PENDAHULUAN
Situasi darurat bencana adalah suatu peristiwa atau serangkaian peristiwa yang telah
mengakibatkan ancaman yang kritis terhadap kesehatan, keselamatan, keamanan atau
kesejahteraan suatu masyarakat atau sekelompok besar orang. Kemampuan bertahan dari
masyarakat yang terdampak menjadi kewalahan dan bantuan dari luar dibutuhkan. Hal ini
bisa merupakan akibat dari peristiwa seperti konflik bersenjata, bencana alam, epidemi atau
kelaparan dan sering kali menyebabkan penduduk harus mengungsi.
Semua orang, termasuk mereka yang hidup dalam situasi darurat bencana, berhak atas
kesehatan reproduksi.Pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas harus berdasarkan
pada kebutuhan penduduk yang terkena dampak, khususnya kebutuhan perempuan dan anak
perempuan. Remaja membutuhkan informasi dasar mengenai seksual dan reproduksi, mereka
juga membutuhkan informasi mengenai bagaimana mereka dapat melindungi kesehatan
reproduksinya
Kesehatan reproduksi khususnya bagi remaja dan generasi muda akan meningkatkan
indeks sumber daya manusia dimasa yang akan datang.Pemerintah telah
memberikanperhatian yang serius terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja. Menurut
PeraturanPemerintah No.61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi dalam pasal 12 ayat 1
dan2 bahwa pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) dilaksanakan salah satunya
1
melalui pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi dengan
materiPendidikanketerampilan hidup sehat, ketahanan mental melalui keterampilan sosial,
sistem, fungsi, dan proses reproduksi, perilaku seksual yang sehat dan aman, perilaku seksual
beresiko dan akibatnya, keluarga berencana, dan perilaku beresiko lain atau kondisi
kesehatan lain yang berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi.
2
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
Pada situasi normal sebagian informasi diperoleh dari teman sebaya dan daritokoh
panutan dilingkungan keluarga atau masyarakat remaja tersebut. Petugas
kesehatankemungkinan dapat menjadi tokoh panutan penting bagi remaja pengaruh potensial
ini harus disadari oleh petugas kesehatan.
2. Remaja sering tidak memiliki orientasi masa depan yang jelas hal ini dapat diperburuk
oleh status mereka sebagai pengungsi
Kegiatan yang memberikan kesempatan bagi remaja untuk melihat masa depanakan
membantu mereka dalam mempertimbangkan kegiatan seksual yang tidak aman dan mereka
harus bertanggung jawab atas kegiatan yang telah mereka lakukan.
3. Perilaku remaja didaerah pengungsi mungkin tidak menjadi subjek perhatian yang
sama dengan kondisi normal
Perpisahan dari orang tua dan tradisi dapat menyebabkan situasi yang kurangterkontrol
secara social, hal ini menyebabkan resiko yang lebih tinggi terhadap kehamilan remaja,
infeksi menuar seksual (IMS) penyalahgunaan obat, kekerasan dan sebagainya.
4
semuakonsekuensinya. Remaja berusia 10-14 tahun memiliki kebutuhan yang berbeda
dengankelompok yang berusia 16-18 tahun. Beberapa budya mengharapkan pernikahan
seorang gadis berusia 14 tahun sedangkan menurut budaya lain hal ini tidak dapat diterima.
Periode alam perkembangan remaja yang terjadi pada usia 10-12 tahun untukperempuan
dan 12-15 tahun untuk laki-laki. Pada masa ini terjadi pematangan alatreproduksi yang
ditandai dengan menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Petugas
kesehatan dapat memberikan kejelasa untuk menjaga kebersihan mereka(mengganti
pembalut, membersihkan kelamin saat mandi) selama menstruasi danmenghindari kegiatan
seksual sebelum menikah.
Permasalahan terkait kesehatan jiwa yang sering terjadi di lokasi bencana meliputi 3 aspek,
yaitu:
5
waktu tertentu).
c. Aspek Perilaku: kegiatan atau aktivitas yang tidak produktif pada seseorang baik
yangdiamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar sehingga
dapatmengganggu lingkungan sekitarnya (contoh, tertawa tanpa sebab, teriak-
teriak,menyendiri, menangis meraung-raung, menyakiti diri sendiri maupun orang
lain). Ketiga
Permasalahan tersebut dapat timbul pada seseorang yang terdampak bencana, dan
haltersebut saling terkait atau tidak dapat dipisahkan.
Reaksi psikologis yang timbul pada masyarakat yang tertimpa bencana, antara lain:
Reaksi segera (dalam 24 jam): tegang, cemas, panik, kaget, linglung, syok,
tidak percaya,gelisah, bingung, menangis, menarik diri, rasa bersalah pada
korban yang selamat. Reaksiini tampak hampir pada setiap orang di daerah
bencana dan ini dipertimbangkan sebagaireaksi alamiah pada situasi abnormal,
TIDAK membutuhkan intervensi psikologiskhusus.
Reaksi terjadi dalam hitungan hari sampai dua minggu setelah bencana:
ketakutan,waspada, siaga berlebihan, mudah tersinggung, marah, tidak bisa
tidur, khawatir, sangatsedih, flashbacks berulang (ingatan terhadap peristiwa
yang selalu datang berulangdalam pikiran), menangis, rasa bersalah, reaksi
positif termasuk pikiran terhadap masadepan, menerima bencana sebagai suatu
Takdir. Semua itu adalah reaksi alamiah danhanya membutuhkan intervensi
psikososial.
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah bencana: reaksi yang sebelumnya ada dapat
menetapdengan gejala seperti gelisah, perasaan panik, kesedihan yang
mendalam dan berlanjut,pikiran pesimistik yang tidak realistik, tidak
melakukan aktivitas keluar, isolasi, perilakumenarik diri, kecemasan dengan
manifestasi gejala fisik seperti palpitasi (jantungberdebar-debar), pusing,
mual, lelah, sakit kepala.
6
2.2. Prinsip Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
Prinsip utam untuk dapat bekerja secara efektif dengan remaja adalah dengan
mendorongpartisipasi , kemitraan , dan kepemiminan remaja , akibat adanya hambatan-
hambatan yangdialami remaja ketika mengakses pelayanan kespro , mereka harus terlibat
dalam semua aspekpenyusunan program , termasuk perancangan , implementasi dan
monitoring program.Misalnya akan sangat membantu jika kita dapat mengidentifikasi remaja
yang dapatberperan sebagai pemimpin muda atau pendidik sebaya di komunitas mereka.
7
6. Remaja sebaiknya dilayani oleh petugas kesehatan dengan gender yang sama ,
yangmemungkinkan , remaja harus di rujuk ke petugas dengan jenis kelamin yang
samakecuali jka remaja tersebut untuk meminta bertemu dengan petugas dari jenis
kelaminyang berbeda. Pastika bahwa remaja korban / penyintas kekerasan berbasis
gender yangsedang mencari dukungan dan perawatan di fasilitas kesehatan di
damping olehpendamping perempuan ketika petugas laki-laki merupakan satu-
satunya petugas yangada di ruangan pemeriksaan .keberadaan pendamping ini
sangatlah penting ketika korbanadalah remaja putri tetapi penting pula untuk
memberikan pilihan ini kepada remaja putrayang menjadi korban / penyintas
kekerasan berbasis gender.
8
ini dapat dilakukan apabila sumber daya manusia mencukupi atau apabila situasi
sudah mulai stabil.
Telah dibuktikan bahwa pendidikan seksual menyebabkan terjadinya perilaku
yang aman dan menghindari kegiatan seksual yang lebih dini atau lebih meningkat.
karena itu, remaja harus diberikan informasi mengenai HIV/AIDS/IMS dan
kehamilan dini serta penyuluhan yang memadai. remaja harus memiliki keterampilan
tertentu untuk dapat mengambil keputusan yang bertanggung jawab atas perilaku
seksual mereka, dan mereka harus ammpu menolak tekanan, bersikap tegas,
melakukan negosiasi, menyelesaikan konflik. penyuluhan oleh teman sebaya dapat
sangat efektif untuk memantapkan keterampilan dan sikap ini.
Trauma yang dihadapi oleh pengalaman sebagai pengungsi menyebabkan
kelompok remaaj dengan mencari pelayanan untuk kesehatan seksual mereka. Tetapi
mereka perlu mengetahui bahwa pelayanan ini tersedia unutk mereka dan mereka
dapat memperoleh pelayanan dan dukungan jika mereka membutuhkannya dan
mereka tidak akan dihakimi datau dihukum.
Informasi mengenai pelayanan ini harus diletakkan ditempat-temoat
berkumpulnya remaja atau diberikan melalui kegiatan social dan lainnya, dukungan
psikososial harus diberikan oleh penyuluh terlatih jika dibutuhkan terutama dalam
kasus kekerasan seksual dan kehamilan yang tidak diinginkan. Remaja pria juga lebih
rentan terhadap penyalahgunaan napza, terlebih lagi bila remaja tersebut memiliki
kepribadian yang beresiko seperti mudah cemas, depresi, berprilaku anti social, sudah
merokok diusia muda, kurang taat beragama atau situasi social mendukung terjadi
penyalahgunaan.
Oleh sebab itu, petugas kesehatan harus jeli terhadap perubahan fisik dan
perilaku remaja khususnya remaja pria selain NAPZA, minuman keras juga sangat
berbahaya bagi kesehatan fisik dan psikis remaja pria.
Diambil dari jurnal kesehatan masyarakat oleh Suryati, Maret 2013-September
2013 tentang Gambaran Kebutuhan Dan Perilaku Remaja Putri Pada Waktu
Menstruasi Dalam Situasi Darurat Bencana Di Sumatera Barat di Kecamatan Sungai
Limau dan Kecamatan Ulakan Tapakis, dihasilkan bahwa responden remaja putri
sebanyak 73,43% berumur 13-19 tahun membutuhkan beberapa keperluan seperti
pembalut (95,10%), celana dalam wanita (55,24), obat untuk menghilangkan rasa
nyeri, obat untuk mengurangi/menghentikan perdarahan, obat demam, alat untuk
kompres hangat pada perut, dan sebanyak 93% remaja putri membutuhkan orang tua
9
atau keluarga saat menstruasi. dari jurnal ini dapat disimpulkan bahwa, petugas
kesehatan harus peka terhadap kebutuhan remaja saat situasi darurat bencana,
terutama remaja putri, demi terciptanya pelayanan kesehatan reproduksi yang baik.
10
dapat dikurangi/dihilangkan. (http://jatim.bkkbn.go.id/pelatihan-konseling-untuk-konselor-
sebaya/ diambil 06-04-2018 jam 21.06)
Selain itu, ada tiga keterampilan konselor sebaya : keterampilan observasi, keterampilan
bertanya, dan keterampilan mendengar aktif. Ketiganya perlu dikuasai dalam diri seorang
konselor sebaya agar komunikasi yang memiliki tujuan tertentu dapat tercapai.
Program Pemerintah
PIK Remaja dan Mahasiswa
11
organisasi dalam lingkup sekolah atau instansi masing-masing.
Kegiatan yang dilakukan oleh PIK-R untuk teman sebayanya di
beberapa sekolah misalnya memberikan materi mengenai
kesehatan reproduksi remaja pada saat sholat jumat. Organisasi ini
juga bisa bekerja sama dengan lingkungan luar sekolah, seperti
membantu para remaja pada saat sedang terjadi bencana di
lingkungan sekitar.
Kegiatan yang dilakukan oleh Youth Center antara lain : penyebaran informasi
bagi remaja di sekolah dan luar sekolah termasuk pesantren training tentang kesehatan
dan hak-hak seksual serta reproduksi remaja untuk peer educator, konselor,
wartawan, orangtua, tokoh masyarakat dan guru seminar, panel diskusi, diskusi
kelompok, konseling (tatap muka, surat, email, telepon), radio program, surat kabar,
pelayanan medis, on the spot clinic serta melakukan advokasi kaitannya dengan isu
Kesehatan Reproduksi Remaja.
12
Women’s Crisis Center
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
14
DAFTAR PUSTAKA
1. PPBI. 2015. Modul Bahan Ajar Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) Kesehatan
Reproduksi (Kespro) pada Krisis Kesehatan (Situasi Tanggap Darurat Bencana).
Jakarta : IBI Publishing
2. www.depkes.go.id/resources/download/.../infodatin%20reproduksi%20remaja-ed.pdf
Diakses pada tanggal 06 Mei 2018 pukul 20.00 WIB.
3. Knowledges for Health. Adolescent Reproductive Health in Indonesia Toolkit.
Diambil dari : www.k4health.org
15