Anda di halaman 1dari 25

KASUS-KASUS KORUPSI KORPORASI & TINDAK PIDANA

PENCUCIAN UANG

AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGATIF

KELOMPOK 1

AJENG LOSHITA SARI 2106671832


AMIRULLOH DWI FEBRIYANTO 2106671845
CINDY THERESIA BR. MANURUNG 2106671920
M DHIKA ADITYA SUBARKAH 2106672160
SATRIA BAGUS WIJAYANA 2106792796

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS INDONESIA

2022
STATEMENT OF AUTHORSHIP

Kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa tugas terlampir adalah

murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan

tanpa menyebutkan sumbernya.

Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk tugas

pada mata ajaran lain, kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami

menggunakannya.

Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak

dan/atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Nama : Ajeng Loshita Sari


NPM : 2106671832
Tanda Tangan :

Nama : Amirulloh Dwi Febriyanto


NPM : 2106671845
Tanda Tangan

Nama : Cindy Theresia BR. Manurung


NPM : 2106671920
Tanda Tangan :

Nama : M Dhika Aditya Subarkah


NPM : 2106672160
Tanda Tangan :

Nama : Satria Bagus Wijayana


NPM : 2106792796
Tanda Tangan :

i
DAFTAR ISI

Statement of Authorship..................................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................................ii
I. Landasan Teori........................................................................................................1
A. Korupsi Korporasi...............................................................................................1
B. Tindak Pidana Pencucian Uang..........................................................................2
1. Definisi berdasarkan UU No. 8 tahun 2010....................................................2
2. Tahapan Tindak Pidana Pencucian Uang........................................................4
3. Prinsip Know Your Customer.........................................................................5
4. Wajib Lapor....................................................................................................6
5. Peraturan OJK Terkait Pencucian Uang.........................................................7
II. Kasus Jiwasraya......................................................................................................9
A. Kronologi Kasus.................................................................................................9
B. Modus Pelaku...................................................................................................10
1. Tindak Pidana Pasar Modal..........................................................................10
2. Tindak Pidana Pencucian Uang....................................................................11
3. Tindak Pidana Korupsi..................................................................................12
Pembelian Saham melalui Bursa Efek yang sudah terdaftar...................................13
C. Besarnya Kerugian............................................................................................13
D. Peraturan Yang Dilanggar Sesuai POJK..........................................................14
E. Hukuman...........................................................................................................14
III. Kasus Evio...........................................................................................................18
A. Kronologi Kasus...............................................................................................18
B. Modus Pelaku...................................................................................................18
C. Besarnya Kerugian............................................................................................18
D. Peraturan Yang Dilanggar Sesuai POJK..........................................................18
E. Hukuman...........................................................................................................18
IV. Kesimpulan.........................................................................................................18
Daftar Pustaka...............................................................................................................18

ii
iii
I. LANDASAN TEORI

1. Korupsi Korporasi

Jika didasarkan pada Pasal 1 dari UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian diubah dengan UU Nomor 20

Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Atas Tindak Pidana Korupsi dan UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang dimaksud dari korporasi adalah

kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum

maupun bukan badan hukum dan merupakan subjek hukum uang dapat didakwa

melakukan tindak pidana korupsi. Dan menurut KBBI, korporat adalah badan yang

bersifat atau berkaitan korporasi atau berbadan hukum.

Terkait korupsi, UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, 1999 pada Pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa korupsi adalah perbuatan

yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Namun, meskipun di Indonesia

didefinisikan demikian dan di banyak negara masing-masing memiliki definisi dan

kerangka berpikir yang mengupayakan untuk mencari kesamaan, tidak satupun dari

kerangka berpikir itu bisa menangkap gejala korupsi dengan sempurna. Dengan kata

lain, tidak ada definisi sempurna dari apa itu korupsi, dan beberapa kegiatan

memunculkan pertanyaan dari segi legalitas (Tuanakotta, 2014).

1
2. Tindak Pidana Pencucian Uang

3. Definisi berdasarkan UU No. 8 tahun 2010

Berdasarkan Pasal 2 yang dihubungkan pada Pasal 3 dari Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang, yang dimaksud dengan Pencucian Uang adalah

penempatan, pentransferan, pengalihan, pembelanjaan, pembayaran, penghibahan,

penitipan, pembawaan ke luar negeri, pengubahan bentuk, penukaran dengan mata uang

atau surat berharga, atau tindakan lain atas harta kekayaan yang diketahui oleh pelaku

dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan

tersebut. Berdasarkan pasal 6 pada UU ini, pelaku tidak hanya terbatas pada individual

saja, namun juga bisa merupakan korporasi atau badan hukum.

Berdasarkan UU ini, pihak yang mengatasi dan menindaklanjuti kasus-kasus

Tindak Pidana Pencucian Uang adalah PPATK, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi

Keuangan, yang jika dilihat berdasarkan Pasal 1 ayat 2, merupakan lembaga independen

yang dibentuk untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, dan

transaksi yang dilaporkan ke PPATK adalah transaksi yang diduga berasal dari hasil

tindak pidana. Untuk tugas dan fungsi PPATK sendiri adalah sebagai berikut:

 Mencegah dan memberantas TPPU;


 Mengelola data dan informasi yang diperoleh PPATK;
 Mengawasi kepatuhan pihak pelapor; dan
 Menganalisis atau memeriksa laporan & informasi terkait transaksi keuangan
yang berindikasi TPPU atau tindak pidana lainnya
Sementara terkait kewenangannya, berdasarkan fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai

berikut:

 Untuk fungsi pencegahan kewenangan PPATK adalah:

2
o Meminta & mendapatkan data dari instansi yang berkewenangan
mengelola data & informasi yang menerima laporan dari profesi tertentu;
o Menetapkan pedoman identifikasi transaksi keuangan mencurigakan;
o Mengkoordinasikan upaya pencegahan TPPU dengan instansi terkait
o Memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait upaya pencegahan
TPPU
o Mewakili pemerintah RI dalam organisasi dan forum internasional yang
berkaitan dengan pencegahan & pemberantasan TPPU;
o Menyelenggarakan program pendidikan & pelatihan anti pencucian
uang; dan
o Mengadakan sosialisasi pencegahan & pemberantasan TPPU.
 Untuk fungsi penyampaian data:
o Penyampaian data & informasi oleh instansi pemerintah dan/atau
lembaga swasta kepada PPATK dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan
 Untuk fungsi pengelolaan data & informasi, PPATK berwenang mengadakan
sistem informasi
 Untuk fungsi pengawasan terhadap kepatuhan pelapor:
o Menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi pelapor;
o Menetapkan kategori pengguna jasa (pihak yang menggunakan jasa
pelapor, yaitu penyedia jasa keuangan dan/atau penyedia barang dan/atau
jasa) yang berpotensi melakukan TPPU;
o Melakukan audit kepatuhan atau audit khusus;
o Menyampaikan hasil audit kepada lembaga yang berwenang mengawasi
pelapor;
o Memberikan peringatan kepada pelapor yang melanggar kewajiban
pelaporan;
o Merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang untuk mencabut
izin usaha pelapor; dan
o Menetapkan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali pengguna jasa
bagi pelapor yang tidak memiliki lembaga pengawas dan pengatur.
 Untuk fungsi analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi

3
o Meminta & menerima laporan & informasi dari pelapor;
o Meminta informasi ke instansi/pihak terkait;
o Meminta informasi ke pelapor berdasarkan pengembangan hasil analisis
PPATK;
o Meminta informasi ke pelapor berdasarkan permintaan instansi penegak
hukum atau mitra kerja luar negeri;
o Meneruskan informasi dan/atau hasil analisis ke instansi peminta;
o Menerima laporan dari masyarakat terkait adanya dugaan TPPU;
o Meminta keterangan ke pelapor & pihak lain yang terkaitdengan dugaan
TPPU;
o Merekomendasikan kepada instansi penegak hukum terkait pentingnya
intersepsi atau penyadapan terhadap informasi elektronik atau dokumen
elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
o Meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara semua
atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai adalah hasil tindak
pidana;
o Meminta informasi perkembangan penyelidikan & penyidikan yang
dilakukan penyidik tindak pidana asal dan TPPU;
o Mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas & tanggung
jawab sesuai dengan ketentuan (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang, 2010)dan
o Meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan ke penyidik.

4. Tahapan Tindak Pidana Pencucian Uang

Tindak Pidana Pencucian Uang, apabila didasarkan pada Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang, dilakukan melalui 3 tahapan, yakni

 Penempatan, yang berdasarkan Pasal 3 adalah upaya menempatkan dana yang

dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana ke dalam sistem keuangan

4
 Pemisahan, yang berdasarkan Pasal 4 adalah upaya untuk menyembunyikan atau

menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau

kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang dilakukan dengan

memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya melalui beberapa tahap

transaksi keuangan

 Penggabungan, yang menurut Pasal 6 adalah upaya menggunakan harta

kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana untuk dinikmati langsung,

diinvestasikan, ke dalam berbagai bentuk kekayaan, intuk membiayai kegiatan

bisnis, dan lain sebagainya.

5. Prinsip Know Your Customer

Berdasarkan Peraturan PPATK Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip

Mengenali Pengguna Jasa Bagi Penyedia Barang Dan/Atau Jasa Lain, prinsip mengenali

pengguna jasa, atau know your customer adalah prinsip yang diterapkan penyedia

barang dan/atau jasa lain dalam rangka mengetahui profil dan transaksi pengguna jasa

dengan melakukan kewajiban sebagaimana ditentukan dalam peraturan PPATK ini.

Pada Pasal 4 di peraturan ini, pelapor diwajibkan untuk menerapkan prinsip yang

setidaknya memuat 3 hal, yakni:

 Mengidentifikasi pengguna jasa;

 Memverifikasi pengguna jasa; dan

 Memantau transaksi pengguna jasa

Di samping ketiga hal tersebut, pasal 5 dari peraturan ini juga mewajibkan penerapan

prinsip ini memuat hal-hal berikut yang digunakan untuk mengetahui soal risiko

5
 Mekanisme identifikasi dan penilaian risiko TPPU dan/atau tindak pidana

terorisme terkait dengan profil, negara, produk/jasa, atau transaksi, serta upaya

penyedia barang dan/atau jasa lain dalam memahami hasil penilaian risiko;

 Mekanisme pendokumentasian risk assessment;

 Mempertimbangkan seluruh faktor risiko yang relevan sebelum menetapkan

tingkat keseluruhan risiko, serta tingkat dan jenis mitigasi risiko yang memadai

untuk diterapkan;

 Melakukan pemutakhiran penilaian risiko secara berkala; dan

 Memiliki mekanisme yang memadai terkait penyediaan informasi penilaian

risiko kepada instansi yang berwenang.

6. Wajib Lapor

UU terkait TPPU hanya dapat berjalan jika pihak-pihak yang berkewajiban

menyampaikan laporan kepada PPATK melaksanakan kewajiban yang seharusnya

mereka laksanakan. Dan berdasarkan UU tersebut pada Pasal 23 Ayat 1, ada 3 jenis

laporan yang wajib disampaikan oleh pelapor, yaitu terkait transaksi keuangan yang

mencurigakan, terkait transaksi keuangan secara tunai, dan terkait transaksi keuangan

transfer dana dari dan ke luar negeri.

Untuk transaksi keuangan yang mencurigakan, berdasarkan (Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang, 2010) pada Pasal 1 Ayat 5, transaksi keuangan yang

mencurigakan adalah:

 Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan

pola transaksi dari pengguna jasa yang bersangkutan;

6
 Transaksi keuangan oleh pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan

tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib

dilakukan oleh pelapor sesuai dengan ketentuan UU ini;

 Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan

harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana; atau

 Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh pelapor

karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana

Sementara untuk transaksi tunai, berdasarkan Pasal 1 Ayat 6 adalah transaksi

keuangan yang dilakukan dengan uang kertas atau uang tunai

7. Peraturan OJK Terkait Pencucian Uang

Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 12/POJK.01/2017 tentang

Penerapan Program Anti Pencucian Uang Dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Di

Sektor Jasa Keuangan dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.01/2019

tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/Pojk.01/2017

tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan

Terorisme di Sektor Jasa Keuangan, terdapat 5 pilar dalam penerapan program anti

pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme, yaitu

 Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi

 Kebijakan dan Prosedur

 Pengendalian Internal

 Sistem Informasi Manajemen; dan

 SDM dan Pelatihan

7
Sedangkan, untuk memitigasi risiko dari TPPU, yang dilakukan adalah

pemantauan, pelaporan, penundaan transaksi, serta pemblokiran.

8
II. KASUS JIWASRAYA

A. Kronologi Kasus

PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) yang didirikan pada tanggal 31 Desember 1859

merupakan salah satu badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang

jasa keuangan. Kegiatan utamanya adalah untuk memberikan edukasi kepada

masyarakat dalam hal perencanaan masa depan, serta untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat yang berupa asuransi jiwa dan perencanaan keuangan yang kompleks.

9
2. Modus Pelaku

Kasus yang menimpa PT. Asuransi Jiwasraya bukan hanya seputar tindak pidana pasar

modal, namun juga tindak pidana korupsi yang pengaturannya diatur secara khusus

dalam UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan juga

tindak pidana pencucian uang yang pengaturannya diatur secara khusus dalam UU No.

8 tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

1. Tindak Pidana Pasar Modal

Penggolongan delik pidana pengelabuan dan penipuan dalam bidang pasar modal

adalah sebagai berikut:

a. “Menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunakan sarana dan/atau cara

apa pun.

b. Turut serta menipu atau mengelabui pihak lain membuat pernyataan tidak sesuai

dengan fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar

pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada

saat pernyataan dibuat dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau

Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau

menjual Efek.”

Menurut ketentuan Pasal 378 KUHP, penipuan adalah

“tindakan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara, antara

lain : melawan hukum, memakai nama palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan,

membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya

memberi utang atau menghapuskan piutang.”

Kasus Jiwasraya memiliki adanya dugaan Investasi Ponzi di dalamnya. Investasi

Ponzi adalah suatu investasi palsu yang menggunakan cara memberikan

10
keuntungan pada investor dari uang yang di dapat dari milik investor yang sama

atau dari uang investasi yang dilakukan investor yang lain, sehingga pembayaran

keuntungan investasi bukan berasal dari keuntungan yang diperoleh dalam

menjalankan kegiatan usaha yang dilakukan oleh lembaga yang dimaksud. Dalam

hal laporan keuangan, perusahaan yang melakukan skema investasi ponzi ini

melakukan window dressing yang bertujuan untuk menunjukkan performa yang

terlihat bagus dengan cara memasukkan premi sebagai pendapatan bukan sebagai

utang. Sebelum melakukan penjualan produk dengan menunjukkan pemikat bunga

yang pasti, seharusnya tindakan yang dilakukan terlebih dahulu oleh Direksi lama

Jiwasraya serta regulatornya melakukan penghitungan manfaat dan risiko

produknya dengan teliti yang bertujuan untuk mencegah peristiwa gagal bayar oleh

perusahaan yang pada akhirnya menimbulkan kerugian pihak investor atau

nasabah.

2. Tindak Pidana Pencucian Uang

Delik pencucian uang ini memiliki pengaturan secara khusus di dalam UU

Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang (UU 8/2010).

Terkhusus pada kasus Jiwasraya, menurut hasil pemeriksaan terhadap aktivitas

keuangan Jiwasraya yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dijelaskan

bahwa Jiwasraya berulang kali melakukan transaksi jual beli saham yang harganya

di rekayasa bersama dengan pihak afiliasinya. Tindakan investasi terhadap saham

yang tidak likuid ini juga ditempatkan pada beberapa produk reksa dana yang

harganya ditetapkan secara tidak normal. Hal ini jelas menunjukkan bahwa PT.

Asuransi Jiwasraya melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang yang diatur di

11
dalam Pasal 6 UU Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang jo. Pasal 3 UU

Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang” dikarenakan kegiatan membeli

saham – saham tidak likuid yang bertujuan untuk mempertahankan portofolio dari

PT. Asuransi Jiwasraya tetap bagus.

3. Tindak Pidana Korupsi

Adanya kerja sama yang dilakukan oleh salah satu pejabat perusahaan PT Hanson

International dengan beberapa mantan pejabat PT Asuransi Jiwasraya Persero.

Salah satu pejabat perusahaan dari PT Hanson International terbukti melakukan

suap serta gratifikasi terhadap beberapa mantan pejabat PT. Asuransi Jiwasraya

terkait investasi pada saham dan produk reksa dana dari PT Asuransi Jiwasraya

pada tahun 2008 – 2018. Sehingga dalam hal ini, para pihak terkait dengan jelas

melakukan tindak pidana korupsi yang pada akhirnya mengakibatkan dampak

kerugian pada PT. Asuransi Jiwasraya Persero yang cukup besar.

12
4. Pembelian Saham melalui Bursa Efek yang sudah terdaftar.

5. Besarnya Kerugian

Kasus PT Asuransi Jiwasraya diduga merugikan negara dengan jumlah sebesar Rp 13,7

triliun. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) dari hasil

pemeriksaannya menyatakan adanya laba semu dalam pembukuan PT Asuransi

Jiwasraya sekitar pada tahun 2010 – 2019 sebanyak dua kali. Pertama, pada tahun 2016

BPK mengadakan pemeriksaan dengan suatu tujuan yang terlah ditentukan. Kemudian,

pada tahun 2018 BPK mengadakan pemeriksaan yang bersifat investigatif. Hasil dari

pemeriksaan tersebut salah satunya adalah sejak tahun 2006, Jiwasraya melakukan

pembukuan laba semu melalui akuntansi yang direkayasa sedangkan di sisi lain,

perusahaan tersebut telah mengalami kerugian yang cukup signifikan. Ketua BPK,

Agung Firman Sampurna, menyatakan bahwa pembukuan laba yang dilakukan oleh

Jiwasraya sejak tahun 2006 merupakan pembukuan laba semu, yang dilakukan dengan

cara akuntansi yang di rekayasa atau window dressing, sedangkan keadaan keuangan

menjelaskan bahwa perusahaannya sedang mengalami kesulitan dalam keuangannya.

13
Badan Pemeriksaan Keuangan melakukan pemeriksaan terhadap bukti-bukti berupa

data-data yang cukup yang diperoleh dari Penyidik dan melakukan konfirmasi atau

klarifikasi kepada pihak-pihak terkait secara langsung. Menurut hasil pemeriksaan

secara investigatif , tidak ditemukan adanya kerugian Negara terhadap investasi

Repurchase Agreement (Repo) dan Medium Term Note (MTN), kerugian negara

ditemukan atas investasi saham BJBR; PPPro; SMBR; SMRU sejumlah

Rp4.650.283.375.000,00 dan kerugian negara atas investasi Reksa Dana sejumlah

Rp12.157.000.000.000,00 sehingga total kerugian Negara secara keseluruhan adalah

Rp16.807.283.375.000,00

6. Peraturan Yang Dilanggar Sesuai POJK

7. Hukuman

Kasus Jiwasraya melibatkan 13 Manajer Investasi (MI), yang sebagian besar per April

2022 masih dalam proses persidangan. Dari ke 13 MI tersebut, 3 MI sudah menerima

vonis hakim, 4 MI sudah dibacakan tuntutannya oleh JPU dan 6 MI masih dalam proses

persidangan.

1. 3 MI yang sudah menerima vonis hakim

PT Sinarmas Aset Management, PT Maybank Aset Management dan PT Prospera Aset

Management. Ketiga MI ini sudah menerima vonis majelis hakim, dan tidak terbukti

secara sah melakukan TPPU, namun terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Atas

vonis ini mereka dijatuhi hukuman uang pengganti sebesar Rp 5,71 miliar plus denda

sebesar Rp 1 miliar untuk Maybank, sedangkan Prospera sebesar Rp 11,55 miliar

14
beserta denda sebesar Rp 1,2 miliar. Dan untuk Sinarmas dijatuhkan denda senilai Rp 1

miliar.

2. 4 MI yang sudah dibacakan tuntutannya oleh JPU:

3. PT Pinnacle Persada Investama dengan tuntutan:

- Pidana denda atas perkara tindak pidana korupsi sebesar Rp 1 miliar.

- Pidana denda atas perkara TPPU sebesar Rp 74 miliar.

- Jika Pinnacle tidak dapat membayar denda tersebut, maka dilakukan perampasan

harta kekayaan milik terdakwa Pinnacle atau Guntur Surya Putra selaku Dirut

dan Andri Yauhari Njauw selaku Direktur senilai pidana denda yang dijatuhkan.

Jika harta benda tersebut masih tidak mencukupi, maka pidana kurungan

pengganti denda akan dijatuhkan kepada Guntur Surya Putra dan Andri Yauhari

Njauw masing-masing selama 6 bulan dengan memperhitungkan denda yang

sudah dibayar.

- Menjatuhkan pidana tambahan terhadap Pinnacle, yaitu pidana tambahan berupa

perampasan aset korporasi Pinnacle berupa management fee yang telah diterima

sebesar Rp 20,98 miliar dengan memperhitungkan barang bukti RRRR nomor

3479 yang telah disita berupa uang tunai sejumlah Rp 20,98 miliar yang disetor

melalui rekening virtual Bank Mandiri. Lalu, pidana tambahan berupa

pencabutan izin usaha Reksadana Pinnacle

4. PT Corfina Capital

- Pidana tindak pidana korupsi sebesar Rp 1 miliar.

- Pidana denda atas perkara TPPU sebesar Rp 75 miliar.

- Jika Corfina tidak dapat membayar denda tersebut, maka dilakukan perampasan

harta kekayaan milik terdakwa senilai putusan pidana denda yang dijatuhkan.

15
Jika harta benda tersebut masih tidak mencukupi, maka pidana kurungan

pengganti denda akan dijatuhkan kepada Suryanto Wijaya selaku Presiden

Komisaris Corfina selama 6 bulan dengan memperhitungkan denda yang sudah

dibayar.

- Menjatuhkan pidana tambahan terhadap Corfina, yaitu pidana tambahan berupa

perampasan aset korporasi Corfina untuk negara senilai management fee yang

telah diterima sebesar Rp 17,02 miliar. Lalu, pidana tambahan berupa

pencabutan izin usaha produk reksa dana yaitu Reksa Dana Corfina Grow 2

Prosper Rotasi Strategis (G2PRS) dan Reksa Dana Corfina Equity Syariah

(CES).

5. PT Pool Advista Aset Management

- Pidana tindak pidana korupsi sebesar Rp 1 miliar.

- Pidana denda atas perkara TPPU sebesar Rp 74 miliar.

- Jika Pool Advista tidak dapat membayar denda tersebut, maka dilakukan

perampasan harta kekayaan milik terdakwa Pool Advista atau Ronald Abednego

Sebayang selaku Komisari Pool Advista senilai pidana denda yang dijatuhkan.

Jika harta benda tersebut masih tidak mencukupi, maka pidana kurungan

pengganti denda akan dijatuhkan kepada Ronald Abednego Sebayang selama 6

bulan dengan memperhitungkan denda yang sudah dibayar.

- Menjatuhkan pidana tambahan terhadap Pool Advista, yaitu pidana tambahan

berupa perampasan aset korporasi Pool Advista untuk negara senilai

management fee yang telah diterima sebesar Rp 18,08 miliar dengan

memperhitungkan barang bukti berupa uang yang disetorkan pada tahap

penyidikan sebesar Rp 746,88 Juta. Lalu, pidana tambahan berupa pencabutan

16
izin usaha produk reksa dana yaitu Reksa Dana Syariah Pool Advista Kapital

Syariah dan Reksa Dana Pool Advista Kapital Optimal.

6. PT Treasure Fund Investama

- Pidana tindak pidana korupsi sebesar Rp 1 miliar.

- Pidana denda atas perkara TPPU sebesar Rp 100 miliar.

- Jika Treasure Fund Investama tidak dapat membayar denda tersebut, maka

dilakukan perampasan harta kekayaan milik terdakwa Treasure Fund Investama

atau Dwinanto Amboro selaku Dirut senilai pidana denda yang dijatuhkan. Jika

harta benda tersebut masih tidak mencukupi, maka pidana kurungan pengganti

denda akan dijatuhkan kepada Dwinanto Amboro selama 11 bulan dengan

memperhitungkan denda yang sudah dibayar.

- Menjatuhkan pidana tambahan terhadap Treasure Fund Investama, yaitu pidana

tambahan berupa perampasan aset korporasi Treasure Fund Investama untuk

negara senilai management fee yang telah diterima sebesar Rp 24,70 miliar.

7. 6 MI yang dalam proses persidangan:

Untuk 6 MI lain yang masih dalam pemeriksaan persidangan adalah PT Dhanawibawa

Manajemen Investasi (saat ini menjadi PT PAN Arcadia Capital), PT OSO Manajemen

Investasi, PT Millenium Capital Management, PT MNC Aset Management, PT GAP

Capital dan PT Jasa Capital Aset Management.

17
III. KASUS EVIO

A. Kronologi Kasus

2. Modus Pelaku

3. Besarnya Kerugian

4. Peraturan Yang Dilanggar Sesuai POJK

5. Hukuman

18
IV. KESIMPULAN

19
DAFTAR PUSTAKA

Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor

Jasa Keuangan, Pub. L. No. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 12 /POJK.01/2017,

Otoritas Jasa Keuangan (2017).

PERUBAHAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

12/POJK.01/2017 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG

DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME DI SEKTOR JASA

KEUANGAN, Pub. L. No. PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 /POJK.01/2019, OTORITAS JASA

KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA (2019).

KBBI. (t.t.). Korporat. KBBI. Diambil 7 Oktober 2022, dari https://kbbi.web.id/korporat

UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pub. L. No. UU

No. 31 Tahun 1999 (1999).

UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 199 Tentang

Pemberantasan atas Tindak Pidana Korupsi, Pub. L. No. UU No. 20 Tahun 2001 (2001).

UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pub. L.

No. UU No. 30 Tahun 2002 (2002).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pub. L. No. UU Republik Indonesia

Nomor 8 Tahun 2010 (2010).

https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2010/8TAHUN2010UU.HTM

20
Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lain, Pub.

L. No. Peraturan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor 7 Tahun

2017 (2017).

Tuanakotta, T. M. (2014). Akuntansi Forensik & Audit Investigatif (Tim Editor Salemba

Empat, Ed.; 2 ed.). Salemba Empat.

Tugas dan Fungsi PPATK. (2021). https://ppid.ppatk.go.id/?page_id=779

21

Anda mungkin juga menyukai