Makalah
Dibuat untuk memenuhi tugas UTS mata kuliah “Pendidikan Kewarganegaraan”
Dosen pengampu “Muhammad Syauqillah S.E., M.E”
Oleh:
ILHAM GHULAM GIBRAN / (2277012043)
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................. 3
A. Pengertian Filsafat........................................................................................................... 4
ii
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia adalah negara yang mandiri dan berdaulat, pastinya memiliki sebuah ideologi sebagai
dasar dan falsafah negara.1 Sejak awal kemerdekaan dulu, dasar negara telah banyak dipikirkan oleh
para petinggi negara pada kala itu. Pada saat itu, ada sebuah lembaga yang mengadakan sidang untuk
mendiskusikan dasar negara Indonesia, lembaga tersebut disebut BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Pada sidang BPUPKI yang pertama yang berlangsung 5 hari,
melahirkan pancasila sebagai dasar negara Indonesia.2
Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia merdeka yang lahir tahun 1945, adalah hasil
perenungan dan pemikiran yang mendalam.3 Terlahirnya pancasila sebagaimana tercatat dalam
sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia, merupakan sublimasi dan kristalisasi dari pandangan hidup
(way of life) dan nilai-nilai budaya luhur bangsa yang mempersatukan keanekaragaman bangsa kita
menjadi bangsa yang satu, Indonesia.
Maka dari itu, pancasila juga bisa dijadikan sebagai falsafah negara. Tujuannya adalah agar
keanekaragaman yang sangat banyak di Indonesia ini dapat bersatu, saling menghormati, menghargai,
menjaga, dan juga melakukan nilai dan norma positif yang terkandung dalam sila-sila pancasila.4
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat?
2. Bagaimana bentuk kerangka pikir yang filsafati?
3. Mengapa nilai-nilai pancasila berwujud dan bersifat filsafati?
4. Jelaskan pancasila sebagai filsafat hidup dalam aspek:
• Aspek ontologis, epistimo-logis dan aksiologi
5. Jelaskan karakteristik filsafat pancasila!
1 Muh. Wasith Achadi, 2020. Pancasila Sebagai Falsafah Negara Indonesia. Universitas Islam Negeri Sunan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Para ahli filsafat dalam memberikan pengertian dan definisi filsafat banyak dan beragam. Hal
ini dikarenakan masing-masing ahli filsafat memiliki konsep yang berbeda-beda dan memiliki dasar
pemikiran serta pandangan yang berbeda pula.
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, yakni philosophia, yang memiliki arti philos yaitu
cinta atau sahabat dan kata sophia yang berarti kebijaksanaan, kearifan atau pengetahuan. Jadi,
philosophia berarti cinta pada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran, dalam hal ini kebenaran ilmu
pengetahuan.5 Namun pada dasarnya jika diteliti lebih lanjut, kata filsafat berasal dari bahasa Arab,
falsafah.
merenungkan bahwa betapa kecil dirinya dibandingkan seisi alam semesta, bahwa betapa diatas langit
masih ada langit, dan akhirnya dia menyadari kekerdilan dan kebodohannya. Jadi, filsafat membawa
kita berpikir secara mendalam, maksudnya untuk mencari kebenaran substansial atau kebenaran yang
sebenarnya dan mempertimbangkan semua aspek, serta menuntun kita untuk mendapatkan
pemahaman yang lengkap dan berpikir secara filosofis berarti introspeksi tentang kehidupan secara
umum, manusia, penciptaan, dan topik membingungkan abstrak lainnya hadir di dunia saat ini.
Terdapat enam karakteristik berfikir filsafat yaitu: Holistik-Komprehensif, Radikal, Spekulatif,
Metodis dan Sistematis, Universal dan Rasional.6
7 Ahmad Faisal, Imam Awaludin, 2011. Pancasila Ditinjau Dari Segi Filfafat. Universitas Jenderal Soedirman
2. Aspek Epistemologis
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode,
ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya
pengetahuan, batas ilmu pengetahuan.
Menurut Titus (1984 : 20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi,
yaitu:
❖ Tentang sumber pengetahuan manusia
❖ Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia
❖ Tentang watak pengetahuan manusia
Secara epistemologis Pancasila sebagai filsafat yaitu sebagai upaya untuk mencari
hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan.
Sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri.
Sedangkan susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan yaitu Pancasila memiliki
susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti
dari sila-sila Pancasila itu.
Sebagai suatu paham epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya
bahwa ilmu pengetahuan tidak bebas nilai dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan
pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.
8
Epistemologi menyelidiki sumber, proses, syarat-syarat batas, validitas dan hakikat ilmu.
Epistemologi Pancasila secara mendasar meliputi nilai-nilai dan azas-azas: Mahasumber ialah
Tuhan, yang menciptakan kepribadian manusia dengan martabat dan potensi unik yang tinggi,
menghayati kesemestaan, nilai agama dan ketuhanan. Kepribadian manusia sebagai subyek
diberkati dengan martabat luhur: pancaindra, akal, rasa, karsa, cipta, karya dan budi nurani.
Kemampuan martabat manusia sesungguhnya adalah anugerah dan amanat ketuhanan/
keagamaan.
Sumber pengetahuan dibedakan dibedakan secara kualitatif, antara:
o Sumber primer, yang tertinggi dan terluas, orisinal: lingkungan alam, semesta,
sosio-budaya, sistem kenegaraan dan dengan dinamikanya;
o Sumber sekunder: bidang-bidang ilmu yang sudah ada/ berkembang, kepustakaan,
dokumentasi;
o Sumber tersier: cendekiawan, ilmuwan, ahli, narasumber, guru.
Wujud dan tingkatan pengetahuan dibedakan secara hierarkis:
➢ Pengetahuan indrawi;
➢ Pengetahuan ilmiah;
➢ Pengetahuan filosofis;
➢ Pengetahuan religius.
Pengetahuan manusia relatif mencakup keempat wujud tingkatan itu. Ilmu adalah
perbendaharaan dan prestasi individual maupun sebagai karya dan warisan budaya umat
manusia merupakan kualitas martabat kepribadian manusia. Perwujudannya adalah
pemanfaatan ilmu guna kesejahteraan manusia, martabat luhur dan kebajikan para cendekiawan
(kreatif, sabar, tekun, rendah hati, bijaksana). Ilmu membentuk kepribadian mandiri dan matang
serta meningkatkan harkat martabat pribadi secara lahiriah, sosial (sikap dalam pergaulan),
psikis (sabar, rendah hati, bijaksana). Ilmu menjadi kualitas kepribadian, termasuk kegairahan,
keuletan untuk berkreasi dan berkarya.
Martabat kepribadian manusia dengan potensi uniknya memampukan manusia untuk
menghayati alam metafisik jauh di balik alam dan kehidupan, memiliki wawasan kesejarahan
(masa lampau, kini dan masa depan), wawasan ruang (negara, alam semesta), bahkan secara
suprarasional menghayati Tuhan yang supranatural dengan kehidupan abadi sesudah mati.
Pengetahuan menyeluruh ini adalah perwujudan kesadaran filosofis-religius, yang menentukan
derajat kepribadian manusia yang luhur. Berilmu/ berpengetahuan berarti mengakui
ketidaktahuan dan keterbatasan manusia dalam menjangkau dunia suprarasional dan
supranatural. Tahu secara ‘melampaui tapal batas’ ilmiah dan filosofis itu justru menghadirkan
keyakinan religius yang dianut seutuh kepribadian: mengakui keterbatasan pengetahuan ilmiah-
rasional adalah kesadaran rohaniah tertinggi yang membahagiakan.
9
3. Aspek Aksiologi
Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Sila-
sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.
Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila.
Dalam filsafat Pancasila, terdapat tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental,
dan nilai praktis.
1. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
2. Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum
yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-
lembaga negara.
3. Nilai praktis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan.
Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-
benar hidup dalam masyarakat.
Nilai-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar
yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan
masyarakat, berbansa, dan bernegara.
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila
(subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang
berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial.
Aksiologi menyelidiki pengertian, jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara
kesemestaan. Aksiologi Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan ontologi dan
epistemologinya. Pokok-pokok aksiologi itu dapat disarikan sebagai berikut:
• Tuhan yang Maha Esa sebagai mahasumber nilai, pencipta alam semesta dan
segala isi beserta antarhubungannya, termasuk hukum alam. Nilai dan hukum
moral mengikat manusia secara psikologis-spiritual: akal dan budi nurani, obyektif
mutlak menurut ruang dan waktu secara universal. Hukum alam dan hukum moral
merupakan pengendalian semesta dan kemanusiaan yang menjamin
multieksistensi demi keharmonisan dan kelestarian hidup.
• Subyek manusia dapat membedakan hakikat mahasumber dan sumber nilai dalam
perwujudan Tuhan yang mahaesa, pencipta alam semesta, asal dan tujuan hidup
manusia (sangkan paraning dumadi, secara individual maupun sosial).
• Nilai-nilai dalam kesadaran manusia dan dalam realitas alam semesta yang
meliputi: Tuhan yang mahaesa dengan perwujudan nilai agama yang diwahyukan-
Nya, alam semesta dengan berbagai unsur yang menjamin kehidupan setiap
10
makhluk dalam antarhubungan yang harmonis, subyek manusia yang bernilai bagi
dirinya sendiri (kesehatan, kebahagiaan, etc.) beserta aneka kewajibannya. Cinta
kepada keluarga dan sesama adalah kebahagiaan sosial dan psikologis yang tak
ternilai. Demikian pula dengan ilmu, pengetahuan, sosio-budaya umat manusia
yang membentuk sistem nilai dalam peradaban manusia menurut tempat dan
zamannya.
• Manusia dengan potensi martabatnya menduduki fungsi ganda dalam hubungan
dengan berbagai nilai: manusia sebagai pengamal nilai atau ‘konsumen’ nilai yang
bertanggung jawab atas norma-norma penggunaannya dalam kehidupan bersama
sesamanya, manusia sebagai pencipta nilai dengan karya dan prestasi individual
maupun sosial (ia adalah subyek budaya). “Man created everything from
something to be something else, God created everything from nothing to be
everything.” Dalam keterbatasannya, manusia adalah prokreator bersama Allah.
Martabat kepribadian manusia secara potensial-integritas bertumbuhkembang dari
hakikat manusia sebagai makhluk individu-sosial-moral: berhikmat kebijaksanaan, tulus dan
rendah hati, cinta keadilan dan kebenaran, karya dan darma bakti, amal kebajikan bagi sesama.8
(3) Karakteristik filsafat pancasila yang berikutnya, pancasila sebagai suatu substansi artinya
unsur asli atau permanen atau primer pancasila sebagai suatu yang mandiri, dimana
unsurunsurnya berasal dari dirinya sendiri.
(4) Karakteriktik filsafat pancasila yang terakhir yaitu pancasila sebagai suatu realita artinya
ada dalam diri manusia Indonesia dan masyarakatnya sebagai suatu kenyataan hidup
bangsa, yang tumbuh, hidup dan berkembang di dalam kehidupan sehari-hari.9
BAB III
KESIMPULAN
Kelangsunagan dan keberhasilan suatu bangsa dalam mencapai cita-citanya sangat dipengaruhi
oleh filsafat negara dari bangsa tersebut. Bagai bangsa Indonesia, Pancasila adalah pedoman dan arah
yang akan dituju dalam mencapai cita-cita bangsa. Tanpa dilandasi oleh suatu filsafat maka arah yang
akan dituju oleh bangsa akan kabur dan mungkin akan dapat melemahkan bangsa dan negara, kalau
filsafat itu tidak dihayati oleh bangsa tersebut. Untuk itulah kita bangsa Indonesia perlu untuk
mengerti dan menghayati filsafat Pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
13
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Muh. Wasith Achadi, 2020. Pancasila Sebagai Falsafah Negara Indonesia. Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
Anisa Rizki, 2022. Sejarah Kelahiran Pancasila 1 Juni 1945, Begini Kronologinya. Detik Edu. Jakarta
M. Syamsudin, 2009. Pendidikan Pancasila Menempatkan Pancasila Dalam Konteks Keislaman Dan
Keindonesiaan. Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT). Yogyakarta.
Ahmad Faisal, Imam Awaludin, 2011. Pancasila Ditinjau Dari Segi Filfafat. Universitas Jenderal
Soedirman Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. Purwokerto