1. ENERGI BERSIH
Energy bersih adalah teknologi yang menghasilkan gas rumah kaca dalam level yang
sangat rendah atau mendekati nol jika dibandingkan dengan teknologi lain. Energy bersih
berasal dari sumber alami dan lestari seperti cahaya matahari, angina, hujan, gelombang
air laut, panas bumi, dan tanaman, biasanya masuk dalam kategori energy bersih.
Kendala dan pendukung di Indonesia yaitu:
a. Kendala:
Biaya pengembangan energy baru dan terbarukan tinggi
Subsidi dan insensif pada energy terbarukan terbatas
Harga jual energy fosil masih lebih murah
Pangsa pasar masih minim
Regulasi sering berganti
b. Pendukung:
Bahan baku energy terbarukan melimpah
Ekspor barang bermisi tinggi mulai dibatasi
Pengajuan investasi tingkat internasional mudah diakses
Harga teknologi energy baru dan terbarukan semakin murah dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya
Komitmen perusahaan multinasional untuk berpatisipasi dalam
pengembangan energy bersih
a. German
Jerman memanfatkan 56% EBT di 2020. Adapun jenis yang digunakan adlah
bioenergy, geothermal, angina, tenaga surya dan hidro
b. Inggrisjenis energy terbarukan pada 2020 yang paling digunakan di inggris adalah
bioenergy 14,8%. Disusul angina darat dengan 10,9%.
c. Kosta Rika
Pada 2020, Kosta rika telah memanfaatkan 72% energy terbarukannya dari air,
14,9% dari geothermal atau panas bui, 12% dari angin
d. Denmark
e. Sebanyak 50% pasokakn listrik yang ada di Denmark berasal dari pemanfaatan
EBT, terutama angin dan tenaga surya.
KESIMPULAN
Energy bersih merupakan sumber energy yang dapat menggantikan sumber yang sekarang,
dikarenakan minimnya dampak negative yang dihasilkan dan banyak manfaat yang di ambil
dari energy bersih ini. Namun untuk beralih dari sumber energy biasa ke energy bersih
dibutuhkan biaya yang cukup besar, sehingga tidak semua negara dapat dengan langsung
beralih dengan energy bersih.
Ada beberapa hal penting dala membanun infrastruktur dan industry yaitu:
1. Dukungan PGII harus bersifat country driven dan berdasrkan kebutuhan rill
negara tujuan. PGII juga harus menjadikan konsultasi dan dialog dengan negara
penerima sebagai pedoman utama.
2. Upata PGII dalam mendukung pembangunan infrastruktur di negara berkembang
juga harus didasarkan pada paradigm kolaborasi, melibatkan lebih banyak
pemabku kepentingan termasuk sector swasta\
3. PGII harus menghasilkan dukungan pembangunan berkelanjutan, termsuk lewat
pembangunan hijau dan transisi energy. Negara berkembang, ungkap Jokowi
Presiden NKRI, paling rentan terhadap tantangan pembangunan berkelanjutan dan
perubahan iklim,