Disusun oleh :
Kelompok 3
Kelas : D/ Kesmas
UNIVERSITAS TADULAKO
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah swt atas segala
rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Koordinasi Penanganan Gizi” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan
dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada bidang studi
Gizi Bencana. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Koordinasi Penanganan Gizi pada saat kebencanaan bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.
Kelompok 3
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
suku bangsa dengan suku terbesar adalah suku Jawa. Sedangkan agama terbesar
di Indonesia adalah agama Islam, di samping agama lainnya yaitu Kristen,
Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Keberagaman ini juga memicu konflik
yang menyebabkan timbulnya kondisi rawan pangan dan gizi (Salsabila, 2022).
2
Koordinasi dan pengendalian di lapangan pasca bencana merupakan hal
yang sangat diperlukan dalam penanggulangan di lapangan, karena dengan
koordinasi yang baik diharapkan menghasilkan output/keluaran yang maksimal
sesuai sumber daya yang ada meminimalkan kesenjangan dan kekurangan dalam
pelayanan, adanya kesesuaian pembagian tanggung jawab demi keseragaman
langkah, dan tercapainya standar penanggulangan bencana di lapangan yang
diharapkan. Koordinasi yang baik akan menghasilkan keselarasan dan kerja
sama yang efektif dari organisasi-organisasi yang terlibat dalam penanggulangan
bencana di lapangan. Dalam hal ini perlu diperhatikan penempatan struktur
organisasi yang tepat sesuai dengan tingkat penanggulangan bencana yang
berbeda, serta adanya kejelasan tugas, tanggung jawab dan otoritas dan masing-
masing komponen/organisasi yang terus-menerus dilakukan secara lintas
program dan lintas sektor mulai tahap persiapan, saat terjadi bencana, dan pasca
bencana. Mekanisme koordinasi penanganan gizi bertujuan untuk menghindari
terjadinya tumpang tindih kegiatan di antara mitra/instansi yang bergerak di
dalam penanganan gizi serta untuk meningkatkan efektivitas respon gizi
(Hermiyati dkk, 2020).
3
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Mekanisme Koordinasi
Terdapat 3 (tiga) macam mekanisme koordinasi menurut Mintzberg
diantaranya yaitu pertama Penyesuaian Bersama (Mutual Adjustment), yaitu
mekanisme koordinasi yang mengutamakan komunikasi informal antar
petugas dalam melaksanakan tugas. Kedua Supervisi Secara Langsung
(Direct Supervision), yaitu mekanisme koordinasi yang melibatkan
seseorang sebagai penanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukan oleh
petugas. Ketiga Standarisasi (Standardization) yang terdiri dari Standarisasi
Keterampilan (Standardizationof Skills), Standarisasi Proses Pekerjaan
(Standardiza-tion of Work Processes), dan Standarisasi Hasil (Stan-
dardization of Outputs). Mengidentifikasi mekanisme koordinasi yang
efektif untuk mengelola entitas yang saling terkait dalam situasi bencana
adalah salah satutantangan terpenting bagi Emergency Respons Coordi-
nation (ERO) yang efektif untuk melindungi kehidupan manusia. Seperti
yang ditunjukkan dalam model koordinasi Mintzberg merupakan
mekanisme koordinasi yang sesuai untuk situasi dinamis yang tidak pasti
yang kompleks. Menentukan kesesuaian mekanisme koordinasi dalam
situasi bencana, maka mekanisme koordinasi Mintzberg yang mungkin
dapat diterapkan adalah penyesuaian bersama, supervisi secara langsung
dan standarisasi proses pekerjaan
2. Aktivitas Mekanisme Koordinasi Gizi
a. Aktivasi sub klaster gizi berdasarkan tingkatan bencana.
Sub klaster gizi adalah bagian dari mekanisme koordinasi klaster
kesehatan dalam penanggulangan bencana dan krisis kesehatan. Sub
klaster gizi diaktifkan oleh Koordinator Klaster Kesehatan di masing-
masing tingkatan sebagai berikut:
5
1) Pada keadaan darurat bencana tingkat Kabupaten/Kota, Sub Klaster
Gizi diaktifkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
2) Pada keadaan darurat bencana tingkat Provinsi, sub klaster gizi
diaktifkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
3) Pada bencana atau krisis kesehatan tingkat nasional, sub klaster gizi
diaktifkan oleh Pusat Krisis Kesehatan.
6
B. Pertemuan Koordinasi Sub Klaster Gizi
7
3. Diseminasi notulensi pertemuan Sub Klaster Gizi dan tindak lanjut
Mendiseminasikan notulensi pertemuan kepada peserta pertemuan
serta mitra terkait. Mendokumentasikan notulensi pertemuan di platform
yang disepakati (misalnya: situs web/google drive1) dan dapat diakses oleh
para mitra sub klaster gizi.
Tim Gerak Cepat (TGC) Gizi merupakan tim yang dibentuk oleh
Kemenkes, Dinkes Provinsi dan Dinkes Kabupaten/ Kota merupakan bagian
8
dari sub klaster gizi yang dapat dimobilisasi secara cepat guna mendukung
upaya penanganan gizi di wilayah terdampak.
TGC Gizi bertugas untuk memberikan dukungan teknis/ pendampingan
kepada Dinkes terdampak di dalam mengelola kegiatan penanganan gizi pada
situasi bencana, termasuk dukungan koordinasi maupun intervensi teknis yang
mencakup:
1) Kajian Kebutuhan Dampak Bencana dan Analisis kebutuhan Gizi;
2) Intervensi PMBA;
3) Intervensi Pencegahan dan Penanganan Gizi Kurang dan Gizi Buruk;
4) Intervensi Suplementasi Gizi;
5) Intervensi gizi bagi kelompok rentan lainnya;
6) Pengelolaan Logistik Gizi; dan
7) Pengelolaan informasi dan surveilans gizi.
9
1. Aktivasi TGC Gizi
Tim TGC Gizi diaktifkan pada status siaga darurat dimana potensi
ancaman bencana sudah mengarah pada terjadinya bencana atau krisis
kesehatan. Hal tersebut ditandai dengan adanya informasi peningkatan
ancaman berdasarkan sistem peringatan dini yang diberlakukan dan
pertimbangan dampak yang akan terjadi di masyarakat. Aktivasi TGC gizi
mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Menunjuk koordinator yang bertanggung jawab untuk memfasilitasi
proses mobilisasi TGC Gizi. Mobilisasi untuk mendukung respon
bencana tingkat provinsi dan tingkat nasional dilakukan oleh
Kemenkes, sedangkan mobilisasi untuk bencana tingkat
Kabupaten/Kota dilakukan oleh Dinkes Provinsi Berkoordinasi
dengan Pusat Krisis Kesehatan (PKK) untuk merencanakan mobilisasi
tim pendukung.
b. Memilih ketua tim dan komposisi anggota yang akan dimobilisasi
berdasarkan spesialisasi yang dibutuhkan, serta memberikan
pemberitahuan kepada anggota TGC Gizi yang akan dimobilisasi.
Persyaratan personel TGC gizi antara lain: Berbadan sehat;
1) Mampu bekerja dengan dukungan dan kondisi yang serba terbatas;
2) Dapat bekerja dengan tenggat waktu;
3) Telah mengikuti pelatihan penanganan gizi pada situasi bencana;
dan
4) Memiliki latar belakang/pengalaman dalam menjalankan satu atau
lebih fungsi TGC.
c. Menyiapkan kelengkapan administrasi dan logistik yang diperlukan
termasuk prosedur keselamatan dan keamanan selama periode
mobilisasi.
10
2. Mobilisasi TGC Gizi
Tahap mobilisasi TGC Gizi terdiri dari kegiatan penyiapan tim yang
telah terpilih untuk dapat sampai ke daerah bencana yang mencakup:
a. Memberikan pengarahan dan memberikan data pendukung (data status
gizi sebelum bencana, peta wilayah bencana, narahubung Dinkes
wilayah setempat serta informasi yang relevan lainnya) kepada tim yang
akan ditugaskan; dan
b. Memfasilitasi perjalanan/transportasi TGC Gizi ke daerah bencana.
3. Demobilisasi
Prosedur demobilisasi TGC Gizi dilakukan pada saat pergantian
personel/rotasi tim dan atau ketika penugasan TGC Gizi akan segera
berakhir. Prosedur demobilisasi bertujuan untuk memastikan agar serah
terima penugasan di antara personel maupun tim yang baru datang dengan
tim yang akan digantikan dapat berjalan dengan lancar tanpa mengganggu
kegiatan penanganan gizi yang sedang berjalan.
Pergantian personel/rotasi TGC Gizi dilakukan apabila durasi
penugasan telah mencapai batas waktu yang ditentukan dan dukungan TGC
Gizi masih dirasa perlu. Koordinator TGC Gizi perlu memastikan
berakhirnya masa penugasan ataupun perpanjangan durasi penugasan
dengan Dinkes Provinsi/Kemenkes. Masa berakhirnya penugasan TGC Gizi
dilakukan berdasarkan kesepakatan antara Penanggung jawab Gizi Dinkes
setempat dengan koordinator TGC Gizi dan Dinkes Provinsi/Kemenkes,
dengan mempertimbangkan:
a. Kebutuhan kegiatan penanganan gizi di lapangan.
11
b. Kapasitas pelayanan gizi dan pelayanan kesehatan esensial terkait gizi
di daerah terdampak.
c. Kapasitas koordinasi penanganan gizi di wilayah terdampak (apakah
mekanisme koordinasi penanganan gizi telah dapat berjalan tanpa
dukungan TGC Gizi).
Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup dan
pola makan, Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda. Di satu pihak
masalah gizi kurang yang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan,
kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang gizi. Selain itu masalah gizi lebih yang
disebabkan oleh kemajuan ekonomi (Azrul,2004; Subandi, 2005; Subandi,
2011).
Di tingkat masyarakat faktor-faktor seperti lingkungan yang higienis,
ketahanan pangan keluarga, pola asuh terhadap anak dan pelayanan kesehatan
12
primer sangat menentukan dalam membentuk anak yang tahan gizi buruk.
Secara makro, dibutuhkan ketegasan kebijakan, strategi, regulasi, dan
koordinasi lintas sektor dari pemerintah dan semua stakeholders untuk
menjamin terlaksananya poin-poin penting seperti pemberdayaan masyarakat,
pemberantasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan pendidikan yang secara
tidak langsung akan mengubah budaya buruk dan paradigma di tataran bawah
dalam hal perawatan gizi terhadap keluarga termasuk anak.
Koordinasi lintas program dan lintas sektor bertujuan untuk
mengoptimalkan intervensi gizi bagi kelompok rentan di wilayah bencana.
Termasuk untuk memastikan agar dukungan bagi anak-anak dan perempuan
penyandang disabilitas dapat diberikan. Misalnya dengan klaster pendidikan,
dan klaster pengungsian dan perlindungan untuk memastikan agar intervensi
gizi di sekolah dan layanan ruang ramah ibu dan anak memperhatikan dukungan
bagi anak-anak dan perempuan penyandang disabilitas.
13
Pengelolaan donasi produk pengganti ASI, serta
botol dan dot bbayi yang tidak terkontrol dengan
sub klaster Kesehatan reproduksi
Promosi Kesehatan kepada ibu hamil dan
menyusui dengan tim promosi Kesehatan-klaster
Kesehatan
Pemenuhan asupan gizi bagi penderita penyakit
dengan sub klaster pelayanan Kesehatan
Pelaksanaan penapisan bersamaan dengan kegiatan
imunisasi masal dengan sub klaster pelayanan
kesehatan
Klaster
logistik Dukungan
(BNPB & transportas
Dukungan
Kemensos) i dan
transportasi
terkait Dukungan pergudang
dan
distribusi terkait an obat Pengawasa
pergudanga
logistik pemantauan suplementa n kualitas
n untuk alat
bahan donasi produk si gizi donasi
dan bahan
makanan pengganti ASI, antara lain makanan
terkait
serta botol, dan dot makanan dan
tatalaksana
dukungan bayi yang tidak tambahan, minuman
gizi kurang
operasional terkonntrol vitamnin
dan gizi
transportasi A, Tablet
buruk
dan Tambah
pergudanga Darah
n
Memastika Koordin Koordin Memast
n asi asi ikan
ketersediaa pelaksa terkait ketersed
n bahan an distribus iaan
makanan, penamp i kelomp
penyediaan iasan makana ok
peralatan dan n rentan
Klaster
perlindunga
masak, dan rujukan tambaha Pemenu
alat saji balita n dan han gizi
n dan
untuk gizi supleme kelomp
pengungsia
penyelengg kurang ntasi gizi ok
n
araan dapur dan gizi di rentan
(Kemensos)
PMBA buruk di pengung melalui
Pemantaua pengun sian dapur
n dan gsian umum
pelaporan Pelacak
pengelolaa an aktif
n donasi dan
prroduk deteksi
14
pengganti dini
ASI, susu balita
formula, gizi
botol dan kurang
dot bayi dan gizi
yang tidak buruk
terkontrol oleh
serta masyara
kualitas kat di
makanan pengun
dan gsian
minuman
Memastika
n
ketersediaa
n ruang
rumah ibu
dan anak di
pengungsia
n
Klaster
saran &
Penyediaan saran dan prasarana air bersih bagi kelompok
prasaran
rentan
(Kementria
n PUPR)
Klaster
ekonomi Untuk memastikan agar keluarga rentan gizi (gizi
(Kementan kurang/buruk, ibu hamil/baduta/balita/lansia/disabilitas)
& mendapatkan dukungan ekonomi melalui bantuan
Kemenkop langsung tunai dan non-tunai
UKM)
Koordinasi
Memastikan terkait
terlaksanany pemberian
Klaster
a distribusi Tablet
pencidikan
makanan Tambah
(Kemendik
tambahan Darah
bud)
untuk anak untuk
sekolah Remaja
Putri
Klaster
pemulihan Memastikan agar gizi masuk di dalam perencanaan
Dini rehabilitasi dan rekonstruksi pemerinntah serta
(Kemendag meningkatkan keberlangsngan program
ri & BNPB)
15
2. Berpartisipasi dalam pertemuan koordinasi lintas sector
Koordinasi lintas sektor pada situasi bencana dilakukan diantaranya
melalui pertemuan koordinasi lintas sektor atau pertemuan lintas klaster.
Pertemuan lintas sector atau lintas klaster dipimpin oleh pemerintah
daerah/BPBD di wilayah terdampak.
Pertemuan lintas sektor merupakan wadah untuk mendapatkan
dukungan teknis maupun kebijakan dari pemerintah daerah maupun sektor
terkait, terhadap permasalahan gizi yang terkait dengan sektor lain. Melalui
mekanisme klaster kesehatan, koordinator Sub Klaster gizi dan mitra perlu
memastikan agar permasalahan dan tantangan yang dihadapi di dalam upaya
penanganan gizi dibahas pada pertemuan koordinasi klaster kesehatan dan
pertemuan koordinasi lintas sektor.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu:
1. Sub klaster gizi adalah bagian dari mekanisme koordinasi klaster kesehatan
dalam penanggulangan bencana dan krisis kesehatan. Sub klaster gizi
diaktifkan oleh Koordinator Klaster Kesehatan di masing-masing tingkatan
sebagai berikut: Pada keadaan darurat bencana tingkat Kabupaten/Kota, Sub
Klaster Gizi diaktifkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pada
keadaan darurat bencana tingkat Provinsi, sub klaster gizi diaktifkan oleh
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Pada bencana atau krisis kesehatan tingkat
nasional, sub klaster gizi diaktifkan oleh Pusat Krisis Kesehatan.
2. Pertemuan koordinasi berfungsi untuk memastikan agar mitra sub klaster gizi
memiliki gambaran yang sama tentang prioritas respon gizi, serta langkah-
langkah operasional yang perlu dilakukan. Pertemuan koordinasi dipimpin
oleh koordinator sub klaster gizi di masing-masing tingkatan dan diikuti oleh
mitra sub klaster gizi. Pertemuan koordinasi sub klaster gizi dilaksanakan
secara rutin selama masa tanggap darurat.
3. Pokja merupakan mekanisme koordinasi teknis penanganan gizi di bawah Sub
Klaster Gizi. Berdasarkan kebutuhan, Pokja dapat dibentuk untuk setiap
komponen intervensi gizi, yaitu Pokja PMBA, Pokja Pencegahan dan
Penanganan Gizi Buruk dan Pokja Suplementasi Gizi. Koordinator Pokja
merupakan anggota sub klaster gizi yang dipilih berdasarkan kesepakatan
para pertemuan sub klaster gizi.
4. Tim Gerak Cepat (TGC) Gizi merupakan tim yang dibentuk oleh Kemenkes,
Dinkes Provinsi dan Dinkes Kabupaten/ Kota merupakan bagian dari sub
klaster gizi yang dapat dimobilisasi secara cepat guna mendukung upaya
penanganan gizi di wilayah terdampak. TGC Gizi bertugas untuk memberikan
dukungan teknis/ pendampingan kepada Dinkes terdampak di dalam
17
mengelola kegiatan penanganan gizi pada situasi bencana, termasuk
dukungan koordinasi maupun intervensi teknis. TGC Gizi dapat dimobilisasi
untuk bencana tingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota berdasarkan
kebutuhan dan arahan dari Pusat Krisis Kesehatan. TGC Gizi dapat
dimobilisasi ke lokasi bencana segera setelah terjadinya bencana atau sejak
fase siaga darurat. Dinkes Provinsi bertugas untuk memfasilitasi mobilisasi
TGC Gizi pada bencana tingkat Kabupaten/Kota. Kemenkes bertugas untuk
memfasilitasi mobilisasi TGC Gizi pada bencana tingkat Provinsi atau
Kabupaten
5. Koordinasi lintas program dan lintas sektor bertujuan untuk mengoptimalkan
intervensi gizi bagi kelompok rentan di wilayah bencana. Termasuk untuk
memastikan agar dukungan bagi anak-anak dan perempuan penyandang
disabilitas dapat diberikan. Misalnya dengan klaster pendidikan, dan klaster
pengungsian dan perlindungan untuk memastikan agar intervensi gizi di
sekolah dan layanan ruang ramah ibu dan anak memperhatikan dukungan bagi
anak-anak dan perempuan penyandang disabilitas.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penyusun menyadari bahwa penyusunan
makalah ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan senantiasa penyusun nanti dalam
upaya evaluasi diri. Akhirnya penyusun hanya bisa berharap, bahwa dibalik
ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan
sesuatu yang dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
18
DAFTAR PUSTAKA
19