Anda di halaman 1dari 6

Tokoh-tokoh aljabar

1. Diophantus (200-284 SM)


Diophantus merupakan matematikawan Yunani yang berasal dari Alexandria.
Diophantus mengembangkan konsep-konsep aljabar Babilonia dan merintis suatu
bentuk persamaan sehingga bentuk persamaan seringkali disebut dengan persamaan
Diophantine (Diophantine Equation). Persamaan yang paling sederhana yang beliau
berikan adalah bentuk ax + by = c, dengan a,b,c adalah konstanta bulat.
Penyelesaian persamaan Diophantine adalah semua pasangan bilangan bulat yang
memenuhi persamaan ini. Problem Diophantus untuk menemukan bilangan x, y, a
dalam persamaan x² + y² = a² atau x³ + y³ = a³, kelak mendasari Fermat mencetuskan
TTF (Theorema Terakhir Fermat). Prestasi ini membuat Diophantus seringkali disebut
dengan ahli aljabar dari Babilonia dan karyanya disebut dengan aljabar Babilonia.

2. Al-Khawarizmi (780-850 SM)


Sebagai “Bapak Ilmu Pengetahuan Aljabar” dia menulis buku
berjudul Algebra, yang kemudian diklasifikasi oleh para sejarawan matematika
sebagai Dasar-dasar Pengetahuan Matematika. Al-Khwarizmi adalah orang yang
pertama kali memperkenalkan ilmu aljabar dalam suatu bentuk dasar yang dapat
diterapkan dalam hidup sehari-hari. Hal ini berbeda dengan konsep aljabar
Diophantus yang lebih cenderung menggunakan aljabar untuk aplikasi teori-teori
bilangan. 
Buku “Kitab al-jam wa’l-tafriq bi-hisab al-Hid” yang ditulis Al-Khwarizmi antara
tahun 813- 833 berkait dengan teori persamaan linier dan kuadrat dengan satu variabel
yang tak diketahui sebagaimana dasar perhitungan yang terkait bilangan binominal
dan trinominal. Karya Al-Khwarizmi ini diyakini merupakan buku pertama dalam
sejarah dimana istilah aljabar muncul dalam konteks disiplin ilmu, lebih jauh
dipertegas dalam pembukaan, formulasi dan kosakata yang secara teknis adalah
kosakata baru.
Al-Khwarizmi menggunakan istilah mal yang dimaksud adalah
pengganti square yang tak dapat diketahui meski terkadang digunakan untuk
pengganti istilah thing. Persamaan lain yang digunakan secara khusus adalah
istilah simple number yang disebut sebagai dirham. Dengan menggunakan ketiga
istilah tersebut, Al-Khwarizmi membuat dalil bahwa semua jenis masalah yang ada
dapat digolongkan pada salah satu dari enam persamaan dasar seperti di bawah ini:
1. Akar sama dengan bilangan (bx = c).
2. Mal sama dengan akar (ax2  = bx).
3. Mal sama dengan bilangan (ax2  = c).
4. Bilangan dan mal sama dengan akar (c + ax2 = bx).
5. Bilangan sama dengan akar ditambah mal (c = bx + ax2).
6. Mal dama dengan bilangan ditambah akar (ax2 = c + bx).
Al-Khwarizmi membuat aturan (aljabar dan al-muqabalah)  untuk menyelesaikan
masing-masing dari keenam persamaan dan memberi penjelasan lengkap untuk
memperkecil persoalan terhadap masing-masing bentuk persamaan.

3. Al-Qalasadi (1412-1486 M)
Al- Qalasadi mengenalkan simbol aljabar yang sampai sekarang kita gunakan.
Disebutkan oleh Adam Malik Khan dalam “Al-Qalasadi: An Eminent Mathematician
of Muslim Spain”, Islamic Studies, Qalasadi menggunakan simbol matematika
dengan menggunakan huruf Arab. Al-Qalasadi menggunakan “wa” yang berarti “dan”
untuk penambahan (+), kemudian “laa” melambangkan pengurangan (-), “fi” untuk
perkalian dan “ala” untuk simbol pembagian (/). Al-Qalasadi juga menggunakan
simbol “j” melambangkan akar, “shay” melambangkan variabel (x), “m”
melambangkan kuadrat (x2), Huruf “k” melambangkan pangkat tiga (x3) dan terakhir
“I” sebagai simbol persamaan atau sama dengan (=).

4. Nikolai Ivanovicj Lobachevsky (1792-1856 M)


Pada tahun 1834 Lobachevsky menemukan metode untuk mendekati akar persamaan
aljabar. Metode penyelesaian persamaan aljabar numerik ini, yang dikembangkan
secara independen oleh Graffe untuk menjawab pertanyaan tentang hadiah dari
Akademi Ilmu Pengetahuan Berlin, sekarang sangat berguna untuk metode yang akan
digunakan pada komputer untuk memecahkan masalah tersebut. Metode ini sekarang
disebut Dundelin-Graff karena Dundelin mempelajarinya secara mandiri. Hanya di
Rusia itu disebut metode Lobachevsky, yang merupakan penemu independen ketiga.

5. Sharaf Al-Din Al-Tusi (1135 1213 M)


Ilmuwan matematika yang menemukan konsep persamaan aljabar polinom,
yakni Sharaf al-Din al-Tusi. Dari namanya, dapat diidentifikasi bahwa al-Tusi terlahir
di Kota Tus, Persia. al-Tusi juga memusatkan kajian aljabarnya pada persamaan
berderajat tiga berbentuk x 3+ d=b x 2. Al-Tusi mengawali konsepnya dengan
meletakkan persamaan berderajat tiga di atas dalam bentuk x 2 ( b−x )=d .
Suatu penyelesaian persamaan menurutnya bergantung pada fungsi pada ruas
kirinya (apakah mencapai harga d atau tidak). Untuk mencarinya, harus ditentukan
terlebih dahulu nilai maksimum dari fungsi tersebut. Al-Tusi menyatakan bahwa suatu
2b
fungsi akan mencapai nilai maksimumnya ketika nilai x= (dalam bukunya, al-Tusi
3
2b
tidak menjelaskan bagaimana ia dapat menemukan nilai x= tersebut). Suatu
3
persamaan yang nilai x -nya kurang dari d, dapat dipastikan tidak memiliki
penyelesaian positif. Jika nilai x-nya sama dengan d, maka fungsi tersebut memiliki
satu penyelesaian, dan suatu fungsi yang didapati nilai x-nya lebih dari d, fungsi
tersebut memiliki dua penyelesaian, dimana satu penyelesaian berada dalam interval 0
2b 2b
dan dan satu yang lainnya di antara dan b.
3 3

6. Omar Khayyam (1048-1131 M)


Omar Khayyam lahir pada 1048 M di kota Naishapur, Persia (sekarang Iran).
Omar Khayyam adalah orang pertama yang menemukan teori umum dari persamaan
berderajat tiga. Omar Khayyam mengembangkan persamaan aljabar polinomial
berderajat tiga. Dalam bukunya yang berjudul Risala fi’l-barahin ‘ala masa’il al-Jabr
wa’l-Muqabala, ia memperkenalkan lebih dari dua puluh jenis persamaan kubik dan
memberikan dua cara alternatif dalam menyelesaikan suatu persamaan berderajat tiga.
Pertama, menggunakan pendekatan geometri melalui belahan kerucut. Ia menentukan
penyelesaian persamaan kubik melalui titik potong sebuah parabola yang dipotong
oleh sebuah lingkaran. Kedua, memperkirakan kemungkinan solusi melalui metode
Horner. Usaha Omar Khayyam dilanjutkan oleh Sharaf al-Din al-Tusi

7. Kowa Seki (1642-1708 M)


Tahun 1683, Seki menulis buku Method of Solving the dissimulated problems yang
memuat metode matriks. Tanpa menggunakan istilah apa pun untuk “determinan”, ia
memperkenalkan determinan dan memberikan metode umum untuk menghitungnya.
Seki menemukan determinan untuk matriks ordo 2 × 2, 3 × 3, 4 × 4, dan 5 × 5 serta
menggunakannya untuk menyelesaikan persamaan pangkat tinggi, bukannya sistem
persamaan. Perkembangan konsep determinan muncul lebih dulu dari konsep matriks.
Ini dikarenakan kedua konsep tersebut terkait dengan penyelesaian sistem persamaan
dan penyelesaian persamaan aljabar (polinom) pangkat tinggi.
8. Robert Recorde (1512-1558 M)
Pada tahun 1557, Robert memperkenalkan tanda “=” yang terdapat dalam bukunya
yang berjudul “The Whetstone of Witte”. Dalam karya ini, Recorde menulis kata ‘is
equal to’ hampir 200 kali dalam 200 halaman pertama bukunya. Ia akhirnya
menyatakan akan menggunakan simbol ‘=====’ untuk menghindari berulang-ulang
menulis ‘is equal to’.

Anda mungkin juga menyukai