Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

MATA KULIAH GIZI BENCANA

“KOORDINASI PENANGANAN GIZI”

Disusun oleh :

Kelompok 3

1. Karisma Anggun S (P10121123) 8. Ria Oktaviana (P10121291)


2. Alba Yulianti Putri (P10121094) 9. Wulan Suci W (P10121170)
3. Ayunanda (P10121134) 10. Ranu Dwi A (P10121289)
4. Ghina Nabila (P10121037) 11. Intan Saputri (P10121260)
5. Fitri Lestari (P10121010) 12. Nur Athifah (P10121244)
6. Ayuni Tika W (P10121177) 13. Fatur Desta R (P10121214)
7. Vina Kristiani (P10121120)

Kelas : D/ Kesmas

Dosen Pengampuh : Hijra, S.KM., M.Gizi

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TADULAKO

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah swt atas segala
rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Koordinasi Penanganan Gizi” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan
dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada bidang studi
Gizi Bencana. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Koordinasi Penanganan Gizi pada saat kebencanaan bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hijra, S.KM., M.Gizi


selaku dosen bidang studi Gizi Bencana yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih terhadap segala bantuan
banyak pihak yang ikut berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran,
doa, kritik dan sarannya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Palu, 16 Februari 2023

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
C. Tujuan ....................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 5
A. Aktivitas Mekanisme Koordinasi Penanganan Gizi ................................... 5
B. Pertemuan Koordinasi Sub Klaster Gizi..................................................... 7
C. Pertemuan Koordinasi Kelompok Kerja (Pokja) ........................................ 8
D. Penugasan Tim Gerak Cepat Gizi .............................................................. 8
E. Koordinasi Lintas Program Dan Lintas Sektor ......................................... 12
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 17
A. Kesimpulan ............................................................................................. 17
B. Saran ....................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan wilayah geografis yang luas dan


demografis yang beragam. Kondisi ini membuat Indonesia memiliki kerentanan
lebih terhadap terjadinya berbagai bencana alam. Secara geografis, Indonesia
merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng
tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudra Hindia,
dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia, terdapat sabuk
vulkanik yang memanjang dari Pulau Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara-Sulawesi,
yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian
didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan
bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir, dan tanah
longsor. Dengan wilayah yang sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng
tektonik ini, Indonesia sering mengalami tsunami. Selain itu, dari tahun ke tahun,
sumber daya hutan di Indonesia semakin berkurang, sementara itu pengusahaan
sumber daya mineral juga mengakibatkan kerusakan ekosistem yang secara fisik
sering menyebabkan peningkatan risiko bencana (Rachman & Andayani, 2021).

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan


Bencana menyatakan, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Selain wilayah
Indonesia yang terdiri dari kepulauan, bangsa Indonesia terdiri dari beragam
suku bangsa dan agama yang berbeda. Hal ini juga menyebabkan bangsa
Indonesia rawan terjadinya konflik yang didasari perbedaan suku bangsa dan
agama tersebut. Bangsa Indonesia terdiri dari lebih 1.300 suku bangsa di mana
berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2010 jumlahnya sebanyak 1.340

1
suku bangsa dengan suku terbesar adalah suku Jawa. Sedangkan agama terbesar
di Indonesia adalah agama Islam, di samping agama lainnya yaitu Kristen,
Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Keberagaman ini juga memicu konflik
yang menyebabkan timbulnya kondisi rawan pangan dan gizi (Salsabila, 2022).

Penanganan gizi berperan penting di dalam penanganan bencana dan


krisis kesehatan untuk mempertahankan status gizi masyarakat dan mencegah
risiko kesakitan dan kematian akibat kekurangan gizi, khususnya pada kelompok
rentan. Pada anak dengan gizi buruk misalnya, risiko kematian meningkat secara
signifikan pada situasi bencana akibat terbatasnya layanan kesehatan dan
terbatasnya akses terhadap pangan. Masyarakat umum juga menjadi rentan
terhadap masalah gizi apabila dampak bencana terjadi secara berkepanjangan.
Pencegahan dan penanganan permasalahan gizi yang tidak tepat pada situasi
bencana juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan
anak, yang berakibat terhadap terganggunya kemampuan kognitif, serta dampak-
dampak sosial ekonomi yang menyertainya (Kemenkes RI, 2020).

Penanganan gizi darurat pada saat bencana menjadi prioritas pertama


dimana layanan pangan dan gizi merupakan bagian integral yang tidak
terpisahkan dalam penanganan kedaruratan. Penanganan gizi penting dalam
situasi darurat, hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu keterbatasan di
pengungsian (pangan, pelayanan kesehatan, shelter, sanitasi, air bersih), bantuan
makanan (gizi) merupakan salah satu bentuk bantuan untuk penyelamatan
korban (mempertahankan status gizi), untuk optimalisasi bantuan gizi, perlu
penanganan gizi yang sesuai sehingga perlu surveilans gizi. Koordinasi dan
kerjasama yang baik dengan lintas sektor dapat memperlancar proses
pendistribusian bahan makanan atau logistik sehingga bantuan yang diberikan
oleh pemerintah maupun pihak swasta dapat diterima dengan cepat dan tepat
pada waktunya oleh masyarakat yang terkena bencana (Salmayati, Hermansyah
& Agussabti, 2016).

2
Koordinasi dan pengendalian di lapangan pasca bencana merupakan hal
yang sangat diperlukan dalam penanggulangan di lapangan, karena dengan
koordinasi yang baik diharapkan menghasilkan output/keluaran yang maksimal
sesuai sumber daya yang ada meminimalkan kesenjangan dan kekurangan dalam
pelayanan, adanya kesesuaian pembagian tanggung jawab demi keseragaman
langkah, dan tercapainya standar penanggulangan bencana di lapangan yang
diharapkan. Koordinasi yang baik akan menghasilkan keselarasan dan kerja
sama yang efektif dari organisasi-organisasi yang terlibat dalam penanggulangan
bencana di lapangan. Dalam hal ini perlu diperhatikan penempatan struktur
organisasi yang tepat sesuai dengan tingkat penanggulangan bencana yang
berbeda, serta adanya kejelasan tugas, tanggung jawab dan otoritas dan masing-
masing komponen/organisasi yang terus-menerus dilakukan secara lintas
program dan lintas sektor mulai tahap persiapan, saat terjadi bencana, dan pasca
bencana. Mekanisme koordinasi penanganan gizi bertujuan untuk menghindari
terjadinya tumpang tindih kegiatan di antara mitra/instansi yang bergerak di
dalam penanganan gizi serta untuk meningkatkan efektivitas respon gizi
(Hermiyati dkk, 2020).

Pentingnya koordinasi penanganan gizi bencana dilakukan melalui


mekanisme sub klaster gizi. Sub klaster gizi adalah sekelompok pelaku
penanganan gizi yang mempunyai kompetensi di bidang gizi yang
berkoordinasi, berkolaborasi, dan integrasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan gizi masyarakat yang terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah
daerah, lembaga non pemerintah, sektor swasta atau lembaga usaha dan
kelompok masyarakat. kegiatan koordinasi yang dilakukan pada penanganan
gizi bencana adalah aktivasi mekanisme koordinasi penanganan gizi, pertemuan
koordinasi sub klaster gizi, pertemuan kelompok kerja (Pokja), penugasan Tim
Gerak Cepat (TGC) gizi oleh Kemenkes dan Dinas kesehatan Provinsi serta
koordinasi lintas program dan lintas sektor (Salsabila, 2022).

3
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tentang Koordinasi Penanganan Gizi di atas,


maka bisa dirumuskan permasalahan pokok yang menjadi inti pembahasan
makalah ini, sebagai berikut:
1. Apa saja aktivitas dan mekanisme koordinasi penanganan gizi saat bencana?
2. Bagaimana pertemuan koordinasi sub klaster gizi dalam penanganan gizi saat
bencana?
3. Bagaimana pertemuan koordinasi Kelompok Kerja (Pokja) dalam
penanganan gizi saat bencana?
4. Bagaimana pembagian penugasan Tim Gerak Cepat (TGC) gizi dalam
penanganan gizi saat bencana?
5. Bagaimana koordinasi lintas program dan lintas sektor dalam penanganan
gizi saat bencana?

C. Tujuan

Tujuan dari pembahasan makalah ini antara lain:


1. Untuk mengetahui apa saja aktivitas dan mekanisme koordinasi penanganan
gizi saat bencana.
2. Untuk memahami bagaimana pertemuan koordinasi sub klaster gizi dalam
penanganan gizi saat bencana.
3. Untuk memahami bagaimana pertemuan koordinasi Kelompok Kerja (Pokja)
dalam penanganan gizi saat bencana.
4. Untuk memahami bagaimana pembagian penugasan Tim Gerak Cepat (TGC)
gizi dalam penanganan gizi saat bencana.
5. Untuk memahami bagaimana koordinasi lintas program dan lintas sektor
dalam penanganan gizi saat bencana.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Aktivitas Mekanisme Koordinasi Penanganan Gizi

1. Mekanisme Koordinasi
Terdapat 3 (tiga) macam mekanisme koordinasi menurut Mintzberg
diantaranya yaitu pertama Penyesuaian Bersama (Mutual Adjustment), yaitu
mekanisme koordinasi yang mengutamakan komunikasi informal antar
petugas dalam melaksanakan tugas. Kedua Supervisi Secara Langsung
(Direct Supervision), yaitu mekanisme koordinasi yang melibatkan
seseorang sebagai penanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukan oleh
petugas. Ketiga Standarisasi (Standardization) yang terdiri dari Standarisasi
Keterampilan (Standardizationof Skills), Standarisasi Proses Pekerjaan
(Standardiza-tion of Work Processes), dan Standarisasi Hasil (Stan-
dardization of Outputs). Mengidentifikasi mekanisme koordinasi yang
efektif untuk mengelola entitas yang saling terkait dalam situasi bencana
adalah salah satutantangan terpenting bagi Emergency Respons Coordi-
nation (ERO) yang efektif untuk melindungi kehidupan manusia. Seperti
yang ditunjukkan dalam model koordinasi Mintzberg merupakan
mekanisme koordinasi yang sesuai untuk situasi dinamis yang tidak pasti
yang kompleks. Menentukan kesesuaian mekanisme koordinasi dalam
situasi bencana, maka mekanisme koordinasi Mintzberg yang mungkin
dapat diterapkan adalah penyesuaian bersama, supervisi secara langsung
dan standarisasi proses pekerjaan
2. Aktivitas Mekanisme Koordinasi Gizi
a. Aktivasi sub klaster gizi berdasarkan tingkatan bencana.
Sub klaster gizi adalah bagian dari mekanisme koordinasi klaster
kesehatan dalam penanggulangan bencana dan krisis kesehatan. Sub
klaster gizi diaktifkan oleh Koordinator Klaster Kesehatan di masing-
masing tingkatan sebagai berikut:

5
1) Pada keadaan darurat bencana tingkat Kabupaten/Kota, Sub Klaster
Gizi diaktifkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
2) Pada keadaan darurat bencana tingkat Provinsi, sub klaster gizi
diaktifkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
3) Pada bencana atau krisis kesehatan tingkat nasional, sub klaster gizi
diaktifkan oleh Pusat Krisis Kesehatan.

Koordinator sub klaster gizi adalah penanggung jawab gizi di


Kemenkes dan Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota, yang
ditunjuk oleh pejabat yang berwenang pada masing-masing tingkatan.
Sub klaster gizi dapat diaktifkan pada setiap tingkatan pemerintahan
untuk memfasilitasi koordinasi vertikal antara Kabupaten/Kota,
Provinsi dan Nasional. Setelah sub klaster gizi diaktifkan, koordinator
sub klaster gizi perlu menginformasikan aktivasi sub klaster gizi kepada
para mitra sub klaster gizi di masing-masing tingkatan. Idealnya sub
klaster gizi telah dibentuk pada masa kesiapsiagaan untuk kemudian
diaktifkan segera setelah ada peringatan dini bencana atau krisis
kesehatan.
b. Menentukan Lokasi Sekretariat Sub Klaster Gizi
Sekretariat sub klaster gizi merupakan ruangan pada bangunan
atau tenda yang memenuhi syarat keamanan yang ditetapkan sebagai
pusat koordinasi dan pertukaran informasi terkait dengan respon gizi.
Idealnya sekretariat sub klaster gizi di wilayah bencana terletak
berdekatan dengan sekretariat klaster kesehatan.
Setelah lokasi sekretariat ditetapkan, koordinator sub klaster gizi
di masing-masing tingkatan diperlu menginformasikan lokasi yang
menjadi pusat koordinasi dan pertukaran informasi tersebut kepada para
mitra sub klaster gizi dan klaster kesehatan.

6
B. Pertemuan Koordinasi Sub Klaster Gizi

Pertemuan koordinasi berfungsi untuk memastikan agar mitra sub klaster


gizi memiliki gambaran yang sama tentang prioritas respon gizi, serta langkah-
langkah operasional yang perlu dilakukan. Pertemuan koordinasi dipimpin oleh
koordinator sub klaster gizi di masing-masing tingkatan dan diikuti oleh mitra
sub klaster gizi. Pertemuan koordinasi sub klaster gizi dilaksanakan secara rutin
selama masa tanggap darurat.
1. Persiapan Pertemuan Koordinasi
Persiapan pertemuan koordinasi sub klaster gizi terdiri dari:
Identifikasi mitra sub klaster gizi, menyusun agenda pertemuan, dan
menyebarkan undangan pertemuan.
2. Pelaksanaan pertemuan koordinasi
Topik-topik pembahasan pada pertemuan koordinasi sub klaster gizi,
antara lain:
a. Identifikasi pelaku penanggulangan bencana di bidang gizi serta
memetakan sumber daya dan wilayah kerja mitra sub klaster gizi;
b. Koordinasi pengkajian cepat dan analisa kebutuhan;
c. Penyusunan rencana respon gizi;
d. Koordinasi dan kerjasama dengan sektor/sub, klaster/klaster lain yang
terkait dengan upaya pelaksanaan pelayanan gizi;
e. Pedoman dan standar yang digunakan;
f. Peningkatan kapasitas SDM;
g. Pemantauan, evaluasi pelaporan dan pembelajaran dan
h. Advokasi untuk mendukung respon gizi.

Memfasilitasi penyusunan rencana tindak lanjut, termasuk menyepakati


jadwal pertemuan berikutnya. Memastikan isu-isu terkait anak dan
perempuan penyandang disabilitas dan dukungan untuk kelompok tersebut
dimasukkan ke dalam rencana kerja.

7
3. Diseminasi notulensi pertemuan Sub Klaster Gizi dan tindak lanjut
Mendiseminasikan notulensi pertemuan kepada peserta pertemuan
serta mitra terkait. Mendokumentasikan notulensi pertemuan di platform
yang disepakati (misalnya: situs web/google drive1) dan dapat diakses oleh
para mitra sub klaster gizi.

C. Pertemuan Koordinasi Kelompok Kerja (Pokja)

1. Membentuk pokja penanganan gizi yang dibutuhkan


Pokja merupakan mekanisme koordinasi teknis penanganan gizi di
bawah Sub Klaster Gizi. Berdasarkan kebutuhan, Pokja dapat dibentuk
untuk setiap komponen intervensi gizi, yaitu Pokja PMBA, Pokja
Pencegahan dan Penanganan Gizi Buruk dan Pokja Suplementasi Gizi.
Koordinator Pokja merupakan anggota sub klaster gizi yang dipilih
berdasarkan kesepakatan para pertemuan sub klaster gizi.
2. Pelaksanaan Pertemuan Pokja
Apabila Pokja penanganan gizi telah dibentuk, masing-masing
koordinator Pokja bertugas untuk mempersiapkan dan memastikan
terlaksananya pertemuan koordinasi Pokja secara rutin pada masa status
tanggap darurat ditetapkan.
3. Diseminasi notulensi pertemuan Pokja dan tindak lanjut
Koordinator masing-masing Pokja mendiseminasikan notulensi
pertemuan kepada peserta pertemuan serta melaporkan hasil pertemuan
kepada koordinator sub klaster gizi. Mendokumentasikan notulensi
pertemuan di platformyang disepakati (misalnya: Situs Web/google drive)
dan dapat diakses oleh para pelaku/mitra.

D. Penugasan Tim Gerak Cepat Gizi

Tim Gerak Cepat (TGC) Gizi merupakan tim yang dibentuk oleh
Kemenkes, Dinkes Provinsi dan Dinkes Kabupaten/ Kota merupakan bagian

8
dari sub klaster gizi yang dapat dimobilisasi secara cepat guna mendukung
upaya penanganan gizi di wilayah terdampak.
TGC Gizi bertugas untuk memberikan dukungan teknis/ pendampingan
kepada Dinkes terdampak di dalam mengelola kegiatan penanganan gizi pada
situasi bencana, termasuk dukungan koordinasi maupun intervensi teknis yang
mencakup:
1) Kajian Kebutuhan Dampak Bencana dan Analisis kebutuhan Gizi;
2) Intervensi PMBA;
3) Intervensi Pencegahan dan Penanganan Gizi Kurang dan Gizi Buruk;
4) Intervensi Suplementasi Gizi;
5) Intervensi gizi bagi kelompok rentan lainnya;
6) Pengelolaan Logistik Gizi; dan
7) Pengelolaan informasi dan surveilans gizi.

TGC Gizi dapat dimobilisasi untuk bencana tingkat Provinsi maupun


tingkat Kabupaten/Kota berdasarkan kebutuhan dan arahan dari Pusat Krisis
Kesehatan. TGC Gizi dapat dimobilisasi ke lokasi bencana segera setelah
terjadinya bencana atau sejak fase siaga darurat. Dinkes Provinsi bertugas untuk
memfasilitasi mobilisasi TGC Gizi pada bencana tingkat Kabupaten/Kota.
Kemenkes bertugas untuk memfasilitasi mobilisasi TGC Gizi pada bencana
tingkat Provinsi atau Kabupaten. Langkah-langkah penugasan tim pendukung
terdiri dari:

1) Aktivasi TGC Gizi;


2) Mobilisasi tim pendukung ke daerah bencana;
3) Demobilisasi; dan
4) Evaluasi.

“TGC Gizi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota perlu dibentuk dan


dilatih baik sebagai bagian dari upaya kesiapsiagaan bencana dan
penanggulangan krisis kesehatan”.

9
1. Aktivasi TGC Gizi
Tim TGC Gizi diaktifkan pada status siaga darurat dimana potensi
ancaman bencana sudah mengarah pada terjadinya bencana atau krisis
kesehatan. Hal tersebut ditandai dengan adanya informasi peningkatan
ancaman berdasarkan sistem peringatan dini yang diberlakukan dan
pertimbangan dampak yang akan terjadi di masyarakat. Aktivasi TGC gizi
mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Menunjuk koordinator yang bertanggung jawab untuk memfasilitasi
proses mobilisasi TGC Gizi. Mobilisasi untuk mendukung respon
bencana tingkat provinsi dan tingkat nasional dilakukan oleh
Kemenkes, sedangkan mobilisasi untuk bencana tingkat
Kabupaten/Kota dilakukan oleh Dinkes Provinsi Berkoordinasi
dengan Pusat Krisis Kesehatan (PKK) untuk merencanakan mobilisasi
tim pendukung.
b. Memilih ketua tim dan komposisi anggota yang akan dimobilisasi
berdasarkan spesialisasi yang dibutuhkan, serta memberikan
pemberitahuan kepada anggota TGC Gizi yang akan dimobilisasi.
Persyaratan personel TGC gizi antara lain: Berbadan sehat;
1) Mampu bekerja dengan dukungan dan kondisi yang serba terbatas;
2) Dapat bekerja dengan tenggat waktu;
3) Telah mengikuti pelatihan penanganan gizi pada situasi bencana;
dan
4) Memiliki latar belakang/pengalaman dalam menjalankan satu atau
lebih fungsi TGC.
c. Menyiapkan kelengkapan administrasi dan logistik yang diperlukan
termasuk prosedur keselamatan dan keamanan selama periode
mobilisasi.

10
2. Mobilisasi TGC Gizi
Tahap mobilisasi TGC Gizi terdiri dari kegiatan penyiapan tim yang
telah terpilih untuk dapat sampai ke daerah bencana yang mencakup:
a. Memberikan pengarahan dan memberikan data pendukung (data status
gizi sebelum bencana, peta wilayah bencana, narahubung Dinkes
wilayah setempat serta informasi yang relevan lainnya) kepada tim yang
akan ditugaskan; dan
b. Memfasilitasi perjalanan/transportasi TGC Gizi ke daerah bencana.

Periode penugasan TGC Gizi disesuaikan berdasarkan kebutuhan dan


kesepakatan antara Dinkes terdampak dan Dinkes Provinsi/Kemenkes.
Selama masa penugasan, TGC Gizi perlu membuat laporan situasi harian
kepada PKK. Contoh laporan situasi harian dapat dilihat pada lampiran.

3. Demobilisasi
Prosedur demobilisasi TGC Gizi dilakukan pada saat pergantian
personel/rotasi tim dan atau ketika penugasan TGC Gizi akan segera
berakhir. Prosedur demobilisasi bertujuan untuk memastikan agar serah
terima penugasan di antara personel maupun tim yang baru datang dengan
tim yang akan digantikan dapat berjalan dengan lancar tanpa mengganggu
kegiatan penanganan gizi yang sedang berjalan.
Pergantian personel/rotasi TGC Gizi dilakukan apabila durasi
penugasan telah mencapai batas waktu yang ditentukan dan dukungan TGC
Gizi masih dirasa perlu. Koordinator TGC Gizi perlu memastikan
berakhirnya masa penugasan ataupun perpanjangan durasi penugasan
dengan Dinkes Provinsi/Kemenkes. Masa berakhirnya penugasan TGC Gizi
dilakukan berdasarkan kesepakatan antara Penanggung jawab Gizi Dinkes
setempat dengan koordinator TGC Gizi dan Dinkes Provinsi/Kemenkes,
dengan mempertimbangkan:
a. Kebutuhan kegiatan penanganan gizi di lapangan.

11
b. Kapasitas pelayanan gizi dan pelayanan kesehatan esensial terkait gizi
di daerah terdampak.
c. Kapasitas koordinasi penanganan gizi di wilayah terdampak (apakah
mekanisme koordinasi penanganan gizi telah dapat berjalan tanpa
dukungan TGC Gizi).

Prosedur demobilisasi TGC Gizi mencakup:

a. Pelaksanaan evaluasi internal TGC Gizi.


b. Melakukan serah terima tugas kepada tim pengganti (apabila ada)
c. Membuat laporan akhir.
d. Menyerahkan data, laporan, dan produk-produk informasi yang
dihasilkan kepada penanggung jawab gizi Dinkes terdampak.
4. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setelah penugasan berakhir untuk
meningkatkan efektivitas penugasan TGC Gizi di masa yang akan datang.
Dinkes Provinsi bertugas untuk memfasilitasi evaluasi penugasan untuk tim
TGC gizi di tingkat Kabupaten/kota, sedangkan Kemenkes bertugas untuk
memfasilitasi evaluasi penugasan TGC Gizi pada respon gizi di tingkat
Provinsi. Evaluasi penugasan dapat dilaksanakan secara tatap muka maupun
melalui telekonferensi.

E. Koordinasi Lintas Program Dan Lintas Sektor

Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup dan
pola makan, Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda. Di satu pihak
masalah gizi kurang yang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan,
kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang gizi. Selain itu masalah gizi lebih yang
disebabkan oleh kemajuan ekonomi (Azrul,2004; Subandi, 2005; Subandi,
2011).
Di tingkat masyarakat faktor-faktor seperti lingkungan yang higienis,
ketahanan pangan keluarga, pola asuh terhadap anak dan pelayanan kesehatan

12
primer sangat menentukan dalam membentuk anak yang tahan gizi buruk.
Secara makro, dibutuhkan ketegasan kebijakan, strategi, regulasi, dan
koordinasi lintas sektor dari pemerintah dan semua stakeholders untuk
menjamin terlaksananya poin-poin penting seperti pemberdayaan masyarakat,
pemberantasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan pendidikan yang secara
tidak langsung akan mengubah budaya buruk dan paradigma di tataran bawah
dalam hal perawatan gizi terhadap keluarga termasuk anak.
Koordinasi lintas program dan lintas sektor bertujuan untuk
mengoptimalkan intervensi gizi bagi kelompok rentan di wilayah bencana.
Termasuk untuk memastikan agar dukungan bagi anak-anak dan perempuan
penyandang disabilitas dapat diberikan. Misalnya dengan klaster pendidikan,
dan klaster pengungsian dan perlindungan untuk memastikan agar intervensi
gizi di sekolah dan layanan ruang ramah ibu dan anak memperhatikan dukungan
bagi anak-anak dan perempuan penyandang disabilitas.

1. Melakukan Koordinasi dengan program dan sektor yang terkait


Kegiatan koordinasi lintas program dan lintas sector berdasarkan
klaster penanggulangan bencana yang terkait dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini.

Kegiatan Lintas Program dan Lintas Sektor pada Situasi


Klaster Bencana berdasarkan komponen intervensi Gizi
Penanggula Pencegahan
ngan Pemberian dan Dukungan
Bencana Makan Bayi Penanganan Suplement Gizi Pada
yang dan Anak Gizi Kurang asi Gizi Kelompok
Terkait (PMBA) dan Gizi rentan
Buruk
 Pelaksanaan Rapid Health Assessment Gizi klister
Klaster Kesehatan
Kesehatan  Penyediaan air bersih untuk dapur PMBA dengan
(PKK sub klister penyehatan lingkungan
Kemenkes  Dukungan psikososial bagi ibu hamil dan
terkait menyusui dengan sub klister kesehatann reproduksi
kegiatan  Memastikan terlaksananya seplementasi zinc untuk
lintas penanganan diiar, pemberian obat cacing bagi
program balita, dan imunisasi dengan sub klaster pelayanan
Kesehatan

13
 Pengelolaan donasi produk pengganti ASI, serta
botol dan dot bbayi yang tidak terkontrol dengan
sub klaster Kesehatan reproduksi
 Promosi Kesehatan kepada ibu hamil dan
menyusui dengan tim promosi Kesehatan-klaster
Kesehatan
 Pemenuhan asupan gizi bagi penderita penyakit
dengan sub klaster pelayanan Kesehatan
 Pelaksanaan penapisan bersamaan dengan kegiatan
imunisasi masal dengan sub klaster pelayanan
kesehatan
Klaster
logistik Dukungan
(BNPB & transportas
Dukungan
Kemensos) i dan
transportasi
terkait Dukungan pergudang
dan
distribusi terkait an obat Pengawasa
pergudanga
logistik pemantauan suplementa n kualitas
n untuk alat
bahan donasi produk si gizi donasi
dan bahan
makanan pengganti ASI, antara lain makanan
terkait
serta botol, dan dot makanan dan
tatalaksana
dukungan bayi yang tidak tambahan, minuman
gizi kurang
operasional terkonntrol vitamnin
dan gizi
transportasi A, Tablet
buruk
dan Tambah
pergudanga Darah
n
 Memastika  Koordin  Koordin  Memast
n asi asi ikan
ketersediaa pelaksa terkait ketersed
n bahan an distribus iaan
makanan, penamp i kelomp
penyediaan iasan makana ok
peralatan dan n rentan
Klaster
perlindunga
masak, dan rujukan tambaha  Pemenu
alat saji balita n dan han gizi
n dan
untuk gizi supleme kelomp
pengungsia
penyelengg kurang ntasi gizi ok
n
araan dapur dan gizi di rentan
(Kemensos)
PMBA buruk di pengung melalui
 Pemantaua pengun sian dapur
n dan gsian umum
pelaporan  Pelacak
pengelolaa an aktif
n donasi dan
prroduk deteksi

14
pengganti dini
ASI, susu balita
formula, gizi
botol dan kurang
dot bayi dan gizi
yang tidak buruk
terkontrol oleh
serta masyara
kualitas kat di
makanan pengun
dan gsian
minuman
 Memastika
n
ketersediaa
n ruang
rumah ibu
dan anak di
pengungsia
n
Klaster
saran &
Penyediaan saran dan prasarana air bersih bagi kelompok
prasaran
rentan
(Kementria
n PUPR)
Klaster
ekonomi Untuk memastikan agar keluarga rentan gizi (gizi
(Kementan kurang/buruk, ibu hamil/baduta/balita/lansia/disabilitas)
& mendapatkan dukungan ekonomi melalui bantuan
Kemenkop langsung tunai dan non-tunai
UKM)
Koordinasi
Memastikan terkait
terlaksanany pemberian
Klaster
a distribusi Tablet
pencidikan
makanan Tambah
(Kemendik
tambahan Darah
bud)
untuk anak untuk
sekolah Remaja
Putri
Klaster
pemulihan Memastikan agar gizi masuk di dalam perencanaan
Dini rehabilitasi dan rekonstruksi pemerinntah serta
(Kemendag meningkatkan keberlangsngan program
ri & BNPB)

15
2. Berpartisipasi dalam pertemuan koordinasi lintas sector
Koordinasi lintas sektor pada situasi bencana dilakukan diantaranya
melalui pertemuan koordinasi lintas sektor atau pertemuan lintas klaster.
Pertemuan lintas sector atau lintas klaster dipimpin oleh pemerintah
daerah/BPBD di wilayah terdampak.
Pertemuan lintas sektor merupakan wadah untuk mendapatkan
dukungan teknis maupun kebijakan dari pemerintah daerah maupun sektor
terkait, terhadap permasalahan gizi yang terkait dengan sektor lain. Melalui
mekanisme klaster kesehatan, koordinator Sub Klaster gizi dan mitra perlu
memastikan agar permasalahan dan tantangan yang dihadapi di dalam upaya
penanganan gizi dibahas pada pertemuan koordinasi klaster kesehatan dan
pertemuan koordinasi lintas sektor.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu:
1. Sub klaster gizi adalah bagian dari mekanisme koordinasi klaster kesehatan
dalam penanggulangan bencana dan krisis kesehatan. Sub klaster gizi
diaktifkan oleh Koordinator Klaster Kesehatan di masing-masing tingkatan
sebagai berikut: Pada keadaan darurat bencana tingkat Kabupaten/Kota, Sub
Klaster Gizi diaktifkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pada
keadaan darurat bencana tingkat Provinsi, sub klaster gizi diaktifkan oleh
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Pada bencana atau krisis kesehatan tingkat
nasional, sub klaster gizi diaktifkan oleh Pusat Krisis Kesehatan.
2. Pertemuan koordinasi berfungsi untuk memastikan agar mitra sub klaster gizi
memiliki gambaran yang sama tentang prioritas respon gizi, serta langkah-
langkah operasional yang perlu dilakukan. Pertemuan koordinasi dipimpin
oleh koordinator sub klaster gizi di masing-masing tingkatan dan diikuti oleh
mitra sub klaster gizi. Pertemuan koordinasi sub klaster gizi dilaksanakan
secara rutin selama masa tanggap darurat.
3. Pokja merupakan mekanisme koordinasi teknis penanganan gizi di bawah Sub
Klaster Gizi. Berdasarkan kebutuhan, Pokja dapat dibentuk untuk setiap
komponen intervensi gizi, yaitu Pokja PMBA, Pokja Pencegahan dan
Penanganan Gizi Buruk dan Pokja Suplementasi Gizi. Koordinator Pokja
merupakan anggota sub klaster gizi yang dipilih berdasarkan kesepakatan
para pertemuan sub klaster gizi.
4. Tim Gerak Cepat (TGC) Gizi merupakan tim yang dibentuk oleh Kemenkes,
Dinkes Provinsi dan Dinkes Kabupaten/ Kota merupakan bagian dari sub
klaster gizi yang dapat dimobilisasi secara cepat guna mendukung upaya
penanganan gizi di wilayah terdampak. TGC Gizi bertugas untuk memberikan
dukungan teknis/ pendampingan kepada Dinkes terdampak di dalam

17
mengelola kegiatan penanganan gizi pada situasi bencana, termasuk
dukungan koordinasi maupun intervensi teknis. TGC Gizi dapat dimobilisasi
untuk bencana tingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota berdasarkan
kebutuhan dan arahan dari Pusat Krisis Kesehatan. TGC Gizi dapat
dimobilisasi ke lokasi bencana segera setelah terjadinya bencana atau sejak
fase siaga darurat. Dinkes Provinsi bertugas untuk memfasilitasi mobilisasi
TGC Gizi pada bencana tingkat Kabupaten/Kota. Kemenkes bertugas untuk
memfasilitasi mobilisasi TGC Gizi pada bencana tingkat Provinsi atau
Kabupaten
5. Koordinasi lintas program dan lintas sektor bertujuan untuk mengoptimalkan
intervensi gizi bagi kelompok rentan di wilayah bencana. Termasuk untuk
memastikan agar dukungan bagi anak-anak dan perempuan penyandang
disabilitas dapat diberikan. Misalnya dengan klaster pendidikan, dan klaster
pengungsian dan perlindungan untuk memastikan agar intervensi gizi di
sekolah dan layanan ruang ramah ibu dan anak memperhatikan dukungan bagi
anak-anak dan perempuan penyandang disabilitas.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penyusun menyadari bahwa penyusunan
makalah ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan senantiasa penyusun nanti dalam
upaya evaluasi diri. Akhirnya penyusun hanya bisa berharap, bahwa dibalik
ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan
sesuatu yang dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abbasi, A., Sadeghi-Niaraki, A., Jalili, M. & Choi, S. M. Enhanc-ing response


coordination through the assessment of response network structural
dynamics. PLoS One 13, 1-17 (2018).
Anisa, A. F., Darozat, A., Aliyudin, A., Maharani, A., Fauzan, A. I., Fahmi, B. A.,
... & Hamim, E. A. (2019). Permasalahan Gizi Masyarakat Dan Upaya
Perbaikannya. agroteknologi.
Helmyati, S., Yuliati, E., Maghribi, R., & Wisnusanti, S. U. (2018). Manajemen
Gizi Dalam Kondisi Bencana. Yogyakarta: UGM PRESS.
Kemenkes RI. (2020). Pedoman Pelaksanaan Respon Gizi Pada Masa Tanggap
Darurat Bencana. Jakarta: Kemenkes RI.
Mariam, S. (2019). Pengembangan Pangan Darurat Untuk Memenuhi Kebutuhan
Gizi Masyarakat Di Daerah Terdampak Bencana. Seminar Nasional
Matematika, Sains, Dan Teknologi,(15), 55–66.
Minztberg, H. The Structuring Of Organizations. in 1-16 (Pren- tice-Hall, 1979).
Rachman, N. N., & Andayani, D. E. (2021). Pengelolaan Gizi Bencana pada Ibu
Hamil dan Ibu Menyusui. Ijcnp (Indonesian Journal of Clinical Nutrition
Physician), 4(2), 148-164.
Salmayati, S., Hermansyah, H., & Agussabti, A. (2016). Kajian Penanganan Gizi
Balita Pada Kondisi Kedaruratan Bencana Banjir di Kecamatan Sampoiniet
Kabupaten Aceh Jaya. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 16(3), 176-180.
Salsabila, C. (2022). Perencanaan Tata Kelola Gizi Masyarakat Pesisir Akibat
Pengaruh Bencana Alam. Humantech: Jurnal Ilmiah Multidisiplin
Indonesia, 1(12), 1934-1940.

19

Anda mungkin juga menyukai