Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Pelanggaran Paten dan Penegakkan Hukum Paten

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hak Kekayaan Intelektual

Dosen Pengampu :

Ibu Tavinayati, S.H., M.H.

Disusun Oleh :

Kelompok 7

Noor Annisa Fitri (2110211220010) Qintari Agnia Rahmi (2110211220016)

Elisa Mutia Oktaria (2110211220068) Yazida Hamidah

Fia Jannati (2110211220014) Muhammad Fikri Haikal (2110211210151)

Bonita Yuliani (2110211220106) Muhammad Daffa Ataillah (2110211210129)

Rosa Adillah Kamis (2110211220053) Alphonsus Patricio Watuta'a

PRODI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang
diberikan-Nya sehingga tugas makalah Kelompok 7 dengan judul "Pelanggaran Paten dan
Penegakan Hukum Paten" dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini di
buat sebagai kewajiban untuk memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Hak Kekayaan
Intelektual dengan dosen pengampu Ibu Tavinayati, S.H., M.H.

Makalah ini kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
literatur sehingga memperlancar proses pembuatan makalah ini. Untuk ini kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari teman-teman dan Dosen Mata Kuliah Hak Kekayaan
Intelektual.

Akhir kata kami berharap semoga isi dari makalah ini dapat memberikan manfaat dan
inspirasi bagi siapa saja yang membacanya, terutama teman-teman Fakultas Hukum
Universitas Lambung Mangkurat.

Banjarmasin, 27 Februari 2023

Kelompok 7
DAFTAR ISI

BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................................9
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................9
A. Pengertian Paten............................................................................................................................9
B. Penyebab Masih Adanya Pelanggaran Penggunaan Paten Di Indonesia..................................9
C. Pelanggaran Terhadap Paten.....................................................................................................11
D. Bentuk dan Lamanya Perlindungan Paten................................................................................12
E. Perlindungan Paten.....................................................................................................................13
F. Pengalihan Hak dan Lisensi........................................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini perkembangan informasi dan teknologi berkembang pesat dengan adanya
beberapa penemuan teknologi dari seseorang atau sekelompok orang yang ingin
menciptakan sesuatu yang dapat digunakan / bermanfaat bagi setiap orang.

Dalam hal ini peranan pemerintah sangatlah penting dalam mengimplementasikan


undang-undang hak cipta, merek, paten, desain industri terhadap Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) di Indonesia agar setiap hasil karya yang dibuat tidak diklaim atau di
bajak oleh pihak lain. Perlindungan hukum tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk
mewujudkan semangat bagi para pembuat ide-ide kreatifitas terutama di bidang
teknologi.

Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual sering disingkat menjadi HKI
atau HaKI. Dalam istilah asing disebut IPR (Intellektual Property Right) yang berarti
kekayaan atau sesuatu yang dimiliki, dijual belikan. Hak Milik Intelektual, Hak Kekayaan
Intelektual, (Intellektuele Eigendomsrecht) merupakan kekayaan atas segala hasil
produksi, kecerdasan daya pikir seperti tehnologi, pengetahuan, seni,sastra, dan lain- lain
yang berguna bagi manusia. 1

Adapun pengertian HKI (Hak Kekayaan Intelektual) adalah hak eksklusif yang
diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya.
Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merek. Namun jika
dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari dua benda yaitu benda tidak berwujud
(benda imateriil).

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dimaksudkan untuk memperoleh perlindungan


hukum atas kekayaan intelektual yang dimiliki seseorang, kelompok, maupun
perusahaan.2

1
Kusumastuti, D., & Suseno, dkk, Y. D. (2018). Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Konsep Perlindungan
Hukum Terhadap Produk Industri Kecil Menengah. RESEARCH FAIR UNISRI, 3(1).hlmn1
2
Ni Ketut Suspati Dharmawan, Wayan Wiryawan, dkk, Hak Kekayaan Intelektual , Deepublish Group CV Budi
Utama, 2012, hlm.14
Diadakannya HKI juga ditujukan untuk merangsang orang lain agar mau terus
berinovasi serta mengembangkan ide kreatifnya. Jika disimpulkan, ada tiga tujuan dari
diadakannya hak kekayaan intelektual adalah:3

a. Mendorong inovasi dan pengembangan kreativitas di masyarakat.


b. Sebagai bentuk penghargaan dan pengakuan atas hasil karya atau kreativitas
seseorang
c. Mendorong orang lain untuk terus berinovasi dan mengembangkan ide
kreatifnya

Menurut Munaf (2001), peran HKI pada saat ini cukup penting, antara lain:4

a. Sebagai alat persaingan dagang, terutama bagi negara maju agar tetap dapat
menjaga posisinya menguasai pasar internasional dengan produk barangnya;
b. Alat pendorong kemajuan IPTEK dengan inovasi-inovasi baru yang dapat
diindustrikan; dan
c. Alat peningkatan kesejahteraan perekonomian masyarakat, khususnya para
peneliti yang mempunyai temuan yang diindustrikan yaitu dengan
mendapatkan imbalan berupa royalti.

Adapun Sifat Hak Kekayaan Intelektual yaitu :5

a. Mempunyai Jangka Waktu Tertentu atau Terbatas Apabila telah habis masa
perlindungannya ciptaan atau penemuan tersebut akan menjadi milik umum,
tetapi ada pula yang setelah habis masa perlindungannya dapat diperpanjang
lagi, misalnya hak merek.
b. Bersifat Eksklusif dan Mutlak HKI yang bersifat eksklusif dan mutlak ini
maksudnya hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun. Pemilik hak
dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun. Pemilik
atau pemegang HaKI mempunyai suatu hak monopoli, yaitu pemilik atau
pemegang hak dapat mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa

3
Rizkia, N. D., & Fardiansyah, H. (2022). HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL SUATU PENGANTAR. Penerbit
Widina. ,hlm15
4
Dr. Ir. Krisnani Setyowati Efridani Lubis, SH, MH Elisa Anggraeni, STP, MSc M.Hendra Wibowo, STP, Hak
Kekayaan Intelektual dan Tantangan Implementasinya di Perguruan Tinggi, Kantor HKI-IPB, Kantor Hak
Kekayaan Intelektual Institute Pertanian Bogor, Bogor, 2005, hlm.3
5
Rizkia, N. D., & Fardiansyah, H. (2022). HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL SUATU PENGANTAR. Penerbit
Widina. ,hlm22
persetujuannya untuk membuat ciptaan atau temuan ataupun
menggunakannya.

Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual yang dilindungi di Indonesia yaitu :

1. Hak Cipta (Copyright) : Undang-undang No.28 Tahun 2014


2. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Right), yang terdiri dari :
 Paten (Patent) : Undang-undang No.13 Tahun 2016
 Merek (Trademark) : Undang-undang No. 20 Tahun 2016
 Rahasia Dagang (Trade Secret) : Undang-undang No.30 Tahun 2000
 Desain Industri (Industrial Design) : Undang-undang No.31 Tahun 2000
 Desain Tata Letak Industrial Terpadu (Layout Design of Integrated
Circuit) : Undang-undang No.32 Tahun 2000

Pada makalah ini kami akan lebih mendalam membahas berkaitan dengan Paten,
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil
invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
invensinya tersebut kepada pihak lain untuk melaksanakannya.6 Paten merupakan
perlindungan hukum terhadap karya intelektual di bidang teknologi yang telah dituangkan
ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik dalam bentuk proses atau
produk atau penyempurnaan dan pengembangan atas proses atau produk yang telah ada.
Oleh karena itu, Paten harus dipahami sebagai hak eksklusif yang diberikan oleh Negara
kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu
tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya pada
pihak lain untuk melaksanakannya.7

Beberapa pengertian istilah yang terkait dengan paten adalah sebagai berikut:8

1. Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan
masalah yang spesifik di bidang teknologi yang dapat berupa produk atau proses,
atau penyempurnaan dan pengembangan atas suatu proses atau produk dimaksud.

6
Mujiyono & Feriyanto, Memahami dan Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual, Sentra HKI Universitas
Negeri Yogyakarta 2017, Hlm. 15
7
Rizkia, N. D., & Fardiansyah, H. (2022). HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL SUATU PENGANTAR. Penerbit Widina. ,
Hlm. 85
8
Sejarah Perkembangan Perlindungan Kekayaan Intelektual (KI), Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual
Kementerian Hukum dan Ham, Republik Indonesia
2. Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara
bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang
menghasilkan invensi.
3. Pemegang Paten adalah inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima
hak tersebut dari pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak
tersebut.
4. Paten Sederhana adalah invensi yang memiliki nilai kegunaan lebih praktis
daripada invensi sebelumnya dan bersifat kasat mata atau berwujud.
5. Paten Biasa adalah invensi yang sifatnya katas mata atau tidak kasat mata baik
produk, proses, atau metode, termasuk penggunaan, komposisi dan produk yang
merupakan product by process.

Hak yang dimiliki oleh pemegang paten adalah:9

1. Pemegang paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan paten yang


dimilikinya, dan melarang orang lain yang tanpa persetujuan: (a) dalam hal paten
produk: membuat, menjual, mengimport, menyewa, menyerahkan memakai,
menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi
paten; (b) dalam hal paten proses: menggunakan proses produksi yang diberi
paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana yang dimaksud
dalam huruf a.
2. Pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain berdasarkan surat
perjanjian lisensi;
3. Pemegang paten berhak menggugat ganti rugi melalui pengadilan negeri setempat,
kepada siapapun, yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam butir 1 di atas;
4. Pemegang paten berhak menuntut orang yang sengaja dan tanpa hak melanggar
hak pemegang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana yang
dimaksud dalam butir 1 di atas.

Ada 2 macam sistem pendaftaran paten dalam rangka perlindungan hukum, yaitu;
Sistem First to File adalah suatu sistem yang memberikan hak paten bagi mereka yang
mendaftar pertama atas invensi baru sesuai dengan persyaratan. Sistem First to Invent
adalah suatu system yang memberikan hak paten bagi mereka yang menemukan inovasi
9
Ibid, hlm.43
pertama kali sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Sistem first-to-file adalah
suatu sistem pemberian paten yang menganut mekanisme bahwa seseorang yang pertama
kali mengajukan permohonan dianggap sebagai pemegang paten, bila semua
persyaratannya dipenuhi. Sistem paten yang diterapkan di Indonesia menganut sistem
first-to-file, dalam Pasal 34 UUP disebutkan ”Apabila untuk satu invensi yang sama
ternyata diajukan lebih dari satu permohonan paten oleh pemohon yang berbeda, hanya
permohonan yang diajukan pertama atau terlebih dahulu yang dapat diterima. 10 Pemilik
paten memiliki hak khusus untuk mengontrol penggunaan penemuannya yang telah
dipatenkan selama 20 tahun. Untuk menegakkan hak, pengadilan bertindak untuk
mencegah pelanggaran paten. Apabila pihak ketiga berhasil membuktikan ketidakabsahan
paten, pengadilan dapat memutuskan bahwa paten yang diperoleh tidak sah.

B. Rumusan Masalah
1. Mengapa masih ada pelanggaran penggunaan paten di Indonesia?
2. Bagaimana bentuk penegakkan hukum yang dilakukan terhadap pelanggaran
paten di Indonesia?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui penyebab pelanggaran penggunaan paten di Indonesia
2. Untuk mengetahui bentuk penegakkan hukum yang dilakukan terhadap
pelanggaran paten di Indonesia

10
Ibid, hm.44
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Paten

Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil
Invensinya di bidang teknologi untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya.11 Paten diberikan untuk bidang teknologi, yaitu ilmu pengetahuan yang
diterapkan dalam proses industri. Selain itu, paten sederhana (utility models) dikenal yang
hampir sama dengan paten, tetapi memiliki syaratsyarat perlindungan yang lebih
sederhana. Paten dan paten sederhana di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Paten.

B. Penyebab Masih Adanya Pelanggaran Penggunaan Paten Di Indonesia

1. Minimnya Permohonan Paten Domestik Indonesia

Berdasarkan data dari Kantor Paten, sampai akhir Mei 2000, total permintaan
paten di Kantor Paten Indonesia sejumlah 27.957 buah. Dari jumlah tersebut,
permintaan paten dari dalam negeri berjumlah 1.338 buah. Hal ini berarti permintaan
paten domestik hanya mencapai 4,8% dari total permintaan.
Menurut Insan Budi Maulana, alasan minimnya permintaan paten domestik yang
diajukan ke Kantor Paten (Sekarang Direktorat Jendral HKI) adalah:
a. Sosialisasi paten yang belum efektif dari tingkat pemahaman dan tingkat
kesadaran akan arti paten dan sistem hukum paten belum dianggap cukup
bagi kalangan peneliti, baik dari lembaga penelitian Pemerintah maupun
swasta, termasuk perguruan tinggi. Sehingga hasil-hasil penelitian yang
dilakukan oleh para peneliti tidak diajukan permintaan patennya.
b. Faktor ekonomis yaitu kemampuan para peneliti untuk menyiapkan dana
untuk mengajukan permintaan paten yang terbatas, selain karena situasi krisis
ekonomi dan belum dipahaminya bahwa paten justru mempunyai manfaat
ekonomi apabila penemuan itu berhak atas paten dan digunakan untuk
kepentingan umum.

11
Santoso, HUKUM ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (Yogyakarta: PUSTAKABARUPRESS, 2021), hlm 37
c. Permintaan paten dianggap sangat  birokratis dan memakan waktu lama. Hal
ini menimbulkan ketidakpahaman para peneliti. bahwa prosedur dan proses
permintaan paten tidaklah sesederhana sebagaimana yang diduga, selain harus
memiliki pengetahuan hukum paten dan kemampuan menyusun deskripsi
permintaan paten, juga perlu disadari bahwa proses permintaan paten harus
mengikuti prosedur yang telah ditentukan.

2. Krisis Moneter yang Berkepanjangan


Krisis moneter yang terjadi di Indonesia telah mendorong meningkatnya
pelanggaran HKI, termasuk Paten. Kondisi perekonomian yang semakin terpuruk
akibat krisis ekonomi, telah menurunkan purchasing power (daya beli) masyarakat.
Pada situasi seperti ini kita dihadapkan pada kenyataan bahwa harga produk yang
orisinil atau dilindungi paten sangat mahal, telah mendorong masyarakat untuk
"menyuburkan" praktik pembajakan serta pelanggaran terhadap paten. Dalam bidang
paten akibat krisis moneter pelanggaran paten akan banyak terjadi dalam bidang
industri otomotif, farmasi, peralatan rumah tangga, dan lain-lain.

3. Pandangan Masyarakat bahwa Paten adalah Konsep Barat


Paten merupakan hak eksklusif, bila dilihat dari akar budaya bangsa Indonesia
dapat dikatakan tidak mempunyai akar sejarah dan juga tidak terdapat dalam hukum
adat. Dikarenakan paten dan HKI tersebut bukan berasal dari nilai-nilai budaya
bangsa Indonesia, tetapi berasal dari nilai-nilai barat yang lahir kembali dalam sistem
hukum keperdataannya, kadangkala pemberlakuan hak tersebut dalam kehidupan
masyarakat menimbulkan pertentangan dengan nilai-nilai budaya tradisional yang
telah melembaga dalam kehidupan masyarakat. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi masyarakat untuk tidak mematuhi hukum di bidang HKI antara lain:

a. Pelanggaran HKI pada umumnya dilakukan untuk mengambil jalan pintas


guna mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari pelanggaran
tersebut.
b. Masyarakat pelanggar menganggap hukum yang dijatuhkan oleh pengadilan
selama ini terlalu ringan bahkan tidak pernah ada tindakan-tindakah preventif
maupun represif yang dilakukan
c. Ada sebagian masyarakat yang masih merasa bangga apabila hasil karyanya
ditiru orang lain.
d. Dengan melakukan pelanggaran pajak atau produk hasil pelanggaran tersebut
tidak perlu di bayar kepada pemerintah
e. Masyarakat tidak memperhatikan apakah barang tersebut asli atau palsu yang
penting bagi mereka adalah harganya murah dan terjangkau

4. Lemahnya penegakan hukum


Penegakan hukum ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Peraturan perundang-undangan
b. Aparat penegak hukum
c. Kesadaran hukum masyarakat

Secara konseptual, peraturan perundang-undangan di bidang paten, sudah


memenuhi standar internasional, baik aturan materiilnya maupun formilnya. Untuk
meningkatkan pelaksanaan penegakan HKI di Indonesia, Ditjen HKI sebagai pihak
yang paling berkompeten telah merencanakan empat langkah strategis, yaitu:

a. Merevisi atau mengubah peraturan perundang-undangan yang telah ada di


bidang HKI untuk disempurnakan lagi dan mempersiapkan penyertaan
Indonesia dalam konvensi-konvensi internasional
b. Menyempurnakan administrasi pengelolaan sistem HKI dan meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat
c. Memasyarakatkan atau sosialisasi HKI
d. Membantu penegakan hukum di bidang HKI

C. Pelanggaran Terhadap Paten

Tindak Pidana melanggar hak pemegang paten dirumuskan dalam pasal 131 Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2001. Unsur-unsur tindak pidana adalah kesalahan, melawan
hukum, perbuatan dan objek tanpa hak atau melawan hukum tersebut dibuktikan melalui
fakta dengan terdaftarnya paten produk tersebut telah terdaftar sebagai milik pihak lain
dan jika telah terdaftar tentu dapat dibuktikannya kebenarannya dengan bersertifikat. Jika,
jaksa mendapat kesulitan untuk membuktikan keadaan ini, baru perlu membuktikan
sengaja sebagai kemungkinan.

Sebagai contoh, pelanggaran Paten Slide to Unclock Studi Kasus Apple VS Samsung
Slide unclock pertama kali diperkenalkan Apple pada Januari 2007 saat peluncuran
handphone iPhone perdana yang sengaja dibuat supaya saat iPhone dimasukkan ke dalam
kantong, layar iPhone tidak terpencet secara tidak sengaja. Pimpinan iOS, Scott Forstall
diklaim sebagai orang yang menemukan Slide to Unlock, dengan peran serta dari enginer
lain seperti Imran Chaudhri, Bas Ording, Freddy Allen Anzures, Marcel Van Os, Stephen
O. Lemay and Greg Christie. Apple telah resmi mendapatkan paten atas desain fitur slide
to unlock khas iPhone. Paten tersebut diberikan U.S. Patent and Trademark Office dan
terdaftar dengan nomor D675,639. Dalam deskripsinya, paten ini disebut sebagai
ornamental design for a display screen or portion thereof with a graphical user interface.
Selain, desain slide to unlock, Apple juga mendaftarkan paten bernomor D675,612
dengan deskripsi ornamental design of an electronic device yang isinya menjelaskan
mengenai desain sudut membulat yang diusung iPhone. Apple menuntut Samsung dan
akhirnya memenangi hak paten slide-tounlock atas Samsung setelah menjalani proses
pengadilan selama empat tahun.12Dengan kemenangan tersebut, perusahaan besutan Steve
Jobs tersebut berhak mendapat royalti US$ 120 juta atau sekitar Rp 1,6 triliun.
Mahkamah Agung Amerika Serikat menyatakan tidak menerima pengajuan banding atas
kasus yang telah diperkarakan sejak 2014 tersebut. Kasus ini memperebutkan hak paten
atas slide-to-unlock dan tautan cepat. Samsung dinyatakan telah melanggar kedua hak
paten tersebut. Keputusan tersebut sempat dibatalkan setelah dua tahun ditetapkan, tapi
kembali dipulihkan setahun setelahnya. Samsung kemudian mengajukan banding ke
Mahkamah Agung dan berakhir dengan kemenangan Apple. 13Ancaman hukuman bagi
pelanggaran atas Paten yang menurut Pasal 130 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001
Tentang Paten adalah pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Untuk paten sederhana, ancaman
hukumannya adalah pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah.)

D. Bentuk dan Lamanya Perlindungan Paten


Bentuk perlindungan Paten adalah pemberian hak eksklusif bagi Pemegang Paten
untuk:
1. Dalam hal paten produk:
a. Membuat;
b. Menggunakan;
c. Menjual;
d. Mengimpor;
12
Febri Yandi, Contoh Pelanggaran Hak Paten atas Desain Fitur Slide to Unclock (Studi Kasus Apple VS
Samsung), Fakultas Komputer, Jurnal Section Class Content, 2018, hlm.3
13
Ibid, hlm.4
e. Menyewakan;
f. Menyerahkan; atau
g. Menyediakan untuk dijual; atau
h. Disewakan; atau
i. Diserahkan.
Perlindungan paten di Indonesia dilaksanakan dengan beberapa alasan, antara
lain: Karena Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World
Trade Organization (Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), selanjutnya
disebut World Trade Organization, dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994
Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization
(Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57) dan Persetujuan TRIPs. Sebagai
konsekuensinya maka perlindungan terhadap hak paten harus diterapkan dengan
baik. Bentuk lain keseriusan pemerintah untuk menegakkan perlindungan HKI
yaitu dengan lahirnya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

2. Dalam hal Paten proses; menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk
membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam di atas.
Untuk kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan, atau analisa, termasuk
kegiatan untuk keperluan uji bioekivalensi atau bentuk pengujian lainnya,
sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pemegang Paten,
dianggap bukan merupakan pelanggaran pelaksanaan Paten yang dilindungi.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi pihak yang
betul-betul memerlukan penggunaan invensi semata-mata untuk penelitian dan
pendidikan. Sedangkan yang dimaksud dengan tidak merugikan kepentingan
yang wajar dari Pemegang Paten adalah agar pelaksanaan atau penggunaan
invensi tersebut tidak digunakan untuk kepentingan yang mengarah kepada
eksploitasi untuk kepentingan komersial sehingga dapat merugikan bahkan dapat
menjadi kompetitor bagi Pemegang Paten. Jangka waktu perlindungan untuk
Paten adalah 20 (dua puluh) tahun tidak dapat diperpanjang, dan untuk Paten
Sederhana 10 (sepuluh) tahun juga tidak dapat diperpanjang. Jangka waktu
demikian dinilai cukup untuk memperoleh manfaat ekonomi yang wajar bagi
pemegang Paten atau Paten Sederhana.
E. Perlindungan Paten
Peraturan perundang-undangan di bidang HKI terkait dengan 2 (dua) kepentingan,
yaitu nasional dan internasional. Kepentingan nasional adalah bagaimana hukum HKI
memberikan iklim kondusif bagi pertumbuhan industri nasional lewat pengaturan hak-hak
yang timbul dari karya intelektual manusia. Dilihat dari sudut kepentingan internasional,
perlindungan hukum yang diberikan kepada HKI tidak hanya ditujukan untuk melindungi
pemilik HKI di dalam negeri saja, tetapi juga memberikan perlindungan yang sama
kepada pemilik HKI asing. Hal tersebut sesuai dengan prinsip Asas National Treatment
yang dianut Persetujuan TRIP’s yang mensyaratkan perlindungan yang diberikan kepada
pemilik HKI asing sama dengan perlindungan yang diberikan kepada warga negara
sendiri. 14
Dalam TRIPs aturan mengenai Paten diatur dalam pasal 27 hingga pasal 34. Yang
membedakan TRIPs dengan konvensi – konvensi internasional yang sebelumnya ialah
karena konvensi – konvensi sebelumnya sudah tidak lagi sesuai dengan situasi yang ada
dan juga dinilai sempurna sehingga sangat dibutuhkannya pembaharuan produk hukum
karena pesatnya pertumbuhan dan perkembangan yang ada khususnya dibidang teknologi.
Oleh karena itu, dibutuhkan adanya pembaharuan dan juga persamaan persepsi dari tiap
Negara anggota sehingga dapat membuat suatu produk yang sempurna bagi tiap Negara –
Negara anggota. TRIPs merupakan pelopor bagi lahirnya hukum positif di Indonesia
mengenai HAKI. Dalam rangka penyesuaian peraturan perundang – undangan Hak
Kekayaan Intelektual Nasional dengan norma – norma yang ada dalam TRIPs, Indonesia
telah mengambil langkah yang sistematis dengan merubah Undang – Undang Nomor 6
Tahun 1989 disesuaikan dengan mengubahnya menjadi Undang – Undang Nomor 13
Tahun 1997. Kemudian yang terakhir dengan disahkannya Undang – Undang Nomor 13
Tahun 2016.

14
Tavinayati, Hukum Paten (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2014), halaman 53.
Dalam TRIP’s aturan mengenai Paten diatur dalam Pasal 27-Pasal 34. Yang
membedakan TRIP’s dengan konvensi-konvensi internasional yang sebelumnya ialah
karena konvensi-konvensi sebelumnya sudah tidak laho sesuai dengan situasi yang ada
dan juga dinilai sempurna sehingga sangat dibutuhkannya pembaharuan produk hukum
karena pesatnya pertumbuhan dan perkembangan yang ada khususnya dibidang teknologi.
Oleh karena itu, dibutuhkan adanya pembaharusn dan juga persamaan persepsi dari setia
Negara anggota sehingga dapat membuat suatu produk yang sempurna bagi tiap Negara-
Negara anggota. TRIP’s merupakan pelopor bagi lahirnya hukum positif fi Indonesia
mengenai HAKI. Dalam rangka penyesuaian peraturan perundang – undangan Hak
Kekayaan Intelektual Nasional dengan norma – norma yang ada dalam TRIPs, Indonesia
telah mengambil langkah yang sistematis dengan merubah Undang – Undang Nomor 6
Tahun 1989 disesuaikan dengan mengubahnya menjadi Undang – Undang Nomor 13
Tahun 1997. Kemudian yang terakhir dengan disahkannya Undang – Undang Nomor 13
Tahun 2016 . 15
Terdapat beberapa unsur yang perlu diperhatikan dalam sistem perlindungan hukum
terkait HKI. Subjek perlindungan adalah pemegang HKI, baik perorangan maupun badan
hukum. Objek perlindungan adalah seluruh jenis kekayaan intelektual yang diatur oleh
undang-undang (Hak Cipta, Hak Paten, Hak Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang, dan Varietas Tanaman). Perlindungan atas HKI
hanyalah bagi kekayaan intelektual yang terdaftar dan dibuktikan dengan sertifikat
pendaftaran, kecuali Undang-Undang menentukan lain. 16

15
Rignaldo Ricky Wowiling. Penegakan Hukum Hak Paten Menurut TRIP’s Agreement dan Pelaksanaannya di Indonesia, Vol.VI, No.10, Lex
Crimen, (2017): 87
16
Prabandari, A. P., Hananto, P. W. H., Lestari, S. N., & Roisah, K. (2020). The legal protection of intellectual property rights toward the
maritime scientific researches in Indonesian seas. AACL Bioflux, 13(3), 1437-1444.
Di Indonesia dari waktu ke waktu dilakukan penyempurnaan terhadap peraturan
tentang hak paten. Sebelum berlaku Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten,
kita sudah mengenal Undang-Undang No. 13 Tahun 1997 bahkan sebelumnya Undang-
Undang No. 6 Tahun 1989. Penyempurnaan terhadap berbagai ketentuan tersebut, selain
bermaksud untuk mengatasi hambatan yang dirasakan dalam praktek kurang memberi
perlindungan hukum bagi seorang penemu, juga dimaksudkan dalam rangka penyesuaian
dengan perjanjian-perjanjian internasional seperti Persetujuan TRIPs yang telah
ditandatangani Indonesia. Harapan besar dalam perubahan dan penyesuaian ini adalah
untuk menghapuskan berbagai hambatan, terutama juga untuk memberikan fasilitas yang
mendukung upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi perdagangan baik secara
nasional maupun internasional. (Hardianata, D. (2018). PERLINDUNGAN HAK
PATEN)
Menurut UU nomor 13 tahun 2016 Pasal 2 perlindungan paten dibagi menjadi dua,
yakni Paten dan Paten sederhana. Dalam Pasal 3 menyebutkan bahwa paten diberikan
untuk Invensi yang baru, mengandung langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam
industri, sedangkan paten sederhana diberikan untuk setiap Invensi baru, pengembangan
dari produk atau proses yang telah ada, dan dapat diterapkan dalam industri.
Beberapa alasan mengapa HKI, diantaranya paten harus dilindungi adalah:
a. Pertama perhatian masyarakat terhadap paten makin meningkat sehingga perlu
untuk lebih seksama menciptakan sistem perlindungan paten yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat, perlindungan invensi perlu diimbangi dengan
peran aktif pemerintah.
b. Merupakan wujud penghargaan, pengakuan dan jaminan atas keberhasilan
manusia dalam melahirkan karya-karya inovatifnya dengan mengerahkan
segala kemampuan dan jerih payahnya. Dasar pemberian paten kepada
inventor didasarkan pada rasa keadilan dan kelayakan atas jerih payahnya.
Dengan adanya perlindungan dapat merangsang kreativitas dalam upaya
menciptakan karya-karya baru dibidang tekhnologi. Semakin tinggi
penghargaan negara terhadap HKI, maka masa depan suatu bangsa akan
menjadi lebih baik.
c. Sejalan dengan prinsip bahwa HKI merupakan suatu alat untuk meraih dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem perlindungan HKI
dengan mudah diakses pihak lain misalnya seperti paten yang bersifat terbuka,
dimana inventornya berkewajiban untuk menguraikan atau membeberkan
penemuannya dengan rinci, yang memungkinkan orang lain dapat belajar atau
melaksanakan penemuan tersebut. Oleh karena itu, sebagai insentif dan
imbalan kepada inventor harus diberikan hak khusus (eksklusif) dalam jangka
waktu tertentu. Paten sebagai sumber informasi tidak saja hanya untuk
kepentingan inventor, namun keterangan-keterangannya diterbitkan untuk
umum, sehingga menjadi pengetahuan umum yang dapat merangsang invensi
berikutnya.
d. Dengan invensi yang telah mendapat perlindungan hukum, inventor akan
mendapatkan keuntungan, berupa pembayaran royalti dan tehnical fee
sehingga diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk
mendorong melahirkan invensi baru yang berkelanjutan.
e. Dengan adanya perlindungan HKI khususnya paten, dapat mencegah pihak
ketiga dari membuat, menggunakan, atau menjual setiap penemuan yang
dikonstruksi dalam klaim paten. Hak eksklusif ini memuat prinsip utama paten
yang memberikan perlindungan hukum bagi inventor atau pemegang paten
untuk melaksanakan penemuannya dalam jangka waktu 20 tahun untuk paten
standar dan 10 tahun untuk paten sederhana. Dengan demikian, orang lain
dilarang melaksanakan paten tersebut tanpa persetujuan pemegang paten.
f. Adanya perlindungan terhadap paten pada akhirnya adalah mewujudkan
kesejahteraan masyarakat, baik dalam perekonomian maupun penguasaan
teknologi. Perlindungan yang diberikan harus mencerminkan keadilan dan
kepastian hukum para pihak serta masyarakat umum, baik dari sudut pandang
kepentingan ekonomi maupun kepentingan teknologi.
F. Pengalihan Hak dan Lisensi
Hak terkait paten adalah hak yang timbul dari paten, seperti hak yang eksploitasi
ekonomi pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh
pemilik paten kepada pihak lain atas perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat
ekonomi dari suatu paten yang dilindungi dalam jangka waktu tertentu dan dalam syarat
tertentu. kewajiban bagi seorang pemegang kuasa untuk merahasiakan penemuan dan
semua dokumen permohonan yang diajukan pada Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan
Intelektual (HaKI) Departemen Hukum dan HAM.
Paten dapat dialihkan seluruhnya atau sebagian: melalui pewarisan; hibah; wasiat;
perjanjian tertulis; atau karena alasan lain yang timbul dari peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Salah satu bentuk pengalihan paten yang paling populer adalah lisensi.
Memilih lisensi karena risiko penerima dan pemberi lisensi seimbang. Sebagian besar
risiko dialihkan ke pemegang lisensi, yang bertanggung jawab untuk mengembangkan,
membuat, dan memasarkan produk berlisensi. Undang-undang Paten mengatur pada saat
formalisasi lisensi bahwa, jika tidak ada perjanjian lain yang disepakati, pemilik paten tetap
dapat mengajukan sendiri permintaannya atau memberikan lisensi kepada pihak ketiga
(non eksklusif). Perjanjian lisensi tidak boleh memuat ketentuan, baik langsung maupun
tidak langsung, yang dapat merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan
yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan
teknologi pada umumnya dan yang berkaitan dengan invensi yang diberi paten tersebut
pada khususnya. Perjanjian lisensi harus dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya

Anda mungkin juga menyukai