DISUSUN OLEH :
B1A121106
ILMU HUKUM
1. Uraian Kasus
Dimulai dari adanya laporan dari Jepang kepada WTO yang dikarenakan diterbitkannya
Inpres No. 2/1996 (Program Mobil Nasional). Inpres tersebut sendiri timbul dilatarbelakangi
oleh keterbatasan atau kekurangan mengenai teknologi yang dimiliki Indonesia pada saat itu
sehingga melalui Inpres tersebut memberikan hak istimewa dengan memperbolehkan PT Timor
Putra Nusantara selaku perusahaan yang dipercayai untuk menjalankan program tersebut
melakukan impor mobil dalam bentuk yang sudah jadi dari Korea Selatan yang nantinya mobil
yang sudah jadi tersebut diganti mereknya menjadi “TIMOR” dan tidak hanya itu pemerintah
juga memberi hak istimewa lain nya kepada PT Timor Putra Nusantara berupa bea masuk
barang impor dengan syarat tertentu. Karena hak-hak istimewa tersebutlah membuat beberapa
negara seperti Negara-negara Eropa, Jepang, dan Amerika seringkali mengajukan keluhan,
beberapa upaya kesepakatan pun telah dilakukan namun hal tersebut belum berhasil dicapai
karena banyak nya perbedaan interes antar negara-negara tersebut.
Lebih lanjut rincian urutan penyelesaian kasus nya sebagai berikut :
Berdasarkan dari Jepang :
- 4 Oktober 1996 : Jepang menawarkan konsultasi bersama Indonesia berdasarkan yang
tercantum pada Pasal 4 DSU lalu hal tersebut berhubungan dengan pasal pasal yang dari
pandangan Jepang telah dilanggar Indonesia, antara lain XXII:1 GATT 1994 dan Pasal 8
TRIMS
- 5 November 1996 : Jepang bersama Indonesia mengadakan konsultasi yang telah
diajukan Jepang sebelumnya
- 29 November 1996 : Jepang meminta diperpanjangan konsultasi bersama Indonesia
mengenai program MobNas ( Mobil Nasional )
- 3 Desember 1996 : Jepang dan Indonesia mengadakan konsultasi yang di sebelum nya
telah diajukan pada tanggal 29 November 1996 dan menghasilkan sesuatu yang tidak
memuaskan, Konsultasi bertempat di Jenewa
- 17 April 1997 : Jepang mengajukan untuk dibentuk panel yang terkait Pasal 4,7,6.1
dalam DSU. Negara tersebut meminta panel mengecheck stabilitas penerapan program
MobNas yang diadakan pemerintah Indonesia
Berdasarkan Komunitas Eropa :
- 5 Oktober 1996 : Komunitas Eropa menawarkan konsultasi berdasarkan Pasal 4 DCU,
Pasal XXII GATT, Pasal 8 TRIMS, dan Pasal 7
- 6 November 1996 : Indonesia dan Komunitas Eropa mengadakan konsultasi kedua
kalinya dan tidak menghasilkan hasil yang memuaskan dari pertemuan tersebut
- 12 May 1997 : Komunitas Eropa mengemukakan untuk membentuk panel terkait Pasal 6
DSU. Komunitas Eropa mengajukan panel untuk mengenali secara mendalam stabilitas
program MobNas. Komunitas Eropa juga mengajukan kepada panel untuk mempelajari
lebih dalam mengenai substansi keluhan dari Komunitas Eropa
Berdasarkan Amerika :
- 8 Oktober 1996 : Amerika meminta penanganan kasus dengan konsultasi bersama
Indonesia
- 4 November 1996 : Indonesia bersama sama dengan Amerika mengadakan konsultasi
namun tidak tercapai hasil yang diinginkan
- 12 Juni 1997 : Negara tersebut meminta penanganan kasus ini dilanjutkan ketahap
selanjutnya yaitu pembentukan panel sesuai Pasal 6 DCU, Pasal XXIII:2 GATT, Pasal 8
TRIMS. Amerika menegaskan tahap yang sama sudah diperbuat oleh Komunitas Eropa
sebelumnya. Maka dari itu Amerika meminta supaya pengumpulan informasi yang
diajukan sebelumnya.
Pembentukan Panel
Setelah penjelasan kasus diatas, maka selanjutnya dilanjutkan dengan Pembentukan
Panel, ditanggal 12 Juni 1997 Dispute Settelement Body atau DSB membuat rencana
pembentukan panel yang sebelumnya telah diajukan dari Jepang, Komunitas Eropa, dan
Amerika. Lalu di pertemuan berikutnya panel berdasar Article 9 DSU tentang multiple
complainants. Bersama macam-macam pertimbangan ditanggal 12 Juni 1997 dibuatlah panel
yang bertujuan untuk mempelajari atau mengkaji lebih mendalam mengenai complain dari
Komunitas Eropa, Jepang, dan Amerika.
Proses dalam Panel
Ditanggal 3-4 Desember 1997 dan ditanggal 13-15 Januari 1998 Panel telah mengadakan
pertemuan bersama pihak-pihak. Lalu panel bertemu dan memintai keterangan oleh pihak
ketiga di tanggal 4 desember 1997. Pada tanggal 11 Desember 1997, pemimpin dari panel
memberitahukan ke DPO bahwa panel tidak bisa menerbitkan laporan diwaktu 6 bulan
semenjak dibentuk komposisi anggota bersama kerangka kerja panel.
3. Upaya Penyelesaian
Keluhan telah diajukan ke WTO oleh negara-negara yang merasa dirugikan, selanjutnya
Indonesia beserta negara negara lainnya melakukan proses penyelesaian sengketa yang
tertuang pada mekanisme penanganan sengketa WTO, berikut tahap tahapan nya:
a. Konsultasi, pada tahapan ini dimulai dari negosiasi antar pihak yang terkait dengan
sengketa demi mendapat solusi yang dapat diterima kedua belah pihak. Dari kasus
tersebut telah dilakukan konsultasi baik dari pihak Jepang, Komunitas Eropa, dan
Amerika namun dari beberapa Konsultasi yang telah dilakukan banyak dari konsultasi
tersebut tidak menghasilkan hasil yang memuaskan para pihak.
b. Panel, panel sendiri ialah para ahli yang berkelompok dan bersifat independen yang
ditunjuk oleh WTO untuk menyelidiki kasus dan memberikan pendapat. Didalam kasus
ini panel terdiri dari 3 orang pakar yang memiliki kebangsaan yang berbeda-beda. Bukti-
bukti dan argumen-argumen dari para pihak akan diperiksa oleh panel.
4. Keputusan
Hasil dari keputusan yang telah dikeluarkan oleh panel ialah mewajibkan Indonesia untuk
menarik kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan Program Mobil Nasional, namun
ternyata Indonesia tidak langsung menarik kebijakan-kebijakan tersebut. Hal yang pertama-
tama dilakukan Pemerintah Indonesia ialah ditanggal 8 April 1998 pemerintah menerbitkan SK
Kemenkeu No.205/MK.03/1998 tentang pembelian sarana kredit kepada anggota DPR untuk
pembelian kendaraan bermotor sampai bernilai Rp.75 Juta/orang. Hal ini dapat dilunasi
bersama angsuran dalam jarak waktu 55 bulan. SK tersebut dilatarbelakangi masih tersedia
lebih persediaan stok mobil Timor di gudang yang tidak terjual. Namun akibat paksaan dari
berbagai pihak antara lain WTO dan IMF akhirnya sarana-sarana itu ditarik. Dan pada akhirnya
Indonesia menarik kebijakan pajak tersebut, memberikan kompensasi kepada negara-negara
pengadu, dan mematuhi kewajiban-kewajiban yang diatur dalam GATT dan peraturan-
peraturan WTO. Sebagai tindak lanjut dari keputusan tersebut, Indonesia kemudian menarik
kebijakan pajak tersebut dan memberikan kompensasi kepada negara-negara pengadu, yang
jumlahnya mencapai sekitar US$200 juta. Indonesia juga berupaya untuk memperbaiki
kebijakan perdagangan dan investasinya sesuai dengan prinsip-prinsip GATT dan peraturan-
peraturan WTO yang berlaku.