Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KAMPANYE PENCEGAHAN KEKERASAN KEPADA MURID SMP


DIStudi DI SERPONG TANGERANG BANTEN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktik Kampanye Sosial

Dosen Pengampu:

Drs. Suradi, M.Si

Silvia Nurrushobah, M.Kesos

Oleh

Muhammad Fachri Rizaldi


2002091

PROGRAM STUDI REHABILITASI SOSIAL

POLITEKNIK KESEJAHTERAAN SOSIAL BANDUNG

2023
KATA PENGANTAR

1. Deskripsi Kasus:

Kasus kekerasan terhadap anak berinisial MZA (16) terjadi di wilayah


Serpong, Tangerang Selatan. Pelakunya juga masih berusia belia. Kasus ini
terungkap setelah video peristiwa kekerasan tersebut viral di media sosial. N,
orangtua dari MZA, menemukan banyak foto dan video penganiayaan saat
mengecek telepon seluler (ponsel) anaknya. Dalam video tersebut, MZA
dirundung oleh sejumlah pelaku. Total ada empat video yang beredar di media
sosial.

Tak hanya perundungan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan


Perempuan dan Anak (P2TP2A) Tangerang Selatan menilai, tindakan pelaku
dalam video termasuk kategori kekerasan fisik, tidak hanya perundungan atau
bullying. Sebab, ditemukan sejumlah bekas lupa pada tubuh korban. "Korban
mengalami kekerasan fisik karena menunjukkan ada bekas luka di bibir korban
dan di siku tangan kanan," ujar Kepala UPTD P2TP2A Tangerang Selatan Tri
Purwanto saat ditemui di kantornya, Rabu (18/5/2022). Belakangan diketahui
bahwa korban yang merupakan anak laki-laki tersebut berinisial MZA dan
berusia 16 tahun.

Korban disundut rokok dan ditusuk dengan obeng Dalam video yang
beredar, tampak MZA dipaksa menjulurkan lidahnya dan kemudian terduga
pelaku menyundutkan rokok ke lidah MZA. "Mana lidah lu, melet, melet," ujar
seorang terduga pelaku. Ada total empat video yang menunjukkan tindakan
kekerasan terhadap korban. Dalam video lainnya yang beredar, terlihat empat
orang anak sedang mengerubungi korban. Salah satu pelaku tampak memegang
obeng yang kemudian ditusuk-tusukkan ke tubuh korban. "Enggak, jangan,
ampun," ujar korban, dikutip dari video tersebut. Mendengar teriakan korban
yang memelas, keempat terduga pelaku malah tertawa dan tetap melanjutkan
aksinya.

Terungkap saat orangtua korban mengecek ponsel Kepala UPTD P2TP2A


Tangerang Selatan Tri Purwanto mengatakan, kasus video viral kekerasan anak
terungkap saat ibu korban mengecek ponsel anaknya. "Pas ibu korban sedang
mengecek handphone anaknya, dia melihat ada video tersebut," ujar Tri.
Kecurigaan orangtua korban bermula saat melihat ada bekas luka di sejumlah
tubuh korban. Saat mengecek ponsel anaknya, orangtua korban melihat galeri
ponsel milik anaknya terdapat foto dan video yang menunjukkan bahwa
anaknya mengalami penyiksaan. Setelah melihat video, ibu korban lantas
menanyakan hal tersebut kepada MZA. Orangtua korban, N, mengatakan,
awalnya korban berusaha menutupi kejadian yang dialami. Saat ditanya
mengenai bekas luka tersebut, MZA tidak mau menceritakan kejadian itu
kepada orangtuanya. "Awalnya dia ngomong lidahnya sakit, saya tanya kenapa,
dia jawab enggak apa-apa. Dia malah nutupin. Terus saya tahu pas pagi ketika
saya melihat status WhatsApp anak saya kok dia dipukuli," ujar N kepada
wartawan, Rabu (18/5/2022). "Jadi sebelum (saya) tahu, orang-orang lebih dulu
tahu dari status di handphone korban, terus ada status kata-kata jorok. Nah, saya
tahu dari status anak itu, kemudian saya buka galeri (ponsel MZA) ternyata
banyak videonya," imbuh dia.

Karena kesal anaknya diperlakukan demikian, orangtua MZA kemudian


mencari tahu pelaku kekerasan tersebut. Orangtua korban pun melaporkan hal
itu kepada pengurus RT setempat. Kemudian didampingi ketua RT, keluarga
korban melaporkan kejadian tersebut ke Polres Tangerang Selatan pada Senin
(16/5/2022). Laporan polisi tersebut tercatat dengan nomor tanda bukti lapor:
TBL/B/842/V/2022/SPKT/POLRES TANGERANG SELATAN/POLDA
METRO JAYA. "Saya mengadu ke saudara saya. Saya lapor ke RT dan RW,
dan melapor juga ke polisi," pungkasnya. Setelah lapor polisi, barulah kemudian
sang anak mau mengakui kejadian pahit yang ia alami kepada orangtuanya.

Dari pengakuan MZA kepada N, aksi kekerasan itu dilakukan di salah satu
rumah tetangganya berinisial F yang masih berada satu lingkungan di sekitar
tempat tinggal korban. N menuturkan, berdasarkan keterangan yang ia peroleh
dari MZA, peristiwa itu terjadi pada Minggu (15/5/2022) malam. Saat itu,
awalnya MZA didatangi seorang temannya pukul 21.00 WIB untuk bermain
gim bareng. "Awalnya anak saya disamperin temannya jam 21.00 WIB main
Mobile Legend. Terus sampai kejadian (kekerasan) dan pagi harinya saya baru
tahu kalau anak saya mengalami luka-luka," jelas N. "Jadi merekamnya pakai
handphone anak saya, saat anak saya dipukulin itu, handphone-nya memang
dipegang temannya. Terus pulang dibalikin," lanjut dia.

Polisi tangkap 4 dari 8 pelaku Kepolisian Resor (Polres) Tangerang


Selatan berhasil menangkap empat dari delapan pelaku yang diduga melakukan
kekerasan terhadap MZA. "Saat ini pelaku sudah diamankan empat orang dari
delapan orang yang diidentifikasi dalam video dan berdasarkan kesaksian
korban," ujar Kapolres Tangsel AKBP Sarly Sollu saat dikonfirmasi, Rabu
(18/5/2022). Sarly menuturkan, polisi menangkap keempat pelaku di rumah
masing-masing tanpa ada perlawanan. "Kasusnya masuk dalam persekusi. Hari
ini diamankan dari rumah masing-masing. Untuk umurnya, keempat pelaku
masih sekitar 12 tahunan," jelas Sarly.

2. Assesment:

Diketahui bahwa klien atau korban merupakan anak yang berusia 16 tahun.
Menurut WHO definisi anak adalah dihitung sejak seseorang didalam
kandungan sampai dengan usia 19 tahun. Menurut Undang – Undang Republik
Indonesia nomor 23 tahun 2002 pasal 1 ayat 1 tentang perlindungan anak, anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk juga yang masih di
dalam kandungan. Anak merupakan aset bangsa yang akan meneruskan
perjuangan suatu bangsa, sehingga harus diperhatikan pertumbuhan dan
perkembangannya (Depkes RI, 2014).

A. Identitas klien

Inisial Klien : MZA

Usia : 16 Tahun
Tinggi Badan : 165 Cm

Berat Badan : 55 Kg

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Tempat Tinggal : Tangerang Selatan

Dalam melakukan asesmen pada klien pun, terdapat beberapa tools


asesmen yang dapat dilakukan untuk memperoleh informasi yang lebih
lengkap terkait dengan kebutuhan klien dan kasus kekerasan yang ia alami.
Beberapa tools yang dapat dilakukan pada kasus di atas, yaitu: Asesmen
BPSS dan Body Map.

B. Identitas keluarga klien


Klien MZA merupakan seorang anak laki-laki berusia 16 tahun yang
tinggal di salah satu kampung di Kota Tangerang Selatan, ia tinggal
bersama kedua orang tuanya, ibunya berinisial N, sedangkan ayahnya tidak
disebutkan nama maupun inisialnya. Hubungan klien dengan kedua
orangtua dapat dikatakan sangat baik dan dekat, hal ini dibuktikan dengan
fakta bahwa yang melaporkan kasus ini ke kepolisian adalah kedua orang
tua dari klien. Terutama dengan ibu klien yang merupakan orang pertama
yang menyadari bahwa klien MZA telah mengalami tindak
kekerasan/bullying dari teman-temannya.
Inisian Ibu Klien :N
Usia : 42 Tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tempat Tinggal : Tangerang Selatan

C. BPSS (Biologis, Psikologis, Sosial, Spiritual)


Asesmen biopsikososial spritual dapat diartikan sebagai suatu kegiatan
untuk mengetahui permasalahan psikososial klien dalam interaksinya
dengan lingkungan sosialnya dengan melihat aspek-aspek fisik, mental,
emosional, sosial, dan spiritual. Dalam melakukan asesmen biopsikososial
spritual hal yang perlu perhatikan oleh pekerja sosial adalah:
1) Pemahaman klien berdasarkan fakta yang dimiliki.
2) Bagaimana cara menguatkan mental klien dalam menghadapi
pergumulan dengan diri sendiri, keluarga dan masyarakat.
3) Mempercayai klien, agar memiliki optimisme menjalani hidup.
4) Menemukan kebutuhan apa yang diinginkan klien. Misal: kasih sayang,
diperlakukan sebagai manusia.
5) Mengarahkan asesmen pada kekuatan pribadi dan lingkungan klien serta
meyakini klien juga memiliki daya tahan, kemampuan, iman, dapat
membedakan mana yang baik dan buruk, bahkan mempunyai cita-cita
dimasa depan.

Asesmen BPSS terhadap klien MZA:

a) Biologis
Berdasarkan video yang beredar di beberapa portal berita, klien
adalah seorang anak berjenis kelamin laki-laki berusia 16 tahun
dengan tinggi badan 165 cm dan berat 55 kg. Spesifikasi kulit yaitu
sawo matang, bentuk wajah oval, dan rambut pendek.
Dilansir oleh Kompas.com, secara fisik korban (klien MZA)
setelah mengalami tindak kekerasan tersebut menunjukkan ada bekas
luka di sejumlah tubuh terutama di bagian bibir dan di siku tangan
kanan. Luka tersebut disebabkan oleh sundutan rokok dan obeng yang
ditusuk-tusukan secara sengaja oleh para pelaku terhadap korban. Hal
ini juga dapat dibuktikan dengan video yang beredar, dimana pelaku
melakukan tindakan kekerasan tersebut secara sengaja untuk
menyakiti korban secara fisik.
Dilansir juga oleh Sehatq.com, bukan hanya memar atau terluka
akibat kekerasan fisik yang harus diperhatikan pada klien (korban),
namun seringkali korban (klien) mengalami kecemasan yang dapat
memicu stres pada tubuh. Kondisi ini bisa menyebabkan berbagai
masalah kesehatan, seperti lebih sering sakit, terkena gangguan
pencernaan, atau masalah lainnya.
b) Psikologis
Seperti dilansir oleh Kompas.com, setelah mengalami kejadian
tersebut korban (klien MZA) menjadi trauma hal ini dapat dilihat dari
dia yang kesakitan namun mencoba untuk memendamnya sendirian.
Saat korban (klien MZA) ditanya oleh ibunya pun ia masih mencoba
untuk menutupi kejadian yang telah ia alami, beruntung ibunya
mengecek hp korban sehingga ia pun mau menceritakan semua hal
yang ia alami.
Dilansir juga oleh Sehatq.com, kasus bullying sering kali
menyebabkan gejala masalah psikologis terhadap korbannya, bahkan
setelah perundungan berlangsung. Kondisi yang paling sering muncul
adalah depresi dan gangguan kecemasan. Selain itu, pengaruh
bullying terhadap kesehatan mental remaja dan anak adalah merasa
sangat sedih, rendah diri, kesepian, hilang minat pada hal yang biasa
mereka sukai, dan perubahan pada pola tidur atau makan bahkan yang
paling parah adalah keinginan untuk bunuh diri.
c) Sosial
Dilansir oleh Msn.com, setelah mengalami kejadian kekerasan
tersebut korban (Klien MZA) langsung pulang dan mengurung diri di
kamarnya selama kurang lebih satu hari, dapat diasumsikan bahwa
korban takut bahwa orang tuanya akan tahu terkait kejadian yang
menimpanya. Ia pun semakin takut ketika ia melihat teman-temannya
yang mengupload video kekerasan terhadap dirinya di status
Whatsapp, sehingga ia pun membiarkan status teman-temannya
tersebut sebelum akhirnya diketahui oleh ibu korban (klien MZA).
Menurut psikolog Andrew Mellor, dampak sosial yang dialami
oleh korban bullying yaitu akan menimbulkan rasa kurang percaya
diri terlebih pada kasus klien MZA dimana pelakunya adalah teman-
temannya sendiri, ini akan membuat ia menjadi rendah diri, bahkan
tidak ingin bersosialisasi lagi dengan teman-temannya yang lain. Pada
beberapa kasus korban bullying, ketika ia sudah berada di tahap tidak
percaya diri, maka penyesuaian sosialnya pun menjadi buruk, hingga
akhirnya menjadi pribadi yang menutup diri pada lingkungan
sosialnya.
d) Spiritual
Dikutip dari skripsi yang diterbitkan oleh Rosadi dengan judul
Pengaruh bullying terhadap kesehatan mental dan spiritual peserta
didik: penelitian di SMP Bakti Nusantara 666 Bandung. “Menurut
kamus Wabster (1963) kata “spirit” berasal dari kata benda bahasa
latin “spiritus” yang berarti napas dan kata kerja “spirare” yang
berarti untuk bernafas. Melihat dari asal katanya, untuk hidup adalah
untuk bernapas, dan memiliki nafas artinya memiliki spirit. Menjadi
spiritual berarti memiliki ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat
kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau
material. Spiritualitas merupakan kebangkitan atau pencerahan diri
dalam menapai tujuan dan makna hidup. Spiritualitas merupakan
bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan
seseorang.”
Berdasarkan uraian di atas, dapat di katakan bahwa ketika
seseorang menjadi korban dari kasus bullying kualitas hidup dan
tingkat kepuasan hidup korban bully menjadi cenderung lebih rendah
daripada rekan seusianya yang tidak pernah mengalami perisakan.
Tidak jarang juga pada beberapa kasus korban semakin jauh dari
nilai-nilai spiritual sehingga memiliki keinginan untuk bunuh diri
karena ia tidak merasa bahwa kehidupan adalah sesuatu yang dapat
dinikmati/ diperjuangkan.
D. Body Map
Merupakan alat asesmen untuk mengetahui terjadinya kekerasan fisik pada
tubuh korban.

3. Rumusan masalah, Faktor penyebab, Gejala masalah, dan Potensi atau


sumber yang dapat digunakan
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil asesmen di atas, maka didapatkan rumusan masalah
sebagai berikut:
1) Klien mengalami tindak kekerasan/bullying dari teman-temannya
2) Klien menderita luka fisik di beberapa bagian tubuhnya
3) Klien mengalami trauma atas kejadian yang menimpanya
4) Klien menjadi kurang percaya diri dan menjadi pribadi yang cenderung
tertutup
5) Klien memiliki kemungkinan untuk menghilangkan nilai-nilai spiritual
yang selama ini ia anut.
B. Faktor Penyebab
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka didapatkan faktor penyebab
masalah sebagai berikut:
1) Klien mengalami tindak kekerasan tersebut tanpa didasari oleh alasan
tertentu, pasalnya berdasarkan keterangan dari pelaku, mereka
melakukan hal itu semata-mata hanya bercanda.
2) Klien menderita luka fisik karena para pelaku menyundutkan rokok pada
bibir dan lidah klien serta menusukan obeng pada beberapa bagian tubuh
klien.
3) Klien mengalami trauma setelah kejadian tersebut karena ini merupakan
kejadian pertama kali dalam kehidupannya dan klien takut untuk bilang
pada keluarganya sehingga memilih untuk memendamnya sendiri.
4) Klien menjadi kurang percaya diri dan lebih tertutup terlebih karena
para pelaku merupakan teman dari klien sendiri, sehingga ia takut dan
rendah diri untuk bercerita maupun bersosialisasi bahkan dengan teman-
temannya yang lain (yang bukan pelaku).
5) Klien memiliki kemungkinan untuk menghilangkan nilai-nilai
spiritualnya jika ia tidak diberikan dorongan yang lebih kuat dalam
melewati permasalahannya.
C. Gejala Masalah
Berdasarkan hasil asesmen dan rumusan masalah di atas, maka gejala-
gejala masalah yang dapat disimpulkan bahwa klien MZA mengalami
trauma atas tindak kekerasan yang ia alami, klien juga menjadi lebih
tertutup karena malu dan juga takut kejadian serupa terjadi lagi kepadanya
di kemudian hari.
D. Potensi dan Sumber
Beberapa potensi dan sumber yang dapat digunakan klien dalam
mengatasi permasalahannya, antara lain:
1) Pekerja sosial profesional
Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di
lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan
profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang
diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktek
pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan
penanganan masalah sosial.
Seorang pekerja sosial profesional dapat membantu klien dalam
mengatasi permasalahannya serta mengembalikan fungsi sosial klien
agar berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu, pekerja sosial
profesional juga dapat mendampingi klien untuk memperoleh hak-
haknya serta membantu klien agar dapat mengakses sistem sumber yang
sesuai dengan kebutuhan klien dalam menyelesaikan permasalahannya.
2) Lembaga Kesejahteraan Sosial
Lembaga Kesejahteraan Sosial selanjutnya disebut LKS adalah
organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh masyarakat,
baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
Klien dapat dengan sendiri maupun didampingi oleh pekerja sosial
untuk mengakses pelayanan dari Lembaga Kesejahteraan Sosial yang
sesuai dengan kebutuhannya. Dalam kasus ini klien dapat mengakses
UPTD P2TP2A/ Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan
dan Anak Tangerang selatan jika klien membutuhkan pelayanan untuk
penyelesaian kasusnya.
3) Karang Taruna
Karang Taruna adalah Organisasi sosial kemasyarakatan sebagai
wadah dan sarana pengembangan setiap anggota masyarakat yang
tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial
dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah
desa/kelurahan terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial.
Karang taruna di Lingkungan klien dalam kasus ini dapat
menjalankan fungsinya untuk memberikan penyuluhan berupa
penyadaran dan pemahaman kepada warganya terutama remaja terkait
dengan tindak kekerasan/bullying sehingga ini dapat menjadi suatu
dukungan sosial bagi klien dan mencegah untuk kejadian serupa terjadi
di kemudian hari.
4) Pihak Kepolisian
Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung
di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh
wilayah Indonesia yaitu memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Sesuai dengan tugas-tugas yang diemban oleh kepolisian, maka dari
itu dalam kasus ini pihak kepolisian dalam hal ini Kepolisian Tangerang
Selatan dapat menjamin bahwa para pelaku mendapatkan ganjaran atas
perilaku yang telah ia perbuat dan korban (klien MZA) mendapat
jaminan perlindungan agar ia tidak mengalami lagi kejadian seperti ini.
4. Rencana Intervensi:

Berdasarkan asesmen yang telah dilakukan, maka dapat dibuat rencana


intervensi dari ke tiga setting yaitu, casework, groupwork, dan
COCD/Community Organization/Community Development.

a) Casework
1) Nama Intervensi
Menurut Hellen Harris Perlman dalam buku “Social Case Work A
Problem Solving process”, mengatakan bahwa social casework adalah
suatu proses yang digunakan oleh badan-badan sosial (human welfare
agencies) tertentu secara terorganisir untuk membantu individu-individu
agar mereka dapat memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi di
dalam kehidupan sosial mereka secara lebih efektif.
Dalam setting casework, intervensi pekerja sosial dapat dilakukan
terhadap klien, keluarga klien, dan significant other/teman terdekat dari
klien. Dalam kasus ini pekerja sosial dapat menerapkan beberapa metode-
metode casework terhadap klien, diantaranya: konseling individu dan
terapi/relaksasi. Selain itu pekerja sosial juga dapat melakukan
manajemen kasus terhadap kasus klien agar dapat memfasilitasi klien
untuk mengakses layanan yang dibutuhkan. Pekerja sosial dapat
berdiskusi dengan pihak keluarga dalam memberikan masukan dan
layanan yang akan diberikan kepada klien.
2) Tujuan Intervensi
a. Klien MZA dapat menjalankan kembali fungsi sosialnya dengan baik.
b. Klien MZA dapat pulih dari traumanya dan tidak larut dalam
kesedihan dan ketakutan akan kejadian yang ia alami.
c. Klien MZA mendapat dukungan sosial dari keluarga dan teman
terdekatnya dalam proses pemulihan traumanya
3) Metode dan Teknik Intervensi
a. Small Talk, teknik ini digunakan untuk menjalin keakraban antara
klien MZA dengan pekerja sosial. Tujuannya untuk mengawali
kontak agar tidak terjadi kekakuan dan dengan harapan akan
terciptanya hubungan yang akrab dan komunikasi yang baik untuk
mempermudah kontak-kontak selanjutnya antara pekerja sosial, klien,
maupun keluarga klien.
b. Konseling, digunakan untuk meyakinkan klien bahwa semua orang
memiliki motivasi, kemampuan, dan keinginan meningkatkan diri dan
membiarkan klien memperoleh esensi masalah yang dialaminya,
tugas pekerja sosial disini adalah membantu klien untuk menentukan
langkah-langkah positif untuk dapat memecahkan permasalahan yang
dialaminya.
c. Family Therapy, terapi yang melibatkan keluarga klien sebagai suatu
sistem interaksi sosial dengan tujuan untuk mengatasi masalah
tertentu dan atau untuk meningkatkan kualitas atau kondisi kehidupan
anggota keluarga ke arah yang lebih baik. Terapi dilakukan agar klien
mendapat dukungan baik secara moril maupun sosial dalam
penyelesaian masalahnya.
d. Manajemen kasus, pekerja sosial sebagai case manager/manajer
kasus ditujukan untuk memberikan pelayanan yang komprehensif
kepada klien MZA terkait dengan kebutuhannya terutama yang
berkaitan dengan permasalahan medis serta psikososial. Pekerja sosial
nantinya memfasilitasi klien agar dapat mengakses dan
mengkoordinasikan pelayanan sehingga mendapatkan pelayanan yang
komprehensif dan berkesinambungan.
4) Langkah-langkah Intervensi
1. Intake, Engagement, Contract
Karena kasus ini korbannya adalah seorang anak, maka
membutuhkan pendampingan dari pekerja sosial sesuai dengan
Undang-Undang dalam Sistem Peradilan Anak Nomor 11 Tahun
2012. Inform consent diberikan kepada orang tua klien sebagai wali
dari korban. Pendekatan awal dengan korban dikondisikan
sedemikian rupa agar klien merasa nyaman dengan pekerja sosial.
Setelah itu barulah pekerja sosial kemudian membuat kontrak atau
perjanjian bahwa pekerja sosial akan mendampingi klien hingga
terminasi/selesai.
2. Asesmen
Asesmen menggunakan tools BPSS (Bio-Psiko-Sosial-Spiritual)
dan Body map. Pekerja sosial juga menggunakan teknik asesmen
BPSS. Dari hasil asesmen diketahui bahwa klien menderita luka fisik
atas tindak kekerasan tersebut. Selain itu klien juga mengalami
trauma serta menjadi menjadi pribadi yang lebih tertutup pada
lingkungannya.
3. Perencanaan Intervensi
Berdasarkan hasil asesmen, pekerja sosial merumuskan rencana
intervensi terhadap masalah korban yaitu pekerja sosial akan
mendampingi klien selama proses hukum berlangsung. Lalu, pekerja
sosial juga membantu klien untuk mengakses bantuan medis untuk
mengobati luka fisik dari klien, dan selama itu juga klien akan
mendapatkan beberapa konseling untuk memulihkan traumanya,
selain itu family theraphy terhadap keluarga klien juga dapat
diberikan agar keluarga mampu memberikan dukungan terhadap
korban untuk berfungsi kembali secara sosial dan mampu
menjalankan peran dan statusnya sebagai anak.
4. Pelaksanaan Intervensi
Pelaksanaan intervensi dilaksanakan secara komprehensif dan
berdasarkan rancangan/rencana intervensi yang yang telah dibuat
sebelumnya.
5. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dilakukan oleh pekerja sosial dengan memeriksa
keadaan fisik dan mental korban secara berkala sesuai jadwal yang
disetujui. Dari hasil pemeriksaan mingguan akan dilakukan evaluasi
terhadap proses intervensi yang telah dilakukan.
6. Terminasi
Terminasi dilakukan untuk pemutusan hubungan pelayanan antara
pekerja sosial dengan korban. Terminasi dilaksanakan setelah pekerja
sosial memutuskan bahwa keadaan korban dan keluarganya
memungkinkan untuk dilaksanakan terminasi.
5) Indikator Keberhasilan dalam Intervensi
Indikator keberhasilan yang diharapkan terjadi pada klien MZA
dengan pelaksanaan intervensi:
a. Klien mengikuti setiap kegiatan yang akan dilakukan selama proses
intervensi.
b. Klien dapat lebih tenang dan nyaman ketika berbicara dengan orang
lain.
c. Klien dapat mencurahkan segala masalah yang dihadapinya pada
pekerja sosial maupun keluarnya dan tidak memendam sendiri
masalahnya dengan bersikap murung dan gelisah.
b) Groupwork
1) Nama Intervensi
Social group work merupakan salah satu metode yang digunakan
dalam melaksanakan praktik pekerjaan sosial. Menurut Gisela social
group work adalah suatu metode dalam pekerjaan sosial yang
melaksanakan fungsi pemberian bantuan khususnya kepada individu-
individu di dalam suatu kelompok. Metode ini penting untuk dipelajari
sebab perilaku individu dapat terbentuk dan dipengaruhi oleh kelompok.
Metode kelompok juga dapat dijadikan media untuk merubah perilaku
individu.
Dalam setting groupwork/kelompok, pekerja sosial dapat
menerapkan beberapa metode atau teknik, antara lain: Support Group,
Self-help Group, Therapeutic Groups, dan Socialization Group.
2) Tujuan Intervensi
a. Klien MZA dapat menjalankan kembali fungsi sosialnya dengan baik.
b. Klien MZA dapat pulih dari traumanya melaui media kelompok.
c. Klien MZA mampu untuk bersosialisasi dan melatih keterampilan
interaksi serta komunikasinya dengan anggota kelompok, sehingga
ketika ia kembali kemasyarakat ia sudah sangat siap.
3) Metode dan Teknik Intervensi
a. Therapeutic Groups (Kelompok Penyembuhan)
Therapeutic Groups/Kelompok penyembuhan umumnya terdiri
dari orang-orang yang memiliki masalah emosional yang cukup berat.
Pekerja sosial dapat menjadi pemimpin kelompok yang yang
memiliki keahlian dalam persepsi, pengetahuan tentang perilaku
manusia, dinamika kelompok, kemampuan melakukan konseling
kelompok.
Sesuai dengan kasus yang dialami oleh klien MZA, tujuan
kelompok penyembuhan adalah membuat anggota kelompok dapat
mengeksplor satu atau lebih strategi untuk mengatasi masalah
tersebut. Atau dengan kata lain masing-masing anggota kelompok
dapat melakukan sharing terkait pengalaman dan bagaimana cara
masing-masing dalam menyelesaikan persoalannya, sehingga bisa
dijadikan acuan bagi anggota kelompok lain. Di dalam kelompok
nantinya dapat digabungkan dengan berbagai terapi seperti terapi
realitas, terapi rasional dan terapi lainnya yang disesuaikan dengan
kondisi/kriteria anggota kelompok.
b. Socialization Group (Kelompok Sosialisasi)
Socialization Group/Kelompok sosialisasi dianggap sebagai fokus
group work yang utama. Tujuan dari kelompok ini untuk membangun
sikap dan perilaku anggota kelompok agar lebih cocok secara sosial,
pengembangan social skill serta peningkatan rasa percaya diri.
Seperti pada klien MZA dimana setelah kejadian tindak kekerasan
ia menjadi pribadi yang tertutup dan menjauhi lingkungan sosialnya
dengan metode Socialization Group diharapkan klien dapat mengasah
keterampilan bersosialisasinya agar ia dapat kembali menjalankan
fungsi sosialnya sesuai dengan status dan peran sosialnya.
4) Langkah-langkah Intervensi
a. Tahap Persiapan atau Pra Kelompok
1) Menetapkan tujuan kelompok
2) Menyusun komposisi kelompok
3) Mempersiapkan anggota kelompok
4) Menetapkan ukuran kelompok
5) Mempersiapkan setting fisik dan sosial
b. Tahap Memulai Kelompok
c. Tahap Bekerja dengan Kelompok
d. Tahap Transisi
e. Tahap Pengakhiran
5) Indikator Keberhasilan dalam Intervensi
a. Klien MZA mengikuti setiap kegiatan kelompok yang akan dilakukan
selama proses intervensi.
b. Klien MZA dapat menjalankan fungsi dan perannya dalam kelompok.
c. Klien MZA lebih termotivasi dan semangat untuk menjalani
kehidupannya setelah melakukan kegiatan kelompok.
c) COCD/Community Organization/Community Development
1) Nama Intervensi
COCD/Community Organization/Community Development adalah
upaya untuk membantu klien dengan mengintervensi sistem yang besar.
Menurut Dubois & Miley (2014:71) level intervensi makro dalam
pekerjaan sosial meliputi lingkungan, komunitas dan masyarakat untuk
mencapai perubahan sosial. Praktek pekerjaan sosial dalam ranah makro
memerlukan pengetahuan tentang standar komunitas dan nilai, dan
ketrampilan memobilisasi komunitas yang dibutuhkan dalam
memprakarsai pemecahan masalah.
Dalam setting COCD, model yang dapat digunakan pekerja sosial
ialah Model Pengembangan Masyarakat Lokal (Locality Development)
atau Praktik kampanye/penyuluhan sosial karena pada model ini
memandang bahwa perubahan atau pengembangan masyarakat dapat
dilakukan dengan baik melalui suatu partisipasi aktif dari masyarakat
lokal. Model ini menuntut adanya keterlibatan berbagai golongan atau
lapisan masyarakat kurang beruntung maupun struktur kekuasaan,
terutama dalam mengidentifikasi dan memecahkan permasalahan yang
mereka hadapi.
2) Tujuan Intervensi
a. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat
tentang bullying serta tindak kekerasan pada anak/remaja, dasar
hukum/aturan yang berlaku dan bagaimana tindak pencegahannya.
b. Menyadarkan masyarakat untuk lebih aware terhadap kasus-kasus
bullying di lingkungan sekitarnya khususnya lingkungan
anak/remaja dan turut serta dalam penanggulangan kasus bullying
khusunya di lingkungannya.
c. Menciptakan lingkungan yang aman, nyaman dan bebas dari kasus
bullying atau tindak kekerasan pada anak/remaja.
3) Metode dan Teknik Intervensi
a. Kampanye/Penyuluhan Sosial
Kampanye/Penyuluhan sosial merupakan proses penyebar-luasan
informasi dan perubahan perilaku manusia, yang mengarah pada
perbaikan dan peningkatan harkat dan martabat masyarakat khususnya
kelompok sasaran; yang diupayakan melalui proses pembelajaran dalam
pembangunan kesejahteraan sosial khususnya di bidang rehabilitasi
sosial. Kampanye/Penyuluhan sosial dilakukan dgn memperhatikan isu-
isu permasalahan kesos, program-program rehsos. falsafah dan etika
professional bidang kerja, serta memperhatikan aspek-aspek/ faktor-
faktor/dimensi-dimensi kampanye/penyuluhan secara terkonstruktif pada
arena pekerjaan sosial. Tujuan dari kampanye/penyuluhan sosial sendiri,
yaitu:
1. Kampanye menciptakan efek atau dampak yang dapat memicu
masyarakat untuk turut serta dalam kegiatan yang sedang
dikumandangkan.
2. Kampanye menjadikan masyarakat sebagai suatu sasaran dari
pelaksaan kampanye tersebut.
3. Kampanye itu dilakukan dalam kurun waktu tertetu. Kampanye tidak
seterusnya dilakukan namun dilakukan secara terorganisir.
Praktik Kampanye/Penyuluhan Sosial Dalam kasus yang dialami
klien MZA yang menjadi korban tindak kekerasan/bullying dilakukan
dalam bentuk penyadaran kepada masyarakat. Pekerja sosial bersama
dengan tim yang telah dibentuk secara terstruktur dapat melakukan
sosialisasi/penyuluhan maupun membentuk rehabilitasi berbasis
masyarakat yang dapat memberikan pertolongan terhadap anak/remaja
yang mengalami kasus tindak kekerasan/bullying serupa dengan kasus
klien MZA.
Dengan metode intervensi berbentuk kampanye/penyuluhan sosial
ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman serta
nilai-nilai yang dapat diambil oleh masyarakat, khususnya warga di
lingkungan klien MZA terkait dengan tindak kekerasan, bullying,
dampaknya seperti apa, dasar hukum/aturan yang berlaku serta
bagaimana cara pencegahannya/penanggulangannya. Selain itu, dengan
metode ini diharapkan juga dapat menciptakan lingkungan masyarakat
yang aman, nyaman dan bebas dari kasus bullying, agar tidak terjadi lagi
kasus-kasus yang serupa dengan yang dialami oleh klien MZA.
4) Langkah-langkah Intervensi
a. Persiapan
b. Inisiasi
c. Asesmen
d. Membangun dukungan
e. Perencanaan
f. Pelaksanaan
g. Evaluasi
h. Terminasi
5) Indikator Keberhasilan dalam Intervensi
a. Presentase kehadiran dan keaktifan masyarakat mencapai 50% atau
lebih ketika kegiatan kampanye/penyuluhan sosial diselenggarakan.
b. Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat terkait
dengan tindak kekerasan/bullying.
c. Berkurangnya jumlah kasus bullying di lingkungan tempat
kampanye/penyuluhan sosial diselenggarakan.

DAFTAR PUSTAKA

Annisa, 2022. Kasus Kekerasan terhadap Anak di Serpong, Korban Dipukuli


dan Dianiaya
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/05/19/08542811/kasus-
kekerasan-terhadap-anak-di-serpong-korban-dipukuli-dan-dianiaya.
(Diakses pada 25 Mei 2022)
Annisa, 2022. Diversi Gagal, Kasus "Bullying" dan Kekerasan oleh Anak di
Tangsel
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/05/25/10012031/diversi-gagal-
kasus-bullying-dan-kekerasan-oleh-anak-di-tangsel?page=all. (Diakses 26
Mei 2022)
Annisa, 2022. Kasus Kekerasan terhadap Anak di Serpong, Guru Diminta Jaga
Kondisi Psikis
Korban.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/06/02/16552861/kasus-
kekerasan-terhadap-anak-di-serpong-guru-diminta-jaga-kondisi-psikis
(Diakses 27 Mei 2022)
Erna, 2019. Alat Asesmen Pekerjaan Sosial.
https://ernadwisusanti.com/2019/10/22/alat
asesmen-pekerjaan-sosial/ (Diakses 1 Juni 2022)
Eti, 2019. Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial
https://www.swd.my.id/2019/01/potensi
dan-sumber-kesejahteraan-sosial.html (Diakses 27 Mei 2022)
Fahrudin, A. (2007). Runaway Youth: Masalah dan intervensi. Makalah
disajikan dalam
International Seminar on Family Challenge and Social Work Practice.
Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Departemen Sosial
RI di Ciloto, Bogor
Garvin. Tentang Group Work. Herry Koswara dkk. STKS Bandung
Lase, Justin. 2017. Ranah Mikro, Mezo dan Makro dalam Praktek Pekerjaan
Sosial.
http://justinlase.blogspot.com/2017/03/ranah-mikro-mezo-dan-
makrodalam.html. (Diakses pada 30 Mei 2022)
Maha, Yuka. 2016. Sistem Sumber Menurut Allen Pincus and Anne Minahan.
http://yurikamaha.blogspot.com/2016/05/sistem-sumber-menurut-allen-
pincus-and.html. (Diakses pada 5 Juni 2022)
Nina, 2020. 7 Dampak Bullying yang Berbahaya bagi Kesehatan Mental dan
Fisik.
https://www.sehatq.com/artikel/dampak-bullying-tak-hanya-sesaat-tapi-
seumur-hidup (Diakses pada 27 Mei 2022)
Priyatna, Andi. 2010. Let’s end Bullying Memahami, Mencegah dan Mengatasi
Bullying.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undanf Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Anda mungkin juga menyukai