Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Situasi darurat bencana adalah suatu peristiwa atau serangkaian peristiwa yang telah
mengakibatkan ancaman yang kritis terhadap kesehatan, keselamatan, keamanan atau
kesejahteraan suatu masyarakat atau sekelompok besar orang. Kemampuan bertahan dari
masyarakat yang terdampak menjadi kewalahan dan bantuan dari luar dibutuhkan. Hal ini
bisa merupakan akibat dari peristiwa seperti konflik bersenjata, bencana alam, epidemi atau
kelaparan dan sering kali menyebabkan penduduk harus mengungsi.

Semua orang, termasuk mereka yang hidup dalam situasi darurat bencana, berhak atas
kesehatan reproduksi.Pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas harus berdasarkan
pada kebutuhan penduduk yang terkena dampak, khususnya kebutuhan perempuan dan anak
perempuan. Remaja membutuhkan informasi dasar mengenai seksual dan reproduksi, mereka
juga membutuhkan informasi mengenai bagaimana mereka dapat melindungi kesehatan
reproduksinya

Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan.Modernisasi,


globalisasi teknologi, dan informasi serta berbagai faktor lainnya turut
mempengaruhipengetahuan, sikap dan perubahan perilaku kehidupan remaja yang kemudian
berpengaruh pada perilaku kehidupan kesehatan reproduksi mereka. Dituangkan dalam tujuan
keenam Millennium Development Goals (MDGs)salah satu indikatornya adalahpersentase
populasi usia 12-24tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS.

Kesehatan reproduksi khususnya bagi remaja dan generasi muda akan meningkatkan
indeks sumber daya manusia dimasa yang akan datang.Pemerintah telah
memberikanperhatian yang serius terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja. Menurut
PeraturanPemerintah No.61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi dalam pasal 12 ayat 1
dan2 bahwa pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) dilaksanakan salah satunya

1
melalui pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi dengan
materiPendidikanketerampilan hidup sehat, ketahanan mental melalui keterampilan sosial,
sistem, fungsi, dan proses reproduksi, perilaku seksual yang sehat dan aman, perilaku seksual
beresiko dan akibatnya, keluarga berencana, dan perilaku beresiko lain atau kondisi
kesehatan lain yang berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi.

2
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah remaja pada situasipengungsian ?


2. Apakah prinsip kesehatan reproduksi remaja ?
3. Apakah kebutuhan kesehatan Reproduksi Remajapada situasi darurat bencana ?
4. Seperti apakah program berbasis masyarakat dan pendidikan sebayapada darurat
bencana?
5. Apakah yang disebut pendidikan sebaya?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui remaja pada situasi pengungsian


2. Mengetahui prinsip pelayanan kesehatan peduli remaja
3. Mengetahui kebutuhan kesehatan reproduksi remaja pada situasi darurat bencana
4. Mengetahui program berbasis masyarakat dan pendidikan sebaya pada darurat
bencana
5. Mengetahui cara mengidentifikasi kebutuhan kesehatan reproduksi konseling pada
kelompok teman sebaya

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Remaja pada situasi pengungsian

Remaja umumnya memiliki kemampuan adaptasi lebih baik terhadap situasi


barudibandingkan dengan orang tua mereka. Mereka dapat belajar beradaptasi dalam
sistemtertentu lebih cepat untuk memahami dan memenuhi kebutuhan mereka. Hal-hal yang
perludiperhatikan;

1. Remaja Membutuhkan Waktu Untuk Memiliki Hubungan Dekat Yang Khusus

Pada situasi normal sebagian informasi diperoleh dari teman sebaya dan daritokoh
panutan dilingkungan keluarga atau masyarakat remaja tersebut. Petugas
kesehatankemungkinan dapat menjadi tokoh panutan penting bagi remaja pengaruh potensial
ini harus disadari oleh petugas kesehatan.

2. Remaja sering tidak memiliki orientasi masa depan yang jelas hal ini dapat diperburuk
oleh status mereka sebagai pengungsi

Kegiatan yang memberikan kesempatan bagi remaja untuk melihat masa depanakan
membantu mereka dalam mempertimbangkan kegiatan seksual yang tidak aman dan mereka
harus bertanggung jawab atas kegiatan yang telah mereka lakukan.

3. Perilaku remaja didaerah pengungsi mungkin tidak menjadi subjek perhatian yang
sama dengan kondisi normal

Perpisahan dari orang tua dan tradisi dapat menyebabkan situasi yang kurangterkontrol
secara social, hal ini menyebabkan resiko yang lebih tinggi terhadap kehamilan remaja,
infeksi menuar seksual (IMS) penyalahgunaan obat, kekerasan dan sebagainya.

4. Remaja tidak homogen

Kebutuhan remaja sangat bervariasi sesuai usia, jenis kelamin, pendidikan,


status,pernikahan dan karakteristik psikososial. Remaja wanita lebih rentan terhadap
masalahkespro umum dari pada laki-laki dan mereka menanggung hampir

4
semuakonsekuensinya. Remaja berusia 10-14 tahun memiliki kebutuhan yang berbeda
dengankelompok yang berusia 16-18 tahun. Beberapa budya mengharapkan pernikahan
seorang gadis berusia 14 tahun sedangkan menurut budaya lain hal ini tidak dapat diterima.

5. Remaja mengalami masa pubertas

Periode alam perkembangan remaja yang terjadi pada usia 10-12 tahun untukperempuan
dan 12-15 tahun untuk laki-laki. Pada masa ini terjadi pematangan alatreproduksi yang
ditandai dengan menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Petugas
kesehatan dapat memberikan kejelasa untuk menjaga kebersihan mereka(mengganti
pembalut, membersihkan kelamin saat mandi) selama menstruasi danmenghindari kegiatan
seksual sebelum menikah.

6. Dinegara dengan tingkat prevalensi IMS/HIV tinggi, remaja merupakan kelompok


yang paling rentan

Ketidak berdayaan perempuan atas kehidupan seksual dan reproduktif


merekamenyebabkan memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap kehamilan yang
tidakdiinginkan, aborsi yang tidak aman, infeksi IMS/HIV semua ini sering terjadi di
masalahpengungsian.

A. Permasalah kesehatan jiwa

Permasalahan kesehatan Jiwa

Permasalahan terkait kesehatan jiwa yang sering terjadi di lokasi bencana meliputi 3 aspek,
yaitu:

a. Aspek perasaan: Sesuatu yang dirasakan akibat pengaruh suatu peristiwa/bencana


yangsulit diterima sehingga menyebabkan seseorang mengalami gangguan
keseimbanganpsikologis (contoh, perasaan sedih berlebihan, marah tak terkendali).
b. Aspek Pikiran: gangguan kemampuan menghubungkan keadaan mental diri sendiri
untukmemahami sesuatu kejadian secara proporsional (contoh, pikiran terhadap
kehilangan
keluarga dan harta benda yang dapat terjadi akibat bencana atau karena sebab lain
dalam

5
waktu tertentu).
c. Aspek Perilaku: kegiatan atau aktivitas yang tidak produktif pada seseorang baik
yangdiamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar sehingga
dapatmengganggu lingkungan sekitarnya (contoh, tertawa tanpa sebab, teriak-
teriak,menyendiri, menangis meraung-raung, menyakiti diri sendiri maupun orang
lain). Ketiga
Permasalahan tersebut dapat timbul pada seseorang yang terdampak bencana, dan
haltersebut saling terkait atau tidak dapat dipisahkan.

Reaksi psikologis yang timbul pada masyarakat yang tertimpa bencana, antara lain:

 Reaksi segera (dalam 24 jam): tegang, cemas, panik, kaget, linglung, syok,
tidak percaya,gelisah, bingung, menangis, menarik diri, rasa bersalah pada
korban yang selamat. Reaksiini tampak hampir pada setiap orang di daerah
bencana dan ini dipertimbangkan sebagaireaksi alamiah pada situasi abnormal,
TIDAK membutuhkan intervensi psikologiskhusus.
 Reaksi terjadi dalam hitungan hari sampai dua minggu setelah bencana:
ketakutan,waspada, siaga berlebihan, mudah tersinggung, marah, tidak bisa
tidur, khawatir, sangatsedih, flashbacks berulang (ingatan terhadap peristiwa
yang selalu datang berulangdalam pikiran), menangis, rasa bersalah, reaksi
positif termasuk pikiran terhadap masadepan, menerima bencana sebagai suatu
Takdir. Semua itu adalah reaksi alamiah danhanya membutuhkan intervensi
psikososial.
 Terjadi kira-kira 3 minggu setelah bencana: reaksi yang sebelumnya ada dapat
menetapdengan gejala seperti gelisah, perasaan panik, kesedihan yang
mendalam dan berlanjut,pikiran pesimistik yang tidak realistik, tidak
melakukan aktivitas keluar, isolasi, perilakumenarik diri, kecemasan dengan
manifestasi gejala fisik seperti palpitasi (jantungberdebar-debar), pusing,
mual, lelah, sakit kepala.

6
2.2. Prinsip Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja

Prinsip utam untuk dapat bekerja secara efektif dengan remaja adalah dengan
mendorongpartisipasi , kemitraan , dan kepemiminan remaja , akibat adanya hambatan-
hambatan yangdialami remaja ketika mengakses pelayanan kespro , mereka harus terlibat
dalam semua aspekpenyusunan program , termasuk perancangan , implementasi dan
monitoring program.Misalnya akan sangat membantu jika kita dapat mengidentifikasi remaja
yang dapatberperan sebagai pemimpin muda atau pendidik sebaya di komunitas mereka.

Para pemuda ini akan membantu mengungkap kebutuhan teman-teman sebaya


merekaselama perancangan program dan dapat membantu implementasi kegiatan , seperti
,pendidikn sebaya , monitoring pelyanan kesehatan yang peduli remaja dan rujukan
kekonselor untuk masalah kekerasan berbasis gender.

Prinsip yang perlu diingat sebagai berikut :

1. Petugas kesehatan harus 4s ( senyum , salam , sapa , sabar ) memahami hal-hal


yangsensitive , dan memiliki informasi mengenai pelayanan untuk ramaja , tokoh
masyarakatdan orang tua dapat dilibatkan dalam mengembangkan program yang
ditargetkan remaja.
2. Program yang disusun harus mendukung kepemimpinan dan komunikasi
sebaiknyadilakukan oleh dengan teman sebaya ( peer educator ) teman sebaya
dianggap sebagaisumber informasi yang aman dan terpercaya .
3. Remaja harus dijamin mendapat penanganan kespro yang memadai serta
membutuhkanbantuan berupa pelayanan kespro khusus untuk kasus - kasus kekerasan
seksual danaborsi yang tidak aman.
4. Remaja membutuhkan privasi , masalah yang membawa mereka ke petugas
kesehatanumumnya masalah yang membuat mereka merasa malu dan bingung , oleh
sebab itumereka membutuhkan ruangan konsultasi yang aman dan nyaman di tempat
dipengungsian.
5. Kerahasian harus dijamin , petugas kesehtan harus menjamin kerahasian ketika
bekerjadengan remaja dan bersikap jujur mengenai masalah kesehatan mereka .
informasi dapatmenyebar dengan sangat cepat di kalangan remaja dan jika kerahasian
mereka di langgarbahkan satu kali saja , remaja tidak akan lagi datang ke pelayanan
tersebut.

7
6. Remaja sebaiknya dilayani oleh petugas kesehatan dengan gender yang sama ,
yangmemungkinkan , remaja harus di rujuk ke petugas dengan jenis kelamin yang
samakecuali jka remaja tersebut untuk meminta bertemu dengan petugas dari jenis
kelaminyang berbeda. Pastika bahwa remaja korban / penyintas kekerasan berbasis
gender yangsedang mencari dukungan dan perawatan di fasilitas kesehatan di
damping olehpendamping perempuan ketika petugas laki-laki merupakan satu-
satunya petugas yangada di ruangan pemeriksaan .keberadaan pendamping ini
sangatlah penting ketika korbanadalah remaja putri tetapi penting pula untuk
memberikan pilihan ini kepada remaja putrayang menjadi korban / penyintas
kekerasan berbasis gender.

2.3. Kebutuhan Kesehatan Reproduksi Remaja Pada Situsi Darurat Bencana


1. Menilai kebutuhan kesehatan reproduksi remaja
Dengan tidak tersedianya informasi tertentu mengenai remaja, petugas
kesehatan harus berasumsi bahwa masalah kesehatan reproduksi remaja lebih
beresiko pada situasi pengungsian. Tidak tersedianya pelayanan kesehatan dan
pendidikan dan tidak adanya aturan secara umum mengindikasikan tidak adanya
proteksi dan supervisi maka peningkatan kekerasan seksual lebih besar terjadi
termasuk seksual komersial demi memenuhi kebutuhan makan, penampungan, dan
perlindungan. Penting mendapatkan informasi mengenai riwayat ims, status
kehamilan, aborsi yang tidak aman, perkosaan, dan bentuk kekerasan seksual lainnya,
selain itu informasi mengenai penyalahgunaan napza (narkotik, psikotropika, dan zat
adiktif) dan minuman keras dibutuhkan petugas kesehatan untuk memberikan
pelayanan konseling pada remaja yang bermasalah.
2. Cara menanggapi kebutuhan kesehtaan reproduksi remaja
Remaja membutuhkan informasi dasar mengenai seksual dan reproduksi,
mereka juga membutuhkan informasi mengenai bagaimana mereka dapat melindungi
kesehatan reproduksinya. Di beberapa tempat pengungsian, biasanya pemberian
pendidikan formal selesai setelah pemberian pendidikan sekolah dasar, karena itu
informasi mengenai kesehatan reproduksi harus diberikan dengan cara-cara yang
kreatif. Berbagai bentuk kegiatan untuk remaja seperti olahraga, pemutaran video,
kelompok kerajinan tangan dapat menjadi waktu yang tepat untuk menyebarluaskan
informasi mengenai kesehatan reproduksi remaja yang penting bagi mereka. Kegiatan

8
ini dapat dilakukan apabila sumber daya manusia mencukupi atau apabila situasi
sudah mulai stabil.
Telah dibuktikan bahwa pendidikan seksual menyebabkan terjadinya perilaku
yang aman dan menghindari kegiatan seksual yang lebih dini atau lebih meningkat.
karena itu, remaja harus diberikan informasi mengenai HIV/AIDS/IMS dan
kehamilan dini serta penyuluhan yang memadai. remaja harus memiliki keterampilan
tertentu untuk dapat mengambil keputusan yang bertanggung jawab atas perilaku
seksual mereka, dan mereka harus ammpu menolak tekanan, bersikap tegas,
melakukan negosiasi, menyelesaikan konflik. penyuluhan oleh teman sebaya dapat
sangat efektif untuk memantapkan keterampilan dan sikap ini.
Trauma yang dihadapi oleh pengalaman sebagai pengungsi menyebabkan
kelompok remaaj dengan mencari pelayanan untuk kesehatan seksual mereka. Tetapi
mereka perlu mengetahui bahwa pelayanan ini tersedia unutk mereka dan mereka
dapat memperoleh pelayanan dan dukungan jika mereka membutuhkannya dan
mereka tidak akan dihakimi datau dihukum.
Informasi mengenai pelayanan ini harus diletakkan ditempat-temoat
berkumpulnya remaja atau diberikan melalui kegiatan social dan lainnya, dukungan
psikososial harus diberikan oleh penyuluh terlatih jika dibutuhkan terutama dalam
kasus kekerasan seksual dan kehamilan yang tidak diinginkan. Remaja pria juga lebih
rentan terhadap penyalahgunaan napza, terlebih lagi bila remaja tersebut memiliki
kepribadian yang beresiko seperti mudah cemas, depresi, berprilaku anti social, sudah
merokok diusia muda, kurang taat beragama atau situasi social mendukung terjadi
penyalahgunaan.
Oleh sebab itu, petugas kesehatan harus jeli terhadap perubahan fisik dan
perilaku remaja khususnya remaja pria selain NAPZA, minuman keras juga sangat
berbahaya bagi kesehatan fisik dan psikis remaja pria.
Diambil dari jurnal kesehatan masyarakat oleh Suryati, Maret 2013-September
2013 tentang Gambaran Kebutuhan Dan Perilaku Remaja Putri Pada Waktu
Menstruasi Dalam Situasi Darurat Bencana Di Sumatera Barat di Kecamatan Sungai
Limau dan Kecamatan Ulakan Tapakis, dihasilkan bahwa responden remaja putri
sebanyak 73,43% berumur 13-19 tahun membutuhkan beberapa keperluan seperti
pembalut (95,10%), celana dalam wanita (55,24), obat untuk menghilangkan rasa
nyeri, obat untuk mengurangi/menghentikan perdarahan, obat demam, alat untuk
kompres hangat pada perut, dan sebanyak 93% remaja putri membutuhkan orang tua

9
atau keluarga saat menstruasi. dari jurnal ini dapat disimpulkan bahwa, petugas
kesehatan harus peka terhadap kebutuhan remaja saat situasi darurat bencana,
terutama remaja putri, demi terciptanya pelayanan kesehatan reproduksi yang baik.

2.4 Program Berbasis Masyarakat Dan Pendidik Sebaya

Seorang yang berpengalaman di bidang pelayanan kesehatan


reproduksi harus dilibatkan dalam menilai dan merencanakan program
yang memiliki tujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
reproduksi di lingkungan sekitarnya. Semua orang memiliki kemampuan
dalam mewujudkan pelayanan kesehatan reproduksi ke arah lebih efektif.
Salah satunya adalah kelompok pemuda remaja. Kelompok pemuda
remaja dari berbagai usia dapat membantu melaksanakan perencanaan
program dan memilih pemimpin karena kelompok ini merupakan generasi
penerus bangsa. Diawali dengan terbentuknya kelompok atau organisasi
pemuda remaja yang memiliki tujuan di bidang pelayanan kesehatan
reproduksi. Setelah sumber daya manusia sudah tersedia, barulah
memulai menyusun kegiatan yang akan dilaksanakan. Perencanaan dapat
menentukan mekanisme untuk mengukur dampak kegiatan, juga menjadi
panduan untuk setiap modifikasi program. Sasaran yang dituju tidak
menentu, tetapi untuk meningkatkan pengetahuan akan pelayanan
kesehatan reproduksi, baiknya sudah bisa diketahui sejak remaja. Pemuda
remaja dididik untuk menjadi pendidik dan pemberi informasi bagi teman
sebayanya, dinamakan pendidik sebaya.

Konselor sebayaadalah orang yang dapat memberikan konseling KRR bagi kelompok


remaja sebayanya yang telah mengikuti pelatihan konseling KRR. Maksudnya  Model
konseling melalui optimalisasi potensi remaja yang memiliki kemampuan konseling. Dalam
model ini remaja yang memiliki kemampuan konseling dijadikan sumber belajar (konselor)
bagi remaja lain yang memiliki masalah. Model ini memanfaatkan remaja untuk menjadi
mitra dalam menyelesaikan masalah teman yang mempunyai usia yang hampir sama atau
‘sebaya’. Melalui model konselor sebaya jarak antara konselor dengan konselee dapat
didekatkan sehingga hambatan psikologis sosiologis yang menyebabkan remaja tertekan

10
dapat dikurangi/dihilangkan. (http://jatim.bkkbn.go.id/pelatihan-konseling-untuk-konselor-
sebaya/ diambil 06-04-2018 jam 21.06)

Syarat untuk menjadi konselor sebaya, yaitu :

 Berpengalaman sebagai pendidik sebaya


 Memiliki minat untuk membantu klien
 Menghargai dan menghormati klien
 Peka dan empati terhadap perasaan orang lain
 Dapat dipercaya dan mampu memegang rahasia
 Perasaan stabil dan kontrol diri yang kuat
 Memiliki pengetahuan yang luas mengenai TRIAD
 Mampu menciptakan suasana nyaman dan komunikasi interpersonal yang baik

Selain itu, ada tiga keterampilan konselor sebaya : keterampilan observasi, keterampilan
bertanya, dan keterampilan mendengar aktif. Ketiganya perlu dikuasai dalam diri seorang
konselor sebaya agar komunikasi yang memiliki tujuan tertentu dapat tercapai.

Pelayanan kesehatan reproduksi untuk remaja akan lebih efektif dan


diterima jika konsep pelaksanaannya berupa kegiatan rekreasi atau kerja.
Sampai saat ini sudah ada beberapa pusat kegiatan bagi remaja pemuda
di berbagai tempat. Penempatan pusat kegiatan remaja ini tidak hanya
disatu tempat, tetapi mereka juga bisa berkeliling di lingkungan
sekitarnya jika sedang dalam kondisi tertentu, misalnya pasca bencana.
Pusat kegiatan remaja yang dibentuk di daerah pengungsian akan
memberikan kesempatan bagi remaja pemuda untuk belajar, bertukar
pikiran dan menerima pelayanan kesehatan remaja agar waktu luang
yang ada bisa dimanfaatkan dengan baik. Remaja membutuhkan ruang
fisik untuk interaksi sosial mereka, terutama pasca bencana. Kesempatan
ini merupakan saat yang tepat untuk memberikan pelayanan kesehatan.

Program Pemerintah
 PIK Remaja dan Mahasiswa

PIK-R ini biasanya berdomisili di berbagai sekolah-sekolah,


dimana anggota-anggotanya ditentukan sesuai kesepakatan

11
organisasi dalam lingkup sekolah atau instansi masing-masing.
Kegiatan yang dilakukan oleh PIK-R untuk teman sebayanya di
beberapa sekolah misalnya memberikan materi mengenai
kesehatan reproduksi remaja pada saat sholat jumat. Organisasi ini
juga bisa bekerja sama dengan lingkungan luar sekolah, seperti
membantu para remaja pada saat sedang terjadi bencana di
lingkungan sekitar.

 Program Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)

Jenis kegiatan PKPR meliputi penyuluhan, pelayanan klinis medis termasuk


pemeriksaan penunjang, konseling, pendidikan keterampilan hidup sehat (PKHS),
pelatihan pendidik sebaya (yang diberi pelatihan menjadi kader kesehatan remaja) dan
konselor sebaya (pendidik sebaya yang diberi tambahan pelatihan interpersonal
relationship dan konseling), serta pelayanan rujukan.

 CERIA (Cerita Remaja Indonesia)

Program ini dibuat oleh BKKBN yang informasinya dapat diakses


melalui internet. Didalam link ini terdapat beberapa menu yang bisa
digunakan, seperti menu kegiatan, PIK_R/M, kolom curhat, galeri,
referensi, dan beberapa penelitian lainnya yang bersangkutan
dengan materi seputar kebutuhan remaja.

Program dibawah LSM


 Pusat Informasi dan Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Remaja (PIPR/Youth Center)

Kegiatan yang dilakukan oleh Youth Center antara lain : penyebaran informasi
bagi remaja di sekolah dan luar sekolah termasuk pesantren training tentang kesehatan
dan hak-hak seksual serta reproduksi remaja untuk peer educator, konselor,
wartawan, orangtua, tokoh masyarakat dan guru seminar, panel diskusi, diskusi
kelompok, konseling (tatap muka, surat, email, telepon), radio program, surat kabar,
pelayanan medis, on the spot clinic serta melakukan advokasi kaitannya dengan isu
Kesehatan Reproduksi Remaja.

12
 Women’s Crisis Center

Aktivitas WCC tersebut kebanyakan adalah memberikan pelayanan


pendampingan untuk para korban kekerasan terhadap perempuan. Kasus yang sering
terjadi di antaranya adalah kekerasan oleh pasangan (pacar), perkosaan dan pelecehan
seksual. Selain itu, para WCC ini biasanya juga melakukan advokasi agar ada
kebijakan baik di tingkat nasional maupun nasional yang mendukung pencegahan
kekerasan terhadap perempuan ataupun pendampingan bagi korban kekerasan,
termasuk di dalamnya remaja perempuan. Di luar pendampingan dan advokasi, juga
banyak diselenggarakan training, workshop, kampanye dan sebagainya yang
ditujukan untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat tentang isu gender dan
kekerasan berbasis gender. Untuk remaja, Rifka Annisa di Jogja pernah melakukan
Youth Camp, sebagai bagian dari upaya penyadaran gender bagi remaja.

Hampir semua kegiatan dalam organisasi-organisasi yang dibentuk diatas melakukan


penyuluhan, konseling, ataupun pemaparan materi mengenai kesehatan reproduksi
perempuan. Kegiatan tersebut bisa dilakukan pada saat kondisi darurat, misalnya pasca
bencana. Banyak berita-berita mengenai dampak yang terjadi akibat terjadinya bencana
terhadap remaja pemuda yang termasuk sebagai pengungsi di tempat tersebut. Sebagai salah
satu remaja yang menjadi relawan ataupun tenaga kesehatan yang ikut membantu di tempat
pengungsian, sudah menjadi kewajiban untuk menjaga para remaja dalam kesehatan
reproduksinya. Hal-hal yang bisa dilakukan misalnya memberikan materi seputar kesehatan
reproduksi (bagaimana cara menjaga kesehatan reproduksinya ketika telah terjadi bencana,
personal hygiene, pengenalan dini fungsi organ reproduksi, HIV, seks bebas, dan seputar
menstruasi). Materi ini bisa diberikan dengan mengadakan kelompok kecil di satu tenpat
yang letaknya tidak jauh dari tempat pengungsian, dengan berbagai konsep, misalnya
diadakan roleplay atau metode pemaparan materi yang menarik lainnya.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas harus berdasarkan pada kebutuhan


penduduk yang terkena dampak, khususnya kebutuhan perempuan dan anak
perempuan.Dengan begitu maka diadakannya pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja.
Remaja dididik untuk menjadi pendidik dan pemberi informasi bagi kelompoknya atau
pendidik sebaya. Karena keberadaan dan peranan Pendidik Sebaya di lingkungan remaja
sangat penting artinya dalam membantu remaja untuk mendapatkan informasi dan pelayanan
konseling yang cukup dan benar tentang KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja).Sehingga
akan terciptanya remaja yang mampu menjaga kesehatan reproduksi diri sendiri maupun bagi
kelompoknya pada situasi darurat bencana

14
DAFTAR PUSTAKA

1. PPBI. 2015. Modul Bahan Ajar Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) Kesehatan
Reproduksi (Kespro) pada Krisis Kesehatan (Situasi Tanggap Darurat Bencana).
Jakarta : IBI Publishing
2. www.depkes.go.id/resources/download/.../infodatin%20reproduksi%20remaja-ed.pdf
Diakses pada tanggal 06 Mei 2018 pukul 20.00 WIB.
3. Knowledges for Health. Adolescent Reproductive Health in Indonesia Toolkit.
Diambil dari : www.k4health.org

15

Anda mungkin juga menyukai