Oleh Kelompol 1:
UNIVERSITAS HALUOLEO
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL……………………………………....…………….......…........i
KATA PENGANTAR………………………………………....…………….......……ii
DAFTAR ISI………………………………………………..….………………….....iii
BAB I…………………………………………………………………………………1
A. Latar Belakang………………….......…………………………………………1
B. Rumusan Masalah………………………………………..……………………2
C. Tujuan…………………………………………………………………………2
BAB II ………………..
……………………………………………………………….3
A. Contoh Kasus
Politik…………………………………………………………..3
B. Contoh Konflik Sosial…………..……………………………………………
13
BAB III……..………………………………………………………………..............15
A. KESIMPULAN……………………………………………………………....15
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konflik adalah perjuangan yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk
memperoleh hal-hal yang langka seperti nilai, status, kekuasaan, otoritas, dan
lain sebagainya, dimana tujuan dari mereka bertikai itu tidak hanya untuk
memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan saingannya dengan
kekerasan atau ancaman.
Menurut Fisher, konflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih
(individu atau kelompok) yang memiliki, atau yang merasa memiliki, sasaran-
sasaran yang tidak sejalan. Konflik adalah suatu kenyataan hidup, tidak
terhindarkan dan sering bersifat kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat
tidak sejalan. Konflik timbul karena ketidakseimbangan antara hubungan-
hubungan sosial, seperti kesenjangan status sosial, kurang meratanya
kemakmuran dan akses yang tidak seimbang yang kemudian menimbulkan
masalah-masalah diskriminasi.
Karena konflik selalu menjadi bagian hidup manusia yang bersosial dan
berpolitik serta menjadi pendorong dalam dinamika dan perubahan sosial politik.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia yang disusun Poerwadarminta (1976),
konflik berati pertentangan atau percekcokan. Pertentangan sendiri bisa muncul
ke dalam bentuk pertentangan ide maupun fisik antara dua belah pihak
berseberangan.
Konflik sosial adalah pertentangan antar anggota masyarakat yang bersifat
menyeluruh dalam kehidupan. Konflik berasal dari kata kerja latin "configere".
Artinya saling memukul. Konflik atau pertentangan politik, yaitu konflik yang
terjadi akibat adanya kepentingan atau tujuan politis seseorang atau kelompok.
Konflik atau pertentangan yang bersifat internasional, yaitu konflik yang terjadi
karena perbedaan kepentingan yang kemudian berpengaruh pada kedaulatan
negara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas, dan untuk mengetahui gambaran lebih
jelas tentunya akan mencoba untuk mengidentifikasi masalah-masalah sebagai
berikut :
1. Memberikan contoh konflik politik dan konflik sosial.
2. Menganalisis konflik politik dan konflik sosial.
3. Bagaimana penyelesian konflik politik dan sosial
C. Tujuan
Dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka penulis dapat
memberitahukan tujuan makalah ini yaitu dapat menganalisis konflik-konflik
sosial dan politik .
BAB II
ISI
2. Analisis Konflik
Untuk bentuk dari konflik ini yaitu berbentuk Destruktif respond dimana,
Konflik destruktif adalah pertentangan yang terjadi karena adanya
perasaan tidak senang atau perasaan dendam dari seseorang atau
kelompok terhadap pihak lain yang bisa menimbulkan kerugian bagi
individu atau kelompok yang terlibat dalam konflik tersebut.
Konflik yang terjadi pada partai demokrat karena adanya pihak lain
yang merasa di rugikan terhadap menyebut "Adanya gerakan politik yang
mengarah pada upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat
secara paksa yang tentu mengancam kedaulatan dan eksistensi Partai
Demokrat," dari permasalahan itulah muncul konflik yang terjadi di partai
demokrat Perpecahan partai politik di Indonesia merupakan sebuah
fenomena yang umum.
Hal tersebut kebanyakan dipengaruhi oleh perebutan kekuasaan.
Sejatinya, terdapat dua faktor penyebab perpecahan partai politik, yakni
secara internal dan eksternal. Perbedaan pendapat, ideologi, dan
kepentingan dalam partai politik merupakan hal yang wajar. Namun,
resolusi atas permasalahan tersebut menjadi penting karena mempengaruhi
soliditas internal dan citra partai politik yang menentukan kepercayaan
masyarakat.
Analisis ini akan membahas mengenai konflik internal dalam Partai
Demokrat yang terjadi beberapa waktu lalu. Meskipun perpecahan
tersebut hanya berlangsung di waktu yang singkat karena kemenangan
jelas bagi kubu yang dekat dengan kekuasaan, fenomena tersebut cukup
berpengaruh terhadap citra partai biru hingga saat ini.
Konflik yang menimpa Partai Demokrat mengalami eskalasi semenjak
periode kedua kepemimpinan SBY, di mana banyak petugas partai yang
tersandung kasus korupsi. Ditambah dengan, adanya kasus kudeta yang
dilakukan oleh kubu Moeldoko terhadap AHY. Keterpilihan Moeldoko
sebagai Ketua Umum Partai Demokrat sempat menyita perhatian
masyarakat karena ia bukan merupakan kader Demokrat, pun ditemui
indikasi keterlibatan istana. Secara garis besar, kudeta terjadi sebagai
reaksi atas kekecewaan beberapa kader terhadap kepemimpinan dan
resolusi konflik ala AHY.
Mengacu pada beberapa indikator manajemen partai politik, terdapat
beberapa alasan mengapa AHY dianggap belum memadai untuk menjabat
sebagai ketua umum dan menjadikan Partai Demokrat rentan terpaan
konflik atau intervensi eksternal, hingga akhirnya dilihat sebagai peluang
untuk melemahkan fungsinya sebagai oposisi.
Pertama, AHY dicap sebagai politikus karbit. Hal ini dilatarbelakangi
oleh indikasi kepemimpinan AHY yang belum matang dalam mengelola
partai, termasuk dalam resolusi konflik. Kepemimpinan AHY relatif
lemah karena ia belum mampu merangkul dan menjalin kedekatan dengan
tokoh senior partai ataupun eksternal.
Kedua, kuatnya kepentingan pragmatis dan tradisi kekerabatan dalam
menentukan jabatan strategis di Partai Demokrat. Sejak lama, SBY terlihat
selalu menjadikan keluarga ataupun kerabat terdekatnya sebagai kandidat
untuk menduduki kursi kepemimpinan dalam partai.
Ketiga, perpecahan internal Partai Demokrat. Konsolidasi dalam Partai
Demokrat belum cukup kuat karena cenderung bergantung terhadap sosok
SBY. Pun, adanya kubu dalam internal Demokrat menjadikan citra
Demokrat di masyarakat menurun.
Beberapa kasus di atas menandakan adanya kegagalan pemahaman
makna konsolidasi dan kaderisasi, baik secara etika dan moral. Pun,
keterlibatan pihak eksternal dalam kudeta menunjukkan adanya
ketergantungan anggota partai terhadap sosok di luar partai yang dianggap
lebih sesuai dengan apa yang dibutuhkan, dalam partai personal seperti
Demokrat, dimana kekuatan suatu individu dapat menggantikan pengaruh
ideologi. Dengan begitu, Demokrat perlu menekankan kembali demokrasi
internal partai, ideologi, dan pendidikan politik melalui kaderisasi dan
konsolidasi yang efektif, serta melakukan perbaikan pola komunikasi
secara internal maupun eksternal.
3. Penyelesaian Kasus
Menurut Pakar hukum tata negara sekaligus pengamat politik, Refly
Harun mengatakan, penyelesaian konflik internal partai politik sangat
mudah. Yakni menggunakan Pasal 32 UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Partai Politik.
Pasal 32 ayat 1 berbunyi :
1) Perselisihan partai politik diselesaikan oleh internal partai
politik sebagaimana diatur dalam AD/ART.
2) Penyelesaian internal partai politik sebagaimana dimaksud
pada ayat 1, dilakukan oleh Mahkamah Partai Politik atau
sebutan lain yang dibentuk oleh partai politik.
3) Susunan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disampaikan oleh pimpinan
partai politik kepada kementerian.
4) Penyelesaian internal partai politik sebagaimana dimaksud
pada ayat 2 harus diselesaikan paling lambat 60 hari.
5) Putusan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bersifat
mengikat secara internal dalam hal yang berkenaan dengan
kepengurusan.
Pasal 32
1) Perselisihan Partai Politik diselesaikan dengan cara
musyawarah mufakat.
2) Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian perselisihan
Partai Politik ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan.
3) Penyelesaian perselisihan di luar pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui
rekonsiliasi, mediasi, atau arbitrase Partai Politik yang
mekanismenya diatur dalam AD dan ART.
Pasal 33
3. Penyelesaian Kasus
Untuk penyelesaian kasus ini menurut Gubernur Soekarwo atau
Pakdhe Karwo sapaan akrabnya bahwa setelah berdiskusi dengan Sri
Sultan Hamengkubowono X bahwa menurutnya, mahasiswa papua
sebaiknya jangan di biarkan tinggal berkelompok dan jika ada asrama
seharusnya mahasiswa papua ini bisa tinggal dengan mahasiswa dari
daerah lainnya sehingga dapat mengubah ekstreminitas menjadi sebuah
persatuan.
Selain itu, pemerintah daerah di harapkan harus bisa mendekati para
mahasiswa dengan baik dan juga bisa dengan mengahdirkan psikolog
dalam memecahkan masalah dengan mencari dasar dari permasalah
tersebut.
Dalam penyelesaian konflik ini juga Sri Sultan Hamengkubowono X
bersama dengan Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Natalius
Pigai serta mendatangkan empat tokoh masyarakat Papua di Yogya dan
sejumlah ormas yang mengatasnamakan Elemen Merah Putih Anti
Komunis di Kepatihan Yogyakarta.
Ia juga meminta masyarakat mengantisipasi terjadinya kasus itu dan
tidak terpancing isu yang beredar di media sosial maupun media
pemberitaan lainnya.
Serta menghimbau orang tua mahasiswa Papua, pemerintah daerah
Papua, dan pemerintah DIY bersama-sama bertanggung jawab terhadap
konflik yang terjadi serta tidak saling menunjuk siapa yang salah dan siapa
yang benar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan kedua kasus tersebut kami dapat menarik sebuah kesimpulan
yaitu dalam sebuah konflik yang terjadi sudut pandang dalam melihat konflik
tersebut sangatlah berpengaruh dalam pengambilan keputusan untuk
menyelesaikan sebuah konflik. Seperti pada kasus politik yang terjadi antara
internal dalam partai Demokrat yang dimana akibat dari konflik tersebut terjadi
perpecahan menjadi dua kubu yaitu Demokrat versi AHY dan Demokrat versi
KLB.
Begitu juga dengan konflik Pengusiran Mahasiswa Papua di Yogyakarta
yang terjadi terjadi akibat perbedaan pandangan mahasiswa Papua yang
mendukung kemerdekaan Papua yang mengakibatkan mereka mendapatkan
perlakuan yang kurang baik dari masyarakat di mana mereka tinggal.
DAFTAR PUSTAKA
https://koran.tempo.co/read/opini/468456/konflik-internal-dan-gugatan-adart-partai-
demokrat-melalui-yusril-ihza-mahendra
https://www.kompas.com/tren/read/2021/03/10/150000965/kronologi-konflik-
demokrat-dari-klaim-kepemimpinan-hingga-saling-lapor
https://nasional.sindonews.com/read/361900/13/penyelesaian-konflik-partai-
demokrat-sangat-mudah-begini-caranya-1615492985
https://tirto.id/apa-itu-klb-partai-demokrat-bagaimana-aturannya-gaSC?
_gl=1*1d52qmf*_ga*VGlUQlBIZ04wV2U1MGZ0a0UzQXZpYnZWd2NocV
U1ZlkzalZqVFJCbmhLU2ZabXpaRXA2bjJSekp6RVpUVlFxZQ..
https://tirto.id/kasus-partai-demokrat-bagaimana-cara-urus-sengketa-partai-politik-
gbfg
https://m.merdeka.com/peristiwa/kronologi-pengepungan-mahasiswa-papua-di-
yogyakarta.html
https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4328651/ini-solusi-gubernur-soekarwo-
redam-konflik-mahasiswa-papua
https://nasional.tempo.co/read/789558/sultan-konflik-papua-di-yogyakarta-sudah-
selesai