10 Referat
10 Referat
Disusun oleh:
Kelompok 10
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Kelompok 10
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Tujuan................................................................................................2
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuli merupakan suatu keadaan kehilangan pendengaran yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap rangsangan, terutama
melalui indera pendengarannya (Lestari, 2016 ). Estimasi jumlah penderita
gangguan pendengaran di seluruh dunia meningkat dari 120 juta orang pada
tahun 1995 menjadi 250 juta orang pada tahun 2004. Lebih dari 5% dari
populasi dunia memiliki gangguan pendengaran (328 juta orang dewasa dan
32 juta anak-anak). Sedangkan di indonesia prevalensi ketulian mencapai 16
juta jiwa dimana 16,8% dari jumlah penduduknya (Eryani et al., 2017).
Tuli terbagi menjadi 3, yaitu tuli kongenital, tuli perseptif (tuli
sensorineural), dan tuli konduktif. Tuli kongenital merupakan ketulian yang
terjadi pada bayi disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi
kehamilan maupun saat lahir (Nugroho et al., 2012). Tuli sensorineural (tuli
perseptif) merupakan gangguan pada sistem sensor telinga dalam terutama
pada koklea, nervus VIII atau di pusat pendengaran (Iskandar et al., 2012).
Tuli konduktif adalah kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah
(Wijayati & Engkatini, 2018).
B. Tujuan
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
B. Fisiologi Pendengaran
Ketika terdapat suara, pinna auricula akan menangkap gelombang
suara masuk ke meatus acusticus externus. Getaran membran tympani
diteruskan ke tulang – tulang pendengaran (os maleus, os incus, os stapes).
Getaran stapes akan diteruskan ke fenestra vestibuli yang akan mendorong dan
mengatur tekanan perilimfe di scala vestibuli dan scala tympan, kemudian
menggetarkan endolimfe (Sherwood,2012).
C. Tuli Kongenital
3
C.1 Etiologi dan Faktor Risiko
Faktor yang menyebabkan tuli kongenital salah satunya yaitu
infeksi virus saat kehamilan (rubella, cytomegalovirus (CMV),
toxoplasma, herpes simplex), genetik, dan prematuritas (Simatupang,
2014). Tuli kongenital dapat menyebabkan lesi pada persyarafan koklea
maupun syaraf auditorius dan defek pada media konduksi bunyi
(Pratiningrum dan Purnami, 2010).
C.2 Patofisiologi
Salah satu penyebab tersering tuli kongenital adalah infeksi virus
Rubella. Virus ini bekerja dengan menghambat proses pembentukan sel
dan meningkatkan apoptosis sel sehingga organ tidak dapat terbentuk
ataupun sel penyusun organ berkurang. Pada janin sistem pendengaran
mulai terbentuk pada usia kehamilan 8 minggu sehingga jika terjadi
infeksi pada usia kehamilan kurang dari 8 minggu dapat menyebabkan
terjadinya tuli sensorineural ( Fitriany dan Husna, 2018).
C.3Penanganan
Penanganan tuli kongenital dapat dicegah dengan cara vaksinasi
saat masa kehamilan. Untuk perlindungan terhadap serangan virus Rubella
telah tersedia vaksin MMR (Mumps, Measles, Rubella). Vaksin Rubella
diberikan pada bayi usia 15 bulan. Setelah itu harus mendapat ulangan
pada umur 4-6 tahun. Bila belum mendapat ulangan pada umur 4-6 tahun,
harus tetap diberikan umur 11-12 tahun, bahkan sampai remaja. Vaksin
tidak dapat diberikan pada ibu yang sudah hamil (Fitriany & Husna,2018).
D. Tuli Perseptif
D.1 Etiologi dan Faktor Risiko
Tuli perseptif / sensorineural adalah tuli yang diakibatkan adanya
lesi pada reseptor sensoris koklea atau saraf auditorius baik perifer
maupun sentral (Marlina et.al, 2016). Faktor yang menyebabkan
terjadinya lesi salah satunya yaitu kebisingan (Rahmawati, 2015), infeksi
4
(sindrom rubella kongenital), asfiksi neonatarum, kongenital (prematur)
(Rahayuningrum et.al, 2016).
D.2 Patofisiologi
Kebisingan suara dapat merusak sel-sel rambut (hilangnya
stereosilia) pada koklea yang mengakibatkan kematian sel dan
penggantian sel rambut dengan jaringan parut sehingga suara yang masuk
tidak dapat diteruskan. Salain itu, kurangnya supply oksigen juga dapat
merusak sel rambut koklea (Silbernagl dan Lang, 2016).
D.3 Penanganan
a. Alat Bantu Dengar
Alat bantu dengar dibuat untuk memperkuat rangsangan bahagian sel-
sel sensorik telinga bagian dalam yang rusak terhadap rangsangan
suara dan bunyi-bunyian dari luar (Jumali et al,2013).
b. Implan Koklea
Implan koklea merupakan alat prostetik yang dirancang untuk
mengubah energi suara mekanik menjadi sinyal elektrik yang secara
langsung merangsang saraf auditori pada penderita dengan gangguan
pendengaran berat-sangat berat (Zainul et al,2010).
E. Tuli Konduktif
E.1 Etiologi dan Faktor Risiko
Tuli konduktif disebabkan oleh gangguan struktur yang
menghantarkan gelombang suara ke koklea antara lain akibat dari
abnormalitas telinga luar atau telinga tengah (Santoso dan Ekorini, 2014).
Faktor yang dapat menyebabkan tuli konduktif yaitu disgenesis aurikula
dan kanalis akustikus eksternus, infeksi, trauma, dan tumor sebab lainnya
(impacted serumen) (Wibowo, 2019).
E.2 Patofisiologi
Tuli konduktif disebabkan adanya gangguan dalam hantaran suara
seperti adanya penumpukan serumen pada otitis media. Pada kemoterapi
kanker nasopharing, radiasi akan memperbesar mukosa yang akan
5
mempengaruhi patensi tuba eustachius dan menyebabkan akumulasi cairan
di telinga tengah sehingga menghambat hantaran suara ( Natalia dan Musa,
2010). Pada kondisi otosklerosis, tulang-tulang pendengaran tidak dapat
menghantaran suara dari membran timpani ke jendela oval (Silbernagl dan
Lang, 2016).
E.3 Penanganan
a. Pembersihan Serumen dengan Spoling
Spoiling adalah tindakan memasukkan air ke dalam telinga dengan
cara disemprotkan dengan menggunakan spuit dan jarum venocath
(Roland et al., 2009).
b. Gromet untuk Otitis Media Efusi
a. Efedrin HCl 0,5%
1. Farmakokinetik
2. Farmakodinamik
Mekanisme utama efek efedrin terhadap kardiovaskular
adalah meningkatkan kontraktilitas otot jantung dengan aktivasi
reseptor β1. Dengan adanya antagonis reseptor β maka efek
efedrin terhadap kardiovaskular adalah dengan stimulasi reseptor
α (Firmanda, 2019).
b. H2O2 3%
1. Farmakokinetik
6
Hidrogen peroksida mengalami dekomposisi dalam usus
sebelum penyerapan. Ketika masuk ke dalam jaringan, larutan
memiliki daya tembus yang buruk. Jalur distribusi dapat melalui
paru-paru, usus hati dan ginjal. Waktu paruh 8-20 jam, diekskresi
melalui pernapasan manusia sebanyak 1,0 ± 0,5 g/ L (Cadahia, et
al, 2018).
2. Farmakodinamik
Hidrogen peroksida merupakan peroksida inorganik yang
bekerja sebagai antimikroba, membunuh bakteri dengan
melepaskan oksigen reaktif saat berkontak dengan jaringan yang
mengandung enzim katalase (Baumann, 2018).
7
BAB III
KESIMPULAN
1. Tuli merupakan gangguan pendengaran dan terbagi menjadi tuli kongenital, tuli
perseptif (tuli sensorineural) dan tuli konduktif.
2. Anatomi organ telinga dibagi menjadi tiga area, yaitu telinga bagian luar,
tengah, dan dalam.
4. Etiologi tuli yang paling sering ditemukan, yaitu infeksi virus saat kehamilan
(kongenital), lesi neural (perseptif), dan gangguan stuktural (konduktif).
5. Ketulian disebabkan oleh sel rambut yang rusak dikarenakan adanya stress
suara maupun iskhemik dapat mengganggu terbukanya kanal k+ di membran
sel.
7. Pemberian obat dilakukan pada pengobatan tuli konduktif berupa Efedrin HCL
0,5% dan H2O2 (hydrogen peroksida) 3%.
8
DAFTAR PUSTAKA
Billy, T., Tumbel, R., dan Palandeng, O. 2014. Pengaruh Bising terhadap Ambang
Pendengaran Pada Karyawan yang Bekerja DiTempat Mainan Anak
Menado Town Square. Jurnal Ilmia. Menado Fakultas Kedokteran.
Universitas Sam Ratulangi.
Cadahia, J.P., Bondebjerg, J., Hansen, C.A., Previtali, V., Andersen, T.L. 2018.
Synthesis and Evaluation Of Hydrogen Peroxide Sensitive Prodrugs Of
Methotrexate and Aminopterin for The Treatment Of Rheumatoid
Arthritis. Journal Of Medical Chemistry. Vol 61(8): 3503-3515.
Fitriany, J., Husna, Y. 2018. Sindrom Rubella Kongenital. Jurnal Averrous Vol
4(1).
Iskandar, N., Soepardi, E., & Bashiruddin, J., Restuti, R, D. 2012. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
9
Jumali., Sumadi., Andriani, S., Subhi, M., Suprijanto, D., Handayani, W. D.2013.
Prevalensi dan Faktor Risiko Tuli Akibat Bising pada Operator Mesin
Kapal Feri. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol 7(12): 545-550.
Marlina. S., Suwondo, A., Jayanti, S. 2016. Analisis Faktor Risiko Gangguan
Pendengaran SensorineuralPada Pekerja PT. X Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. Vol. 4(1): 359-366.
Natalia, L., Musa, Z. 2010. Tuli Sensorineural Pasca Kemoradiasi pada Pasien
Karsinoa Nasofaring. Damianus Journal of Medicine Vol 9(1) hal: 55-60.
10
Treatment PT Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2015.Skripsi.
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Jakarta.
Roland, P., Smith,T.L., Schwartz, S.R., Rosenfeld, R.M., Ballachanda, B., Earli,
J.M., Fayad, J., Harlor, A.D., Hirsch, B.E., Jones, S.S., Krouse, H.J.,
Magit, A., Nelson, C., Stutz, D.R., Wetmore, S.2009.Clinical Practice
Guideline:Cerumen Impaction. Otolaryngology-Head and Neck Surgery.
Am Acad Otolaryngol-Head and Neck Surg Found. Vol 2(1): 125-132.
Saladin, Kenneth S. 2014. Anatomy and Physiology: The unity of Form and
Function. 7th Edition. McGraw Hill, New York. Halaman 134-150.
Santoso, H.A., dan H.M. Ekorini. 2014. Deteksi dini gangguan koklea
berdasarkan pemeriksaan otoacoustic emissions pada neonatus. Jurnal
THT-KL. Vol 7(1) : 28-40.
Silbernagl, S., Lang, F. 2016. Teks Dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta:
EGC.
Zainul, A., Djaafar., Helmi., Ratna, D., Restuti.2010. Kelainan Telinga Tengah
ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
11