Anda di halaman 1dari 12

BAHAN AJAR KOMUNIKASI BUDAYA VII

TEORI IDENTITAS DAN NEGOSIASI IDENTITAS


Jaduk Gilang Pembayun., M.I.Kom

TEORI IDENTITAS

Mengawali penjelasan mengenai identitas, ada pertanyaan apa artinya

menjadi dirimu sendiri.? Dijawab oleh Burke dan Stets dengan menjelaskan

bawha identitas adalah seperangkat makna yang mendefinisikan siapa seseorang

itu ketika berada dalam peran tertentu di masyarakat, anggota kelompok tertentu,

atau mengklaim karakteristik tertentu yang mengidentifikasi dirinya sebagai orang

yang unik. Sebagai contoh, individu memiliki makna yang mereka terapkan pada

diri mereka sendiri ketika mereka menjadi seorang pelajar, pekerja, pasangan, atau

orang tua, ketika mereka adalah anggota dalam kelompok persaudaraan, ketika

mereka menjadi anggota partai, ketika mereka orang asing atau ketika mereka

mengklaim bahwa mereka adalah individu yang di luar. Orang-orang memiliki

banyak identitas karena mereka menempati peran ganda baik sebagai anggota dari

banyak kelompok dan mengklaim berbagai karakteristik pribadi yang mereka

miliki namun makna dari identitas-identitas ini dimiliki bersama oleh anggota

masyarakat. Teori identitas berusaha menjelaskan makna spesifik yang dimiliki

individu untuk beragam identitas yang mereka klaim; bagaimana identitas ini

berhubungan satu sama lain untuk setiap orang; bagaimana identitas mereka

mempengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan atau emosi mereka; dan bagaimana

identitas mereka mengikat mereka ke masyarakat luas.23

Identitas mencirikan individu berdasarkan banyak posisi mereka dalam

masyarakat. Dalam arti luas, adanya hubungan antara individu dan masyarakat

karena sifat individu dan apa yang mereka lakukan sebagian besar tergantung
1
pada posisi struktural sosial di mana mereka berada.24 Hal ini juga didukung

dengan pernyataan dari Benwell dan Stokoe bahwa identitas bergantung pada

kondisi lokal masyarakat.25 Untuk memahami hubungan individu dengan struktur

sosial dapat dilihat dengan, misalnya hubungan antara toko dan perusahan. Toko-

toko yang berbeda berhubungan satu sama lain dengan perusahaan-perusahaan

yang memasok mereka. Pola antar individu dan pola antar kelompok yang besar

inilah yang dapat dianggap sebagai struktur sosial. Struktur sosial muncul dari

tindakan individu, karena tindakan itu terpola dari waktu ke waktu dan lintas

orang.26

Lebih lanjut, dalam satu individu memiliki lebih dari satu identitas. Dalam

kasus ini, mungkin atau tidak mungkin untuk mengverifikasi semua identitas yang

terlibat pada saat yang sama.27 Seseorang tidak dapat menjadi diri sendiri dan

gagasan bahwa identitas adalah masalah intersubjektif, bukan hanya subyektif,

dibahas oleh Hegel dalam The Fenomenologi Roh. Burke dan Stets mengutip

pendapat Hegel bahwa identitas adalah respon terhadap aktivitas orang lain.

23
Peter J. Burke, Jan E. Stets, Identity Theory, (New York: Oxford University Press,
2009),3
24
Burke, Stets, Identity Theory, 4
25
Bethan Benwell & Elisabeth Stokeo, Discourse and Identity, (Edinburgh: Edinburgh
University Press, 2006), 18
26
Burke, Stets, Identity Theory, 5
27
Burke, Stets, Identity Theory, 130

2
Kemudian hal ini direspon oleh juga oleh William bahwa diri manusia dan

identitas mereka bukanlah zat yang terendapkan sebelum hubungan seseorang

dengan satu sama lain, tetapi hanya dianggap sebagai alat dalam bentuk-bentuk

subjektivitas manusia yang muncul dan menginformasikan partisipasi itu pada

hubungan-hubungan tersebut.28 Dengan menggunakan analogi pertarungan antara

tuan dan budak, Hegel berhipotesis bahwa faktor-faktor eksternal seperti dunia

sosial, mencegah kesadaran menjadi sepenuhnya bebas atau otonom, tetapi

membutuhkan imajinasi dan kadang-kadang tunduk pada orang lain. Karenanya,

proses pengakuan yang penting bagi identitas muncul melalui partisipasi dalam

kehidupan sosial.29 Burke dan Stets mengutip pendapat William James bahwa kita

memiliki diri sebanyak orang lain yang berinteraksi dengan kita. Namun, saat ini

bukan lagi persoalan diri melainkan tentang identitas. Apabila dihubungkan, dapat

juga dikatakan bahwa identitas adalah masalah agensi dan penentuan nasib

sendiri, bahwa individu tersebut adalah penafsiran subjek diri.30

Ketika mempertimbangkan berbagai identitas dalam diri seseorang, ada

baiknya membedakan dua pendekatan yang mungkin diambil. Kita dapat melihat

identitas ini dari kerangka internal atau dari kerangka eksternal. Fokus internal

hadir pada masalah bagaimana beberapa identitas individu berfungsi bersama-

sama di dalam diri dan dalam keseluruhan proses verifikasi identitas. Bagaimana

proses verifikasi identitas bekerja untuk banyak identitas? Fokus eksternal

28
Benwell & Stokeo, Discourse and Identity, 35
29
Benwell & Stokeo, Discourse and Identity, 24
30
Benwell & Stokeo, Discourse and Identity, 18

3
membahas bagaimana beragam identitas yang dimiliki seseorang terikat pada

kompleksitas struktur sosial tempat individu tersebut berada. 31

Ada gagasan sebelumnya bahwa identitas sebagai subjek diri atau istilah

Benwell dan Stokoe sebagai proyek diri. Gagasan ini memiliki silsilah yang

panjang, dimulai dengan rasionalisme dan idealisme pencerahan. Sebuah

tantangan terhadap pembatasan-pembatasan pada hak pilihan manusia ini

dibangun selama masa pencerahan, dan mencapai puncaknya di era pencerahan

pada abad ke-18. Dasar dari gerakan pencerahan adalah keyakinan pada

kemampuan nalar manusia. Descartes (1596–1650) dan Locke (1632–1704)

memberi penjelasan tentang hal ini. Descartes terutama terkait dengan

rasionalisme dan gagasan bahwa alasan terlepas dan terkait dengan sekularisasi,

kebebasan dari tatanan kosmik atau moral yang lebih besar, tetapi juga

penguasaan diri melalui akal di mana pemikiran diangkat di atas segalanya.

Pendapat Locke terhubung dengan empirisme yaitu keyakinan bahwa semua

pengetahuan berasal dari pengamatan, bukan dari alasan apriori. Karena itu, diri

diciptakan oleh akumulasi pengalaman dan pengetahuan dalam pikiran.. Selain

itu, penekanan Locke pada kapasitas refleksif pikiran, mengisolasi aspek

pengalaman subyektif dan menjadikannya kontrol yang objektif, memfasilitasi

pembangunan agen manusia yang mampu membuat kembali dirinya sendiri

dengan metodis dan disiplin. Prinsip utama 'refleksivitas' yang dianut oleh kedua

pemikir ini adalah prinsip yang menopang proyek diri secara terpusat. Meskipun

Descartes yang rasional, deduktif, rasionalisme, dan Locke yang secara radikal

terpisah, empirisme induktif tampak bertentangan, keduanya memfasilitasi

31
Burke, Stets, Identity Theory, 131

4
penciptaan model identitas yang telah mendominasi pemahaman populer sejak

pencerahan yakni identitas sebagai proyek instrumental diri. 32 Identitas sebagai

proyek diri sering menempatkan diri secara refleksif dalam beberapa jenis konteks

sosial, di mana diri sendiri dapat didefinisikan sesuai keberadaan dalam praktik

sosial.33

Mengangkat soal praktik sosial, tentunya individu terlibat didalamnya dan

harus memahami bagaimana identitas sosial di mana individu berada. Teori kunci

identitas sosial terkait dengan teori kategorisasi diri yang dikembangkan oleh

psikolog Tajfel dan rekan-rekannya dalam tradisi kognisi sosial, psikologi sosial.

Identitas sosial berlawanan dengan identitas pribadi . Identifikasi individu dengan

suatu kelompok adalah suatu proses yang pertama-tama didasari oleh pengetahuan

refleksif tentang keanggotaan kelompok, dan yang kedua oleh keterikatan

emosional atau disposisi khusus terhadap kepemilikan kelompok. Teori identitas

sosial mengeksplorasi fenomena ingroup dan outgroup, dan didasarkan pada

pandangan bahwa identitas dibentuk melalui proses perbedaan yang ditentukan

dalam cara yang relatif atau fleksibel tergantung pada kegiatan di mana seseorang

terlibat. Sederhananya, ingroup adalah kelompok di mana seseorang menjadi

“milik atau di dalam” dan outgroup dipandang sebagai “di luar”. Dari perspektif

ini, identitas adalah sesuatu yang terbengkalai, siap untuk diaktifkan di hadapan

orang lain. Keanggotaan identitas sosial memiliki hubungan sebab akibat dengan

tindakan dan perilaku.34

32
Benwell & Stokeo, Discourse and Identity, 18-19
33
Benwell & Stokeo, Discourse and Identity, 24
34
Benwell & Stokeo, Discourse and Identity, 25-26

5
IDENTITAS DALAM ADAT BUDAYA DAN KEPERCAYAAN

Segala sesuatu yang mempunyai suatu kebiasaan, baik golongan maupun

perorangan, itu mempunyai suatu adat. Adat adalah kebiasaan yang diturun-

alihkan.35 Dua hal yang perlu diketahui mengenai adat, yang pertama adat

bukanlah aturan masyarakat lepas dari kekristenan, tetapi adat merupakan tata

tertib atau aturan yang dibuat oleh dewa serta nenek moyang. Oleh karena itu adat

merupakan pelaksanaan kekristenan suku dan harus diikuti oleh setiap mereka

yang ada dalam kekristenan suku tersebut. Mereka yang tidak menaati peraturan-

peraturan adat meninggalkan kekristenan sukunya dan menempatkan diri di luar

suku itu. Kemudian yang kedua, adat meliputi seluruh kehidupan, baik bidang

rohani maupun bidang duniawi. Orang yang mengikuti tuntutan-tuntutan adat

secara baik dalam seluruh kehidupannya maka ia memperoleh keselamatan. 36 Hal

mengenai adat, bagi pelaksanaan ritual merupakan bentuk dari identitas sosial

yang di turunkan dalam identitas pribadi.

Selain adat, budaya menjadi bagian dalam identitas. Kata kebudayaan atau

kultur diambil dari kata kerja dalam bahasa latin; Colo, Colore. Dari kata kerja itu

terbentuklah kata benda; Cultura atau Colore yang berarti membuat, mengolah,

mengerjakan, menanam, menghiasi dan mendiami.37 Dapat dipahami bahwa

kebudayaan merupakan suatu tatanan hidup yang ditata tetapi juga yang

dijalankan oleh manusia itu sendiri. Menurut E.B. Taylor kebudayaan adalah

keseluruhan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian,

moral, hukum, juga termasuk adat-istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta

35
Lothar Schreiner, Adat dan Injil, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2011) 20,21
36
Th. Van den End, Ragi Carita 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) 14.
37
J. Verkuyl, Etika Kristen Kebudayaan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989) 12.

6
kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Dengan kata lain, kebudayaan mencakup semua yang didapatkan atau dipelajari

oleh manusia sebagai anggota masyarakat.38

NEGOSIASI IDENTITAS

Usaha penyesuaian diri setiap individu tentunya yang telah memiliki

identitas atau konsep diri, pembentuknya adalah budaya lokal dari daerah asal

mereka. Identitas atau konsep didapatkan dari sebuah proses interaksi dengan

orang lain dalam lingkup budaya asal mereka. Dengan kata lain bahwa setiap

manusia memiliki konsep diri yang berbeda-beda tergantung pada budaya mana

38
Antonius Atosokhi, Antonina Panca dan Yohanes Babari, Relasi Dengan Sesama
(Jakarta: Elex Media Komputindo, 1997) 33.
39
Leslie Newbegin, Injil Dalam Masyarakat Majemuk, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2010), 193
40
Ivan R.B. Kaunang & Albert W.S. Kusen, Minahasa Akselerasi dan Akulturasi,
(Tondano: Pemerintah Kabupaten Minahasa Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan
Pengembangan Daerah, 2010), 27.
41
Retnowati, Kekristenan dan Tantangan Kebudayaan (Kumpulan Karangan Seminar
Kekristenan-Kekristenan XI V/94 LIBANG PGI, 1994). x

7
konsep diri mereka terbentuk. Teori negosiasi identitas menekankan bahwa

identitas atau konsepsi diri refleksif dipandang sebagai mekanisme eksplanatori

bagi proses komunikasi antarbudaya.42 Identitas dipandang sebagai citra diri

reflektif yang dikonstruksi, dialami dan dikomunikasikan oleh para individu

dalam satu budaya dan dalam satu situasi interaksi tertentu.43

Negosiasi identitas memiliki beberapa konsep atau definisi. Ting-Toomey

mendefinisikan negosiasi sebagai proses interaksi transaksional di mana para

individu dalam satu situasi antarbudaya mencoba memaksakan, mendefinisikan,

mengubah, menantang, dan mendukung citra diri yang diinginkan pada mereka

atau orang lain. Konsep lainnya adalah negosiasi identitas sendiri merupakan

aktivitas komunikasi, karena dalam proses negosiasi identitas tersebut terdapat

sebuah proses interaksi dan transaksional dari para pelakunya. Setiap manusia

tentunya secara sadar maupun tidak sadar telah melakukan proses tersebut ketika

berada dalam suatu lingkup budaya tertentu, sehingga kemudian terjadi

pembentukan konsep diri atau identitas diri mereka.

Ting-Toomey mengemukakan bahwa beberapa individu akan lebih memilih

untuk tidak terlalu memikirkan dan menghadapi negosiasi identitas, sedangkan

individu lain lebih bersikap sangat memperhatikan dalam menghadapi dinamika

proses negosiasi identitas tersebut. Sikap individu yang memikirkan hal ini

merupakan satu proses pemusatan kognitif yang dipelajari melalui latihan-latihan

keterampilan yang diilakukan berulang-ulang.44

44Ting-Toomey, Communicating Across Culture,

34
Ting-Toomey mengemukakan ada 10 asumsi teoritis inti dari teori negosiasi

identitas yakni:

1. Dinamika utama dari identitas keanggotaan seseorang dalam suatu

kelompok dan identitas pribadi terbentuk melalui komunikasi simbolik

dengan orang lainnya.

2. Orang-orang dalam semua budaya atau kelompok etnis memiliki

kebutuhan dasar akan motivasi untuk memperoleh kenyamanan identitas,

kepercayaan, keterlibatan, koneksi dan stabilitas baik level identitas

berdasarkan individu maupun kelompok.

3. Setiap orang akan cenderung mengalami kenyamanan identitas dalam

suatu lingkungan budaya yang familiar baginya dan sebaliknya akan

mengalami identitas yang rentan dalam suatu lingkungan yang baru.

4. Setiap orang cenderung merasakan kepercayaan identitas ketika

berkomunikasi dengan orang lain yang budayanya sama atau hampir sama

dan sebaliknya kegoyahan identitas manakala berkomunikasi mengenai

tema-tema yang terikat oleh regulasi budaya yang berbeda darinya.

5. Seseorang akan cenderung merasa menjadi bagian dari kelompok bila

identitas keanggotaan dari kelompok yang diharapkan memberi respon

yang positif. Sebaliknya akan merasa berbeda atau asing saat identitas

keanggotaan kelompok yang diinginkan memberi respon yang negatif.

6. Seseorang akan mengharapkan koneksi antarpribadi melalui kedekatan

relasi yang penuh arti misalnya, dalam situasi yang mendukung

45Ting-Toomey, Communicating Across Culture,

34
persahabatan yang akrab dan sebaliknya akan mengalami otonomi

identitas saat mereka menghadapi relasi yang separatis atau terpisah.

7. Orang akan memperoleh kestabilan identitas dalam situasi budaya yang

dapat diprediksi dan akan menemukan perubahan identitas atau goncang

dalam situasi-situasi budaya yang tidak diprediksi sebelumnya.

8. Dimensi budaya, personal dan kerkekristenann situasi mempengaruhi

makna, interpretasi, dan penilaian terhadap tema-tema atau isu-isu

identitas tersebut.

9. Kepuasan hasil dari negosiasi identitas meliputi rasa dimengerti, dihargai

dan didukung.

10. Komunikasi antarbudaya yang diperharikan individu dengan baik akan

menekankan pentingnya pengintegrasian pengetahuan antarbudaya,

motivasi, dan ketrampilan untuk dapat berkomunikasi dengan memuaskan,

tepat, dan efektif. 45

Gambaran umum dari teori negosiasi identitas adalah setiap manusia

memiliki konsep diri (identitas diri) yang terbentuk dari hasil interaksi dengan

orang lain dalam ranah budaya yang sama. Setiap individu akan menegosiasikan

identitas ketika sedang berada pada ranah nilai budaya yang berbeda atau ketika

sedang menghadapi individu lain yang memiliki nilai identitas berbeda. Teori ini

pada akhirnya menjelaskan bahwa komunikasi antar budaya akan dapat berjalan

efektif ketika tercapai keberhasilan dalam proses negosiasi identitas tersebut.

Beberapa individu lebih efektif dan mendapatkan keseimbangan yang

nyaman. Kita tahu bahwa kita telah melaksanakannya, sehingga ketika kita

mempertahankan rasa diri yang kuat, tapi juga mampu menelusuri dengan

36
fleksibel identitas yang lainnya dan membolehkannya untuk memiliki rasa

identitas. Ting Toomey (dalam Littlejohn dan Foss, 2011:133) menyebutnya

keadaan functional bicultural atau bikulturalisme fungsional ketika kita mampu

berganti dari satu konteks budaya ke budaya lainnya dengan sadar dan mudah,

maka kita telah mencapai keadaan pengubah budaya (cultural transformer). Kunci

untuk memperoleh keadaan-keadaan tersebut adalah kemampuan lintas budaya

(intercultural competence). Kemampuan lintas budaya terdiri dari 3 komponen:

1. Pengetahuan (knowledge). Pengetahuan adalah pemahaman akan

pentingnya identitas etnik atau kebudayaan dan kemampuan melihat apa

yang penting bagi orang lain. Artinya, mengetahui sesuatu tentang identitas

kebudayaan dan mampu melihat segala perbedaan.

2. Kesadaran (mindfulness). Kesadaran secara sederhana berarti seecara biasa

dan teliti untuk menyadari. Hal ini berarti kesiapan berganti ke perspektif

baru.

3. Kemampuan (skill). Kemampuan mengacu kepada kemampuan untuk

menegosiasi identitas melalui observasi yang teliti, menyimak, empati,

kepekaan non-verbal, kesopanan, penyusunan ulang, dan kolaborasi.

Beberapa individu akan lebih memilih untuk bersikap mindless dalam

menghadapi negosiasi identitas, sedangkan individu lain lebih bersikap mindful

menghadapi dinamika proses negodiasi identitas tersebut. Mindfulness ini merupakan

suatu proses pemusatan kognitif yang dipelajari melalui latihan-latihan keterampilan yang

dilakukan berulang- ulang.

36
Ting Toomey (1999), (Dikutip, Petrus Adung, 2012) menjelaskan tentang

komunikasi antar budaya yang mindful. Mindfulness berarti kesiapan untuk menggeser

kerangka referensi, motivasi untuk menggunakan kategori-kategori baru untuk

memahami perbedaan- perbedaan budaya atau etnis, dan kesiapan untuk bereksperimen

dengan kesempatan-kesempatan kreatif dari pembuatan keputusan dan pemecahan

masalah. Sebaliknya mindlessness adalah ketergantungan yang amat besar pada kerangka

referensi yang familiar, kategori dan desain yang rutin dan cara-cara melakukan segala

hal yang telah menjadi kebiasaan. Kriteria komunikasi yang mindful adalah:

1. Kecocokan: ukuran dimana perilaku dianggap cocok dan sesuai dengan yang

diharapkan oleh budaya.

2. Keefektifan ukuran dimana komunikator mencapai shared meaning dan hasil

yang diinginkan dalam situasi tertentu.

Teori Negosiasi identitas merupakan identitas diri yang dibentuk di dalam

komunikasi dalam berbagai latar kebudayaan. Setiap individu akan menegosiasikan

identitas ketika sedang berada di lingkungan budaya yang berbeda dan sedang

menghadapi individu lain yang memiliki nilai identitas berbeda. Teori negosiasi identitas

ini nantinya dapat menjelaskan mengenai peristiwa culture shock yang dialami oleh para

subjek dan selanjutnya bagaimana setiap subjek meminimalisir hal tersebut melalui

proses komunikasi antarbudaya yang efektif. Jika memperoleh negosiasi identitas yang

efektif jika kedua belah pihak merasa dipahami, dihormati, dan dihargai.

36

Anda mungkin juga menyukai