Nanda Nur Fitriadi - 2006112574 - AGT B 2020 - MAKALAH TPTP1
Nanda Nur Fitriadi - 2006112574 - AGT B 2020 - MAKALAH TPTP1
DISUSUN OLEH:
200612574
DOSEN PENGAMPU:
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
PEKANBARU
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, hidayah,
dan kemudahaan, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Kendala dan prospek pengembangan jagung diIndonesia”. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada dosen pengampu Bapak Dr. Ir. ARMAN EFFENDI AR, M.S. , yang
telah memberikan bimbingan, petunjuk, dan motivasi sampai selesainya makalah ini.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................... 3
BAB I............................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN............................................................................................................ 4
BAB II............................................................................................................................ 6
LANDASAN TEORI........................................................................................................6
BAB III.......................................................................................................................... 16
BAB IV......................................................................................................................... 22
BAB V.......................................................................................................................... 27
BAB VI......................................................................................................................... 32
BAB VII........................................................................................................................ 40
PENUTUP.................................................................................................................... 40
7.1 Kesimpulan.........................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................42
BAB I
PENDAHULUAN
Jagung (Zea mays Linn) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang
terpenting selain gandum dan padi, sekitar 70% dari hasil produksi jagung
digunakan untuk konsumsi. Selain sebagai pangan, jagung juga menjadi
campuran bahan pakan ternak, bahan ekspor nonmigas, serta bahan baku
pendukung industri. Secara garis besar, kegunaan jagung dapat dikelompokan
menjadi tiga, yaitu bahan pangan, pakan ternak, dan bahan baku industri
(Purwono, 2007:8). Jagung merupakan tanaman semusim (annual), satu siklus
hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Tanah yang cocok ditanami jagung
adalah tanah yang subur, gembur, berdrainase baik dengan pH 5,6-7,2.
2) Keadaan Tanah
Tanah berdebu yang kaya hara dan humus amat cocok untuk tanaman
jagung. Disamping itu, tanaman jagung toleran terhadap berbagai jenis
tanah, misalnya, tanah andosol dan latosol, asalkan memiliki keasaman
tanah (pH) yang memadai untuk tanaman tersebut. Tanah-tanah berpasir
dapat ditanami jagung dengan pengelolaan air yang baik dan penambahan
pupuk organik (pupuk kandang ataupun pupuk kompos). Demikian pula,
tanah-tanah berat, misalnya tanah grumosol, dapat ditanami jagung dengan
pertumbuhan yang normal bila aereasi dan drainase tanah diatur cukup
baik. Tanah gambut dapat ditanami jagung asalkan keasaman tanah (pH)
diperbaiki dengan cara pengapuran. Pengapuran tanah tujuan menaikan pH
tanah, menambah hara-hara tanaman, seperti kalsium (Ca) dan posfor (P).
Kalsium merupakan komponen utama dinding sel dan berpengaruh baik
terhadap kemampuan akar untuk menyerap (mengabsorbsi) zat-zat hara.
3) Kebutuhan Air
2. Divisi : Spermatophyta
3. Subdivisi : Angiospermae
4. Kelas : Monocotyledone
5. Ordo : Graminae
6. Famili : Graminaceae
7. Genu : Zea
Sistem perakaran tanaman jagung terdiri atas akar-akar seminal, kolonal, dan
akar udara. Akar-akar seminal merupakan akar-akar radikal atau akar primer
ditambah dengan sejumlah akar-akar lateral yang muncul sebagai akar adventif
pada dasar dari buku pertama diatas pangkal batang. Akar-akar seminal ini
tumbuh pada saat biji berkecambah. Pertumbuhan akar seminal pada umumnya
menuju arah bawah, berjumlah 3-5 akar atau bervariasi antara 1-13 akar.
Akar koronal merupakan akar yang tumbuh dari bagian dasar pangkal batang
akar-akar ini tumbuh ke arah atas dari jaringan batang setelah plumula muncul.
Akar udara berfungsi sebagai akar pendukung untuk memperkokoh batang
terhadap kerebahan dan juga berperan dalam proses asimilasi.
2) Batang
Batang tanaman jagung beruas-ruas (berbuku-buku) dengan jumlah ruas
bervariasi antara 10-40 ruas. Tanaman jagung umumnya tidak bercabang,
kecuali pada jagung manis sering tumbuh beberapa cabang (beranak) yang
muncul dari pangkal batang. Panjang batang jagung berkisar antara 60 cm – 300
cm, tergantung pada tipe jagung. Ruas-ruas batang atas berbentuk silindris dan
ruas- ruas batang bagian bawah berbentuk bulat agak pipih. Tunas batang yang
telah berkembang menghasilkan tajuk bunga betina. Bagian tengah batang
terdiri atas sel-sel parenchyma, yaitu seludang pembuluh yang diselubungi oleh
lapisan keras, termasuk lapisan epidermis.
3) Daun
Daun jagung tumbuh melekat pada buku-buku batang. Struktur daun jagung
terdiri atas tiga bagian, yaitu kelopak daun, lidah daun (ligula), dan helaian daun.
Bagian permukaan daun berbulu, dan terdiri atas sel-sel bulifor. Bagian bawah
daun pada umumnya tidak berbulu. Jumlah daun tiap tanaman (pohon)
bervariasi antara 8-48 helai. Ukuran daun berbeda-beda yaitu panjang antara 30
cm – 150 cm dan lebar mencapai 15 cm. Letak daun pada batang termasuk
daun duduk bersilang.
4) Bunga
Bunga jantan dan bunga betina pada tanaman jagung letaknya terpisah.
Bunga jantan berbentuk pada ujung batang dan bunga betina terletak dibagian
tengah batang pada salah satu ketiak daun. Tanaman jagung bersifat protandry,
yaitu bunga jantan matang lebih dahulu 1-2 hari daripada bunga betina. Karena
letak bunga jantan dan betina terpisah, sehingga penyeburan tanaman jagung
bersifat menyerbuk silang.
5) Buah (Biji)
Buah jagung terdiri atas tongkol, biji, dan daun pembungkus. Biji jagung
mempunyai bentuk, warna, dan endosperm yang bervariasi, tergantung pada
jenisnya. Pada umumnya biji jagung tersusun dalam barisan yang melekat lurus
atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8-20 baris biji. Biji jagung terdiri atas
tiga bagian utama yaitu kulit biji (seed coat), endosperm, dan embrio.
Lahan kering adalah sebidang tanah yang dapat digunakan untuk usaha pertanian
dengan menggunakan atau memanfaatkan air secara terbatas dan biasanya
tergantung dari air hujan (Rukmana, 2015:12). Satari dalam Guritno (2011:20)
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lahan kering adalah lahan yang dalam
keadaan alamiah, lapisan atas dan bawah tubuh tanah (top soil dan sub soil)
sepanjang tahun tidak jenuh air dan tidak tergenang, serta kelembaban tanah
sepanjang tahun atau hampir sepanjang tahun berada dibawah kapasitas lapang.
Sedangkan Muliyadi (dalam Guritno, 2011:20) menyatakan bahwa lahan kering adalah
tanah yang hampir sepanjang tahun tidak tergenang secara permanen. Tanah kering
merupakan suatu lingkungan fisik mencakup iklim, relief, tanah, hidrologi dan tanaman
yang sampai batas-batas tertentu akan mempengaruhi kemampuan penggunaan tanah
tersebut. Iklim dikawasan tanah kering adalah iklim kering, timbulnya kekritisan
sehubungan dengan kekurangan air dikawasan itu. Kekurangan air ini tentunya
mempertimbangkan dari segi kehidupan, terutama usaha pertanian yang umumnya
dilakukan oleh penduduk di Indonesia. Dari segi ini kita dapat mengetahui perbedaan
yang pokok antara tanah basah dan tanah kering, terutama pada cara penyediaan air
yang diperlukan tanaman yaitu dari air hujan melalui pengalihan ke bentuk lengas
tanah, yang dalam pengertian ini mencakup air hujan yang ditampung dalam bak
penampungan yang ada dilapangan (Sutedjo, 2010:129).
Dari pengertian diatas, maka jenis penggunaan lahan yang termasuk ke dalam
kelompok lahan kering mencakup : lahan tadah hujan, tegalan, ladang, kebun
campuran, perkebunan, hutan, semak, padang rumput, dan padang alang- alang,
lahan kering mempunyai potensi yang cukup luas untuk dikembangkan dengan luas
yang mencapai 52,5 juta. Ciri ilmiah lahan kering adalah peka terhadap erosi terutama
bila keadaan tanahnya miring atau tidak tertutup tumbuh- tumbuhan (vegetasi), tingkat
kesuburannya rendah baik kandungan unsur hara dan bahan organik maupun reaksi
tanah (pH) serta kapasitas katoinnya, sifat fisik tanahnya kurang baik, seperti struktur
yang padat, lapisan tanah atas (top soil) dan lapisan bawah (sub soil) memiliki
kelembaban yang rendah, sirkulasi udara agak terhambat, dan kemampuan
menyimpan air relatif rendah (Rukmana, 2005:12).
Menurut Rukmana (2005:12) Indonesia merupakan daerah panas (tropik) yang
memiliki curah hujan tinggi. Berdasarkan keadaan curah hujan pada suatu lahan kering
dikenal dua macam (jenis) lahan kering yaitu :
Untuk pemanfaatan suatu lahan bagi usaha pertanian diperlukan data kelas
kemampuan lahan. Peta potensi tanah Nasional sangat penting artinya bagi penetapan
berbagai alternatif jenis tanah sesuai dengan tanahnya yang dapat dibudidayakan oleh
petani sebagai dasar untuk perbaikan tata guna lahan (land use) (Rukmana, 2005:13).
Usaha tani merupakan suatu jalinan yang kompleks yang terdiri dari, tanah,
hewan, tumbuhan, peralatan, tenaga kerja, input lain dan pengaruh- pengaruh
lingkungan yang dikelolah oleh seseoran yang disebut petani di sesuaikan
kemampuan dan aspirasinya. Petani tersebut menyupaya uotput dari input dan
teknologi yang ada, dimana usaha tani ini tidak terlepas dari budaya dan sejarah serta
berbagai peluang dan hambatannya (Reijntjes, 2011:26).
Usaha tani adalah sebagian dari permukaan bumi dimana seorang petani, sebuah
keluarga tani atau badan usaha lainnya yang bercocok tanam atau memelihara ternak.
Usaha tani pada dasarnya adalah sebidang tanah. Usaha tani merupakan organisasi
dari alam (lahan), tenaga kerja dan modal yang ditunjukan kepada produksi di
lapangan pertanian. Organisasi tersebut ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan
sengaja di usahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang sebagai
pengelolahannya (Firdaus, 2008:23).
Jagung memiliki potensi yang cukup besar untuk diusahakan secara agribisnis,
hal ini karena tanaman ini memiliki prospek yang cerah untuk diusahakan baik dari
aspek budidaya maupun dari aspek peluang pasar. Tanaman jagung dapat tumbuh
hampir di semua jenis tanah, yang terpenting dan sangat berhubungan erat dengan
hasil jagung adalah tersedianya usur hara NPK pada tanah tersebut. Untuk
pertumbuhan yang lebih baik lagi, tanaman jagung memerlukan tanah yang subur,
gembur dan kaya humus (Handoyo, 2002:12).
Menurut Miler dan Roger (2002:14), perkembangan daya hasil dari varietas-
varietas unggul yang diadopsi petani telah terbukti memberikan sumbangan yang tidak
kecil terhadap produksi dan produktivitas jagung nasional. Dari aspek peluang pasar
tanaman jagung mempunyai prospek yang cerah untuk diusahakan, karena
pemerintah konsumen dalam negeri dan peluang ekspor yang terus meningkat.
Prospek usaha tani tanaman jagung cukup cerah bila dikelolah secara intensif dan
komersial berpola agribisnis. Permintaan dalam negeri dan peluang ekspor komunitas
jagung cenderung meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk memenuhi kebutuhan
pangan maupun non pangan (Rukmana, 2008:11).
penerapan teknologi usaha tani dan sumber daya petani yang optimal. Kegiatan
Salah satu komoditi palawijaya yang juga memiliki peranan penting di Indonesia
adalah komoditi jagung, karena jagung merupakan sumber protein dan kalori yang
sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Nilai Nutrisi jagung hampir seimbang denan
beras dan dapat menggantikan beras sebagai makanan pokok, sehingga hampir
sebagian besar jagung dihasilkan untuk bahan makanan manusia terutama dalam
bentuk tepung, yang digiling atau dimasak seperti beras. Persentase kegunaan
jagung di Indonesia adalah 71,7 persen untuk bahan makanan manusia, 15,5
pesen untuk makanan ternak, 0,8 persen untuk di ekspor, dan 11,9 persen untuk
kegunaan lain (Soekartawi, 2003:87).
Menurut Boediono (2004:34), masih rendahnya produksi jagung disebabkan oleh
berbagai faktor antara lain. Seperti teknologi bercocok tanam yang masih kurang
baik kesiapan dan keterampilan petani jagung yang masih kurang, penyediaan
sarana produksi yang masih belum tepat serta kurangnya permodalan petani jagung
untuk melaksanakan proses produksi sampai ke permasalahan hasil. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi jagung dan pendapatan
petani jagung diantaranya adalah dengan sistem kemitraan usaha dalam agribisnis
jagung yaitu :
1. Prospek Agribisnis Jagung
Jagung memiliki potensi yang cukup besar untuk diusahakan secara
agribisnis, hal ini karena jagung memiliki prospek yang cerah untuk
diusahakan baik dari aspek budidaya maupun dari aspek peluang pasar.
2. Sistem Agribisnis Jagung
Secara konsepsional sistem agribisnis jagung merupakan keseluruhan
aktivitas yang saling berkaitan mulai dari pembuatan dan pengadaan sarana
produksi pertanian hingga pemasaran hasil jagung, baik hasil usaha tani
maupun hasil olahnya.
3. Kemitraan Usaha Pada Agribisnis Jagung
Perlunya kemitraan pada agribisnis jagung karena dibutuhkan dukungan
permodalan dan komitmen yang kuat sehingga petani mampu untuk
melakukan kegiatan usahanya, demikian juga dukungan pemerintah sangat
diperlukan terhadap sarana produksi pertanian. Salah satu alternatif usaha
yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kemampuan petani yaitu
melalui program Sekolah Lapangan Tanaman Terpadu (SL-PTT) jagung yang
sedang dikembangkan diberbagai wilayah di Indonesia.
BAB III
POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG DI INDONESIA
Selain bijinya, bagian lain yang dapat dimanfaatkan adalah tongkol jagung yang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran pakan ternak, kemudian batangnya
dapat dijadikan senagai bahan pulp (bahan kertas), serta daunnya yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pengemasan makanan(parking). dengan manfaat yang
besar dan permintaan yang terus meningkat jagung sangat potensial sekali untuk
dikembangkan.
Selain melalu perluasan areal tanam dan peningkatan produk-tivitas, upaya
pengembangan jagung juga memerlukan peningkatan efisiensi produksi, penguatan
kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan
akses pasar, pengembangan unit usaha bersama, perbaikan sistem per-modalan,
pengembangan infrastruktur, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha. Dalam
kaitan ini diperlukan berbagai dukungan, termasuk dukungan kebijakan pemerintah.
Dari aspek teknis, teknologi yang diperlukan untuk mendukung pengembangan
jagung antara lain adalah varietas hibrida dan komposit yang lebih unggul (termasuk
penggunaan bioteknologi), di antaranya memiliki sifat toleran kemasaman tanah dan
ke-keringan, teknologi produksi benih sumber dan sistem perbenihan-nya, teknologi
budidaya yang efisien dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT), dan
teknologi pascapanen untuk meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk.
Investasi yang diperlukan untuk pengembangan jagung bergantung kepada
pencapaian target yang diinginkan. Berkaitan dengan hal ini, ada dua skenario
pengembangan jagung nasional dalam periode 2005-2025. Skenario 1 atau skenario
moderat, laju pertumbuhan produksi 4,24%/tahun. Skenario 2 atau skenario optimis,
volume ekspor meningkat menjadi 15%. Kebutuhan investasi untuk pengembangan
jagung melalui skenario 1 dan 2 dalam kurun waktu 2005-2025 masing-masing adalah
Rp 29,0 trilyun, dan Rp 33,7 trilyun. Biaya investasi mencakup perluasan areal tanam
pada lahan sawah, pembukaan lahan baru (lahan kering) dan infrastruktur, perbenihan,
penyuluhan, penelitian dan pengembangan. Proporsi investasi yang menjadi tanggung
jawab masyarakat 4%, sedangkan yang bersumber dari pemerintah dan swasta
masing-masing dengan proporsi 74% dan 22%.
Kebijakan yang diperlukan dalam pengembangan jagung adalah kebijakan
pengembangan insentif investasi, kelembagaan keuangan dan permodalan,
peningkatan dukungan teknologi yang siap diterapkan di lapang, peningkatan kualitas
sumberdaya manusia, kelembagaan agribisnis, dukungan pemasaran, serta dukungan
peraturan dan perundangan.
Secara nasional kebutuhan jagung di Indonesia masih banyak mengalami
kekurangan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri banyak
mendatangkan (impor) dari luar negeri. Data impor jagung yang terus meningkat
merupakan indikator peluang yang cukup besar untuk mengembangkan komoditas
tersebut bagi wilayah-wilayah yang potensial seperti Propinsi Nusa Tenggara Barat
Pasandaran dan Kasryino (2002) mengemukakan bahwa sentra pengembangan
produksi jagung di Indonesia dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu: (1) Sumatera
merupakan daerah pengembangan jagung masa depan karena memperlihatkan
dinamika perkembangan yang cepat selama tiga dekade lalu serta memiliki sumber
daya lahan yang mendukung; (2) Jawa merupakan sentra produksi jagung dan bahan
pangan, namun sumber daya lahan semakin terbatas sehingga peran tersebut akan
semakin menurun; (3) Kawasan Timur Indonesia merupakan daerah konsumen jagung
sebagai makanan pokok dengan iklim yang relatif kering.
Dalam upaya pengembangan usaha tani, komoditas jagung akan senantiasa
masuk kedalam jejaring kegiatan agribisnis komoditas tersebut, artinya keberhasilan
dalam meningkatkan budi daya usaha tani jagung tidak bisa terlepas dari sistem
agribisnis komoditas itu sendiri. Pengembangan komoditas jagung tidak semua petani
mengusahakannya untuk dikonsumsi sendiri, melainkan sebagian besar petani
mengarahkan usaha tersebut untuk memenuhi kebutuhan pasar. Jagung disamping
sebagai bahan baku industri juga sebagai makanan pokok sebagian masyarakat di
Indonesia. Subandi (1988) mengemukakan bahwa 18 juta penduduk di Indonesia
menjadikan jagung sebagai makanan pokok, sehingga untuk memenuhi kebutuhan
tersebut tidak kurang dari 10 juta petani melakukan usaha tani komoditas jagung.
Komoditas jagung dapat dikonsumsi oleh masyarakat dalam berbagai bentuk olahan,
tidak hanya sebagai pangan pokok tetapi juga sebagai lauk-pauk, makanan selingan,
dan bahan setengah jadi yang dihasilkan oleh beragam jenis industri dan skala usaha
(Mewa Ariani dan Pasandaran, E. 2002).
Secara teoritis, agribisnias merupakan suatu sistem budidaya yang terdiri atas
beberapa subsistem yang bersinergi satu sama lain. Secara konseptual sistem
agribisnis merupakan kesatuan sinergi antara beberapa subsistem yang terkandung di
dalamnya, seperti (1) subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi,
teknologi, dan pengembangan sumberdaya, (2) subsistem budidaya, produksi atau
usaha tani, (3) subsistem industri pengolahan hasil (agroindustri), (4) subsistem
pemasaran hasil pertanian serta (5) subsistem pembinaan, pelayanan seperti
perbankan, transportasi, asuransi, dan penyimpanan (Anonim, 1995; Sudaryanto dan
Pasandaran, 1993; Hadi, 1992). Dalam sistem agribisnis komoditas jagung tersebut
subsistem yang satu dengan sub sistem lainnya saling berkaitan. Sudaryanto et al.
(1993) mengemukakan bahwa suatu komoditas yang dikonsumsi atau diproduksi
dalam negeri dapat dibagi dalam empat kelompok komoditas, yaitu (1) komoditas yang
dikonsumsi dalam negeri namun seluruhnya dipasok dari impor, (2) komoditas yang
dikonsumsi dalam negeri yang pasokannya berasal dari dalam dan luar negeri, (3)
komoditas yang diproduksi untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun ekspor serta
(4) komoditas yang seluruhnya berorientasi ekspor. Sementara komoditas jagung
dapat dikategorikan pada golongan (2) dan golongan (3). Artinya komoditas yang
umumnya dikonsumsi dalam negeri dan pasokannya sebagian berasal dari dalam,
disamping itu komoditas ini diproduksi sepenuhnya masih diperuntukan untuk
memenuhi kebutuhan domestik, bahkan kegiatan impor jagung sampai saat ini masih
cukup besar. Artinya secara teori kebutuhan jagung dalam negeri belum bisa dicukupi
oleh produk dalam negeri. Masih tingginya kebutuhan komoditas tersebut merupakan
suatu indikasi bahwa pengembangan jagung dalam negeri peluangnya masih sangat
tinggi. Berikut ini faktor peluang (Opportunities) eksternal dalam agribisnis jagung di
Indonesia yaitu:
1) Dukungan sistem distribusi dan pemasaran yang mampu menghantarkan
produk pangan tersebut kepada konsumen di tingkat rumahtangga dengan
harga yang terjangkau.
2) Kekuatan masyarakat sebagai pelaku utama agribisnis jagung yang ditopang
oleh fasilitas pemerintah.
3) Pedagang jagung antar daerah akan mendorong pertumbuhan ekonomi,
kesejahteraan rakyat, dan keterpaduan serta kebersamaan ekonomi nasional.
Perdagangan jagung antar negara dapat mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta pertumbuhan
ekonomi pada masing-masing negara bagi pemenuhan kebutuhan konsumen
yang beragam seiring dengan pengembangan ekonomi pangan jagung di
dalam negeri.
4) Memberikan jaminan akses yang lebih baik bagi masyarakat miskin atas
pangan jagung yang bersifat pokok
5) Agribisnis jagung memiliki daya saing, berkelanjutan, berkerakyatan, serta
terdesentralisasi
6) Peningkatan daya beli masyarakat terhadap jagung dan produk olahannya
7) Pemerintah memberikan lahan yang besar di beberapa wilayah Indonesia untuk
menanam jagung di luar pulau Jawa.
8) Kebutuhan untuk pasokan pakan unggas dari jagung masih besar
9) Jagung dapat dibuat produk olahan lainnya, seperti minyak jagung, etanol
untuk bahan bakar
10) Produk olahan jagung seperti sereal juga dikonsumsi oleh kalangan menengah
ke atas
11) Jagung mentah dapat dijual di warungwarung kecil atau di pinggir jalan.
12) Permintaan jagung untuk pakan dan pangan sangat tinggi.
13) Harga jagung manis dan pipilan kemungkinan dapat meningkat lagi
14) Penanaman jagung dapat ditumpangsarikan.
15) Penyuluhan dapat dikembangkan untuk kelompok-kelompok tani pada setiap
daerah sentra produksi jagung.
16) Peningkatan permintaan dari industri pakan ternak; peningkatan permintaan
dari pasar ekspor seperti Malaysia, Filipina dan Vietnam.
17) Pengolahan jagung yang membuat nilai tambah bagi agribisnis jagung itu
sendiri
18) Memiliki produk turunan yang diolah dan bernilai tambah, dan bisa dijadikan
salah satu produk ekspor, misalnya berupa kue dan minuman olahan dari sari
jagung, atau tas handmade dari kulit jagung.
BAB IV
PRODUKSI TANAMAN JAGUNG
Proses produksi dalam usaha tani merupakan proses pengelolaan lahan pertanian
yang diorganisasi oleh tenaga kerja sehingga menghasilkan hasil produksi pertanian
juga erat kaitannya dengan faktor produksi modal. Kegitan usaha dibidang pertanian
yang berskala kecil mereka mengelola lahan yang kecil dan modal yang kecil usaha
taninya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Usaha tani merupakan sebagai
sumber penghasilan bagi petani untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, dimana
seorang petani bisa memanfaatkan sumberdaya alam yang ada secara efektif dan
efesien untuk memperoleh hasil produksi yang menguntungkan bagi petani itu sendiri
(Reijatjes et al 2011). Sebuah usaha taninya adalah bagian dari permukaan bumi
dimana seorang petani melakukan usahanya yang bercocok tanam dan memelihara
ternak untuk memperoleh pendapatannya dari hasil produksi.
Jagung termasuk tanaman yang familiar bagi sebagian masyarakat Indonesia
terutama masyarakat di pedesaan. Seiring dengan perkembangan teknologi pada saat
ini banyak beredar jenis jagung. Jagung biasanya ditanam di dataran rendah, baik di
sawah tadah hujan maupun sawah irigasi. Sebagian terdapat juga di daerah
pergunungan pada ketinggian 1000-1800 meter di atas permukaan laut. Beberapa
syarat tumbuh tanaman jagung antara lain, tanah, iklim, varietas dan waktu tanam
(Purwono dan Hartono 2008). Produksi jagung sangat dipengaruhi oleh banyak faktor
di antaranya lahan, modal, tenaga kerja,dan pengelolaan atau manajemen (skill). Oleh
karena itu agar tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik diperlukan tempat
penanaman yang sesuai dengan syarat tumbuhnya tanaman jagung.
Tenaga kerja dalam sebuah usaha tani cukup berperan untuk mendukung
aktifitas usaha tersebut dilihat dari fungsi produksi suatu usaha tenaga kerja
merupakan salah satu faktor yang dapat menghasilkan produksi secara optimal
dan skill sangat di perlukan dalam pengelola usaha pertanian. Suratiyah (2002)
Menjelaskan bahwa tenaga kerja salah satu unsur penentu terutama bagi usaha
tani yang sangat tergantung, kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya
penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman dan kualitas
produksinya. Bahwa faktor tenaga kerja sangat di butuhkan dalam proses
kegiatan produksi walaupun tenaga kerja berasal dari keluarga sendiri. Jika
tenaga kerja tidak ada maka berdampak kepada jumlah produksi dalam usaha
tani jagung.
Menurut Hasibuan (2009) adalah “tenaga kerja mencakup penduduk yang
sudah bekerja, sedang mencari kerja, dan yang mencari kerja, lain seperti
bersekolah dan mengurus rumah tangga”lebih lanjut Hasibuan menjelaskan
bahwa Indonesia yang di maksud tenaga kerja adalah pendududk yang berusia
10 tahun atau lebih. Indonesia tidak mengenai umur maksimum, alasannya
Indonesi masih belum mempunyai jaminan negeri dan pegawai swasta.
Pendapatan yang mereka terima tidak mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari
oleh sebab itu mereka yang telah mencapai usia pensiun biasanya tetap masih
bekerja. Usaha tani dalam skala kecil sebagian besar tenaga kerja berasal dari
keluarga petani sendiri yang sudah dapat bekerja.
Kemudian Sukirno (2006) mengatakan “tenaga kerja inti pekerjaan
sebenarnya adalah kesadaran manusia yang bersangkutan, tenaga kerja bukan
saja berarti jumlah penduduk yang digunakan dalam proses produksi tetapi
termasuk kemahiran. Kemahiran yangmereka miliki demi mencapai tujuan itu,
orang terdorong untuk melakukan aktifitas yang dikenal sebagai bekerja”.Tenaga
kerja dalam usahatani sangat berperan dalam menentukan hasil produksi yang
maksimal seperti yang di harapkan oleh petani itu sendiri, tenaga kerja tidak bisa
dipisahkan dengan manusia atau penduduk tanpa tenaga kerja dalam usaha tani
maka tidak dapat melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa
dengan tujuan memperoleh hasil produksi yang maksimal.
4.2.2. Luas Lahan
Lahan atau tanah merupakan tempat tumbuh tanaman, tanah sebagai harta
produktif adalah bagian organisasi rumah tangga tani. Luas lahan pertanian
menentukan penghasilan, taraf hidupnya dan derajat kesejahtraan rumah tangga
tani. Tanah berkaitan erat dengan keberhasilan usaha tani dan teknologi modern
yang digunakan untuk mencapai keuntungan usaha tani. Menurut Rosyidi (2009)
Lahan maupun sumber daya alam disini adalah segala sumber asli yang tidak
berasal dari kegiatan manusia yang bisa diperjual belikan, Lahan merupakan
faktor produksi sangat penting dalam usaha tani di negara-negara yang sedang
berkembang.
Sebagian petani rata-rata memiliki lahan yang sempit, luas lahan pertanian
merupakan suatu usaha tani ukuran luas lahan secara tradisional perlu dipahami
agar dapat mengetahui ukuran luas lahan yang dinyatakan dengan hektar.
Disamping ukuran luas lahan maka ukuran nilai tanah juga diperhatikan
(Soekartawi, 2002).
Usaha tani misalnya kepemilikan lahan yang sempit pertanian semakin tidak
efisien usaha tani yang dikelolanya kecuali bila usaha tani tersebut dikelola
dengan baik. Luas kepemilikan lahan berhubungan dengan penggunaan lahan
secara efisian yang akan berpengaruh terhadap peningkatan hasil produksi. Jika
luas lahan yang dimiliki semakin luas maka semakin besar produksi yang
dihasilkan kecuali bila suatu usaha tani dijalankan dengan baik dan administrasi
yang baik serta teknologi yang tepat.
Faktor kelemahan dari agribisnis jagung secara ringkas berkenaan dengan aspek
ekonomi, luas lahan, nilai tambah, produksi, konversi, kepemilikan, biaya, hama
penyakit tanaman, penanaman yang belum merata, tingkat kesuburan lahan, serta
kelemahan teknis lainnya dalam agribisnis jagung. Adapun daftar kelemahan
(Weakness) internal dalam agribisnis jagung di Indonesia sebagai berikut:
1) Pendapatan usaha tani jagung masih rendah hanya sekedar memenuhi biaya
kebutuhan hidup sehari-hari, atau belum memberikan nilai kesejahteraan yang
lebih .
2) Luas lahan rata-rata cenderung sempit.
3) Nilai tambah dari pemanfaatan keunggulan komparatif jagung masih kecil,
sehingga tingkat pendapatan masyarakat tetap rendah.
4) Pertumbuhan produksi jagung berjalan lamban.
5) Kapasitas produksi jagung nasional semakin terbatas, sehingga berlangsung
konversi lahan, serta menurunnya kualitas dan kesuburan lahan akibat
kerusakan lingkungan.
6) Kepemilikan lahan yang sempit tidak memungkinkan petani untuk memperoleh
penghasilan layak dari usaha yang tidak terdiversifikasi.
7) Dalam memproduksi pakan jagung untuk unggas, menggunakan alat dengan
bahan bakar solar, sehingga biaya relatif tinggi, dan sewaktu-waktu bahan
bakar bisa habis.
8) Persepsi mengenai jagung sebagai sumber energi dan bisa dijadikan sebagai
makanan pokok pengganti beras sudah ditinggalkan, karena masyarakat
Indonesia beranggapan “jika belum makan nasi, berarti belum makan”
9) Pasokan pakan unggas dari jagung masih sangat rendah, karena produksi
jagung juga masih terbatas
10) Mudah ditumbuhi jamur yang memproduksi alfatoksin (racun) yang disebabkan
oleh Aspergilus Plavus, yang dapat menyerang hati unggas, dan berdampak
kematian pada yang mengkonsuminya
11) Penanaman jagung masih terfokus pada daerah-daerah tertentu (tidak merata.
12) Biaya produksi usaha tani jagung relatif tinggi.
13) Diperlukan pengolahan lahan dari awal.
14) Sering diserang hama putih dan wereng yang sulit diberantas.
15) Akses petani terhadap informasi pasar terbatas, sehingga terjadi
ketidakcocokan antara penawaran dengan permintaan jagung; kurangnya
pengetahuan dan keterampilan tentang praktek pertanian yang baik (good
agriculture practice).
16) Kurangnya infrastruktur yang mendukung proses pasca panen (corn sheller dan
traktor) di tingkat petani, sehingga kualitas jagung yang dihasilkan belum dapat
menyaingi jagung impor.
Alternatif strategi diperoleh dari faktor kekuatan internal dan peluang eksternal.
Strategi ini berada pada kuadran pertama, yakni dengan memanfaatkan kekuatan dan
peluang yang ada. Strategi ini bisa dikatakan sebagai strategi penting untuk
memperkuat posisi jagung nasional. Beberapa di antara strategi yang dapat dilakukan
adalah pengembangan konsumsi pangan beragam, bergizi dan berimbang
(diversifikasi pangan), didukung oleh kekuatan mengenai informasi keragaman produk
di pasar global, dan produk olahan jagung yang semakin banyak ragamnya, sehingga
memiliki peluang dalam peningkatan daya beli masyarakat terhadap produk olahan
jagung, baik produk untuk pangan maupun pakan \Strategi kedua yaitu pengembangan
agribisnis jagung yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan, dan
terdesentralisasi, yang dapat didukung dari keragaman potensi SDA dan keunggulan
komparatif yang memiliki visi menuju agribisnis jagung yang berdaya saing,
berkelanjutan, berkerakyatan, serta terdesentralisasi.
Seperti hasil penelitian Burhansyah (2006), bahwa peranan jagung sebagai bahan
baku industri akan semakin penting. Diperkirakan pertumbuhan industri pakan 12% per
tahun dari tahun 2003-2015. Industri yang banyak menggunakan jagung sebagai
bahan baku adalah industri pakan ternak (75,2%), penggilingan (19,5%), campuran
kopi bubuk (1,5%), minuman (0,5%), mie dan sejenisnya (0,4%), roti (0,4%), industri
makanan (0,4%) dan kerupuk (0,08%). Pada dekade terakhir ini, permintaan terhadap
pakan ternak meningkat dengan pesat. Seperti dijelaskan oleh PSEKP (2010) dalam
kurun 5 tahun terakhir (2005- 2010), kebutuhan jagung untuk bahan industri pakan
ternak, makanan dan minuman terus meningkat sekitar 10±15% setiap tahun.
Begitupun menurut Tangendjaja et al. (2005) bahwa di negara-negara ASEAN, dari
total produksi jagung 18,6 juta ton, sekitar 13,9 juta ton (75%) digunakan untuk pakan.
Selanjutnya, strategi untuk peningkatan kapasitas produksi jagung nasional adalah
dengan melakukan peningkatan kualitas dan ketersediaan data sumberdaya alam,
perluasan areal pertanian, penataan pengelolaan, dan pemanfaatan sumberdaya
lahan, air dan perairan umum, dan penerapan teknologi tepat guna untuk
merehabilitasi kemampuan sumberdaya lahan, air dan perairan umum. Semua upaya
ini ditunjang oleh manfaat jagung mulai dari untuk pakan hingga bongkol dan buahnya,
dengan usaha tani jagung serta produk turunannya yang relatif mudah, motivasi petani
yang baik dalam usaha tani jagung, hingga terbentuknya sentra produksi di Jawa.
Faktor-faktor kekuatan tersebut memiliki peluang memperluas lahan dan produk
turunannya, karena mudah dalam penjualannya dengan permintaan yang tinggi,
penanaman yang dapat ditumpangsarikan, hingga dukungan penyuluhan di setiap
daerah). Seperti dijelaskan oleh Kasryno et al. (2005), bahwa keuntungan bertanam
jagung sangat besar. Selain biji sebagai hasil utama, batang jagung merupakan bahan
pakan ternak yang sangat potensial. Dalam pengusahaan jagung, selain mendapat biji
atau tongkol jagung, masih ditambah lagi dengan brangkasannya yang juga memiliki
nilai ekonomi tinggi. Dari segi pengelolaan, keuntungan bertanam jagung adalah
kemudahan dalam usaha tani karena tidak memerlukan perawatan intensif, dan dapat
ditanam pada hampir semua jenis tanah, sementara resiko kegagalan lebih kecil
dibanding tanaman palawija lainnya.
Strategi dalam pemanfaatan wahana perdagangan internasional dilaksanakan
dengan memfasilitasi dan mengatur ekspor serta impor pangan yang berorientasi
pasar dan berpihak pada keseimbangan kepentingan produsen maupun konsumeN..
Ini dapat dilakukan dengan dukungan dari perdagangan internasional jagung untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang tentunya didukung oleh komitmen dan
kebijakan pemerintah daerah hingga pusat, serta lembaga pendukung dalam agribisnis
jagung. Semua ini merupakan peluang dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
sosial, kesejahteraan rakyat, pengoptimalan dalam pemanfaatan SDM dan SDA. Pada
dekade awal tahun 2000-an, jagung yang diperdagangkan di pasar dunia relatif
konstan sekitar 11,5% dari produksi jagung dunia (Rachman 2005).
Adapun menurut Natsir et al. (2008), strategi yang memanfaatkan kekuatan dan
peluang di antaranya adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatan lahan serta
meningkatkan kinerja aparat penyuluh dalam pembinaan pengembangan usaha tani
jagung, memfasilitasi terbentuknya sub terminal agribisnis jagung pada sentra
pengembangan, dan membuka hubungan kemitraan dengan para pelaku atau
pengusaha yang bergerak di bidang agribisnis. Mohamad et al. (2016) menyatakan
bahwa strategi SO lainnya adalah: (1) Meningkatkan produksi dengan menggunakan
atau mengadopsi teknologi pertanian yang tepat, (2) Meningkatkan potensi lahan dan
memanfaatkan bantuan pemerintah untuk peningkatan produksi, dan (3) Melakukan
kemitraan dengan pihak industri atau pemerintah untuk memperoleh pasar dan
pengadaan saprodi.
6.2 Strategi WO (Weakness dan Opportunities)
Ini merupakan strategi yang diperoleh dari kuadran keempat, yaitu dengan
meminimalisir kelemahan yang ada untuk menghindari atau menghilangkan ancaman
yang ada. Strategi dapat berupa peningkatan keberdayaan dan partisipasi masyarakat
dalam mengembangkan dan mengatasi permasalahan ketahanan pangan, termasuk
jagung dengan meminimalisir minimnya nilai tambah dan keunggulan komparatif
jagung, persepsi masyarakat Indonesia jika belum makan nasi belum makan, sehingga
dapat menghindari ancaman berupa ketidakinginan produsen luar negeri terhadap
kemandirian Indonesia dalam swasembada pangan, keterbatasan akses modal,
teknologi dan saprodi, dan sulitnya meningkatan program penyediaan pangan
karbohidrat non beras karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan pola
konsumsi pangan dan gizi. Sentuhan teknologi pangan akan meningkatkan status
makanan tradisional berbasis jagung dari inferior menjadi superior. Hal ini dimulai dari
pemilihan bahan, sanitasi yang terjaga, pengolahan sesuai standar untuk menjaga
rusaknya senyawa pangan fungsional hingga siap dihidangkan. Selanjutnya produk
perlu dikemas sedemikian rupa untuk mempromosikan pangan tradisional dengan rasa
spesifik, unik, dan mengikuti produk yang sedang trend (Suarni 2013).
Peningkatan produksi jagung domestik melalui volume, kualitas dan
keragamannya, yang dilaksanakan dengan kegiatan intensifikasi pertanian ramah
lingkungan, serta perluasan areal pertanian dengan metode yang ramah lingkungan,
serta pengembangan pemanfaatan pangan jagung dapat dilakukan dengan
meminimalisir pemanfaatan keunggulan komparatif yang rendah, hingga rendahnya
pasokan pakan unggas dari jagung. Hal ini dapat menghindari ancaman berupa
terbatasnya sarana irigasi, keterbatasan aksesibilitas terhadap modal, teknologi dan
saprodi, keterbatasan pasokan jagung pada waktu tertentu di wilayah terpencil. Jagung
mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif dibandingkan kacang tanah, kacang
hijau, ubi kayu, dan kedelai. Beberapa keunggulan dalam usaha tani jagung adalah
risiko kegagalan rendah, rantai pemasaran lebih pendek, dan biaya produksi per
satuan lebih rendah (Mawardi et al. 2008).
Strategi selanjutnya berupa pengembangan teknologi untuk meningkatkan
produktivitas usaha masyarakat seperti paket-paket teknologi pertanian spesifik lokasi
dan ramah lingkungan, rekayasa bioteknologi yang diadaptasikan dengan kondisi
lingkungan setempat dan diterapkan dengan prinsip kehati-hatian, teknologi
pengelolaan tanpa limbah yang dapat memanfaatkan sumber bahan pangan secara
optimal, dan teknologi terapan lainnya untuk menunjang pengembangan usaha di
bidang onfarm dan off-farm. Strategi ini dapat dilaksanakan dengan tidak membiarkan
petani bekerja di bawah skala ekonomi, perluasan lahan, peningkatan kesuburan lahan
dan kualitas jagung, hingga adopsi teknologi untuk produk olahan lainnya (good
agriculture practise), sehingga ancaman terhadap minimnya aksesibilitas petani
terhadap modal, teknologi dan saprodi, hingga keterbatasan penyediaan air dapat
teratasi. Sebagai contoh adalah pengembangan jagung hibrida yang makin pesat
sejalan dengan kebijakan peningkatan produksi jagung nasional melalui intensifikasi
penggunaan varietas unggul jagung yang memiliki potensi hasil tinggi dan adaptif pada
kawasan sentra produksi dengan memperhitungkan dampak lingkungannya seperti
penggunaan herbisida, pemupukan, dan pembakaran dalam pemanenan (Mawardi et
al. 2011, Mawardi 2013).
Upaya peningkatan kemampuan pemerintah dan masyarakat dalam pengadaan
dan pengelolaan cadangan pangan, peningkatan kemampuan perencanaan dan
pengelolaan cadangan pangan, fasilitasi penyediaan sarana dan prasarana
pemupukan serta pengelolaan cadangan pangan, pengembangan kemitraan antara
pelaku usaha dan pemerintah dalam pengelolaan cadangan pangan (SA 14); dapat
diakomodir melalui perluasan lahan, penghasilan layak dari usaha yang terdiversifikasi,
dan perubahan persepsi masyarakat terhadap sumber karbohidrat non beras untuk
mendukung aksesibilitas petani terhadap modal, teknologi dan saprodi, distribusi
pangan dan produk olahannya secara merata hingga kestabilan harga. Dalam konteks
kemandirian pangan, pemerintah melaksanakan program swasembada untuk lima
bahan pangan pokok, yaitu untuk beras, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi.
Mengingat bahwa produksi beberapa komoditas pangan, seperti beras, jagung dan
kedelai bersifat musiman; untuk menjamin ketersediaan pangan menurut waktu dan
tempat, diperlukan pengelolaan cadangan pangan yang dapat digunakan sebagai
salah satu sumber pangan di luar musim panen, dan atau sumber pangan bagi daerah-
daerah yang bukan merupakan sentra produksi pangan (Hermanto 2013, BKP 2016).
Strategi untuk menekan bahkan menghilangkan kelemahan dan ancaman yang
ada di antaranya (Natsir et al. 2008) dengan mengoptimalkan dukungan infrastruktur
yang dibarengi dengan peningkatan pembinaan petani baik budidaya maupun
teknologi pengolahan hasil jagung, meningkatkan dukungan lembaga perbankan atau
lembaga jasa lainnya dalam penguatan modal petani, serta mengefektifkan saluran
pemasaran produksi jagung dan sarana produksi pada tingkat petani. Sedangkan
menurut Mohamad et al. (2016), strategi yang dapat meminimalisir bahkan
menghilangkan kelemahan dan ancaman yang ada di antaranya dengan meningkatkan
peran serta petani dalam penyuluhan dan pelatihan menyangkut masalah
pengendalian hama penyakit, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani,
dan membangun dan membina kerjasama dengan mitra yang menjadi target pasar.
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa agribisnis jagung memiliki faktor internal baik kekuatan
maupun kelemahan, serta faktor eksternal baik peluang maupun ancaman. Beberapa
faktor kekuatan yang dimiliki di antaranya adalah bahwa sentra produksi jagung yang
terpusat di Jawa, potensi SDA dan kondisi iklim yang beragam dan memiliki
keunggulan komparatif, jagung memiliki banyak manfaat, keunggulan pakan jagung
untuk unggas, serta usaha tani jagung yang relatif mudah. Sementara, peluang
pengembangan yang dimiliki berupa dukungan sistem distribusi dan pemasaran hingga
ke konsumen akhir, perdagangan jagung antar daerah dan antar negara berpotensi
mendorong pertumbuhan ekonomi sosial, kebutuhan pasokan jagung untuk pangan
dan pakan cukup tinggi, memiliki peluang nilai tambah agribisnis jagung di dalam
negeri maupun di luar negeri, persaingan pemanfaatan sumberdaya air dan
ketidakpastian iklim, penyediaan pangan hanya terfokus pada beras, sehingga
pengetahuan masyarakat akan konsumsi pangan dan gizi masih terbatas, pasar
cenderung monopsoni/ oligoponi.
Untuk mengatasi ancaman dan kelemahan yang ada dalam agribisnis jagung,
dapat memanfaatkan kekuatan serta peluang yang tersedia, di antaranya dengan
pengembangan konsumsi pangan beragam, bergizi dan berimbang; pengembangan
agribisnis jagung yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan, dan
terdesentralisasi; pemeliharaan dan peningkatan kapasitas produksi jagung nasional;
pengembangan kapasitas produksi jagung nasional; meningkatkan efektivitas dan
kualitas kinerja pemerintah dalam memfasilitasi masyarakat; peningkatan penghasilan
dan daya beli masyarakat terhadap pangan; pengembangan dan peningkatan
intensitas jaringan kerja sama lintas pelaku, lintas wilayah, dan lintas waktu;
peningkatan efisiensi sistem distribusi pangan, peningkatan efisiensi kelancaran
distribusi pangan; pengembangan konsumsi pangan beragam, bergizi dan berimbang;
peningkatan keberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam mengembangkan dan
mengatasi permasalahan ketahanan pangan; peningkatan produksi jagung domestik
melalui volume, kualitas dan keragamannya; pengembangan teknologi untuk
meningkatkan produktivitas usaha masyarakat yang spesifik lokasi dan ramah
lingkungan; serta peningkatan kemampuan pemerintah dan masyarakat dalam
pengadaan dan pengelolaan cadangan pangan. Secara menyeluruh, strategi
pengembangan ke depan perlu memberikan prioritas utama pada pengembangan
agribisnis jagung yang berdaya saing, berkerakyatan dan berkelanjutan. Hal ini perlu
didukung oleh peningkatan efektivitas dan kualitas kinerja pemerintah, serta
pengembangan sarana dan prasarana distribusi untuk meningkatkan keterjangkauan
masyarakat rawan pangan, sehingga dapat memberikan implikasi terhadap
pengembangan diversifikasi usaha di pedesaan baik secara vertikal (dari hulu hingga
hilir pertanian) maupun horizontal (jenis komoditas dan bidang usaha).
DAFTAR PUSTAKA
Ariani M, Hermanto, Hardono GS, Sugiarto, Wahyudi TS. 2013. Kajian strategi
pengembangan diversifikasi pangan lokal-laporan kegiatan: kajian isu-isu aktual
kebijakan pembangunan pertanian 2013. [Internet]. Bogor (ID): Pusat Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Kementerian
Pertanian
Ariani M, Pasandaran E. 2005. Pola konsumsi dan permintaan jagung untuk pangan-
buku ekonomi jagung Indonesia. Jakarta (ID): Badan Litbang Pertanian.
Departemen Pertanian.
Badan Bimas Ketahanan Pangan. 2003. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia.
Nomor 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian.
Jakarta.
Badan Ketahanan Pangan. 2016. Pedoman Teknis Penguatan Lembaga Distribusi
Pangan Masyarakat (Penguatan-LDPM). Badan Ketahanan Pangan.
Kementerian Pertanian. Jakarta.
Rukmana 2005. Teknik pengelolahan lahan Berbukit dan Krisis. Yogyakarta: kanius.
Rukmana. 2008. Usaha tani jagung. Yogyakarta: kanisius.
Saleh C, Sumedi, Jamal E. 2005. Analisis pemasaran jagung di Indonesia. Ekonomi
jagung Indonesia. Jakarta: Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.
Siagian R. 2003. Pengantar manajemen agribisnis. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press.
Soeharno. 2007.Ekonomi Manajerial. C.v Andi Offset. Yogyakarta.
Soekartawi. 2003. Prinsip Dasar Ekonomi pertanian-Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT
Raja Grafindo.
Suarni. 2013. Pengembangan pangan tradisional berbasis jagung mendukung
diversifikasi pangan. J Iptek Tanam Pangan. 8(1):39-47.
Subandi, Manwan I, Blumenschein A. 1988. Jagung: teknologi produksi dan
pascapanen. Bogor (ID): Economic and Social Commission for Asia and the
Pacific (ESCAP).
Sudrajat J, Mulyo JH, Hartono S, Subejo. 2014. Analisis efisiensi dan kelembagaan
pemasaran jagung di Kabupaten Bengkayang. J Social Economic of Agriculture.
3(1):14-23.
Sudrajat J, Mulyo JH, Hartono S, Subejo. 2015. Peranana social capital dalam
memelihara keberlanjutan agribisnis jagung. J Masy, Kebud dan Politik.
28(3):139-152.
Sugiyono. 2010. Metode penelitian pendidikan ( pendekatan kuantitatif, kualitatif,
dan R & D) Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis ( Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R &
D). Alfabeta. Bandung
Sumodiningrat. 2004. Kemitraan dan model-model pemberdayaan. Yogyakarta (ID):
Gava Media.
Suryadi. 2009. Peran pemerintah dalam memanfaatkan lahan kering untuk tanaman
pangan. Jateng: Balai pengkajian teknologi pertanian jawa tengah.
Suryana A, Agustian A. 2014. Analisis dayasaing usahatani jagung di Indonesia. Anal
Kebijak Pertan. 12(2):143-156.
Suryana A, Arifin M, Sumaryanto. 1990. Konsumsi jagung, ubikayu dan kedelai
rumahtangga di Indonesia. Jakarta (ID): Biro Perencanaan, Departemen
Pertanian.
Suryana A, Sudaryanto T. 1997. Penawaran, permintaan pangan, dan kebiasaan
perilaku makan. Laporan penelitian. Bogor (ID): Pusat Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Sutejo & Kartasapoetra. 2010. Pengantar ilmu tanah terbentuknya tanah dan tanah
pertanian. Jakarta: Rineka Cipta.
Swain DK, Herath S, Pathirane A, Mittra BN. 2005. Rainfed lowland and flood prone
rice: a critical review on ecology and management technology improving the
productivity in Asia. Thailand (ID): Role of Water Sciences in Transboundary
River Basin Management.
Swastika DKS, Agustian A, Sudaryanto T. 2011. Analisis senjang penawaran dan
permintaan jagung pakan dengan pendekatan sinkronisasi sentra produksi,
pabrik pakan, dan populasi ternak di Indonesia. Inform Pertan. 20(2):65-75
Tangendjaja B, Yusdja Y, Ilham N. 2005. Analisis ekonomi permintaan jagung untuk
pakan. Buku Ekonomi Jagung Indonesia Cetakan 2. Jakarta (ID): Badan Litbang
Pertanian, Kementerian Pertanian.
Theodoric CS, Iskandarini, Jufri. 2016. Strategi peningkatan produksi jagung. Media
Neliti 9(2).
Theodoric CS. 2014. Strategi peningkatan produksi jagung: studi kasus Desa Kineppen
Kec. Munte Kab. Karo. Skripsi. Medan (ID): Program Studi Agribisnis Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Utomo S. 2012. Dampak impor dan ekspor jagung terhadap produktivitas jagung di
Indonesia. J Etikonomi. 11(2):158-179.
Wenno D. 2010. Analisis pendapatan petani jagung peserta program pengembangan
usaha agribisnis perdesaan di Kabupaten Nabire. J Agroforestri. 5(2):156-164.
Winarno.2004. ilmu pangan. Bandung: Rosdakarya.
Winarso B. 2012. prospek dan kendala pengembangan agribisnis jagung di Propinsi
Nusa Tenggara Barat. J Penelit Pertan Terap. 12(2):103-114.