TEORI IDENTITAS
menjadi dirimu sendiri.? Dijawab oleh Burke dan Stets dengan menjelaskan
itu ketika berada dalam peran tertentu di masyarakat, anggota kelompok tertentu,
yang unik. Sebagai contoh, individu memiliki makna yang mereka terapkan pada
diri mereka sendiri ketika mereka menjadi seorang pelajar, pekerja, pasangan, atau
orang tua, ketika mereka adalah anggota dalam kelompok persaudaraan, ketika
mereka menjadi anggota partai, ketika mereka orang asing atau ketika mereka
banyak identitas karena mereka menempati peran ganda baik sebagai anggota dari
miliki namun makna dari identitas-identitas ini dimiliki bersama oleh anggota
individu untuk beragam identitas yang mereka klaim; bagaimana identitas ini
berhubungan satu sama lain untuk setiap orang; bagaimana identitas mereka
mempengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan atau emosi mereka; dan bagaimana
masyarakat. Dalam arti luas, adanya hubungan antara individu dan masyarakat
karena sifat individu dan apa yang mereka lakukan sebagian besar tergantung
1
pada posisi struktural sosial di mana mereka berada.24 Hal ini juga didukung
dengan pernyataan dari Benwell dan Stokoe bahwa identitas bergantung pada
sosial dapat dilihat dengan, misalnya hubungan antara toko dan perusahan. Toko-
yang memasok mereka. Pola antar individu dan pola antar kelompok yang besar
inilah yang dapat dianggap sebagai struktur sosial. Struktur sosial muncul dari
tindakan individu, karena tindakan itu terpola dari waktu ke waktu dan lintas
orang.26
Lebih lanjut, dalam satu individu memiliki lebih dari satu identitas. Dalam
kasus ini, mungkin atau tidak mungkin untuk mengverifikasi semua identitas yang
terlibat pada saat yang sama.27 Seseorang tidak dapat menjadi diri sendiri dan
dibahas oleh Hegel dalam The Fenomenologi Roh. Burke dan Stets mengutip
pendapat Hegel bahwa identitas adalah respon terhadap aktivitas orang lain.
23
Peter J. Burke, Jan E. Stets, Identity Theory, (New York: Oxford University Press,
2009),3
24
Burke, Stets, Identity Theory, 4
25
Bethan Benwell & Elisabeth Stokeo, Discourse and Identity, (Edinburgh: Edinburgh
University Press, 2006), 18
26
Burke, Stets, Identity Theory, 5
27
Burke, Stets, Identity Theory, 130
2
Kemudian hal ini direspon oleh juga oleh William bahwa diri manusia dan
dengan satu sama lain, tetapi hanya dianggap sebagai alat dalam bentuk-bentuk
tuan dan budak, Hegel berhipotesis bahwa faktor-faktor eksternal seperti dunia
proses pengakuan yang penting bagi identitas muncul melalui partisipasi dalam
kehidupan sosial.29 Burke dan Stets mengutip pendapat William James bahwa kita
memiliki diri sebanyak orang lain yang berinteraksi dengan kita. Namun, saat ini
bukan lagi persoalan diri melainkan tentang identitas. Apabila dihubungkan, dapat
juga dikatakan bahwa identitas adalah masalah agensi dan penentuan nasib
baiknya membedakan dua pendekatan yang mungkin diambil. Kita dapat melihat
identitas ini dari kerangka internal atau dari kerangka eksternal. Fokus internal
sama di dalam diri dan dalam keseluruhan proses verifikasi identitas. Bagaimana
28
Benwell & Stokeo, Discourse and Identity, 35
29
Benwell & Stokeo, Discourse and Identity, 24
30
Benwell & Stokeo, Discourse and Identity, 18
3
membahas bagaimana beragam identitas yang dimiliki seseorang terikat pada
Ada gagasan sebelumnya bahwa identitas sebagai subjek diri atau istilah
Benwell dan Stokoe sebagai proyek diri. Gagasan ini memiliki silsilah yang
pada abad ke-18. Dasar dari gerakan pencerahan adalah keyakinan pada
rasionalisme dan gagasan bahwa alasan terlepas dan terkait dengan sekularisasi,
kebebasan dari tatanan kosmik atau moral yang lebih besar, tetapi juga
pengetahuan berasal dari pengamatan, bukan dari alasan apriori. Karena itu, diri
dengan metodis dan disiplin. Prinsip utama 'refleksivitas' yang dianut oleh kedua
pemikir ini adalah prinsip yang menopang proyek diri secara terpusat. Meskipun
Descartes yang rasional, deduktif, rasionalisme, dan Locke yang secara radikal
31
Burke, Stets, Identity Theory, 131
4
penciptaan model identitas yang telah mendominasi pemahaman populer sejak
proyek diri sering menempatkan diri secara refleksif dalam beberapa jenis konteks
sosial, di mana diri sendiri dapat didefinisikan sesuai keberadaan dalam praktik
sosial.33
harus memahami bagaimana identitas sosial di mana individu berada. Teori kunci
identitas sosial terkait dengan teori kategorisasi diri yang dikembangkan oleh
psikolog Tajfel dan rekan-rekannya dalam tradisi kognisi sosial, psikologi sosial.
suatu kelompok adalah suatu proses yang pertama-tama didasari oleh pengetahuan
dalam cara yang relatif atau fleksibel tergantung pada kegiatan di mana seseorang
“milik atau di dalam” dan outgroup dipandang sebagai “di luar”. Dari perspektif
ini, identitas adalah sesuatu yang terbengkalai, siap untuk diaktifkan di hadapan
orang lain. Keanggotaan identitas sosial memiliki hubungan sebab akibat dengan
32
Benwell & Stokeo, Discourse and Identity, 18-19
33
Benwell & Stokeo, Discourse and Identity, 24
34
Benwell & Stokeo, Discourse and Identity, 25-26
5
IDENTITAS DALAM ADAT BUDAYA DAN KEPERCAYAAN
perorangan, itu mempunyai suatu adat. Adat adalah kebiasaan yang diturun-
alihkan.35 Dua hal yang perlu diketahui mengenai adat, yang pertama adat
bukanlah aturan masyarakat lepas dari kekristenan, tetapi adat merupakan tata
tertib atau aturan yang dibuat oleh dewa serta nenek moyang. Oleh karena itu adat
merupakan pelaksanaan kekristenan suku dan harus diikuti oleh setiap mereka
yang ada dalam kekristenan suku tersebut. Mereka yang tidak menaati peraturan-
suku itu. Kemudian yang kedua, adat meliputi seluruh kehidupan, baik bidang
mengenai adat, bagi pelaksanaan ritual merupakan bentuk dari identitas sosial
Selain adat, budaya menjadi bagian dalam identitas. Kata kebudayaan atau
kultur diambil dari kata kerja dalam bahasa latin; Colo, Colore. Dari kata kerja itu
terbentuklah kata benda; Cultura atau Colore yang berarti membuat, mengolah,
kebudayaan merupakan suatu tatanan hidup yang ditata tetapi juga yang
dijalankan oleh manusia itu sendiri. Menurut E.B. Taylor kebudayaan adalah
35
Lothar Schreiner, Adat dan Injil, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2011) 20,21
36
Th. Van den End, Ragi Carita 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) 14.
37
J. Verkuyl, Etika Kristen Kebudayaan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989) 12.
6
kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Dengan kata lain, kebudayaan mencakup semua yang didapatkan atau dipelajari
NEGOSIASI IDENTITAS
identitas atau konsep diri, pembentuknya adalah budaya lokal dari daerah asal
mereka. Identitas atau konsep didapatkan dari sebuah proses interaksi dengan
orang lain dalam lingkup budaya asal mereka. Dengan kata lain bahwa setiap
manusia memiliki konsep diri yang berbeda-beda tergantung pada budaya mana
38
Antonius Atosokhi, Antonina Panca dan Yohanes Babari, Relasi Dengan Sesama
(Jakarta: Elex Media Komputindo, 1997) 33.
39
Leslie Newbegin, Injil Dalam Masyarakat Majemuk, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2010), 193
40
Ivan R.B. Kaunang & Albert W.S. Kusen, Minahasa Akselerasi dan Akulturasi,
(Tondano: Pemerintah Kabupaten Minahasa Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan
Pengembangan Daerah, 2010), 27.
41
Retnowati, Kekristenan dan Tantangan Kebudayaan (Kumpulan Karangan Seminar
Kekristenan-Kekristenan XI V/94 LIBANG PGI, 1994). x
7
konsep diri mereka terbentuk. Teori negosiasi identitas menekankan bahwa
mengubah, menantang, dan mendukung citra diri yang diinginkan pada mereka
atau orang lain. Konsep lainnya adalah negosiasi identitas sendiri merupakan
sebuah proses interaksi dan transaksional dari para pelakunya. Setiap manusia
tentunya secara sadar maupun tidak sadar telah melakukan proses tersebut ketika
proses negosiasi identitas tersebut. Sikap individu yang memikirkan hal ini
34
Ting-Toomey mengemukakan ada 10 asumsi teoritis inti dari teori negosiasi
identitas yakni:
berkomunikasi dengan orang lain yang budayanya sama atau hampir sama
yang positif. Sebaliknya akan merasa berbeda atau asing saat identitas
34
persahabatan yang akrab dan sebaliknya akan mengalami otonomi
identitas tersebut.
dan didukung.
memiliki konsep diri (identitas diri) yang terbentuk dari hasil interaksi dengan
orang lain dalam ranah budaya yang sama. Setiap individu akan menegosiasikan
identitas ketika sedang berada pada ranah nilai budaya yang berbeda atau ketika
sedang menghadapi individu lain yang memiliki nilai identitas berbeda. Teori ini
pada akhirnya menjelaskan bahwa komunikasi antar budaya akan dapat berjalan
nyaman. Kita tahu bahwa kita telah melaksanakannya, sehingga ketika kita
mempertahankan rasa diri yang kuat, tapi juga mampu menelusuri dengan
36
fleksibel identitas yang lainnya dan membolehkannya untuk memiliki rasa
berganti dari satu konteks budaya ke budaya lainnya dengan sadar dan mudah,
maka kita telah mencapai keadaan pengubah budaya (cultural transformer). Kunci
yang penting bagi orang lain. Artinya, mengetahui sesuatu tentang identitas
dan teliti untuk menyadari. Hal ini berarti kesiapan berganti ke perspektif
baru.
suatu proses pemusatan kognitif yang dipelajari melalui latihan-latihan keterampilan yang
36
Ting Toomey (1999), (Dikutip, Petrus Adung, 2012) menjelaskan tentang
komunikasi antar budaya yang mindful. Mindfulness berarti kesiapan untuk menggeser
memahami perbedaan- perbedaan budaya atau etnis, dan kesiapan untuk bereksperimen
masalah. Sebaliknya mindlessness adalah ketergantungan yang amat besar pada kerangka
referensi yang familiar, kategori dan desain yang rutin dan cara-cara melakukan segala
hal yang telah menjadi kebiasaan. Kriteria komunikasi yang mindful adalah:
1. Kecocokan: ukuran dimana perilaku dianggap cocok dan sesuai dengan yang
identitas ketika sedang berada di lingkungan budaya yang berbeda dan sedang
menghadapi individu lain yang memiliki nilai identitas berbeda. Teori negosiasi identitas
ini nantinya dapat menjelaskan mengenai peristiwa culture shock yang dialami oleh para
subjek dan selanjutnya bagaimana setiap subjek meminimalisir hal tersebut melalui
proses komunikasi antarbudaya yang efektif. Jika memperoleh negosiasi identitas yang
efektif jika kedua belah pihak merasa dipahami, dihormati, dan dihargai.
36