pasifik didapatkan 5,1 juta pasien dengan
HIV/AIDS dengan India merupakan negara pengidap infeksi HIV/AIDS terbanyak,
dan diperkirakan terdapat 230.000 kasus baru infeksi HIV. Pada tahun 2016 terdapat
angka kematian akibat HIV/AIDS di seluruh dunia sebanyak 1 juta orang. Akses
terhadap Anti Retroviral Therapy (ART) telah semakin luas, yaitu 20,9 juta orang di
dunia telah mendapat ART sampai pertengahan tahun 2017.1

Gambar 2.1. Peta penyebaran kasus HIV di dunia.1

Data Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes 2016, jumlah


infeksi HIV di Indonesia dilaporkan sebanyak 198.219 orang dan jumlah infeksi

6
AIDS sebanyak 78.292 orang, di mana usia terbanyak sekitar 25-49 tahun yaitu
sebesar 69,7%, laki-laki lebih banyak dari wanita dengan perbandingan 3:1,
heterosesual merupakan faktor resiko terbanyak yaitu sebesar 47%. DKI Jakarta
merupakan daerah terbanyak penderita HIV/AIDS diikuti Jawa Timur, dan Jawa
Barat. Data di Sumatera Barat, pasien yang terinfeksi HIV berjumlah 1.515 orang
dan pasien AIDS sebanyak 1.192 orang. Kota Padang penyumbang pasien AIDS
terbanyak yaitu 557 orang diikuti Bukit Tinggi 214 orang dan Agam 77 orang.
Pasien yang dilaporkan meninggal sebanyak 139 orang.2

Gambar. 2.2. Peta perbandingan penderita AIDS per 100.000 penduduk di


Indonesia.2

Di awal munculnya epidemi HIV pasien datang ke pelayanan kesehatan


dengan manifestasi abnormalitas di setiap jalur produksi sel darah. HIV menginfeksi
progenitor sel hematopoietik yang multipotent, merusak lingkungan mikro di sum-

7
sum tulang dan menyebabkan disregulasi sistem imun. Proses-proses ini
menyebabkan ketidakseimbangan sitokin dan merusak faktor-faktor lain yang
diperlukan untuk hematopoiesis normal.4
Kelainan hematologi pada HIV mulai berkurang sejak dimulainya terapi
kombinasi anti retroviral. Pada pasien yang tidak mendapatkan terapi kombinasi anti
retroviral, perjalanan penyakitnya berkaitan erat dengan kejadian anemia, neutropenia
dan trombositopenia yang tinggi. Prevalensi sitopenia cenderung sejalan dengan
progresivitas infeksi HIV dari infeksi yang asimptomatik sampai tahap lanjut AIDS.4
Anemia, trombositopenia dan leukopenia adalah beberapa di antara kelainan
hematologis yang paling umum yang ditemukan pada pasien HIV. Anemia tetap
merupakan kelainan hematologis yang paling umum terlihat pada pasien dengan
infeksi HIV, terutama pada pasien HIV tahap lanjut. Dari data 32.000 pasien HIV
yang tidak medapatkan pengobatan, angka kejadian anemia meningkat setiap
tahunnya sesuai dengan progresivitas infeksi HIV yaitu 3% pada pasien yang tidak
ada keluhan, 12% pada pasien dengan kadar CD4+ < 200 cell/mm 3 dan 37% pada
pasien AIDS. Walaupun sudah medapat terapi anti retroviral, anemia masih
didapatkan pada 35% pasien.4
Abnormalitas jumlah neutrophil di darah perifer telah tampak pada pasien
yang terinfeksi HIV dari awal penyakit ini diketahui. Pada tahun 1987, dari analisis
hematologi pasien AIDS, dan pasangan homosexual terinfeksi HIV yang
asimptomatik, dlaporkan 30% diantaranya mengalamai neutropenia. Pada tahun 1999,
dari analisis data 10 tahun (1982-1993) dari 1870 pasien dengan HIV di Brussel,
Belgia, dilaporkan 484 mengalamin neutropeni. Pada tahun 2006, sebuah penelitian
dari 533 pasien dewasa yang terinfeksi HIV, di Sub Sahara Africa, Abidjan,
ditemukan hitung neutrophil < 1500/ mm3 pada 66% pasien selama 29 bulan periode
follow up.5 Neutropenia meningkat sampai >50% pada pasien dengan AIDS
dibandingkan dengan pasien dengan gejala awal HIV yang hanya sebesar 10-30%.
Neutropenia lebih sering terajadi pada pasien yang mendapat terapi anti retroviral
generasi pertama, seperti regimen yang mengandung zidovudine dan pada pasien
dengan kadar CD4+ < 200 sel/mm3.4

8
Hubungan antara immune thrombocytopenia dengan HIV/AIDS pertama kali
di akui pada tahun 1982.8 Morris et al (1982) mendiagnosis 11 kasus immune
thrombocytopenia pada pasangan homoseksual.9 Sebelum era terapi anti retroviral,
angka kejadian trombositopenia pada pasien HIV diperkirakan antara 10 – 30%, dan
trombositopenia merupakan manifestasi awal HIV pada + 10% kasus.8 Namun setelah
era terapi anti retroviral, angka kejadian ini diharapkan menurun, dan gangguan
hemopoiesis serta gangguan imunologis terkait HIV yang menyebabkan
trombositopenia dapat dicegah.15 Dari survey Marks et al (2009) didapatkan angka
kejadian trombositopenia sebesar 3% dari 2298 pasien HIV yang telah mendapat
terapi anti retrovirus.10 Dari penelitian McDonald (2010) 22% pasien dengan immune
thrombocytopenia merupakan pasien HIV positif. Oleh karena itu pasien – pasien
dengan trombositopenia harus dipikirkan kemungkinan terinfeksi HIV.6
Keterlibatan langsung trombosit dalam patogenesis HIV tampak dari berbagai
laporan yang menjelaskan hubungan antara penurunan jumlah trombosit dengan
progresi HIV. Jumlah trombosit berbanding terbalik dengan viral load plasma pada
pasien HIV, dan penurunan jumlah trombosit dapat jadi prediktor penurunan jumlah
sel T CD4+ pada pasangan homosexual. Frekuensi trombositopenia lebih tinggi pada
pasien AIDS dibandingkan pasien HIV + yang tanpa gejala. Dari laporan Sloan et al
(1992) menyatakan bahwa 21,2 % pasien AIDS akan mengalami trombositopenia
dibandingkan dengan 9,2% pasien HIV+ yang tanpa gejala, dan dari review Sullivan
et al (1997) melaporkan 8,7% pasien AIDS mengalami trombositopenia
dibandingkan 1,7% pada pasien HIV+ tanpa gejala.11

2.2 Human Immunodeficiency Virus


HIV-1 adalah subtype yang paling banyak dari HIV, dan merupakan termasuk
dalam sub grup Lentivirinae dari retrovirus, teridiri dari 9 gen yang terpisah yang
mengkode protein struktural (gag dan env) dan elemen regulasi (pol, vif, vpr, vpu,
ver, tat dan nef). Dua komponen structural yang utama dari HIV adalah protein
selubung GP120 dan gp41. Disamping mendeteksi antigen virus, diagnosis serologi
dari infeksi HIV tergantung dari antibody yang muncul sebagai respon terhadap

9
elemen-lemen ini. Permukaan sel CD4 yang berikatan dengan antigen memiliki sifat
afinitas ikatan yang kuat terhadap protein selubung GP120 HIV sehingga sel CD4
menjadi target utama dari HIV. Ikatan virus dengan CD4 saja tidak cukup kuat abgi
virus untuk memasuki sel. HIV juga membutuhkan koekspresi reseptor kemokin yang
spesifik. Koreseptor utama yang dibutuhkan supaya HIV bisa memasuki sel CD4
adalah CXCR4 dan CCR5.. Siklus replikasi HIV melibatkan tiga enzim yang
diproduksinya yaitu reverse transcriptase, integrase dan protease. Enzim-enzim ini
merupakan target dari terapi antiretroviral. Struktur HIV dapat ditunjukkan pada
gambar 2.1.3

Gambar 2.3. Struktur HIV3

Virus HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui perantara darah, semen
dan secret vagina. HIV tergolong retrovirus yang mempunyai materi genetik RNA
yang mampu menginfeksi limfosit CD4 dengan melakukan perubahan sesuai dengan
DNA inangnya. Virus HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang
mempunyai antigen CD4 terutama limfosit T4 yang memegang peranan penting

10
dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Virus juga dapat
menginfeksi sel monosit makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel derivat folikuler
pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan sel-
sel mikroglia otak. Virus yang masuk ke dalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan
replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu.16
Stadium klinis infeksi HIV terdiri dari 4 stadium. Setelah dilakukan fisik
diagnostik dan pemeriksaan penunjang, infeksi HIV dapat dibagi menjadi beberapa
stadium yang dijelaskan pada tabel.

Tabel. 2.1. Stadium klinis HIV menurut WHO17

2.3 Stuktur trombosit


Jika dilihat melalui mikroskop electron dengan pewarnaan Wrights, trombosit
tampak kecil, berupa fragmen tidak berinti dan kadang ditemui memiliki granul
berwarna merah, dengan diameter 2 µm dan volume + 8 fl dengan berbagai variasi

11
bentuk dan ukuran. Struktur trombosit dibagi menjadi 4 area umum yaitu :
permukaan trombosit, struktur membrane, sitoskeleton, dan granul.18

Gambar 2.4. Struktur trombosit

Membrane plasma trombosit memisahkan bagian dalam dengan bagian luar


trombosit, terdiri dari struktur trilaminar dengan ketebalan 20 nm. Membrane
trombosit sangat komplek dari segi komposisi, distribusi, dan fungsi, serta
menggabungkan glikoprotein (GPs) dan lipid menjadi pospolipid bilayer dan terlibat
dalam proses intra dan ekstra seluler dari trombosit seperti permeabilitas, stimulasi
agonis, dan adhesi, aktivasi/sekresi, agregasi trombosit.18
Pada membran trombosit terdapat dua sistem membran yaitu SCCS dan
sistem dense tubular. SCCS memiliki 2 fungsi yaitu sebagai reservoir internal yang
memfasilitasi penyebaran trombosit dan pembentukan filopodia setelah adhesi dan
sebagai reservoir penyimpanan glikoprotein mebran seperti α 2bß3 (GPIIb-IIIa), yang
meningkat pada permukaan trombosit setelah trombosit teraktivasi. Sistem ini juga
menjadi rute pelepasan granule selama fase sekresi setelah aktivasi trombosit. Tidak
seperti SCCS, sistem dense tubular merupakan sistem channel yang tertutup. Sistem

12
ini terlibat dalam transport intraseluler kalsium. Struktur trombosit ditunjukkan pada
gambar 2.2.18

Tabel 2.2. Protein yang terdapat dalam α granule 18

Trombosit memiliki granul sekresi dan mekanisme untuk mensekresikan


kandungannya untuk memperkuat respon terhadap rangsangan dan pengaruh dari
lingkungan sekelilingnya. Granul pada trombosit terdiri dari α granule, dense granule,
lisosom dan peroksisom. α granule, dense granule merupakan granul sekresi yang

13
utama untuk mengeluarkan kandungannya protein didalamnya ketika aktivasi
trombosit. Kandungan protein α granule ditunjukkan pada tabel 2.1.18
Dense granule biasanya terdapat +/- 5 granul di setiap trombosit. Granule
memiliki kandungan ADP yang besar dan agonis aktivasi trombosit. Protein yang
terdapat pada dense granule ditunjukkan pada tabel 2.2.18

Tabel 2.3. Protein dense granule


Dense granule Comment Concentration in Percent secreted
constituent granule (nmol/mg
dense granule
protein)
Adenosine Highly 630 95% secreted with
diphospate concentrated : a platetled activation
critical mediator of
aggregation
Adenosine 440 40% released with
triphospate platetled activation
Calcium 2.630 70% secreted with
platetled activation
Serotonin 100 95% released with
platetled activation

14
BAB III
PATOGENESIS TROMBOSITOPENIA PADA HIV/AIDS

Dari penelitian tentang menunjukkan bahwa penurunan produksi trombosit


dan penurunan usia trombosit berkontribusi terhdap trombositopenia pada HIV.
Trombositopenia pada tahap awal HIV lebih dominan disebabkan oleh destruksi
trombosit di perifer, sedangkan pada infeksi tahap lanjut (AIDS) penyebab
trombositopenia lebih dominan karena penurunan produksi trombosit. Hal ini
disimpulkan dari penelitian yang menunjukkan pada kadar CD4 > 200 didapatkan
peningkatan destruksi trombosit di perifer sedangkan pada kadar CD4 < 200
ditemukan adanya penurunan produksi trombosit.11

3.1 Penurunan produksi trombosit


Sum-sum tulang membentuk lingkungan yang sesuai supaya stemm cell dapat
bertahan, berkembang dan berdiferensiasi. Komponen seluler dari sum-sum tulang
termasuk haematopoietic progenitor cells (HPCs), HPC-derived cell lineages, dan
sel stromal. HPCs mewakili populasi sel CD34+ yang heterogen di sum-sum tulang
termasuk sel CD34+ yang paling primitive yaitu haematopoietic stem cells (HSCs)
yang memiliki kekhasan pluripotent dan kapasitas yang tinggi untuk self-renewal, dan
CD34+ multi-potent progenitors (MPPs), yang berasal dari HSCs dan memiliki sifat
multipotent tapi memiliki keterbatasan untuk self-renewal. MPP dapat berdiferensiasi
menjadi common lymphoid progenitors (CLPs) dan common myeloid progenitors
(CMPs). CLPs berdiferensiasi menjadi sel B dan sel T, sel natural killer dan
plasmacytoid dendritic progenitor cells. CMPs berdiferensiasi di sum-sum tulang
melewati berbagai tahap diferensiasi yang spesifik ke dalam beberapa cell lineage
yaitu granulosit, eritrosit, megakariosit dan monosit. CMPs yang sudah
berdiferensiasi ini bermigrasi ke sirkulasi darah kecuali megakariosit yang tetap

15
bertahan di sum-sum tulang. Diferensiasi HSCs diatur oleh growth factor
hematopoiesis yang spesifik yang akan mengatur kemampuan bertahan, proliferasi
dan maturase dari setiap lineage. Sel stromal merupakan sumber utama growth factor
ini, keculai erythropoietin (EPO) dan thrombopoietin (TPO) yang diproduksi di ginjal
dan hati.14

Gambar 3.1. Mekanisme terjadinya trombositopenia pada HIV14

Penyebab penurunan produksi trombosit pada pasien HIV sangat kompleks


dan rumit untuk dijelaskan karena berbagai variabel perjalanan penyakit HIV. Infeksi
HIV menyebabkan penurunan HPC yang progresif sehingga menyebabkan kekacuan
diferensiasi pada berbagai lineage. Reseptor dan co-reseptor seluler HIV dapat
ditemukan di membrane sel HPCs. Analisis flowsitometri menunjukkan 25-65% sel

16
CD34+ HPCs dari sum-sum tulang donor yang sehat, memperlihatkan adanya protein
CD4+ pada membrane sel nya. Lebih dari itu, protein CD4+ ini aktif secara
fungsional dan efektif untuk berikatan dengan glikoprotein 120 pada HIV membentuk
ikatan antigen-reseptor. Koreseptor utama CXCR4 dan CCR5 juga ditemukan pada
membaran sel HPCs. Protein CXCR4 dan CCR5 diekspresikan pada 53% dan 35%
CD34+ HPCs. Ekspresi reseptor dan koreseptor HIV pada membrane sel CD34+
HPCs menimbulkan pemikiran bahwa sel ini sangat mungkin menjadi target infeksi
HIV.14 Penelitian telah menunjukkan bahwa protein selubung HIV-1 yaitu
glikoprotein 120 (gp 120) dapat menyebabkan apoptosis sel CD34+ progenitor
megakaryosit, sehingga mengurangi produksi trombosit. Sebaliknya, mekanisme
apoptosis pada megakaryosit dewasa biasanya berkontribusi pada produksi trombosit.
Oleh karena itu HIV yang menginduksi sel progenitor trombosit di sum-sum tulang
memiliki peran yang kompleks pada jumlah trombosit.11

17
Gambar 3.2 Koreseptor dalam infeksi HIV11
HIV menyebabkan gangguan diferensiasi megakariosit matur. HIV menekan
jumlah dan aktivitas HPCs sehingga menyebabkan defisit pertumbuhan dari Colony
Forming Unit megakariosit (CFU-MKs). Dari analisis efek GP120 HIV-1 selama
induksi HPCs dengan trombopoietin supaya berdiferensiasi menjadi megakariosit,
tampak bahwa GP120 dapat menginduksi apoptosis CD41+megakariosit dan CD61+
melalui peningkatan TGFß1dan down-regulation APRIL.???. Data ini
mengkonfirmasi induksi apoptosis melalui ikatan GP120 dengan CD4, pada CD41+
megakariosit sum-sum tulang. Lebih dari itu, menurunnya ekspresi c-mpl pada
lineage megakariosit akibat efek regio V3 loop pada GP120 terhadap megakariosit
menunjukkan mekanisme lebih lanjut dalam kerusakan prose megakaryositopoiesis.14

18
HIV dan GP120 merubah pematangan megakariosit dan mengurangi jumlah
megakariosit dengan ploidy yang tinggi. Morfologi megakaryosit yang abnormal
telah dicatat dalam banyak laporan (contoh dalam Abgrall 1992) 11. Melalaui
mikroskop electron, megakariosit pasien HIV dengan trombositopenia dengan jelas
menunjukkan abnormalitas ultra structural, sperti blebbing pada permukaan
membrane dan vakuolisasi dipinggir sitoplasma. Megakariosit matur dapat diinfeksi
oleh HIV melalui ikatan terhadap respetor CD4, dan genom HIV dapat dideteksi pada
megakariosit sum-sum tulang pasien yang terinfeki HIV. Selain melalui efek
langsung HIV terhadap lineage megakariosit, HIV juga menyebabkan
trombositopenia melalui mekanisme autoimmune.14
Trombopoietin, stimululator kuat untuk trombopoiesis, yang biasanya
meningkat jika jumlah trombosit menurun, justru meningkat pada orang yang
terinfeksi HIV namun tidak berkorelasi dengan jumlah trombosit. Dari penelitian
sebelumnya pernah dilaporkan bahwa makrofag yang dorman di sum-sum tulang
akan mengeluarkan sitokin yang memicu pertumbuhan megakariosit dan pelepasan
trombosit, sementara itu lipopolisakarida dari makrofag yang aktif menghambat
perkembangan dan pertumbuhan megakariosit, akan tetapi mekanisme ini dalam
konteks makrofag sum-sum tulang yang terinfeksi HIV belum terlalu diketahui.11
Infeksi HIV yang terjadi bersama dengan infeksi hepatitis C menjadi factor
yang juga dapat menyebabkan trombositopenia. Diasumsikan bahwa pasien dengan
penyakit hati memiliki kadar trombopoietin yang rendah yang menyebabkan rendah
nya produksi trombosit. Namun dari penelitian Pyrsopoulos et al (2001) Infeksi
hepatitis C walaupun tanpa adanya bukti kelainan fungsi hati maupun splenomegaly
dapat menyebabkan trombositopenia. Terjadinya trombositopenia pada pasien HIV
yang koinfeksi dengan hepatitis C dapat diperburuk oleh efek supresi sum-sum tulang
oleh virus hepatitis C.3

3.2 Peningkatan destruksi trombosit


Penurunan usia trombosit dianggap menjadi penyebab trombositopenia pada
HIV pada kondisi tidak terdapat penurunan produksi trombosit dan adanya

19
peningkatan pool megakaryosit di sum-sum tulang. Pengamatan kasus pertama
trombositopenia pada HIV menunjukkan bahwa grup homosexual memiliki kadar
trombosit yang berikatan dengan IgG yang lebih tinggi dibandingkan dengan grup
control serta terdapat juga peningkatan kadar kompleks imun yang mampu berikatan
dengan trombosit. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa trombositopenia terjadi
karena deposit komplemen non spesifik dan kompleks imun pada trombosit.3
Dari penelitian Virot et al (2017), Trombositopenia yang terjadi akibat proses
autoimun merupakan kondisi autoimun yang paling sering ditemukan pada pasien
HIV. (virot). Trombositopenia yang terjadi pada tahap awal infeksi HIV
dihubungkan dengan efek autoimun yang merusak trombosit. Pasien yang terinfeksi
HIV akan mengalami berbagai macam perubahan pada sistem imun yang akan
menyebabkan terbentuknya auto antibody. Pada infeksi HIV, trombositopenia
dihubungkan dengan terbentuknya kompleks imun di sirkulasi yang terdiri dari
komponen membrane trombosit dan antibody anti mebran trombosit. Adanya reaksi
silang antara GP120 HIV dengan GPIIIa pada trombosit diketahui juga berperan
dalam trombositopenia pada pasien HIV.12 Dari penelitian Cole et al (1998)
didapatkan peningkatan kadar antibody terhadap GPIIIa pada pasien HIV dengan
trombositopenia.20 Namun hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Wiwanitkit
(2005), dimana penelitian ini membandingkan struktur dari GP120 pada HIV dengan
GPIIIa pada trombosit. Dari penelitian ini tidak ditemukan adanya persamaan
structural antara GP120 dengan GPIIIa. Hal ini mengindikasikan bahwa GP120
bukan merupakan factor penyebab terjadi proses autoimun yang menyebabkan
trombositopenia pada pasien HIV.21

3.3 Peningkatan aktivasi trombosit


Penjelasan yang dapat menerangkan pemendekan masa hidup trombosit pada
pasien yang terinfeksi virus HIV adalah aktivasi trombosit dan klirens trombosit yang
sudah teraktivasi dari sirkulasi. Aktivasi trombosit dapat menyebabkan kejadian
tromboemboli. Prevalensi kejadian tromboemboli pada pasien yang terinfeksi HIV

20
mencapai 0,26-7,6%. Risiko thrombosis vena dalam meningkat 4-10 kali lipat
dibandingkan populasi normal.11
Trombosit dapat berikatan dengan GP120 HIV-1 melalui reseptor CXCR4
dan fibronectin , dan ikatan trombosit dan HIV ini dapat menginfeksi ke sel-sel
sehingga diduga melalui mekanisme ini trombosit berperan sebagai carier dalam
penyebaran virus HIV. Interaksi antara trombosit dan HIV menyebabkan aktivasi
trombosit dan perubahan morfologi trombosit, dimana perubahan akibat dari
ikatannya dengan CXCR4 yang juga merupakan reseptor untuk SDF-1, sebuah factor
yang terlibat dalam meningkatkan aktivasi trombosit. Aktivasi trombosit dapat
dideteksi pada pasien HIV, dan tingkat aktivasi nya akan lebih tinggi pada pasien
AIDS dibandingkan pasien yang baru terinfeksi virus HIV. Trombosit yang
teraktivasi juga menjadi sumber sitokin pro inflamasi. Aktivasi trombosit
menyebabkan induksi yang kuat sekresi IL-1ß dan IL-18 yang selanjutnya
menimbulkan kekacauan regulasi sitokin. Perubahan aktivitas trombosit ini juga
berhubungan dengan gangguan homeostasis koagulasi, yang akan meningkatkan
makin kompleks nya interaksi antara HIV/megakariosit lineage/trombosit/koagulasi.
Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa megakariosit lineage menjadi target
langsung maupun tidak langsung infeksi HIV dan protein-proteinnya, pada semua
tahap dan perkembangan trombosit. Hal ini akan mempengaruhi maturase dan
aktivitas trombosit. Hal ini la yang menjadi penyebab kenapa trombositopenia
merupakan sitopenia yang paling sering ditemukan pada pasien yang terinfeksi virus
HIV.14
Aktivasi trombosit dapat diukur melalui sekresi atau ekspresi factor spesifik.
Platelet yang aktif akan membentuk lingkungan terinflamasi, mensintesis sitokin
untuk disimpan di dense dan alfa granule, dan akan memberikan respon terhadap
stimulus fisik dan kimia dengan mengeluarkan factor-faktor ini kelingkungan
sekitarnya dan mengatur diferensiasi ekpresi reseptor permukaan melalui fusi granule
dengan membran plasma. Marker permukaan trombosit merupakan indikator yang
paling spesifik aktivasi trombosit. Pada survey terhadap 20 pasien yang terinfeksi
HIV dengan jumlah trombosit normal, didapatkan peningkatan p-selektin dan CD63

21
permukaan, dan lebih lanjut peningkatan p-selektin lebih meningkat pada pasien
AIDS. Dalam penelitian lain dari 17 pasien AIDS menguatkan penelitian
sebelumnya, dimana juga ditemukan peningkatan CD63. P-selektin dan CD63
keduanya akan memediasi adhesi trombosit ke endotel dan sel – sel yang terinflamasi,
dan dapat mebantu secara langsung mengkativasi sel-sel yang berikatan dengannya.11
Marker trombosit aktif yang terlarut di serum kurang spesifik, karena marker
terlarut ini dapat dilepaskan juga saat tindakan flebotomi sehingga dapat
mengkontaminasi sampel serum dan marker ini juga dapat dikeluarkan ketika
monosit dan sel endotel teraktivasi. Salah satu solusi mengatasi masalah ini adalah
dengan pemeriksaan respom trombosit terhadap berbagai rangsangan secara in vitro
pada pasien HIV. Model penelitian seperti ini menunjukkan kecenderungan trombosit
pada pasien HIV menghasilkan sitokin “Regulated upon Activation Normal T-cell
Expressed and Secreted” (RANTES/CCL5). Peningkatan platelet factor 4 (pf4) pada
pasien HIV sudah diketahui, pf4 berasal dari trombosit atau monosit yang aktif dan
berperan dalam meransang perubahan monosit menjadi makrofag, dan meningkatkan
replikasi HIV di dalam makrofag secara in vitro.11 Diantara factor-faktor yang
disekresikan saat aktivasi trombosit, RANTES/CCL5 dan pf4/CXCL4 merupakan
dua kemokin utama yang berasal dari α granule. Keduanya merupakan inhibitor
endogen replikasi HIV-1 terkait kemampuannya berikatan dengan koreseptor CCR5
HIV.22

22
Gambar 3.3. Peran trombosit dalam inflamasi, virologi dan respon protrombus
terhadap infek HIV22

Berbagai marker aktivasi trombosit yang terlarut di serum berpotensi


memainkan peranan yang signifikan dalam respon sistem imun terhadap HIV.
Laporan mengenai peningkatan peningkatan CD40L terlarut (sCD40L) masih belum
seragam. Di salah satu penelitian di laporkan sCD40L meningkat 1,5 kali lipat pada
pasien yang terinfeksi HIV dibandingkan kelompok kontrol, penelitian lain
melaporkan tidak ada perbedaan, dan penelitian yang lain melaporkan korelasi
sCD40L dengan penyakit sistem syaraf pusat. HIV tat (Trans-Activator of
Transcription) secara langsung menstimulasi trombosit untuk mengeluarkan sCD40L
melalui CCR3 dan ß3 integrin, yang mengakibatkan meningkatnya aktivitas sel B,
peningkatan respon seluler MCP-1 dan IL8 pada sel endotel, dan rilis TNAα, IL-1

23
dan IL-6 dari monosit.. sCD40L, MCP-1 dan pf4 disimpan di dalam alpha granule
trombosit. Mekansime regulasi yang mengatur beberapa (tidak semua) faktor – faktor
ini meningkat ketika terinfeksi HIV masih mebutuhkan penjelasan.11

24
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
1. Patogenesis trombositopenia pada HIV/AIDS dibagi kedalam tiga
kelompok yaitu penuruan produksi trombosit, peningkatan destruksi
trombosit, dan peningkatan aktivasi trombosit.
2. Penurunan produksi trombosit pada pasien HIV/AIDS dapat disebabkan
oleh apoptosis precursor megakariosit CD34+ dan CD41+ megakaryosit
sum-sum tulang yang disebabkan oleh GP120 pada virus melalui ikatan
nya dengan reseptor dan koreseptor CXCR4 dan CCR5 serta koinfeksi
dengan HCV yang akan menurunkan produksi trombopoietin.
3. Peningkatan destruksi trombosit terjadi akibat reaksi silang antara GP120
HIV dengan GPIIIa pada trombosit.
4. Peningkatan aktivasi trombosit dibuktikan dengan terdapat nya
peningkatan RANTES, sCD40L dan PF4 trombosit yang merupakan
marker terjadinya aktivasi trombosit.

4.2. Saran
1. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mendalami pathogenesis
trombositopenia pada HIV/AIDS
2. Pathogenesis trombositopenia pada HIV/AIDS harus menjadi dasar dalam
memberikan terapi yang tepat pada pasien HIV/AIDS dengan
trombositopenia.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. UNAIDS. Report on the Global AIDS Epidemic ; 2016.


2. Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Laporan Situasi
Perkembangan HIV-AIDS di Indonesia. , Kementrian Kesehatan RI; 2016.
3. Passos, AM. Treitinger, A. Spada, C. An Overview of the Mechanisms of
HIV-Related Thrombocytopenia. Acta Haematol. 2010. Vol 124;13-18.
4. Vishnu, P., Aboulafia DM. Haematological manifestations of human immune
deficiency virus infection. British Journal of Haematology.2015. 171; 695–
709.
5. Shi, X. Sims, MD. Hanna, MM. Xie, M. Gulick, PG. Zheng, YH et al.
Neutropenia during HIV Infection: Adverse Consequences and Remedies . Int
Rev Immunol. 2014.Vol 33(6);511-536.
6. Woldeamanuel, GG. Wondimu, DH. Prevalence of thrombocytopenia before
and after initiation of HAART among HIV infected patients at black lion
specialized hospital, Addis Ababa, Ethiopia : a cross sectional study. BMC
Hematology. 2018. Vol18(9);
7. Lambert, MP. Gernsheimer, TB. Clinical updates in adult immune
thrombocytopenia. Blood. 2017. Vol 129(21);2829-2835
8. Ambler, KLS. Vickars,LM. Leger, CS. Foltz, LM. Montaner, JSG. Harris, M.
et al. Clinical Features, Treatment, and Outcome of HIV-Associated Immune
Thrombocytopenia in the HAART Era. Advance in hematology. 2012. 1-6.
9. Morris, L. Distenfeld, A. Amorosi, E. Karpatkin, S. Autoimmune
thrombocytopenia purpura in homosexual men. Annals of internal medicine.
1982. Vol 86(1);714-717
10. Marks, KM. Clarke, RMA. Bissel, JB. Talal, AH. Glesby, MJ. Risk Factors
for Thrombocytopenia in HIV-Infected Persons in the Era of Potent
Antiretroviral Therapy. J Acquir Immune Defic Syndr. 2009. Vol 52(5); 595-
599.

26
11. Pate, KAM. Mankowski, JL. HIV and SIV Associated Thrombocytopenia: An
Expanding Role for Platelets in the Pathogenesis of HIV. Drug Discov Today
Dis Mech. 2011. Vol 8(1-2);1-13.
12. Burbano, MJM. Jackson, JJ. Hadrigan, S. Thrombocytopenia in HIV Disease:
Clinical Relevance, Physiopathology and Management. Curr. Med. Chem. –
Cardiovascular & Hematological Agents. 2005. Vol3(4); 365-376.
13. Littleton, N. Thrombocytopenia in HIV. CME.2007. Vol 25(6);272-275.
14. Alvisi, G. Gibellini, D. Clo, A. Morini, S. Miserocchi, S. Ponti, C et al.
Effects of human immunodeficiency virus on the erythrocyte and
megakaryocyte lineages. World J Virol. 2013. Vol 2(2);91-101.
15. Nascimento, FG. Tanaka, PY. Thrombocytopenia in HIV-Infected Patients.
Indian J Hematol Blood Transfus. 2011. Vol 28(2);109-111.
16. Ersha, RF. Ahmad, A. Huma Immunodeficiency Virus – Acquired
Immunodeficiency Syndrome dengan Sarkoma Kaposi. Jurnal kedokteran
andalas. 2018. Vol 7; 131-134.
17. WHO case definition of HIV for surveillance and revised clinical staging and
immunological classification of HIV-related disease in adult and children .
Geneva: World Health Organization;2007
18. Smyth, SS. Platelet structure and function in hemostasis and thrombocis. In :
Greer, JP. Arber, DA. Glader, B. List, AF. Means, RT. Paraskevas, F.
Rodgers, GM. Wintrobe’s clinical hematology thirteenth edition. Lippincott
Williams and Wilkins.
19. Virot, E. Duclos, A. Adelaide, L. Miaihes, P. Hot, A. Ferry, T et al.
Autoimmune diseases and HIV infection : A cross-sectional study. Medicine.
2017. Vol 96(4);1-11
20. Cole, JL. Marzec, UM. Gunthel, CJ. Karpatkin, S. Worford, L. Sundell, B et
al. Ineffective Platelet Production in Thrombocytopenic Human
Immunodeficiency Virus–Infected Patients. Blood.1998. Vol 91(9);3239-
3246.

27
21. Wiwanitkit, V. HIV-1 GP120 and human platelet glycoprotein GPIIIa: does
structural homology exist?. Gene Therapy and Molecular Biology. 2005. Vol
9;327-328.
22. Hottz, ED. Bozza, FA. Bozza, PT. Platelets in immune response to virus and
immunopathology of viral infections. Frontiers in Medicine.2018. Vol
5(121);1-17.

28

Anda mungkin juga menyukai