Anda di halaman 1dari 13

KONSEP PANCASILA SEBAGAI FALSAFAH NEGARA

Makalah
Dibuat untuk memenuhi tugas UTS mata kuliah “Pendidikan Kewarganegaraan”
Dosen pengampu “Muhammad Syauqillah S.E., M.E”

Oleh:
ILHAM GHULAM GIBRAN / (2277012043)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM “MA’HAD ALY AL-HIKAM”
MALANG
Mei 2023

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................. 3

A. LATAR BELAKANG .................................................................................................... 3

B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................. 4

A. Pengertian Filsafat........................................................................................................... 4

B. Bentuk Kerangka Pikir Filsafati ...................................................................................... 4

C. Nilai Pancasila Berwujud dan Bersifat Filsafat .............................................................. 5

D. Pancasila Sebagai Filsafat Hidup Dalam Beberapa Aspek ............................................. 6

1. Aspek Ontologis ............................................................................................................... 6

2. Aspek Epistemologis ........................................................................................................ 7

3. Aspek Aksiologi ............................................................................................................... 9

E. Karakteristik Filsafat Pancasila ..................................................................................... 10

BAB III KESIMPULAN ............................................................................................................ 12

BAB IV DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 13

ii
3

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia adalah negara yang mandiri dan berdaulat, pastinya memiliki sebuah ideologi sebagai
dasar dan falsafah negara.1 Sejak awal kemerdekaan dulu, dasar negara telah banyak dipikirkan oleh
para petinggi negara pada kala itu. Pada saat itu, ada sebuah lembaga yang mengadakan sidang untuk
mendiskusikan dasar negara Indonesia, lembaga tersebut disebut BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Pada sidang BPUPKI yang pertama yang berlangsung 5 hari,
melahirkan pancasila sebagai dasar negara Indonesia.2
Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia merdeka yang lahir tahun 1945, adalah hasil
perenungan dan pemikiran yang mendalam.3 Terlahirnya pancasila sebagaimana tercatat dalam
sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia, merupakan sublimasi dan kristalisasi dari pandangan hidup
(way of life) dan nilai-nilai budaya luhur bangsa yang mempersatukan keanekaragaman bangsa kita
menjadi bangsa yang satu, Indonesia.
Maka dari itu, pancasila juga bisa dijadikan sebagai falsafah negara. Tujuannya adalah agar
keanekaragaman yang sangat banyak di Indonesia ini dapat bersatu, saling menghormati, menghargai,
menjaga, dan juga melakukan nilai dan norma positif yang terkandung dalam sila-sila pancasila.4

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat?
2. Bagaimana bentuk kerangka pikir yang filsafati?
3. Mengapa nilai-nilai pancasila berwujud dan bersifat filsafati?
4. Jelaskan pancasila sebagai filsafat hidup dalam aspek:
• Aspek ontologis, epistimo-logis dan aksiologi
5. Jelaskan karakteristik filsafat pancasila!

1 Muh. Wasith Achadi, 2020. Pancasila Sebagai Falsafah Negara Indonesia. Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga. Yogyakarta. Hlm 2


2 Anisa Rizki, 2022. Sejarah Kelahiran Pancasila 1 Juni 1945, Begini Kronologinya. Detik Edu. Jakarta
3 M. Syamsudin, 2009. Pendidikan Pancasila Menempatkan Pancasila Dalam Konteks Keislaman Dan

Keindonesiaan. Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT). Yogyakarta. Hlm 15


4 M. Mahdi, 2011/2012. Pancasila Sebagai Falsafah Bangsa. STMIK AMIKOM. Yogyakarta. Hlm 2
4

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Para ahli filsafat dalam memberikan pengertian dan definisi filsafat banyak dan beragam. Hal
ini dikarenakan masing-masing ahli filsafat memiliki konsep yang berbeda-beda dan memiliki dasar
pemikiran serta pandangan yang berbeda pula.
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, yakni philosophia, yang memiliki arti philos yaitu
cinta atau sahabat dan kata sophia yang berarti kebijaksanaan, kearifan atau pengetahuan. Jadi,
philosophia berarti cinta pada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran, dalam hal ini kebenaran ilmu
pengetahuan.5 Namun pada dasarnya jika diteliti lebih lanjut, kata filsafat berasal dari bahasa Arab,
falsafah.

B. Bentuk Kerangka Pikir Filsafati


Berpikir memang menjadi kegiatan manusia sehari-hari, namun tidak semua dari mereka yang
berpikir secara filsafat sehari-harinya. Jika kerangka pikir filsafati ini dipelajari lebih dalam, maka
akan banyak menghadirkan manfaat serta pertanyaan-pertanyaan yang mungkin orang lain tidak
pernah memikirkan jawabannya. Sebab filsafat adalah induk dari segala ilmu. Dengan berfikir secara
filsafat, dapat mengajarkan kita berfikir secara kritis, menggunakan akal secara proporsional,
membuka wawasan berfikir ke arah penghayatan, dan lain-lain.
Maka dari itu banyak kalimat yang muncul tentang filsafat, salah satu contohnya adalah
berfilsafat jelas berfikir, tapi berfikir belum tentu berifilsafat. Sebab berfikir secara filsafat adalah
berfikir yang memiliki manfaat, memiliki makna, dan tujuan, sehingga hasilnya dapat dinikmati oleh
banyak orang. Sedangkan berfikir belum tentu berfilsafat, karena isi dari berpikir itu belum tentu
bermakna atau mempunyai tujuan yang jelas atau mungkin hanya khayalan.
Dengan berfilsafat, artinya kita mencoba berfikir secara mendalam. Sehingga bisa disimpulkan
bahwa belajar filsafat berfungsi untuk bisa menganalisa dan mencari solusi dari permasalahan yang
ada sesuai dengan realita, serta solusi itu bisa direalisasikan. Menurut beberapa ahli, berfikir filsafat
sangatlah penting untuk semua orang dalam rangka menjalani aktivitas sehari-hari, atau untuk
mencari solusi bagi sebuah permasalahan. Jika ditelaah secara mendalam, begitu banyak manfaat,
serta pertanyaan-pertanyaan yang mungkin orang lain tidak pernah memikirkan jawabannya. Karena
filsafat merupakan induk dari semua ilmu. Tetapi dalam kenyataannya, Tidak semua orang mampu
berfilsafat, orang yang akan mampu berfilsafat apabila memiliki sifat rendah hati, karena memahami
bahwa tidak semuanya akan dapat diketahui dan merasa dirinya kecil dibandingkan dengan kebesaran
alam semesta. Seorang yang picik akan merasa sudah memiliki ilmu yang sangat tinggi dan
memandang oang lain lebih rendah, atau meremehkan pengetahuan orang lain, bahkan meremehkan
moral, agama, dan estetika. Orang yang berfilsafat seolah-olah memandang langit sembari

5 Anna Poedjiadi dan Suwarma Al Muchtar. Filsafat Ilmu. Hlm 1.3


5

merenungkan bahwa betapa kecil dirinya dibandingkan seisi alam semesta, bahwa betapa diatas langit
masih ada langit, dan akhirnya dia menyadari kekerdilan dan kebodohannya. Jadi, filsafat membawa
kita berpikir secara mendalam, maksudnya untuk mencari kebenaran substansial atau kebenaran yang
sebenarnya dan mempertimbangkan semua aspek, serta menuntun kita untuk mendapatkan
pemahaman yang lengkap dan berpikir secara filosofis berarti introspeksi tentang kehidupan secara
umum, manusia, penciptaan, dan topik membingungkan abstrak lainnya hadir di dunia saat ini.
Terdapat enam karakteristik berfikir filsafat yaitu: Holistik-Komprehensif, Radikal, Spekulatif,
Metodis dan Sistematis, Universal dan Rasional.6

C. Nilai Pancasila Berwujud dan Bersifat Filsafat


Pendekatan filsafat Pancasila adalah ilmu pengetahuaan yang mendalarn tentang Pancasila.
Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam, kita harus mengetahui sila-sila Pancasila tersebut.
Dari setiap sila-sila kita cari pula intinya. Setelah kita ketahui hakikat dan inti tersebut di atas, maka
selanjutnya kita cari hakikat dan pokok-pokok yang terkandung di dalamnya, yaitu sebagai berikut :
1) Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila itu dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur sikap dan tingkah laku
manusia Indonesia, dalam hubungannya dengan Tuhan, masyarakat, dan alam semesta.
2) Pancasila sebagai dasar negara, ini berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila itu dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur tata kehidupan bernegara,
seperti yang diatur oleh UUD 1945) Untuk kepentingan-kepentingan kegiatan praktis
operasional diatur dalam Tap. MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata
Urutan Perundang-undangan, yaitu sebagai berikut :
a. Undang-Undang Dasar 1945.
b. Ketetapan MPR.
c. Undang-undang.
d. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu). e. Peraturan pemerintah.
e. Keputusan presiden.
f. Peraturan daerah.
3) Filsafat Pancasila yang abstrak tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan
uraian terinci dari Proklamasi 17 Agustus 1945 yang dijiwai Pancasila.
4) Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu kebulatan
yang utuh.
5) Jiwa Pancasila yang abstrak setelah tercetus menjadi Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945, tercermin dalam pokok-pokok yang terkandung dalam Pembukaan UUD
1945.

6 I Gede Yoga Pratama. Kerangka Berpikir Filsafatis. Hlm 2-3


6

6) Berdasarkan penjelasan otentik UUD 1945, undang-undang dasar menciptakan pokok-


pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 pada pasal-pasalnya. Hal
ini berarti pasal-pasal dalam Batang Tubuh UUD 1945 menjelmakan pokok-pokok
pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan dari jiwa
Pancasila.
7) Berhubung dengan itu, kesatuan tafsir sila-sila Pancasila harus bersumber dan
berdasarkan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945.
Nilai-nilai yang hidup berkembang dalam masyarakat Indonesia yang belum tertampung dalam
pembukaan UUD 1945 perlu diselidiki untuk memperkuat dan memperkaya nilai-nilai Pancasila yang
terkandung dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945.7

D. Pancasila Sebagai Filsafat Hidup Dalam Beberapa Aspek


1. Aspek Ontologis
Secara ontologis, Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila terdiri atas lima sila memiliki satu
kesatuan dasar ontologis maksudnya setiap sila bukan merupakan asas yang berdiri sendiri-
sendiri. Manusia merupakan pendukung pokok dari sila-sila Pancasila. Maksudnya pada
hakikatnya manusia memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis sebagai
dasar ontologis Pancasila.
Kesesuaian hubungan negara dengan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa
hubungan sebab-akibat. Yaitu sebagai berikut :
• Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan
adil sebagai pokok pangkal hubungan.
• Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah
sebagai sebab, dan negara adalah sebagai akibat.
Ontologi ialah penyelidikan hakikat ada (esensi) dan keberadaan (eksistensi) segala
sesuatu: alam semesta, fisik, psikis, spiritual, metafisik, termasuk kehidupan sesudah mati, dan
Tuhan. Ontologi Pancasila mengandung azas dan nilai antara lain:
• Tuhan yang Maha Esa adalah sumber eksistensi kesemestaan. Ontologi ketuhanan
bersifat religius, supranatural, transendental dan suprarasional;
• Ada – kesemestaan, alam semesta (makrokosmos) sebagai ada tak terbatas, dengan
wujud dan hukum alam, sumber daya alam yang merupakan prwahana dan sumber
kehidupan semua makhluk: bumi, matahari, zat asam, air, tanah subur,
pertambangan, dan sebagainya;

7 Ahmad Faisal, Imam Awaludin, 2011. Pancasila Ditinjau Dari Segi Filfafat. Universitas Jenderal Soedirman

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. Purwokerto. Hlm 4-6


7

• Eksistensi subyek/ pribadi manusia: individual, suku, nasional, umat manusia


(universal). Manusia adalah subyek unik dan mandiri baik personal maupun
nasional, merdeka dan berdaulat. Subyek pribadi mengemban identitas unik:
menghayati hak dan kewajiban dalam kebersamaan dan kesemestaan (sosial-
horisontal dengan alam dan sesama manusia), sekaligus secara sosial-vertikal
universal dengan Tuhan. Pribadi manusia bersifat utuh dan unik dengan potensi
jasmani-rohani, karya dan kebajikan sebagai pengemban amanat keagamaan;
• Eksistensi tata budaya, sebagai perwujudan martabat dan kepribadian manusia
yang unggul. Baik kebudayaan nasional maupun universal adalah perwujudan
martabat dan kepribadian manusia: sistem nilai, sistem kelembagaan hidup seperti
keluarga, masyarakat, organisasi, negara. Eksistensi kultural dan peradaban
perwujudan teleologis manusia: hidup dengan motivasi dan cita-cita sehingga
kreatif, produktif, etis, berkebajikan;
Eksistensi bangsa-negara yang berwujud sistem nasional, sistem kenegaraan yang
merdeka dan berdaulat, yang menampilkan martabat, kepribadian dan kewibawaan nasional.
Sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat merupakan puncak prestasi perjuangan bangsa,
pusat kesetiaan, dan kebanggaan nasional.

2. Aspek Epistemologis
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode,
ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya
pengetahuan, batas ilmu pengetahuan.
Menurut Titus (1984 : 20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi,
yaitu:
❖ Tentang sumber pengetahuan manusia
❖ Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia
❖ Tentang watak pengetahuan manusia
Secara epistemologis Pancasila sebagai filsafat yaitu sebagai upaya untuk mencari
hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan.
Sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri.
Sedangkan susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan yaitu Pancasila memiliki
susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti
dari sila-sila Pancasila itu.
Sebagai suatu paham epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya
bahwa ilmu pengetahuan tidak bebas nilai dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan
pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.
8

Epistemologi menyelidiki sumber, proses, syarat-syarat batas, validitas dan hakikat ilmu.
Epistemologi Pancasila secara mendasar meliputi nilai-nilai dan azas-azas: Mahasumber ialah
Tuhan, yang menciptakan kepribadian manusia dengan martabat dan potensi unik yang tinggi,
menghayati kesemestaan, nilai agama dan ketuhanan. Kepribadian manusia sebagai subyek
diberkati dengan martabat luhur: pancaindra, akal, rasa, karsa, cipta, karya dan budi nurani.
Kemampuan martabat manusia sesungguhnya adalah anugerah dan amanat ketuhanan/
keagamaan.
Sumber pengetahuan dibedakan dibedakan secara kualitatif, antara:
o Sumber primer, yang tertinggi dan terluas, orisinal: lingkungan alam, semesta,
sosio-budaya, sistem kenegaraan dan dengan dinamikanya;
o Sumber sekunder: bidang-bidang ilmu yang sudah ada/ berkembang, kepustakaan,
dokumentasi;
o Sumber tersier: cendekiawan, ilmuwan, ahli, narasumber, guru.
Wujud dan tingkatan pengetahuan dibedakan secara hierarkis:
➢ Pengetahuan indrawi;
➢ Pengetahuan ilmiah;
➢ Pengetahuan filosofis;
➢ Pengetahuan religius.
Pengetahuan manusia relatif mencakup keempat wujud tingkatan itu. Ilmu adalah
perbendaharaan dan prestasi individual maupun sebagai karya dan warisan budaya umat
manusia merupakan kualitas martabat kepribadian manusia. Perwujudannya adalah
pemanfaatan ilmu guna kesejahteraan manusia, martabat luhur dan kebajikan para cendekiawan
(kreatif, sabar, tekun, rendah hati, bijaksana). Ilmu membentuk kepribadian mandiri dan matang
serta meningkatkan harkat martabat pribadi secara lahiriah, sosial (sikap dalam pergaulan),
psikis (sabar, rendah hati, bijaksana). Ilmu menjadi kualitas kepribadian, termasuk kegairahan,
keuletan untuk berkreasi dan berkarya.
Martabat kepribadian manusia dengan potensi uniknya memampukan manusia untuk
menghayati alam metafisik jauh di balik alam dan kehidupan, memiliki wawasan kesejarahan
(masa lampau, kini dan masa depan), wawasan ruang (negara, alam semesta), bahkan secara
suprarasional menghayati Tuhan yang supranatural dengan kehidupan abadi sesudah mati.
Pengetahuan menyeluruh ini adalah perwujudan kesadaran filosofis-religius, yang menentukan
derajat kepribadian manusia yang luhur. Berilmu/ berpengetahuan berarti mengakui
ketidaktahuan dan keterbatasan manusia dalam menjangkau dunia suprarasional dan
supranatural. Tahu secara ‘melampaui tapal batas’ ilmiah dan filosofis itu justru menghadirkan
keyakinan religius yang dianut seutuh kepribadian: mengakui keterbatasan pengetahuan ilmiah-
rasional adalah kesadaran rohaniah tertinggi yang membahagiakan.
9

3. Aspek Aksiologi
Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Sila-
sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.
Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila.
Dalam filsafat Pancasila, terdapat tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental,
dan nilai praktis.
1. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
2. Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum
yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-
lembaga negara.
3. Nilai praktis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan.
Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-
benar hidup dalam masyarakat.
Nilai-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar
yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan
masyarakat, berbansa, dan bernegara.
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila
(subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang
berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial.
Aksiologi menyelidiki pengertian, jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara
kesemestaan. Aksiologi Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan ontologi dan
epistemologinya. Pokok-pokok aksiologi itu dapat disarikan sebagai berikut:
• Tuhan yang Maha Esa sebagai mahasumber nilai, pencipta alam semesta dan
segala isi beserta antarhubungannya, termasuk hukum alam. Nilai dan hukum
moral mengikat manusia secara psikologis-spiritual: akal dan budi nurani, obyektif
mutlak menurut ruang dan waktu secara universal. Hukum alam dan hukum moral
merupakan pengendalian semesta dan kemanusiaan yang menjamin
multieksistensi demi keharmonisan dan kelestarian hidup.
• Subyek manusia dapat membedakan hakikat mahasumber dan sumber nilai dalam
perwujudan Tuhan yang mahaesa, pencipta alam semesta, asal dan tujuan hidup
manusia (sangkan paraning dumadi, secara individual maupun sosial).
• Nilai-nilai dalam kesadaran manusia dan dalam realitas alam semesta yang
meliputi: Tuhan yang mahaesa dengan perwujudan nilai agama yang diwahyukan-
Nya, alam semesta dengan berbagai unsur yang menjamin kehidupan setiap
10

makhluk dalam antarhubungan yang harmonis, subyek manusia yang bernilai bagi
dirinya sendiri (kesehatan, kebahagiaan, etc.) beserta aneka kewajibannya. Cinta
kepada keluarga dan sesama adalah kebahagiaan sosial dan psikologis yang tak
ternilai. Demikian pula dengan ilmu, pengetahuan, sosio-budaya umat manusia
yang membentuk sistem nilai dalam peradaban manusia menurut tempat dan
zamannya.
• Manusia dengan potensi martabatnya menduduki fungsi ganda dalam hubungan
dengan berbagai nilai: manusia sebagai pengamal nilai atau ‘konsumen’ nilai yang
bertanggung jawab atas norma-norma penggunaannya dalam kehidupan bersama
sesamanya, manusia sebagai pencipta nilai dengan karya dan prestasi individual
maupun sosial (ia adalah subyek budaya). “Man created everything from
something to be something else, God created everything from nothing to be
everything.” Dalam keterbatasannya, manusia adalah prokreator bersama Allah.
Martabat kepribadian manusia secara potensial-integritas bertumbuhkembang dari
hakikat manusia sebagai makhluk individu-sosial-moral: berhikmat kebijaksanaan, tulus dan
rendah hati, cinta keadilan dan kebenaran, karya dan darma bakti, amal kebajikan bagi sesama.8

E. Karakteristik Filsafat Pancasila


Sebagai filsafat, Pancasila mcmiliki karakteristik sistem filsafat tersendiri yang berbeda dengan
filsafat lainnya, di antaranya: Sila-sila Pancasila merupakan satukesatuan sistem yang bulat dan utuh
(sebagai suatu totalitas). Dengan pengertian lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan
sila lainnya terpisah-pisah, maka itu bukan Pancasila.
Sebagai filsafat, Pancasila memiliki karakteristik sistem filsafat tersendiri yang berbeda dengan
filsafat lainnya, yaitu :
(1) Karakteristik filsafat pancasila yang pertama yaitu sila-sila dalam pancasila merupakan
satu kesatuan sistem yang bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas). Dalam hal ini, apabila
tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah, maka itu bukan
merupakan pancasila.
(2) Karakteristik filsafat pancasila yang kedua ialah dalam susunan pancasila dengan suatu
sistem yang bulat dan utuh sebagai berikut.
– Sila 1 mendasari, meliputi dan menjiwai sila 2, 3, 4 dan 5.
– Sila 2 didasari, diliputi, dijiwai sila 1 dan mendasari serta menjiwai sila 3, 4 dan 5.
– Sila 3 didasari, diliputi, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari serta menjiwai sila 4 dan 5.
– Sila 4 didasari, diliputi, dijiwai sila 1, 2, 3, serta mendasari dan menjiwai sila 5.
– Sila 5 didasari, diliputi, dijiwai sila 1, 2, 3 dan 4.

8 Fisena Hardiyanto. Filsafat Pancasila Ontologi Epistemologi Aksiologi. Hlm 2-5


11

(3) Karakteristik filsafat pancasila yang berikutnya, pancasila sebagai suatu substansi artinya
unsur asli atau permanen atau primer pancasila sebagai suatu yang mandiri, dimana
unsurunsurnya berasal dari dirinya sendiri.
(4) Karakteriktik filsafat pancasila yang terakhir yaitu pancasila sebagai suatu realita artinya
ada dalam diri manusia Indonesia dan masyarakatnya sebagai suatu kenyataan hidup
bangsa, yang tumbuh, hidup dan berkembang di dalam kehidupan sehari-hari.9

9 Tendy Wanto, 2017. Pengertian dan Karakteristik Filsafat Pancasila. Hlm 2


12

BAB III
KESIMPULAN

Kelangsunagan dan keberhasilan suatu bangsa dalam mencapai cita-citanya sangat dipengaruhi
oleh filsafat negara dari bangsa tersebut. Bagai bangsa Indonesia, Pancasila adalah pedoman dan arah
yang akan dituju dalam mencapai cita-cita bangsa. Tanpa dilandasi oleh suatu filsafat maka arah yang
akan dituju oleh bangsa akan kabur dan mungkin akan dapat melemahkan bangsa dan negara, kalau
filsafat itu tidak dihayati oleh bangsa tersebut. Untuk itulah kita bangsa Indonesia perlu untuk
mengerti dan menghayati filsafat Pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
13

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Muh. Wasith Achadi, 2020. Pancasila Sebagai Falsafah Negara Indonesia. Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga. Yogyakarta.

Anisa Rizki, 2022. Sejarah Kelahiran Pancasila 1 Juni 1945, Begini Kronologinya. Detik Edu. Jakarta

M. Syamsudin, 2009. Pendidikan Pancasila Menempatkan Pancasila Dalam Konteks Keislaman Dan
Keindonesiaan. Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT). Yogyakarta.

M. Mahdi, 2011/2012. Pancasila Sebagai Falsafah Bangsa. STMIK AMIKOM. Yogyakarta.

Anna Poedjiadi dan Suwarma Al Muchtar. Filsafat Ilmu.

I Gede Yoga Pratama. Kerangka Berpikir Filsafatis.

Ahmad Faisal, Imam Awaludin, 2011. Pancasila Ditinjau Dari Segi Filfafat. Universitas Jenderal
Soedirman Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. Purwokerto

Fisena Hardiyanto. Filsafat Pancasila Ontologi Epistemologi Aksiologi.

Tendy Wanto, 2017. Pengertian dan Karakteristik Filsafat Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai