Anda di halaman 1dari 5

Tim Dosen Pengampu Mata Kuliah :

1. Istiana Tajuddin, S.Psi., M.Psi.,Psikolog


2. Mayenrisari Arifin, S.Psi., M.Psi.,Psikolog
3. Andi Juwita Amal, S.Psi., M.Psi.,Psikolog

KRITIK TERHADAP TEORI ABRAHAM MASLOW

MATA KULIAH PSIKOLOGI KEPRIBADIAN II

OLEH:
MUHAMMAD FATHI HANIF C021191022
NADIA KUSUMAH WARDANI C021191054

PSIKOLOGI B
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
KRITIK TERHADAP TEORI MASLOW

Pandangan Teori Maslow


Maslow seperti yang kita semua ketahui terkenal dengan pandangan humanistiknya
terkait bagaimana perilaku manusia dapat dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan (needs) yang
manusia rasakan. Maslow sendiri berpendapat bahwa semua manusia itu baik dan memiliki
potensi yang besar untuk berbuat baik juga. Bagi Maslow, manusia yang utuh adalah manusia
yang mampu untuk mengaktualiasikan dirinya secara alami kita ketika kebutuhan tingkat rendah
kita terhalang yaitu, ketika kita tidak dapat memenuhi kebutuhan kita akan makanan, keamanan,
cinta dan kepemilikan, dan harga diri. Namun, dibalik itu semua, Maslow juga menyadari bahwa
manusia mampu melakukan kejahatan dan berbuat kehancuran besar karena berbagai macam
alasan.

Kritik Terhadap Teori Maslow


Berdasarkan hal tersebut, seperti kita ketahui bahwa tidak ada teori yang sempurna dan tidak
bisa di kritik, hal tersebut juga berlaku pada teori milik Maslow ini. Mulai dari para psikolog,
banyak sarjana, dan bahkan pada akhirnya Maslow juga mengkritik teorinya sendiri, dan
menyesal serta mengakui kekeliruannya. Dimulai dari penelitiannya yang dianggap tidak ilmiah
hingga ke satu hal yang terlambat Maslow sadari.
Kritik pertama yang di arahkan pada teori milik Abraham Maslow yaitu bahwa penelitian
milik Maslow sangat terfokus pada budaya-budaya barat yang individualistik seperti Amerika,
Inggris, dan sebagainya. Maslow mencoba untuk menggeneralisasi kebutuhan-kebutuhan (needs)
milik budaya individualistik terhadap budaya kolektivistik. Padahal seperti kita ketahui terdapat
sebuah perbedaan besar yang dipengaruhi oleh latar budaya, misalnya pada budaya
individualistik memandang perasaan yang positif itu selalu berkaitan dengan pencapaian atau
prestasi personal. Hal tersebut tentu saja berbeda dengan padangan orang yang dipengaruhi oleh
budaya kolektivistik yang berpikiran bahwa perasaan-perasaan positif sangat erat kaitannya
dengan relasi yang baik dengan orang lain.
Masih berkaitan dengan kritik sebelumnya, bahwa Maslow mengatakan bahwa pemenuhan
kebutuhan (needs) itu berjenjang, ketika salah satu kebutuhan sudah terpenuhi maka manusia
dapat melangkah pada kebutuhan lainnya hingga sampai pada tahap aktualisasi. Padahal, pada
kenyataanya kebutuhan individu tidak selalu mengikuti tatanan yang berjenjang, ketika dilihat
dalam tata kehidupan ini sering kali orang memperoleh setiap kebutuhannya bukan secara
bertahap seperti yang dikemukakan oleh Maslow, karena kadang kala seseorang bisa
memperolehnya dengan melompat. Serta pada saat seseorang masuk dan berada di suatu
organisasi itu bukan dilakukan atas dasar sikap aktualisasi diri, namun lebih karena keinginan
untuk memiliki rasa aman.
Contohnya orang yang sudah berada pada tahapan kebutuhan untuk dihargai bisa saja merasa
kosong dan hampa karena ia belum memiliki kekasih hati. Oleh karena itu, orang tersebut akan
kembali pada tahapan sebelumnya kemudian berusaha kembali untuk memenuhi kebutuhan
untuk dicintai tersebut. Jadi, dari sini bisa kita lihat bahwa seseorang yang sudah berada pada
tahapan lanjut, bisa saja lebih memilih untuk mundur satu langkah pada hierarki kebutuhan dari
pada memilih untuk maju meneruskan ke tahapan berikutnya.
Teori ini tidak terlalu tepat dan sulit diuji dengan benar. Contohnya pada hierarki motivasi
manusia, kebutuhan dasar yang paling kuat hingga yang paling tidak kuat dianggap mengikuti
kepuasaan individu. Namun, pada kenyataannya beberapa orang rela menderita kelaparan dan
kehausan, hingga akhirnya meninggal. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang dianggap Maslow
kurang kuat dibandingkan kebutuhan fisiologis individu tersebut
Teori ini juga kurang tepat mengenai jumlah kepuasan yang harus dialami individu sebelum
kebutuhan berikutnya yang lebih tinggi terpenuhi. Maslow berpendapat bahwa sebagian besar
kebutuhan dasar inidvidu dipenuhi sebagian dan sebagian lainnya tidak terpenuhi pada saat yang
bersamaan. Dengan demikian, kebutuhan tertentu tidak akan sepenuhnya terpenuhi sebelum
kebutuhan berikutnya muncul. Maslow juga mengungkapkan bahwa munculnya kebutuhan yang
lebih tinggi secara bertahap karena kebutuhan yang lebih rendah menjadi semakin terpuaskan.
Kritik berikutnya pada teori milik Maslow didasarkan pada kelengkapan teori. Kritik ini
menyebutkan bahwa teori miliknya dianggap tidak komprehensif seperti yang terlihat. Perlu
diakui bahwa teori milik Maslow adalah perintis dan langkah kreatif yang bertujuan untuk
merubah pandangan psikologi kepribadian yang awalnya sangat didominasi oleh pandangan
psikopatologi Freudian, menuju pandangan yang lebih positif serta optimis dalam memandang
manusia. Namun, perlu diketahui bahwa teori milik Maslow ini sangat terbatas pada beberapa
jenis fenomena yang dicakupnya secara eksplisit dan dalam sistem penjelasan yang
digunakannya untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa ini sehingga dirasa sulit untuk diterapkan
secara lebih luas.
Teori milik Maslow juga beberapa kali terbukti tidak terlalu tepat hingga akhirnya sulit untuk
dilakukan pengujian terhadapnya, serta kurangnya bukti serta validitas empiris terkait teori-teori
miliknya. Validitas Empiris adalah tolak ukur suatu penelitian yang didasarkan pada pengalaman
atau pengamatan lansgung di lapangan. Contoh dari validitas empiris ialah ketika para peneliti
yang telah membangun ukuran aktualisasi yang memadai, namun ketika digunakan untuk
menguji teori, hasil-hasil penelitian tersebut belum mampu mendukung secara konsisten.
Contoh kritik ini terhadap teori Maslow ialah ketika beberapa peneliti seperti Mathes gagal
untuk menemukan bukti empiris yang mendukung hipotesis milik Maslow yang mengatakan
bahwa orang yang sudah berada di tahapan aktualisasi diri dianggap lebih kreatif dari orang yang
belum sampai kesana. Jadi dari sini kita semakin bisa melihat kurangnya bukti empiris yang
mendukung teori miliknya.
Lebih jauh, teori milik Maslow menunjukkan betapa serakahnya manusia. Manusia tidak
pernah merasa puas terhadap apapun yang sudah dicapainya. Ketika ia sudah sampai pada satu
titik pencapaian, manusia selalu berharap lebih, lebih, dan lebih lagi. Bila kita semua mengikuti
teori milik Maslow maka manusia tidak akan pernah bisa meningkat ke kebutuhan yang lainnya
karena sepanjang hidup manusia tidak akan pernah puas dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya.
Manusia akan sangat sibuk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya yang tidak akan pernah
“cukup”, yang pada akhirnya akan menciptakan manusia yang egois dan sangat individualis yang
memandang bahwa semua akan dilakukan hanya untuk makan.
Kritik terakhir terkait dengan teori milik Maslow yaitu terkait dengan kekeliruan Maslow
dalam menjelaskan puncak dari pencapaian seorang manusia. Maslow berpandangan bahwa
aktualisasi merupakan puncak pencapaian yang bisa diraih oleh seorang manusia. Anggapan ini
kemudian menjadi kritik tersendiri bagi teori miliknya. Banyak yang menganggap bahwa
Maslow mengesampingkan aspek spiritualitas sebagai aspek transendence yang lebih tinggi dari
sekedar aktualisasi diri. Bahkan, Maslow sendiri pada tahun-tahun terakhirnya merevisi teorinya
tersebut. Maslow mengakui bahwa aktualisasi diri bukanlah kebutuhan tertinggi namun masih
ada lagi yang lebih tinggi yaitu self transcendence yaitu hidup itu mempunyai suatu tujuan yang
lebih tinggi dari dirinya, yaitu bagaimana manusia bisa dekat bahkan bersatu dengan sang
pencipta (spiritualitas).
Manusia sejatinya adalah makhluk yang memiliki dua unsur, yaitu unsur jasmani dan rohani.
Kedua unsur ini tidak bisa dipisah atau bahkan berjalan sendiri-sendiri, sehingga keduanya harus
disandingkan dan berjalan bersama secara seimbang. Jika manusia hanya mengedepankan aspek
lahiriahnya saja, maka tidak ada bedanya manusia tersebut dengan binatang. Untuk dapat
dipandang sebagai sebuah entitas yang utuh, tubuh dan juga jiwa manusia saling terkait satu
dengan lainnya. Keduanya tidak bisa dipisahkan, kelemahan dalam tubuh dapat mempengaruhi
jiwa, kekurangan dalam jiwa pasti akan mempengaruhi tubuh. Ini tidak berarti bahwa kesehatan
tubuh dapat diabaikan.

SUMBER ARTIKEL :

Feist, J., & Feist, G. J. (2008). Theories of personality. McGraw-Hill.


Ryckman, R. M. (2008). Theories of personality. Cengage Learning.
Adam, M. (2015). Kritik dan Kelemahan Teori Abraham Maslow (Motivasi).

Anda mungkin juga menyukai