Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Ortopedi adalah sebuah bidang ilmu kedokteran yang terus berkembang. Sejak mulai
digunakannya terminologi ortopedi pada tahun 1700an, prosedur dan tatalaksana baru terus
dikembangkan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik lagi pada pasien.

Sama seperti bidang kedokteran lainnya, pembaharuan ilmu sangatlah penting untuk
semua dokter guna mengetahui perkembangan-perkembangan terkini dari bidang yang
didalaminya baik dari segi patofisiologi, diagnosis, maupun tatalaksana. Pada referat ini akan
dibahas mengenai beberapa kemajuan terbaru dalam modalitas tatalaksana ortopedi terutama
mengenai bidang pembedahan dengan bantuan robot, artroskopi, dan terapi sel punca.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Ortopedi adalah bidang ilmu kedokteran yang terus berkembang. Penelitian terus dilakukan
untuk dapat meningkatkan efikasi dan memperbaiki profil keamanan dari setiap tatalaksana dan
prosedur yang dilakukan. Pada referat ini akan dibahas mengenai beberapa kemajuan dalam
bidang ortopedi yaitu dalam bidang robotik, artroskopi, dan terapi sel punca.

2.2. Robot dalam ortopedi

Bedah ortopedi dengan bantuan robot adalah sebuah perkembangan teknologi yang menjanjikan
untuk meningkatkan keberhasilan prosedur ortopedi kedepannya. Operasi dengan bantuan robot
memiliki tiga keuntungan utama dibandingkan dengan bedah ortopedi konvensional. Pertama,
robot dapat mencapai presisi setidaknya 1 kali lebih akurat disbanding manusia. Kedua, sistem
robot dapat dirancang menjadi lebih andal dan menghasilkan lebih banyak pengulangan hasil.
Ketiga, sistem robot yang dilengkapi dengan teknologi pemindaian dan penentuan posisi dinamis
memiliki akurasi spasial yang lebih baik.1

Robot dalam pembedahan ortopedi pertama kali dilakukan di tahun 1991 dengan disetujuinya
ROBODOC oleh US Food and Drug Administration (FDA) untuk artroplasti sendi panggul. 1
Teknologi robot terus berkembang dengan semakin banyak prosedur yang dapat dibantu. Secara
garis besar, robot paling banyak digunakan dalam pembedahan tulang belakang, lutut, dan
panggul.2

2.2.1. Tulang belakang

Pembedahan tulang belakang seringkali membutuhkan fiksasi dengan sekrup pedikel. Teknik
penempatan sekrup pedikel pertama kali dilakukan pada akhir 1950-an, dan sejak saat itu, teknik
tersebut telah mengalami banyak adaptasi dan kemajuan metodologi. Kemajuan ini mencakup
pendekatan terbuka dan perkutan menggunakan berbagai teknik navigasi. Malposisi sekrup
pedikel dapat menyebabkan komplikasi neurovaskular serius yang dapat menyebabkan hasil
yang buruk dan memerlukan operasi ulang. Oleh karena itu, penempatan sekrup yang akurat
sangat penting untuk mengurangi kemungkinan komplikasi iatrogenik dan meningkatkan hasil
bedah dan maka dari itu penggunaan robot dapat memiliki manfaat yang besar dalam bidang ini.3

Sistem robot yang paling sering digunakan untuk pembedahan tulang belakang adalah MAZOR
yang dikembangkan oleh Israel dan TINAVI yang dikembangkan oleh China. Robot dalam
prosedur pemasangan sekrup pedikel memiliki fungsi dalam memindai tulang belakang dan
menyusun rencana trajectory dimana sekrup akan dipasang. Lengan robot kemudian akan
membantu operator untuk mengarahkan sekrup. Selama dilakukan pemasangan, sebuah indikator
tekanan membantu memastikan tekanan yang sesuai diaplikasikan dalam pemasangan. Hasilnya
adalah pemasangan sekrup yang lebih akurat.3

Gambar 2.1. Penggunaan robot dalam pembedahan tulang belakang.3

Tingkat akurasi pemasangan sekrup pedikel dinilai menggunakan klasifikasi Gertzbein-Robbins


yaitu:4

A. Posisi intrapedikular penuh tanpa melanggar korteks pedikel


B. Melebihi korteks pedikel <2 mm
C. Melebihi korteks pedikel 2-4 mm
D. Melebihi korteks pedikel 4-6 mm
E. Melebihi korteks pedikel > 6 mm atau berada di luar pedikel
Sebuah meta-analysis oleh Li et al. menemukan dari hasil 9 RCT bahwa akurasi robot sedikit
lebih baik dengan RR 1.05 (95% CI 1.03 – 1.08) untuk mendapatkan grade A. Mereka juga
menemukan bahwa TINAVI memberikan hasil yang lebih akurat dengan RR 1.10 (95% CI 1.06
– 1.14) untuk grade A, RR 0.46 (95% CI 0.28 – 0.75) untuk grade B, dan RR 0.21 (95% CI 0.09
– 0.45) untuk grade C.5 Kelebihan lain adalah waktu pembedahan lebih singkat, mengurangi
human error, dan mengurangi beban fisik untuk operator.6

2.2.2. Lutut

Robot paling banyak digunakan dalam artroplasti lutut. Tujuan dari artroplasti lutut dengan
bantuan robot adalah untuk menyediakan alat bagi operator untuk melakukan pemotongan
tibialis dan femoralis secara akurat sesuai dengan rencana prabedah yang cermat dan
mengembalikan kinematika lutut dan keseimbangan jaringan lunak. Robot yang sering
digunakan adalah MAKO, ROBODOC, NAVIO, dan iBLOCK. Robot dapat membantu total
knee arthroplasty (TKA) dengan beberapa cara. Robot dapat secara otomatis menghentikan
gergaji ketika reseksi tulang mulai melewati parameter yang telah ditentukan. Robot juga
membantu penyesuaian intraoperatif untuk memastikan keseimbangan yang baik pada ligamen.7

Terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk menentukan keberhasilan TKA dan
prognosisnya. Salah satu indikator yang penting adalah keselarasan dengan target 0 ± 3 derajat
pada bidang coronal. Sebuah penelitian oleh Kort et al. yang menelaah 10 meta-analysis
menemukan penggunaan robot pada TKA dapat mengurangi ketidakselarasan sebanyak 0.50
hingga 10.07 derajat. Akan tetapi, mereka menemukan bahwa penggunaan robot memperlama
waktu pembedahan dari 21.5 hingga 24.26 menit.8 Akan tetapi, meski memberikan hasil yang
lebih baik, hasil penelitian tentang tingkat kepuasan pasien dan indikator klinisnya masih
menunjukkan hasil yang bertentangan.7

2.2.3. Panggul

Robot sering digunakan dalam prosedur total hip arthroplasty (THA). Prosedur THA yang
sering digunakan saat ini adalah cementless THA. Prosedur ini secara umum memiliki hasil yang
baik namun beberapa komplikasi. Salah satu komplikasi utama adalah kegagalan implant akibat
instabilitas, keausan, dan fraktur. Faktor yang memegang peran cukup penting dalam
mengurangi kejadian komplikasi adalah teknik dan kepiawaian operator itu sendiri dalam
memastikan implant terpasang dengan akurasi sebaik mungkin dan mengurangi adanya outlier.
Robot dalam THA berperan dalam memperbaiki perencanaan preoperatif, mengoptimalkan
pemilihan implant, dan meningkatkan akurasi posisi implant. Pada awalnya robot yang
digunakan bersifat aktif atau tidak melibatkan operator sama sekali. Akan tetapi, robot aktif
tersebut memiliki tingkat komplikasi yang tinggi sehingga tidak digunakan lagi. Dengan
dikembangkannya robot semi-aktif yang tetap melibatkan operator namun membantu
pembedahan dengan memberikan feedback dan mencegah reseksi yang berlebihan, penggunaan
robot kembali dilirik dalam THA.9 Saat ini robot yang digunakan adalah MAKO yang
merupakan system semiaktif dan ROBODOC yang merupakan system aktif. 2 Beberapa prinsip
yang digunakan dalam pembedahan robotik dalam THA adalah:9

 Pencitraan 3D dan perencanaan preoperatif


Robot menggunakan CT-scan preoperatif untuk merekonstruksi anatomi secara 3 dimensi
sehingga dapat disusun perencanaan pembedahan yang lebih baik. Hal ini meningkatkan
akurasi karena pemeriksaan radiologi konvensional seringkali tidak dapat melakukan
rekonstruksi 3 dimensi.
 Registrasi penanda anatomis
Sebelumnya pin digunakan sebagai penanda namun terdapat risiko komplikasi pada
daerah insersinya. Saat ini teknik yang digunakan adalah registrasi permukaan tulang dan
sendi sebagai penanda anatomis.
 Milling dan reaming robotik
Dalam sistem robotik tipe aktif peran operator dalam pembedahan dihilangkan. Sistem
robotik aktif penuh pertama yang diterapkan secara klinis adalah ROBODOC, yang
menggabungkan lengan robot lima sumbu dengan perangkat milling berkecepatan tinggi.
Menggunakan perencanaan praoperasi berbasis CT, ahli bedah memilih ukuran dan
desain optimal dari komponen femoralis, mengirimkan data ke sistem robot, yang
kemudian melakukan milling rongga tulang sesuai dengan perencanaan preoperatif.
Sistem yang sepenuhnya aktif dimaksudkan untuk meningkatkan akurasi ukuran dan
keselarasan komponen femoralis. Penerapan sistem yang sepenuhnya aktif untuk
asetabulum saat ini tidak tersedia.
Baru-baru ini, sebagian besar sistem semiaktif menggunakan lengan robot haptic yang
dilengkapi dengan perangkat reaming untuk persiapan acetabulum berdasarkan rencana
preoperatif. Ini hanya berlaku untuk menavigasi ukuran dan penyelarasan, dan lengan
robot melakukan reaming asetabulum dengan umpan balik taktil konstan dari ahli bedah.
Meskipun ujung reaming lengan haptic robot dikendalikan oleh ahli bedah, sistem robot
mencegah gerakan yang tidak disengaja di luar batas jalur reaming yang ditentukan dari
perencanaan 3D preoperatif. Sistem semiaktif terutama ditujukan untuk meningkatkan
akurasi ukuran dan penyelarasan komponen asetabulum.
 Implantasi cup dan stem
Cup adalah bagian dari prosthesis sendi panggul yang berartikulasi dengan pelvis
sedangkan stem adalah bagian yang ditanamkan ke dalam femur. Dalam THA robotik
aktif penuh, reaming dilakukan di bawah irigasi salin konstan, dan batang ditanamkan di
kanal femoralis dengan cara biasa. Tingkat osteotomi pada leher femoralis ditentukan
oleh takik yang dibuat di korteks medial. Untuk sistem semiaktif, lengan robot digunakan
untuk menempatkan komponen acetabular akhir melalui terowongan haptic, yang
menyesuaikan penempatan terakhir berdasarkan rencana preoperatif. Setelah penyisipan
stem, pengurangan percobaan dilakukan dengan ukuran kepala yang sesuai. Komputer
memberikan umpan balik visual pada perubahan panjang kaki dan pinggul dari rencana
preoperatif, yang menawarkan kesempatan bagi ahli bedah untuk membuat penyesuaian
yang diperlukan pada panjang leher.
Gambar 2.3. Reaming asetabulum dengan bantuan robot semiaktif.10
Gambar 2.4. Pemosisian cup oleh robot sebelum dilakukan implantasi secara manual.10

Untuk meminimalkan risiko ketidakstabilan dan masalah yang terkait, banyak ahli bedah
menggunakan zona aman yang telah ditentukan, seperti Lewinnek et al (5-25° anteversi, 30-50°
inklinasi) untuk memandu posisi cup acetabular selama THA.10 Penggunaan robot dapat
meningkatkan keberhasilan peletakan implant dalam zona aman ini. Illgen et al. menemukan
bahwa 77% dari 100 THA menggunakan robot berhasil meletakkan implant dalam zona aman
tersebut, lebih tinggi dari 30 – 45% yang dicapai dengan THA konvensional. 11 Akan tetapi, sama
seperti artroplasti lutut, peningkatan akurasi ini tidak menghasilkan perbaikan dalam luaran
fungsional.10 Akibatnya, penggunaan robot dalam THA belum digunakan secara luas.

2.3. Artroskopi

Artroskopi merupakan sebuah prosedur medis yang dilakukan dengan menggunakan metode
pendekatan invasif minimal. Prosedur ini dapat memvisualisasikan gambaran anatomis dari
ruang sendi melalui kamera yang terhubung dengan kabel optik, yang dimasukkan ke dalam
sendi menggunakan kanula. Karena memiliki metode yang invasif minimal dan risiko komplikasi
yang rendah maka prosedur ini rutin dilakukan.12

Artroskopi pertama kali dilakukan oleh dokter Severin Noderntoft yang berasal dari Denmark
pada tahun 1912, kemudian pada sekitar tahun 1920 artroskopi untuk diagnosis pada lutut
dikembangkan oleh Eugen Bircher.2 Namun baru pada sekitar tahun 1970 hingga 1980
ketertarikan pada teknik artroskopi kembali bangkit karena adanya peningkatan sistem teknologi
dan kamera dari artroskopi, dan operasi artroskopi ini pertama kali dilakukan oleh dokter Wasaki
Watanabe dari Jepang.13

Tujuan awal dari artroskopi sebagai alat uji diagnostik telah berkurang dan sekarang lebih
digunakan sebagai teknologi terapi pengganti tindakan invasif. Selama 30 tahun terakhir
penggunaan artroskopi telah menjadi lebih luas termasuk mencakup sendi-sendi besar dan
kecil.14

Tabel 2.1. Perbandingan artroskopi dan bedah terbuka12


Artroskopi Bedah Terbuka
- Rehabilitasi lebih cepat - Lebih aman untuk dilakukan oleh
- Dapat memulai aktivitas fisik dokter bedah yang jarang terpapar
lebih cepat prosedur artroskopi
Kelebihan
- Bekas luka lebih kecil - Lebih memungkinkan dilakukan
- Nyeri setelah operasi lebih pada negara berkembang
ringan
- Peningkatan ketergantungan - Morbiditas pasien lebih tinggi
pada peralatan yang lebih mahal - Rehabilitasi lebih lama
dan biaya yang lebih banyak - Waktu perawatan di rumah sakit
Kekurangan
- Memerlukan keahlian teknis lebih lama sehingga biaya lebih
mahal
- Peningkatan risiko infeksi
2.3.1. Lutut

Salah satu prosedur artroskopi yang paling sering dilakukan pada lutut adalah menisektomi.
Beberapa penelitian menunjukkan hasil tidak ada kelebihan tambahan pada menisektomi
artroskopi dibandingkan dengan tindakan non-operatif sebagai tatalaksana awal pada pasien
dengan robekan degeneratif dan osteoarthritis.15 Sebuah RCT pada tahun 2013 juga menyatakan
tidak ada keuntungan dari menisektomi artroskopi dibandingan dengan tatalaksana non-operatif
pada pasien dengan robekan degeneratif tanpa OA lutut.16 Rekonstruksi ACL banyak dilakukan
dan telah hampir seluruhnya menggantikan metode operasi terbuka. Prosedur lain yang umum
diijumpai adalah washout and debridement pada pasien dengan OA. Arthroscopic washout juga
digunakan untuk mengatasi infeksi pada lutut, namun tidak efektif untuk mengatasi infeksi
akibat artoplasti sendi.14

2.3.2. Panggul

Artroskopi panggul umum dilakukan pada pasien dengan labral tears, femoro-acetabular
impingement (FAI), dan lesi kondral. FAI merupakan target utama pada pengembangan
artroskopi di masa depan, karena memiliki hasil yang menjanjikan dari prosedur ini untuk
memperlambat atau menghentikan pembentukan osteoarthritis akibat FAI.17 Hingga saat ini
sedang dilakukan beberapa penelitian RCT terkait dengan pasien FAI. Artroskopi panggul sudah
tidak lagi digunakan sebagai tindakan diagnostik karena MRI panggul memiliki spesifisitas dan
sensitivitas yang tinggi (93% dan 90%) untuk diagnosis labral tears.14

Risiko efek samping secara umum pada prosedur artroskopi adalah sebanyak 4-7%. Beberapa
komplikasi serius yang dapat terjadi termasuk infeksi, tromboembolisme, serta kerusakan
neovaskular. Tingkat kejadian operasi ulang adalah sebanyak 6% dan biasanya terjadi dalam
kurun waktu 16 bulan setelah tindakan pertama.14

2.3.3. Kaki dan pergelangan kaki

Pelaksanaan prosedur artroskopi pada pergelangan kaki mengalami peningkatan terutama pada
soft tissue impingement, namun belum banyak penelitian yang dipublikasikan. Pergelangan kaki
seringkali rentan mengalami trauma akibat aktivitas fisik sehingga penggunaan artroskopi
pergelangan kaki berguna untuk mengatasi rasa nyeri, contoh kasus yang umum dijumpai ada
cedera pergelangan kaki pada penari balet. Beberapa contoh aplikasi prosedur ini berupa
rekonstruksi tendon Achilles, perbaikan ligament, tatalaksana impingement arthrofibrosis,
synovitis, dan penyingkiran osteofit di pergelangan kaki.18,19

2.3.4. Bahu

Prosedur artroskopi bahu umum dilakukan sebagai tatalaksana dari patologi rotator cuff dan
instabilitas sendi glenohumerus, hal ini disebabkan karena nyeri pundak merupakan kondisi yang
umum dijumpai pada pasien akibat kelainan pada tendon dan otot rotator cuff. Selain itu operasi
artroskopik bahu juga rutin dilakukan pada osteoarthritis simptomatis dari sendi
akromioklavikular karena keuntungan dari prosedur yang berupa luka operasi serta morbiditas
yang kecil.14cacar

Ada beberapa terapi artroskopik pada patologi rotator cuff termasuk dekompresi subakromium,
rotator cuff repair dan eksisi deposit kalsium. Rotator cuff repair diindikasikan pada pasien
dengan robekan dengan ketebalan penuh yang tidak membaik dengan terapi konservatif,
walaupun belum jelas seberapa parah gejala atau berapa lama waktu sebelum tindakan operasi
direkomendasikan.20 Arthroscopic repair pada robekan parsial memiliki hasil yang menjanjikan,
namun masih perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut.Beberapa penelitian menunjukkan
hasil yang tidak terlalu signifikan antara dekompresi subakromium dengan opsi non operatif
seperti fisioterapi.14

Ffikasi dari operasi artroskopi dibandingkan operasi terbuka pada instabilitas sendi
glenohumerus masih belum jelas. Sebuah review tahun 2019 dari 3 penelitian RCT mengatakan
bahwa tidak ada perbedaan pada rekurensi dari instabilitas atau cedera antara operasi artroskopi
maupun operasi terbuka.21

2.3.5. Siku

Belum ada penelitian yang membandingkan antara operasi artroskopik dan operasi terbuka pada
sendi siku. Prosedur artrokopi pada siku lebih terbatas dibangingkan dengan sendi-sendi lainnya.
Beberapa prosedur yang biasa dilakukan pada siku berupa sinovektomi, pelepasan kapsular pada
pasien dengan post-traumatic stiffness, penyingkiran osteofit pada pasien osteoarthritis, serta
digunakan untuk tatalaksana pada pasien dengan tennis elbow.14
2.3.6. Pergelangan tangan

Artroskopi pada pergelangan dilakukan pada pasien dengan indikasi cedera pada ligament.
Beberapa dokter bedah menggunakan artroskopi pergelangan tangan untuk menilai fraktur dan
untuk melakukan reduksi fraktur sebelum dilakukan fiksasi pada beberapa pasien. Beberapa
penelitian melaporkan robekan pada ligament dapat berhasil direseksi menggunakan artroskopi,
namun penelitian ini hanya mencakup jumlah pasien dan kontrol yang sedikit.14

2.4. Sel punca dalam tatalaksana osteoarthritis

Osteoarthritis (OA) adalah sebuah kondisi degeneratif pada sendi yang ditandai dengan
kerusakan kartilago. Terapi ini secara teori memiliki kelebihan karena kartilago secara umum
bersifat avascular sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang buruk. Terdapat beberapa
modalitas tatalaksana untuk OA dimulai dari tatalaksana konservatif dengan perubahan gaya
hidup dan NSAID hingga pembedahan untuk memperbaiki kartilago dan artroplasti. Sebelum
dilakukan pembedahan, dapat juga dicoba tatalaksana injeksi intraarticular dengan
kortikosteroid, hialuronat, dan molekul bioaktif lainnya. Dari perspektif biologis, defek kartilago
artikular dan OA merupakan entitas yang menantang secara klinis karena kondrosit, sel utama
dalam kartilago, memiliki kemampuan regenerasi yang terbatas.22

Baru-baru ini, terapi sel punca mulai dikembangkan sebagai modalitas pengobatan dengan hasil
penelitian praklinis dan klinis yang baik. Pada tatalaksana OA, sel punca yang digunakan adalah
mesenchymal stem cells (MSC). MSC adalah sekelompok sel stroma multipoten dewasa yang
memiliki potensi untuk memperbarui diri dan berdiferensiasi secara terarah menjadi beberapa
garis keturunan sel termasuk osteoblas (tulang), adiposit (lemak dan sumsum), miosit (otot), dan
kondrosit (tulang rawan). Proses diferensiasi ini dipengaruhi oleh growth factor dan signaling
pathway. Untuk menjadi sel kondrosit, sinyal yang berperan adalah faktor transkripsi Sox9 dan
Runx2 serta sinyal bone morphogenic protein (BMP). Untuk digunakan dalam tatalaksana klinis,
MSC diambil dari sumsum tulang dan jaringan adiposa.22

MSC dalam tatalaksana OA dapat diberikan sebagai:

 Terapi injeksi
Sebuah penelitian oleh Lamo-Espinosa et al. menemukan injeksi MSC dibandingkan
dengan asam hialuronat memberikan hasil yang lebih baik. Pasien yang mendapatkan
MSC melaporkan VAS yang lebih rendah dan hasil yang lebih baik pada skala Western
Ontario and McMaster Universities Osteoarthritis Index (WOMAC) pada bulan pertama
dan keenam. Mereka juga menemukan dosis yang terbaik adalah 100x10 6sel/1.5mL.23
Penelitian lain oleh Garay-Mendoza et al. juga menemukan injeksi MSC lebih baik
dibandingkan dengan asetaminofen oral.24 Tidak ada efek samping berbahaya yang
ditemukan oleh dua penelitian fase II tersebut. Hal ini dapat menjadi dasar untuk
dilakukannya penelitian fase III guna memastikan efikasi dari MSC injeksi.
MSC juga seringkali diinjeksikan dengan adjuvant lainnya. Salah satu adjuvant yang
menjanjikan adalah platelet-rich plasma (PRP). PRP ditemukan memiliki banyak growth
factor kondrogenik seperti TGF-b dan PDGF sehingga dapat membantu diferensiasi
MSC.25 Koh et al. menemukan injeksi MSC dan PRP memberikan hasil yang lebih baik
ketimbang PRP saja. Namun, penelitian tersebut merupakan sebuah case series sehingga
memiliki risiko bias yang tinggi.22
 Adjuvan pembedahan
Selain dalam bentuk injeksi, MSC juga sering digunakan sebagai adjuvant intraoperatif
untuk regenerasi tulang rawan dalam prosedur seperti pengeboran arthroscopic,
mikrofraktur, dan high tibial osteotomy (HTO). Diteorikan bahwa MSC dapat berfungsi
sebagai sumber kondrosit di mana regenerasi endogen dan kultur ex vivo mungkin
terbatas. Wong et al. menemukan penggunaan MSC pada pasien OA genu
unikomparmental yang menjalani HTO dan mikrofraktur memberikan prognosis yang
lebih baik.26
BAB III

KESIMPULAN

Penggunaan robot dalam ortopedi pertama kali dilakukan pada tahun 1991 di Amerika
Serikat untuk membantu prosedur THA. Pada awalnya, pembedahan menggunakan robot
memiliki tingkat komplikasi yang tinggi sehingga belum digunakan secara luas. Seiring dengan
berkembangnya teknologi dan pengembangan robot semi-aktif, robot mulai digunakan lagi
terutama dalam prosedur tulang belakang dengan fiksasi sekrup pedikel, TKA, dan THA.
Pembedahan dengan bantuan robot secara konsisten memberikan akurasi yang lebih baik. Akan
tetapi, hasil penelitian yang ada mengenai luaran fungsional masih bertentangan. Akan menjadi
tantangan kedepannya untuk dapat mengarahkan akurasi yang lebih baik ini menjadi perbaikan
klinis dan fungsional yang nyata.

Artroskopi sejak pertama kali dilakukan pada tahun 1912 telah banyak mengalami
kemajuan. Perannya yang dulu lebih sering digunakan untuk diagnostik sudah bergeser menjadi
modalitas tatalaksana. Artroskopi memiliki kelebihan yaitu menghasilkan bekas luka yang lebih
kecil sehingga memberikan rehabilitasi yang lebih cepat. Artroskopi dapat digunakan pada
sebagian besar sendi. Tingkat keberhasilan berbeda-beda untuk setiap patologi sehingga
membutuhkan perencanaan yang cermat.

Terapi sel punca sebagai bagian dari terapi regeneratif mulai dikembangkan untuk
osteoarthritis yang merupakan sebuah kondisi degeneratif. Sel yang digunakan adalah MSC yang
diambil dari sumsum tulang atau jaringan adiposa. Dengan pemberian growth factor yang tepat,
MSC dapat berdiferensiasi menjadi kondrosit dan membantu regenerasi kartilago yang rusak
pada OA. Terapi ini secara teori memiliki kelebihan karena kartilago secara umum bersifat
avascular sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang buruk. Beberapa penelitian
menunjukkan hasil yang baik namun dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel
yang lebih banyak untuk dapat menggunakan terapi ini secara rutin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Adili A. Robot-assisted orthopedic surgery. Semin Laparosc Surg. 2004;11(2):89–98.

2. Li C, Wang L, Perka C, Trampuz A. Clinical application of robotic orthopedic surgery: a


bibliometric study. BMC Musculoskelet Disord. 2021;22(1).

3. Farber SH, Pacult MA, Godzik J, Walker CT, Turner JD, Porter RW, et al. Robotics in
Spine Surgery: A Technical Overview and Review of Key Concepts. Front Surg. 2021;8.

4. Gertzbein S, Robbins S. Accuracy of pedicular screw placement in vivo. Spine (Phila Pa


1976). 1990;15(1):11–4.

5. Li HM, Zhang RJ, Shen CL. Accuracy of Pedicle Screw Placement and Clinical Outcomes
of Robot-assisted Technique Versus Conventional Freehand Technique in Spine Surgery
from Nine Randomized Controlled Trials: A Meta-analysis. Spine (Phila Pa 1976).
2020;45(2):E111–9.

6. D’Souza M, Gendreau J, Feng A, Kim LH, Ho AL, Veeravagu A. <p>Robotic-Assisted


Spine Surgery: History, Efficacy, Cost, And Future Trends</p>. Robot Surg Res Rev.
2019;Volume 6:9–23.

7. Bautista M, Manrique J, Hozack WJ. Robotics in Total Knee Arthroplasty. J Knee Surg.
2019;32(7):600–6.

8. Kort N, Stirling P, Pilot P, Müller JH. Robot-assisted knee arthroplasty improves


component positioning and alignment, but results are inconclusive on whether it improves
clinical scores or reduces complications and revisions: a systematic overview of meta-
analyses. Knee Surgery, Sport Traumatol Arthrosc. 2021;

9. Banerjee S, Cherian JJ, Elmallah RK, Pierce TP, Jauregui JJ, Mont MA. Robot-assisted
total hip arthroplasty. Expert Rev Med Devices. 2016;13(1):47–56.

10. Kayani B, Konan S, Ayuob A, Ayyad S, Haddad FS. The current role of robotics in total
hip arthroplasty. EFORT Open Rev. 2019;4(11):618–25.

11. Illgen RL, Bukowski BR, Abiola R, Anderson P, Chughtai M, Khlopas A, et al. Robotic-
Assisted Total Hip Arthroplasty: Outcomes at Minimum Two-Year Follow-Up. Surg
Technol Int. 2017;30:365–72.

12. Jameson SS, Dowen D, James P, Serrano-Pedraza I, Reed MR, Deehan DJ. The burden of
arthroscopy of the knee: A contemporary analysis of data from the English NHS. J Bone Jt
Surg - Ser B. 2011;93 B(10):1327–33.

13. Jackson RW. Memories of the early days of arthroscopy: 1965–1975. The formative
years. Arthroscopy. 1987;3(1):1–3.

14. Carr AJ, Price AJ, Glyn-Jones S, Rees JL. Advances in arthroscopy - Indications and
therapeutic applications. Nat Rev Rheumatol. 2015;11(2):77–85.

15. Beard DJ, Holt MD, Mullins MM, Malek S, Massa E, Price AJ. Decision making for knee
replacement: Variation in treatment choice for late stage medial compartment
osteoarthritis. Knee. 2012;19(6):886–9.

16. Sihvonen R, Paavola M, Malmivaara A, Itälä A, Joukainen A, Nurmi H, et al.


Arthroscopic Partial Meniscectomy versus Sham Surgery for a Degenerative Meniscal
Tear. N Engl J Med. 2013;369(26):2515–24.

17. Agricola R, Waarsing JH, Arden NK, Carr AJ, Bierma-Zeinstra SMA, Thomas GE, et al.
Cam impingement of the hip-a risk factor for hip osteoarthritis. Nat Rev Rheumatol.
2013;9(10):630–4.

18. Ürgüden M, Söyüncü Y, Özdemir H, Sekban H, Akyildiz FF, Aydin AT. Arthroscopic
treatment of anterolateral soft tissue impingement of the ankle: Evaluation of factors
affecting outcome. Arthrosc - J Arthrosc Relat Surg. 2005;21(3):317–22.

19. Lee JW, Suh JS, Huh YM, Moon ES, Kim SJ. Soft tissue impingement syndrome of the
ankle: Diagnostic efficacy of MRI and clinical results after arthroscopic treatment. Foot
Ankle Int. 2004;25(12):896–902.

20. Chaudhury S, Gwilym SE, Moser J, Carr AJ. Surgical options for patients with shoulder
pain. Nat Rev Rheumatol. 2010;6(4):217–26.

21. Pulavarti RS, Symes TH, Rangan A. Surgical interventions for anterior shoulder
instability in adults. Cochrane Database Syst Rev. 2009;(4).

22. Arshi A, Petrigliano FA, Williams RJ, Jones KJ. Stem Cell Treatment for Knee Articular
Cartilage Defects and Osteoarthritis. Curr Rev Musculoskelet Med. 2020;13(1):20–7.

23. Lamo-Espinosa JM, Mora G, Blanco JF, Granero-Moltó F, Nuñez-Córdoba JM, Sánchez-
Echenique C, et al. Intra-articular injection of two different doses of autologous bone
marrow mesenchymal stem cells versus hyaluronic acid in the treatment of knee
osteoarthritis: Multicenter randomized controlled clinical trial (phase I/II). J Transl Med.
2016;14(1).

24. Garay-Mendoza D, Villarreal-Martínez L, Garza-Bedolla A, Pérez-Garza DM, Acosta-


Olivo C, Vilchez-Cavazos F, et al. The effect of intra-articular injection of autologous
bone marrow stem cells on pain and knee function in patients with osteoarthritis. Int J
Rheum Dis. 2018;21(1):140–7.

25. Betsch M, Schnnependahl L, Thuns S, Herten M, Sager M, Jungbluth P, et al. Bone


Marrow Aspiration Concentrate and Platelet Rich Plasma for Osteochondral Repair in a
Porcine Osteochondral Defect Model. PLoS One [Internet]. 2013;8(8). Available from:
http://www.embase.com/search/results?
subaction=viewrecord&from=export&id=L369566379%5Cnhttp://www.plosone.org/
article/fetchObjectAttachment.action
%5Cnjsessionid=D3145D5A9DA440B78145B2EEFECBAAD8?uri=info%3Adoi
%2F10.1371%2Fjournal.pone.0071602&representation=PDF%5Cn

26. Wong KL, Lee KBL, Tai BC, Law P, Lee EH, Hui JHP. Injectable cultured bone marrow-
derived mesenchymal stem cells in varus knees with cartilage defects undergoing high
tibial osteotomy: A prospective, randomized controlled clinical trial with 2 years’ follow-
up. Arthrosc - J Arthrosc Relat Surg. 2013;29(12):2020–8.

Anda mungkin juga menyukai