Anda di halaman 1dari 69

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian


1. Letak Geografis Kabupaten Purworejo
Secara geografis Kabupaten Purworejo merupakan wilayah yang
terletak di pesisir Samudera Hindia di bagian selatan Pulau Jawa pada
koordinat 7°54‟ LS dan 109°47‟28” BT sampai dengan 110°8‟20” BT.
Posisi astronomis tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Purworejo
tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Purworejo terletak pada daerah
beriklim tropis basah, yang dicirikan dengan curah hujan dan suhu yang
tinggi. Kisaran suhu pada daerah ini berkisar antara 16,67°C-30,87°C
dengan kelembaban yang tinggi pula berkisar antara 70% hingga 90%.
Bersama dengan beberapa kabupaten lainnya, Kabupaten
Purworejo mempunyai posisi di bagian selatan Provinsi Jawa Tengah
sebagai mata rantai jalur transportasi selatan Pulau Jawa. Lokasi
Kabupaten Purworejo juga menghubungkan dua node perekonomian Pulau
Jawa yaitu Yogyakarta di bagian timur dan Cilacap di bagian barat. Jalur
tengah yang menghubungkan wilayah utara dan selatan Jawa melalui Jalur
Purworejo-Magelang-Semarang juga mendukung posisi Kabupaten
Purworejo untuk menjadi wilayah berkembang.

2. Luas Wilayah Kabupaten Purworejo


Luas wilayah Kabupaten Purworejo adalah 1.034,82 km2 dan dapat
dibedakan menjadi daerah dataran di bagian selatan dan daerah perbukitan
hingga pegunungan di bagian utara dan timur wilayah Kabupaten. Adapun
untuk daerah dataran dengan range ketinggian 0-25 mdpl mempunyai
proporsi mencapai 40% sedangkan daerah perbukitan hingga pegunungan
dengan range ketinggian 25 m-1064 m dengan proporsi mencapai 60%.
Kabupaten Purworejo berbatasan langsung dengan Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta di bagian timur, secara rinci batas-batas wilayah
administratifnya yakni:

94
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

95

Sebelah utara : Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Magelang


Sebelah timur : Kabupaten Kulon Progo, Provinsi DIY
Sebelah selatan : Samudera Hindia
Sebelah barat : Kabupaten Kebumen
Secara administratif Kabupaten Purworejo terdiri atas 16 kecamatan
yang selanjutnya terinci menjadi 469 desa dan 25 kelurahan. Untuk lebih
mudahnya, berikut disajikan peta Kabupaten Purworejo.

Sumber gambar: Google


Gambar 4.1 Peta Kabupaten Purworejo

3. Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Purworejo


Masyarakat di Kabupaten Purworejo merupakan masyarakat desa
yang sangat menjunjung gotong-royong, hal ini dibuktikan dengan
kompaknya masyarakat dalam kegiatan yang berbau sosial, misalnya acara
pembangunan jalan, pelaksanaan upacara hajatan dan keagamaan, serta
kegiatan masyarakat lainnya. Mayoritas mata pencaharian masyarakat di
Kabupaten Purworejo adalah petani dan buruh tani tetapi terdapat pula
Pegawai Negeri Sipil, buruh pabrik, peternak dan pedagang.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

96

4. Kepercayaan dan Adat Istiadat Masyarakat di Kabupaten Purworejo


Kepercayaan merupakan pedoman dalam hidup. Dengan adanya
kepercayaan dalam hidup, manusia akan berhati-hati dalam bertindak dan
bertingkah laku. Dalam suatu kepercayaan juga terdapat aturan dan norma-
norma yang berlaku. Selain itu adat istiadat juga tidak kalah memegang
peranan penting dalam kehidupan masyarakat, adat istiadat dalam
masyarakat dapat menambah gairah dalam kehidupan bermasyarakat.
Mayoritas kepercayaan di Kabupaten Purworejo menganut
kepercayaan Islam, namun beberapa masyarakat ada yang menganut
agama Kristen dan Katolik. Kepercayaan masyarakat di Kabupaten
Purworejo masih memiliki keterikatan yang erat dengan adat istiadat.
Keterikatan antara kepercayaan dan adat istiadat yang hidup di
masyarakat Kabupaten Purworejo terlihat saat tanggal 1 Suro. Pada malam
tahun baru Islam tersebut semua masyarakat di Kabupaten Purworejo akan
memanjatkan doa agar diberikan keselamatan. Masyarakat di Kabupaten
Purworejo percaya malam 1 Suro merupakan malam yang penuh berkah.

5. Bahasa Penduduk di Kabupaten Purworejo


Bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat di Kabupaten
Purworejo mayoritas adalah bahasa Jawa. Bahasa daerah digunakan dalam
kehidupan sehari-hari oleh masyarakat di Kabupaten Purworejo untuk
berkomunikasi. Adapun bahasa Jawa yang digunakan terdiri dari tiga
tingkatan variasi bahasa yaitu; bahasa ngoko, bahasa krama madya, dan
bahasa krama inggil.
Bahasa Jawa sebagai bahasa daerah tetap dipertahankan masyarakat
pemakaiannya, terutama oleh penduduk desa. Sementara penduduk yang
tinggal di perkotaan menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

97

B. Temuan Penelitian
1. Kedudukan dan Fungsi Cerita Rakyat di Kabupaten Purworejo
Cerita rakyat di Kabupaten Purworejo merupakan cerita rakyat yang
masih hidup dan berkembang di tengah masyarakat. Cerita rakyat di
Kabupaten Purworejo disebarluaskan secara lisan dan didasarkan pada
kemampuan mengingat para penuturnya. Besar kemungkinan cerita rakyat
di Kabupaten Purworejo mengalami banyak pergeseran dari cerita aslinya.
Cerita rakyat di Kabupaten Purworejo bersumber dari nenek moyang dan
diwariskan secara turun-temurun dan hanya didasarkan pada kemampuan
mengingat.
Masyarakat di Kabupaten Purworejo memiliki beberapa cerita
rakyat yang berbeda-beda versi cerita dalam satu tempat. Cerita yang
terpenggal-penggal atau hanya sebatas yang diingat saja, dan kurang
utuhnya cerita juga masih ditemukan. Pengungkapan cerita yang tidak utuh
dan tidak diketahui secara keseluruhan isinya sangat memungkinkan
hilangnya sebagian nilai yang terkandung di dalamnya.
Cerita rakyat di Kabupaten Purworejo merupakan cerita-cerita yang
berlatar belakang pada pengalaman hidup masyarakat pemiliknya. Cerita-
cerita rakyat ada diserap dan dimanfaatkan sebagai pembentuk watak
masyarakatnya. Pada masa-masa dahulu cerita-cerita rakyat digunakan oleh
para orang tua untuk membentuk watak-watak anak cucu dan keturunannya
lewat tutur lisan yang digunakan saat senggang atau pengisi waktu
menjelang tidur dengan cara mendongeng. Pada saat mendongeng para
orang tua menggunakan isi cerita untuk mendidik agar anak cucu dan
keturunannya menjadi manusia yang hidup sesuai dengan norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat, seperti tokoh dalam cerita dengan segala
perilaku dan peran-perannya.
Isi cerita rakyat yang disampaikan kepada anak cucu dan
keturunanya diserap dan disampaikan untuk dapat memberikan petunjuk
perilaku yang benar agar dapat diikuti dan perilaku yang tidak baik agar
dihindari. Atau dengan kata lain orang tua menekankan pada perilaku baik
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

98

dan perilaku yang buruk. Melalui cerita rakyat dapat ditumbuhkan rasa
penghargaan kepada para pendahulu dan rasa menghormati leluhur dengan
kesadaran sendiri. Cerita rakyat dapat pula digunakan sebagai alat
penghibur dengan dibuat pementasan-pementasan drama yang dipentaskan
pada saat ada acara yang berkaitan dengan hari-hari besar di Kabupaten
Purworejo, hal ini sekaligus menumbuhkan rasa patriotik, cinta tanah air,
sekaligus pengobat rindu bagi kerabat yang ditinggal, serta kebanggan
masyarakat pemiliknya.
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, di zaman modern ini sulit
menemukan generasi muda yang mengetahui secara pasti cerita rakyat yang
berasal dari daerahnya. Fenomena semacam ini tidak hanya terjadi di
wilayah perkotaan saja, tetapi masyarakat di pedesaanpun sudah hampir
seluruhnya meninggalkan kebiasaan mendongeng untuk anak cucu dan
keturunannya. Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah beragamnya
kebutuhan masyarakat masa kini, sehingga setiap orang diharuskan bekerja
keras untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Selanjutnya yang menyebabkan lunturnya kebiasaan mendongeng
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: (1) kemajuan teknologi yang
semakin pesat yang mengakibatkan setiap anak sibuk dengan permainan
teknologi modern, mereka menganggap dongeng dan cerita rakyat sesuatu
yang kuno; (2) pesatnya pengaruh kebudayaan asing melalui berbagai
media menggeser nilai-nilai kebudayaan lokal; (3) generasi muda kurang
memahami makna sesungguhnya nilai-nilai pendidikan karakter dan nilai-
nilai kearifan lokal yang terdapat dalam cerita rakyat di Kabupaten
Purworejo.

2. Hasil Penelitian
a. Jenis-Jenis Cerita Rakyat di Kabupaten Purworejo
Cerita rakyat di Kabupaten Purworejo sebagian besar dapat
digolongkan sebagai legenda, karena memiliki beberapa kriteria maupun
sifat-sifat tertentu yakni: (a) dianggap benar-benar terjadi; (b) dianggap
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

99

tidak suci lagi; (c) sebagian besar mengambil tokoh manusia; (d) tokoh-
tokoh mempunyai karakter yang luar biasa; (e) dalam kisahnya dibantu
makhluk halus; (f) mencerminkan tempat kejadian di masa lalu dan masa
sekarang.
a) Dianggap Benar-benar Terjadi
Beberapa legenda yang ada di Kabupaten Purworejo dikatakan
menceritakan kisah kejadian sebuah tempat, desa, dan tempat-tempat
tertentu yang hingga kini masih ada di tengah-tengah masyarakat di
Kabupaten Purworejo. Selain dianggap benar-benar terjadi, beberapa
legenda yang terdapat di Kabupaten Purworejo mengidentifikasikan
bahwa pada prinsipnya legenda asal mula desa yang terdapat di
Kabupaten Purworejo sangat bersifat lokal, atau dapat dikatakan
sebagian legenda yang menceritakan tentang asal mula sebuah tempat
berdasarkan serangkaian peristiwa yang terdapat dalam sebuah cerita.
Terjadinya nama sebuah tempatpun juga didasarkan pada suatu
kejadian dari tokoh cerita.
Namun demikian karena sifat persebaran legenda yang mudah
menyebar, maka legenda-legenda tersebut sangat mudah tersebar ke
berbagai tempat, sehingga dengan mudah diketahui oleh masyarakat
luas. Dari beberapa peristiwa yang tercantum dalam cerita, banyak
legenda yang terdapat dalam cerita rakyat di Kabupaten Purworejo
menceritakan suatu keajaiban yang dibalut dengan sifat
“ketakhayulan” yang sangat tinggi, apalagi sifat ketakhayulan tersebut
mengandung unsur-unsur larangan yang dianjurkan oleh sang tokoh.
b) Dianggap Tidak Suci
Beberapa cerita rakyat yang ada di Kabupaten Purworejo,
memang tidak dianggap suci oleh masyarakat di Kabupaten Purworejo.
Mereka hanya sekedar mengetahui bahwa nama tempat atau nama desa
mereka diperoleh dari cerita-cerita rakyat yang berkembang saat itu.
Dengan demikian sebenarnya dengan adanya cerita rakyat
sesungguhnya sebagai sarana pengingat bagi masyarakat
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

100

pendukungnya. Walaupun pada akhirnya di dalam cerita tersebut


banyak diceritakan tokohnya yang seringkali melakukan tindakan-
tindakan “kesucian” yang ditunjukkan dari beberapa tempat yang
hingga kini masih dianggap suci dan keramat bagi masyarakat, namun
posisi cerita rakyat dianggap suci, karena siapapun boleh
menceritakannya secara bebas, tanpa ada aturan-aturan apapun.
Legenda dapat pula disebut sebagai “sejarah kolektif” dalam
suatu masyarakat, walaupun tidak jarang sejarah ini banyak mengalami
pergeseran, dan berbeda dengan cerita aslinya. Hal ini wajar karena
legenda dapat diketahui oleh siapapun, termasuk para pendukung
legenda tersebut. Oleh sebab itu sangat logis bila legenda seringkali
tidak dianggap suci oleh para pendukungnya. Dengan dimilikinya
legenda pada akhirnya ditujukan untuk menumbuhkan kebanggan
tersendiri dalam diri warga pendukung legenda tersebut.
c) Sebagian Besar Mengambil Tokoh Manusia
Tokoh-tokoh utama dalam cerita rakyat di Kabupaten
Purworejo mayoritas selalu mengambil tokoh manusia sebagai tokoh
sentralnya. Tokoh-tokoh yang diperankan di dalam cerita merupakan
tokoh-tokoh yang berhubungan dengan suatu posisi di dalam kerajaan.
Kerajaan-kerajaan maupun kadipaten yang berperan hampir
melingkupi semua cerita rakyat yang ada di Kabupaten Purworejo.
Untuk posisi-posisi atau kedudukan yang sering digunakan
dalam cerita rakyat di Kabupaten Purworejo adalah raja, adipati,
pengawal raja, patih, hulubalang, tokoh spiritual kerajaan dan
sebagainya. Selain itu, tokoh-tokoh sentral yang mempunyai
kekuasaan terhadap sebuah kerajaan. Kalaupun, ia bukan tokoh sentral
dalam cerita rakyat di Kabupaten Purworejo ia merupakan tokoh-tokoh
tertentu yang mempunyai pengaruh di masyarakat.
Sebagian besar tokoh utama yang mendominasi dalam setiap
legenda yang berkembang di Kabupaten Purworejo adalah manusia.
Tokoh manusia tersebut baik yang berlatar belakang tokoh agama,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

101

tokoh kerajaan, tokoh masyarakat, atau masyarakat biasa. Meskipun


sebagian besar tokoh yang berperan dalam legenda merupakan tokoh-
tokoh yang bisa dijadikan panutan di dalam masyarakat, namun
adapula cerita rakyat yang ada di Kabupaten Purworejo harus
menggunakan diksi-diksi yang halus dan hati-hati apabila disajikan
kepada anak-anak, hal ini dikarenakan cerita rakyat yang disajikan
kepada anak bertujuan untuk membangun budi pekerti anak.
d) Tokoh-Tokohnya Mempunyai Sifat yang Luar Biasa
Sudah jelas jika cerita rakyat yang ada di Kabupaten Purworejo
seringkali dibubuhi dengan peristiwa-peristiwa yang luar biasa yang
melingkupi kehidupan tokoh. Peristiwa-peristiwa itu kadang tidak
masuk akal, ajaib, dan sulit diterima akal sehat. Dari beberapa contoh
kejadian luar biasa yang dialami atau dilakukan oleh tokoh selain
menunjukkan bagaimana kehebatan sang tokoh dalam cerita, juga
menunjukkan bahwa legenda sangat menarik untuk diketahui oleh para
pendukungnya, dan setiap legenda itu disampaikan kepada orang lain
selalu mengalami penambahan-penambahan tertentu, dan penambahan
cerita itu biasanya hal-hal yang bersifat kehebatan dari sang tokoh
cerita.
Satu sisi kehebatan yang dialami dan dilakukan oleh sang
tokoh seringkali tidak masuk akal. Dari berbagai kehebatan yang
dimiliki sang tokoh tersebut mengindikasikan bahwa tokoh dalam
cerita bukanlah manusia biasa, mereka mempunyai kelebihan-
kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh manusia biasa.
e) Dalam Kisahnya Dibantu oleh Makhluk Halus
Legenda merupakan cerita yang dianggap benar-benar terjadi,
tetapi kadangkala dalam kejadian-kejadian tersebut banyak diselipi
dengan hal-hal keanehan, sehingga seringkali tidak masuk akal. Di
dalam legenda seringkali muncul peran makhluk halus yang ikut serta
memperlancar maupun mengganggu tokoh.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

102

Tidak bisa dipungkiri bahwa legenda seringkali mengandung


unsur-unsur yang bersifat pralogis dan tidak masuk akal. Apalagi sifat
legenda yang cara penyampaiannya secara lisan, sehingga peristiwa-
peristiwa “pralogis” yang menyertainya sering mendapat penambahan
dari sang penutur. Sifat-sifat tersebut semakin jelas dengan adanya
faktor makhluk halus yang ikut berperan dalam peristiwa tersebut. Satu
sisi dengan adanya unsur-unsur “pralogis” tersebut justru menjadikan
legenda menarik untuk diketahui masyarakat luas.
f) Mencerminkan Tempat di Masa Lalu dan Masa Sekarang
Cerita rakyat yang tersebar di Kabupaten Purworejo, sangat
kental sekali dengan asal mula nama sebuah tempat (desa, dusun) dan
keberadaannya hingga kini masih dijadikan nama desa atau dusun.

b. Isi Cerita Rakyat di Kabupaten Purworejo


a) Asal Mula Pituruh

Dahulu di Kerajaan Jawa sekitar tahun 1400 Masehi terjadi


peristiwa besar yang menyebabkan kerajaan paling besar di Jawa Timur
hancur, kehancuran ini menyebabkan Sang Raja, yakni Damar Wulan
pergi dari kerajaan untuk menenangkan pikiran atas kemelut di pusat
pemerintahan.
Pada suatu hari, Damar Wulan dan istrinya pergi menuju pesisir
untuk menghibur diri. Untuk memberikan tanda bahwa daerah pesisir
itu sudah pernah mereka kunjungi, Damar Wulan memberi tanda
dengan cara menanam sebuah pohon, pohon yang ditanam adalah
pohon widara.
Setelah menanam pohon yang menandakan bahwa tempat itu
sudah pernah dikunjungi oleh Damar Wulan dan istrinya, Damar Wulan
melanjutkan perjalanan ke arah utara, namun di tengah perjalanan
Damar Wulan dan istrinya bertemu dengan musuh yang bernama
Minak Jinggo, mereka berperang hebat. Kesaktian Minak Jinggo
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

103

membuat Damar Wulan nyaris kalah, sampai pada akhirnya datanglah


seorang kakek tua yang menolongnya.
Setelah lelah berperang Damar Wulan dan istrinya duduk di
lokasi yang tidak jauh dari tempat ia berperang tadi, mereka
mengabaikan rasa sakitnya dan tertidur cukup lama. Setelah terbangun
dari tidurnya barulah Damar Wulan dan istrinya teringat kepada sosok
tua yang telah sangat berjasa menolongnya dan istrinya tadi.

Gambar 4.2 Lambang Desa Pituruh

Damar Wulan dan istrinya berteriak memanggil kakek tua tadi,


mereka berdua hendak mengucapkan banyak terima kasih karena telah
menyelamatkan nyawanya, mereka menyusuri hutan hingga hutan yang
terdalam, namun kakek tua yang menyelamatkan mereka tadi tidak
kunjung ditemukan.
Akhirnya Damar Wulan dan istrinya memutuskan untuk bertapa
dan meminta petunjuk Dewa untuk mencari tahu siapa Kakek yang
menyelamatkan ia dan istrinya tadi.
“Wahai Dewa, berilah hamba petunjuk atas Kakek tua yang
menyelamatkan hamba dan istri hamba tadi, hamba berhutang nyawa
padanya”.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

104

“Wahai cucuku, dia adalah leluhurmu, yang mengikuti


kemanapun langkahmu pergi, ketahuilah cucuku, bahwasannya ada
tujuh leluhur yang mengikutimu”.
“Wahai Dewa, siapakah 7 leluhur yang mengikutiku?”
Namun belum sempat pertanyaan Damar Wulan terJawab, sosok
itu sudah menghilang entah kemana. Damar Wulan dan istrinyapun
masih dihantui rasa penasaran tidak karuan. Mereka tidak mau
melanjutkan perjalanan sebelum mengucapkan terima kasih kepada
kakek penolong itu. Malam ini Damar Wulan dan istrinya memutuskan
untuk tetap tinggal di tempat itu, Damar Wulan dan istrinya masih
sangat berharap dapat bertemu dengan kakek penolong.
Sebelum matahari benar-benar terbenam Damar Wulan
membuatkan istrinya gubuk sederhana untuk bermalam, Damar Wulan
tidak ingin istri yang sangat dicintainya terkena gigitan serangga atau
hewan buas yang akan melukai istrinya.
“Istriku, masuklah ke gubuk ini, hari sudah mulai gelap, angin
malam tidak baik untukmu, aku akan tidur di depan api unggun dan
tetap menjagamu, sambil menunggu kakek yang menolong kita tadi.”
Damar Wulan yang saat itu berada di luar menjaga istrinya yang
sudah lelap tidur, lama-lama merasa mengantuk juga, iapun akhirnya
tertidur. Dalam tidurnya Damar Wulan bermimpi bertemu dengan 7
ruh, yang entah mereka itu siapa Damar Wulan tidak mengenali
mereka.
“Wahai cucuku, jangan takut, aku adalah leluhur yang
menjagamu dari siapa saja yang akan berbuat jahat kepadamu.”
Ruh 1 “aku adalah ruh yang menguasai air disegala penjuru”
Ruh 2 “aku adalah Dewi Sri, ruh yang mengasai padi dan
memberikan berkah kepada para petani diseluruh negeri”
Ruh 3 “aku ruh Siluman, yang tadi membantumu bertarung
melawan Minak Jinggo”
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

105

Ruh 4 “aku ruh Pengrawit dan ruh Jenggot, kami berdua adalah
ruh yang kerap menyuarakan klenengan-klenengan di seluruh penjuru
negeri.
Ruh 5 “aku adalah ruh yang mampu menyerupai Jogoboyo”
Ruh 6 “ aku adalah ruh Mentosoro, aku adalah ruh yang
menguasai seluruh pengetahuan ilmu di muka bumi ini”
Ruh 7 “aku adalah ruh Mabean, aku adalah ibu, dari seluruh
anak di seluruh penjuru negeri”

Gambar 4.3 Camat Pituruh Menceritakan Asal Mula Pituruh

Setelah tujuh ruh memperkenalkan diri kepada Damar Wulan


mereka serempak menghilang dengan mengilatkan cahaya yang sangat
menyilaukan dan seketika itu Damar Wulan terbangun dari tidurnya.
Sadar telah lalai menjaga istrinya, Damar Wulan bergegas melihat
gubuk tempat istrinya beristirahat, ia lega setelah melihat istrinya masih
tidur pulas.
Sebelum istrinya terbangun Damar Wulan mengelilingi pohon-
pohon yang berada di dekat hutan, ia bermaksud mencari buah-buahan
yang barangkali bisa digunakan untuk mengganjal perut yang mulai
merasa kelaparan setelah beberapa hari tidak makan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

106

Sesampainya di gubuk tempat istrinya beristirahat, Damar


Wulan memberikan makan yang didapatkannya kepada istrinya, mereka
makan bersama sambil menikmati segarnya udara pagi dan bercakap-
cakap.
“Kanda aku senang berada di tempat ini, udaranya bersih,
suasananya tenang”
“Apakah kau ingin kita singgah lama di tempat ini?”
“Kalau Kanda berkenan”
“Baiklah, kita habiskan sisa hidup kita disini”
Mendengar Jawaban suaminya, istri Damar Wulan bahagia.
“terima kasih Kanda”
Hari demi hari mereka lewati dengan bahagia, sampai pada
akhirya mereka tua dan menutup usia. Tujuh ruh yang pernah datang
dalam mimpi Damar Wulanpun ikut bertahan dan menyebar di daerah
itu untuk memberikan kedamaian dan kemakmuran pada masyarakat di
wilayah itu. Ruh air berada di dukuh Blending, Ruh Dewi Sri berada di
dukuh Gamblok, Ruh Siluman di dukuh Sutogaten, Ruh Mabean di
dukuh Mabean, Ruh Mentosoro berada di dukuh Mentosoro, Ruh
Pengrawit di dukuh barat, dan ruh siluman berada di dukuh Bantengan.
Ketujuh ruh tersebut kemudian dikenal dengan nama desa Pituruh.
Pada perkembangannya desa Pituruh memiliki kekuatan
spiritual bagi 49 desa yang ada disekitarnya. Pituruh juga pernah
menjadi ibukota Tumenggungan di era pemerintahan Bupati
Tjokronegoro I dengan Tumenggung Djoyo Berbongso. Oleh
masyarakat Pituruh, tujuh ruh tersebut hingga kini ditempatkan sebagai
kekuatan spiritual.
Dari tujuh karakteristik yang saling melengkapi itu, masyarakat
menempatkan tujuh ruh itu sebagai simbol pengayom, pelindung,
sekaligus sang pamomong. Sehingga setiap memasuki bulan Suro,
mereka mengadakan selamatan masal. Masyarakat memaknai bulan
Suro sebagai bulan intropeksi diri, bahwa manusia harus sadar diri
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

107

untuk intropeksi diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Sehingga
pada bulan Suro, banyak dari warga masyarakat yang melaksanakan
puasa.

b) Goa Pencu
Dahulu kala Desa Ngadagan dipimpim oleh seorang Lurah yang
bernama Sumotirto (1946-1963), Beliau adalah pribadi yang jujur,
cerdas, dan bijaksana. Dibawah kepemimpinan Lurah Sumotirto tidak
ada warga desa yang malas, tidak ada pencuri yang berani masuk dan
mengusik ketentraman desa.

Gambar 4.4 Jalan menuju Goa Pencu

Walaupun Lurah Sumotirto terkesan otoriter dan disiplin yang


keras semua warga desa merasa aman dan nyaman dalam
kepemimpinan Beliau. Karena kedisiplinan yang tinggi inilah Desa
Ngandagan menjadi desa percontohan, jalan di Desa Ngandagan rapi
dengan kerikil-kerikil kecil sehingga mempermudah jalur transportasi
warga. Perbukitan di Desa Ngandaganpun ditanami dengan pohon-
pohon besar yang tumbuh subur dan lebat sehingga menambah suasana
indah dan asri di Desa Ngandagan, wilayah perbukitan juga tidak luput
dihijaukan, karena suburnya setiap pohon yang ditanam di perbukitan,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

108

apabila dilihat dari ujung bukit Desa Ngandagan yang banyak


ditumbuhi banyak pohon tampak “mecucu”, dan diperbukitan yang
“mecucu” itu terdapat goa, yang selanjutnya oleh masyarakat sekitar
disebutlah sebagai Goa Pencu. Maksudnya adalah Goa yang terletak di
perbukitan “mecucu” pepohonan yang rimbun dan menjulang tinggi.
Agar penyebutannya mudah oleh masyarakat dinamakan Goa Pencu.
Selain penataan wilayah desa yang sangat bagus, kebaikan
Lurah Sumotirto diwujudkan pada kepeduliannya yang luar biasa,
apabila ada warga desa yang hendak mengadakan hajatan dan khitanan,
Lurah Sumotirto akan dengan sukarela menanggung seluruh biaya
pengadaan acara tersebut. Bahkan Lurah Sumotirto akan dengan senang
hati ikut serta mengambil andil memberikan hiburan pertunjukan
kesenian tradisional berupa wayang kulit, wayang orang, dan ketoprak.
Dalam pengelolaan hasil pertanian Lurah Sumotirto melarang
keras warganya untuk menjual hasil panen kepada tengkulak, hasil
panen harus dijual ke pasar, jika ada warga desa yang tinggal di daerah
terpencil di pegunungan Lurah Sumotirto akan menggerakkan
warganya untuk bergotong-royong membantu pembangunan rumah.
Jika ada pencuri yang tertangkap maka pencuri itu akan dibina atau
bahkan dicarikan jodoh dari warga Desa Ngandagan agar hidupnya
lebih terarah. Jika ada warganya yang berasnya masih membeli beras,
maka Lurah Sumotirto akan memberikan pasokan bantuan beras, atau
memberikan garapan sawah untuk diburuhkan. Selanjutnya Lurah
Sumotirto juga membuat peraturan agar warga desa tidak menjual tanah
yang dari luar desa, hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir ganguan
dari orang luar yang berniat mengusik ketentraman dan kedamaian
warga Desa Ngandagan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

109

Kebaikan hati kepemimpinan Lurah Sumotirto dalam


memimpin Desa Ngandagan hingga menjadi desa percontohan rupanya
sudah diketahui banyak orang, tidak terkecuali oleh mantan Presiden
Republik Indonesia Ir. Soekarno yang mengunjungi Desa Ngandagan
pada tahun 1947. Tujuan kunjungan tersebut untuk meninjau
keberhasilan proyek pertanian dan perikanan di Desa Ngandagan.
Selain itu karena Lurah Sumotirto dan mantan Presiden Ir. Soekarno
pernah menjadi saudara seperguruan. Namun ada juga yang
mengatakan bahwa kunjungan Presiden Soekarno untuk mengambil
benda pusaka. Hal ini dibuktikan tuturan warga yang mengatakan pasca
kunjungan Mantan Presiden Ir. Soekarno terdapat galian di dalam pintu
masuk goa yang tampak berbeda dari kondisi sebelumnya.

Gambar 4.5 Peneliti berada di halaman depan Goa Pencu

Dalam kunjungannya saat itu mantan Presiden Ir. Soekarno


memuji kemandirian masyarakat Desa Ngandagan yang tidak
menggantungkan bantuan dari pemerintah. Sampai saat ini Goa Pencu
masih kerap digunakan sebagai tempat kunjungan bagi siswa Sekolah
Dasar yang berada di sekitar Desa Ngandagan, hal ini selain untuk
rekreasi juga bertujuan untuk mengenalkan kepemimpinan Lurah
Sumotirto untuk diteladani para siswa.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

110

c) Arca Emas

Pada zaman dahulu sekitar abad ke 7-8 terdapat dua kerajaan


yang sama kuatnya di Jawa Tengah, namun dua kerajaan ini memiliki
paham yang berbeda. Dua kerajaan ini adalah Kerajaan Pasundan dan
dan kerajaan Medang Gele. Bagian wilayah utara yakni kerajaan
Pasundan dipimpin oleh Rakai Sanjaya yang merupakan putra dari Raja
Sana. Rakai Sanjaya menganut kepercayaan Hindu Syiwa dengan bukti
peninggalan berupa Candi Dieng, Candi Prambanan, Candi Liyangan,
Candi Pringapus, dan lain-lain. Rakai Sanjaya memerintah kerajaan
Mataram Hindu pada sekitar tahun 732-752 Masehi.
Sedangkan bagian wilayah selatan, kerajaan Medang Gele yang
beribukota di Watukoro, Bagelen dipimpin oleh Raja Syailendra yang
menganut kepercayaan aliran Budha Mahayana dengan bukti
peninggalan berupa Candi Borobudur, Candi Kalasan, Candi Mendut,
dan lain-lain.

Gambar 4.6 Peneliti berada di depan Patung Replika Arca Emas


Goa Seplawan (Dewa Siwa dan Dewi Parwati)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

111

Setelah Raja Sanjaya wafat, tampuk pemerintahan Mataram


kuno dilimpahkan ke salahsatu Wangsa Sanjaya yang bernama Rakai
Pikatan Dyah Saladu. Raja Dyah Saladu memerintah selama 8 tahun,
dimulai dari 769-777 tahun caka. Sebelum Raja Dyah Saladu wafat,
Beliau memberikan wasiat supaya tampuk pemerintahan dipegang oleh
Pangeran Mahamantri I Hino Dyah Lokapala, yang masih berada di
lingkup Wangsa Sanjaya.

Setelah Dyah Lokapala dinobatkan menjadi Raja Mataram,


kemudian bergelar Prabu Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala. Pada masa
pemerintahan Dyah Lokapala, terjadi dendam diantara putra bangsawan
terutama Pangeran Dyah Tagwas. Dyah Tagwas adalah putra pertama
dari Rakai Dyah Saladu. Meskipun banyak anak dan selir, tetapi Dyah
Tagwas merasa bahwa dia yang paling pantas menjadi Raja Mataram,
bukan Dyah Lokapala.
Kemudian terjadilah pemberontakan diantara putra bangsawan
di Mataram untuk pertama kalinya. Dyah Tagwas yang saat itu berhasil
menghabisi Raja Dyah Saladu, menobatkan diri menjadi Raja Mataram
pada 807 tahun caka atau 17 Februari 855 Masehi.
Namun, pemerintahan Dyah Tagwas tidak berlangsung lama,
hanya beberapa bulan saja. Salah satu putra raja Dyah Saladu yang
bernama Dyah Dewendra merasa dendam terhadap Dyah Tagwas yang
telah menghabisi ayahnya. Diam-diam dengan perencanaan yang
matang, Dyah Dewendra memberontak dan menghabisi Dyah Tagwas.
Kemudian Dyah Dewendra mengangkat dirinya menjadi Raja Mataram
Kuno dengan gelar Dyah Dewendra Panumwangan pada tahun caka,
tepatnya 25 Agustus 855 Masehi.
Api dendam masih menyelimuti Wangsa Sanjaya. Salah satu
putra Rakai Dyah Saladu yang bernama Dyah Badra, dari istri selir
namun masih satu kandung dengan Dyah Tagwas merencanakan
pemberontakan. Dengan perencanaan yang matang, Dyah Badra
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

112

berhasil memberontak namun tidak berhasil menghabisi Dyah


Dewendra yang saat itu melarikan diri ke tempat kerabatnya.
Setelah berhasil memberontak, Dyah Badra menobatkan diri
menjadi Raja Mataram dengan gelar Raja Rakai Gurunwangi Dyah
Badra pada tanggal 18 Januari 887 Masehi atau 809 tahun caka. Namun
pemerintahan Dyah Badra tidak disukai oleh pembesar kerajaan
sehingga terjadilah pemberontakan oleh para pembesar istana. Dyah
Badra beserta pengawal setia berhasil melarikan diri dengan keadaan
yang sangat menyedihkan, namun berhasil membawa harta dan
perhiasan, tak luput juga membawa Arca Emas, patung kehormatan
Kerajaan Mataram Kuno.

Gambar 4.7 Lingga dan Yoni yang terdapat di Goa Seplawan

Selama melarikan diri, Dyah Badra dan pengawal setia


mendapat ancaman kepungan dari beberapa prajurit Mataram di
berbagai daerah, hal ini membuat Dyah Badra dan pasukannya harus
terus waspada agar keberadaannya tidak diketahui, Dyah Badra dan
pasukannya menyusuri lapisan hutan terdalam dan menemukan goa.
Goa yang dijadikan tempat persembunyian Dyah Badra adalah Goa
Seplawan, di goa inilah Dyah Badra dan prajuritnya merasa aman. Di
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

113

Seplawan inilah Dyah Badra membangun tempat pemujaan bernama


Lingga dan Yoni yang lokasinya berada disebelah Timur mulut goa.
Pada jarak kurang lebih 20 meter dari mulut Goa Seplawan.
Setelah singgah cukup lama di Goa Seplawan Dyah Badra dan
prajurit setianya melanjutkan perjalanan menuju wilayah Gurunwangi,
beberapa barang bawaan dan tempat pemujaan yang didirikan
ditinggalkan begitu saja. Konon ada alasan tersembunyi mengapa Dyah
Badra meninggalkan Arca Emas di Goa Seplawan, hal ini dikarenakan
Goa Seplawan merupakan tempat yang aman dan suci.

d) Bedug Agung Pandawa


Bedug Agung Pandawa berada di Masjid Darul Muttaqin
Kabupaten Purworejo menempati tanah wakaf keluarga Cokronegaran
seluas 8.825 meter persegi. Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda,
Belanda merasa perlu mengangkat pemimpin dari kalangan pribumi
untuk memerintah wilayah Tanah Bagelen, maka diangkatlah Bupati
pertama yakni; Kanjeng Raden Adipati Arya Cokronagoro I dan
jabatan pepatih dipercayakan kepada Raden Cokrojoyo.
Pada masa pemerintahan Bupati Cokronegoro I ini mulai
dibangun beberapa gedung pusat pemerintahan yang berpusat disekitar
alun-alun Purworejo, hal ini dilakukan untuk memperlancar seluruh
aktivitas pemerintahan. Dalam upaya pembangunan ini Bupati
Cokronegoro memerintahkan pembangunan Masjid Agung disebelah
barat alun-alun Purworejo sebagai tempat beribadah.
Alasan pembangunan Masjid Agung diletakkan di Pusat Kota,
dikarenakan kota Purworejo terletak di daerah yang dikelilingi
perbukitan, yaitu bukit Menoreh di sebelah timur, bukit Geger
Menjangan di sebelah utara, dan gunung Pupur disebelah barat.
Selanjutnya karena kota Purworejo berada diantara dua aliran sungai,
yaitu sungai Bogowonto dan sungai Jali dengan latar belakang Gunung
Sumbing.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

114

Gambar 4.8 Peneliti di depan Bedug Agung Pandawa yang terletak


di Masjid Darul Mutaqin

Dalam ilmu kalang (kawruh kalang) yaitu ilmu kejawen yang


mempelajari wawasan perencanaan dan pembuatan bangunan Jawa,
letak tanah keadaan ini disebut “tanah sungsang buwana” atau
“kawula katubing kala”. Orang-orang Bagelen ketika itu percaya
apabila sebuah bangunan didirikan pada letak tanah sungsang buwana,
maka orang-orang yang mendiami akan disegani dan dicintai oleh
banyak orang atau menjadi kepercayaan para pembesar.
Setelah pembangunan Masjid Agung, Bupati Cokronegoro
memerintahkan membuat Bedug. Pembuatan bedug Agung Pandawa
ditangani oleh Wedana Desa Bragolan, Raden Tumenggung
Prawironegoro yang merupakan adik dari bupati Cokronegoro I,
bersama dengan Patih Cokrojoyo (pepatih atau pembantu bupati).
Tabung bedug dibuat dari pangkal pohon jati dari Dukuh
Pendowo, Desa Bragolan, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten
Purworejo yang telah berusia ratusan tahun dengan ukuran besar dan
bercabang lima yang disebut Pendowo, Pendowo mengandung sifat
perkasa dan berwibawa. Sementara kulit bedug diambil dari banteng
pejantan yang digembalakan di daerah Loano
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

115

Gambar 4.9 Informasi Diameter Bedug Agung Pandawa

Pembuatan bedug ini dilakukan langsung di dukuh Pendowo


yang berjarak sekitar 9 kilometer dari kota Purworejo. Untuk membawa
bedug ini menuju Masjid Agung Purworejo membutuhkan perjuangan
yang sangat panjang, hal ini dikarenakan medan yang masih berupa
tanah merah yang belum dilapisi aspal. Jalanan akan sangat berdebu
apabila cuaca panas, dan akan sangat becek, licin, bahkan rawan
longsor apabila hujan. Belum lagi gangguan makhluk halus yang
kerapkali menghambat perjalanan.
Akhirnya untuk membawa bedug tersebut menuju masjid Bupati
Cokronegoro Bupati Cokronegoro mengadakan musyawah kepada
seluruh pejabat kadipaten Bagelen di Pendopo Agung. Bupati
Cokronegoro menawarkan kepada hadirin yang datang siapa saja yang
mampu membawa Bedug Agung ke Masjid Agung, Bupati akan
mengangkat derajatnya, namun sayangnya tidak ada satu orangpun
yang berani menerima tugas agung tersebut.
Walaupun dari para tamu tidak ada yang berani menerima tugas
besar tersebut, ada salah satu diantara mereka yakni Raden
Tumenggung Prawironagoro mengusulkan nama dari orang luar yang
dirasa mampu mengemban tugas agung tersebut. Nama yang diusulkan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

116

oleh Raden Tumenggung Prawironagoro adalah Kyai atau Na‟ib dari


desa Solotihang, Loano yang bernama Kyai Haji Muhammad Irsyad.
Atas dasar pertimbangan yang matang dari seluruh pemangku
Kabupaten, akhirnya nama yang diajukan oleh Raden Tumenggung
yakni Kyai Haji Muhammad Irsyad disetujui oleh seluruh pemangku
kabupaten, maka dipanggillah Kyai Haji Muhammad Irsyad ke
Pendopo Kabupaten untuk menghadap.
Hari selanjutnya Kyai Haji muhammad Irsyad menjalankan
tugas yang telah diamanahkan kepadanya. Untuk menyelesaikan tugas
ini rencananya Kyai Haji Muhammad Irsyad akan membagi jarak
menjadi 20 pos, ia juga menyiapkan perbekalan yang cukup dan
hiburan yang akan membangkitkan semangat perjalanan membawa
bedug. Tidak lupa juga Kyai Haji Muhammad Irsyad melakukan
tirakatan untuk mengusir seluruh roh jahat yang berpotensi
mengganggu perjalanan.
Setelah segala persiapan pada hari sebelumnya telah selesai, kali
ini Kyai Haji Muhammad Irsyad bersama beberapa orang yang
membantunya mempersiapkan gelondongan-gelondongan kayu jati
yang diletakkan secara berjajar, baru kemudian di atasnya diletakkan
bedug agung, dengan penuh hati-hati ditarik, apabila jajaran-jajaran
kayu sudah sampai ujung maka gelondongan kayu yang telah dilewati
dibelakang akan dipindahkan ke depan dan kembali ditarik, begitu
seterusnya hingga kurang lebih 21 hari lamanya.
Sesampainya di Masjid Agung, Bupati Cokronegoro beserta
seluruh pemangku Kabupaten sudah menyiapkan sambutan besar-
besaran untuk Kyai Haji Muhammad Irsyad dan rombongannya yang
telah berhasil membawa Bedug Agung Pandawa ke Masjid Agung.
Seluruh warga penuh antuasias dan penuh sorak-sorai menyambut
kedatangan mereka. Pada saat itu juga Bedug Agung Pandawa dibawa
kedalam masjid untuk dipergunakan sebagai waktu pengingat sholat
lima waktu.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

117

e) Syair Lagu Ndolalak


Kelap-Kelip
Kelap-kelip lampu di kapal, kelap-kelip lampu di kapal
Kapal goyang turun sekoci, kapal goyang turun sekoci
Mari-mari kita belajar, mari-mari kita belajar
Untuk bekal di hari nanti, untuk bekal di hari nanti
Saya ingin numpang bicara, saya ingin numpang bicara
Pada tuan-tuan semua, pada tuan-tuan semua
Ada salah seribu salah, ada salah seribu salah
Jangan simpan di dalam hati, jangan simpan di dalam hati
Mari-mari kita gembira, mari-mari kita gembira
Kita gembira bersama-sama, kita gembira bersama-sama.

Gambar 4.10 Kesenian Ndolalak di Kabupaten Purworejo

f) Asal Mula Masjid Tiban


Konon Masjid di Desa Jenar Kidul Kecamatan Purwodadi,
Kabupaten Purworejo merupakan jejak peninggalan Sunan Kalijaga,
ulama Islam pada masa kewalian, kurang lebih 500 tahun silam.
menurut sejarah panjang asal mula masjid tersebut bermula ketika
Sunan Kalijaga datang ke Purworejo untuk mensyiarkan agama Islam
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

118

di Pulau Jawa, saat itu disela kesibukan Sunan Kalijaga membangun


Masjid Agung Demak, Sunan kalijaga rihlah ke kota Purworejo
tepatnya di Desa Jenar Kidul, setibanya di Desa Jenar Kidul, Sunan
Kalijaga mengganti namannya dengan Syech Udan Baring.
Kala itu di Desa Jenar belum banyak masjid sebagai tempat
untuk beribadah, maka dibangunlah masjid oleh Sunan Kalijaga pada
tahun 1468. Hal ini dimaksudkan sebagai wadah masyarakat agar lebih
mudah mensyiarkan agama Islam di Desa Jenar. Layaknya sebuah
masjid pastilah sebagai menggunakan tiang penyangga agar masjid
dapat berdiri dengan kokoh, di masjid tiban ini menggunakan empat
buah umpak penyangga tiang yakni, Lingga dan Yoni. Umpak batu
yang merupakan bangunan masa peradaban Hindu-Budha itu
menunjukkan adanya kesinambungan budaya, sekaligus wujud toleransi
antar umat beragama. Sedangkan untuk tiangnya menggunakan empat
buah saka guru yang terbuat dari tatal kayu jati yang diikat
menggunakan lempengan besi. Saka guru tersebut diyakini memiliki
ukuran yang sama dengan saka yang dibuat Sunan Kalijaga untuk
Masjid Agung Demak.

Gambar 4.11 Masjid Tiban Jenar Kidul


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

119

Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan mengambil air suci


Sunan Kalijaga membangun kolah bundar yang terbuat dari jambangan
tanah yang saat ini dinamakan kolah Al Musyaffa (kolah pengobatan).
Konon sumur ini tidak pernah mengalami kekeringan meskipun banyak
orang dari luar daerah mengambil air tersebut dengan tujuan untuk
menyembuhkan penyakit, cepat dapat jodoh, dan dimudahkan
usahanya. Tidak hanya itu, sumur yang berada di selatan Masjid Tiban
(tempat wudu putra) dahulu pernah ada bayi yang sengaja dijatuhkan ke
sana, akan tetapi bayi tersebut tidak mengalami luka apapun, dan
selamat tanpa ada kurang sedikitpun, Namun semua itu tentulah atas
izin Sang Maha Kuasa.

Gambar 4.12 Bedug di Masjid Tiban Jenar


(dari cabang pohon yang sama dengan Bedug Agung Pandawa)

Sebagai sarana pengingat waktu sholat tiba, Sunan Kalijaga juga


membuat sebuah bedug, yang konon kayu yang digunakan untuk
membuat bedug di Masjid Tiban ini merupakan cabang kayu yang
berasal dari cabang pohon kayu pandawa yang digunakan pada
pembuatan Bedug Agung Pandawa. Tidak ketinggalan di halaman
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

120

masjid terdapat gapura, konon gapura ini tidak menggunakan semen,


melainkan menggunakan tanah
Setelah cukup lama mensyiarkan agama Islam di Desa Jenar,
Sunan Kalijaga merasa perlu untuk membuat Prasasti Sipater yang
menunjukkan angka tahun dan proses pendirian Masjid Tiban, hal ini
dimaksudkan agar masyarakat tahu kapan masjid itu dibangun.
Setelah cukup lama mensyiarkan agama Islam di Desa Jenar,
Sunan Kalijaga melanjutkan kembali perjalanan, masjid yang telah
dibangunnya ditinggalkan. Seiring berjalannya waktu masyarakat baru
yang menempati desa tersebut menamakan masjid tersebut sebagai
Masjid Tiban, hal ini dikarenakan prasangka masyarakat umum yang
menganggap masjid itu ada dengan sendirinya tanpa mereka ketahui
kapan masjid itu dibangun. Ada juga yang mengatakan asal-muasalnya
dari batu Hajar Aswad yang ada di Masjidil Haram Mekah, konon saat
membangun Ka‟bah di Makkah Nabi Ibrahim melemparkan salah satu
batu dari Hajar Aswad Mekah, konon setiap tempat yang kejatuhan
batu tersebut akan berdiri masjid. Saat ini batu hitam tersebut berada di
sebelah selatan Masjid Tiban, dipagar untuk melindungi posisi aslinya.
Namun apabila dianalisis lebih mendalam kata “tiban” itu
sendiri mengandung makna bahwa ketika kita memasuki masjid
hendaknya melaksanakan sholat, karena sholat dapat mengobati
penyakit hati. „ti‟ berasal dari kata „ta‟ atau masuk dan „ban‟
bermaksud obat. Artinya dengan masuk masjid dan melaksanakan
shalat akan menjadi obat ketenangan hati bagi yang menunaikannya.
Sampai saat ini masyarakat sangat bersyukur dengan
keberadaan Masjid Tiban tersebut, dikarenakan masjid tersebut menjadi
tonggak awal penyebaran Islam di wilayah pesisir Kabupaten
Purworejo. Terlebih beberapa benda bersejarah peninggalan Sunan
Kalijaga membuat masyarakat sekitar semakin mengagumi kebesaran
Tuhan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

121

g) Asal Mula Batu Sumong


Alkisah Nyai Sumorejo seorang perempuan paruh baya yang
sudah mempunyai dua anak laki-laki. Anak yang pertama usianya
sekitar 3 tahun dan yang kedua baru beberapa bulan dilahirkan kedunia.
Sehari-harinya Nyai Sumorejo bekerja di ladang untuk bertani padi
gogo. Namun kesibukannya berladang tidak membuat Nyai Sumorejo
mengabaikan kewajibannya untuk menjaga dan menyusui kedua
anaknya. Kemanapun Nyai Sumorejo pergi ia selalu membawa kedua
putra yang sangat dicintai.
Pagi ini Nyai Sumorejo bersiap berangkat ke ladang, tidak lupa
ia membawa bekal makanan nasi dan lauk-pauk sekedarnya. Setelah
selesai menyiapkan semuannya Nyai Sumorejo berjalan menuju ladang.
Putra bungsunya ia gendong dengan selendang panjang yang diikat
kuat, memastikan agar putra kecilnya tidak akan terjatuh, sementara
tangan kanannya menggandeng putra sulungnya Ganang dan tangan kiri
Nyai Sumorejo menenteng bekal yang telah dipersiapkan.
Setelah sampai di ladang, Nyai Sumorejo meletakkan kedua
putranya di dekat batu yang menjulang cukup tinggi, dan dapat
melindungi kedua putranya dari terik sinar matahari. Di batu itu Nyai
Sumorejo meletakkan bayi kecilnya di ayunan sederhana dari dua akar
pohon yang dianyam, sementara Ganang dibebaskan memainkan
apapun dengan catatan Ganang tetap menjaga adiknya.
Setelah memastikan putra bungsunya tidak rewel dalam ayunan,
dan Ganang anteng bermain tanpa melalaikan tugasnya untuk menjaga
adiknya, Nyai Sumorejo memulai pekerjaannya berladang. Semua
tanaman liar yang berpotensi menggangu kesuburan tanaman padinya ia
bersihkan dengan penuh cekatan, Nyai Sumorejo tidak ingin nutrisi
pada tanaman padi gogonya terbagi dengan tanaman liar yang
menggangu.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

122

Setelah cukup lama bekerja, rasa lelah tidak juga membuat Nyai
Sumorejo beristirahat barang sejenak. Nyai Sumorejo merasa di bagian
ujung masih ada beberapa tanaman liar yang tumbuh di sekitar
tanaman padi gogonya. Di tengah keasyikan Nyai Sumorejo menyiangi,
ia mendengar racauan cedal putra sulungnya yang berteriak-teriak
memanggil-manggilnya.
“Mbok....! Mbok.... !! Mbok.... !!! ono adang owo Mbok”
(Ibu....! Ibu....!! Ibu....!!! ada kadal panjang)
Karena jaraknya menyiangi cukup jauh dengan batu tempat
anak-anaknya berteduh, Nyai Sumorejo tidak terlalu jelas
mendengarkan apa yang disuarakan putra sulungnya. Suara yang
didengar oleh Nyai Sumorejo “Mbok wadange digowo Mbok?” (Ibu
nasinya dibawa Buk...?), Nyai Sumorejo mengira putranya setelah lelah
bermain kelaparan dan hendak makan. Nyai Sumorejopun menjawab
“Iyo kono dipangan wae” (iya sana dimakan saja).
Merasa isyarat pertolongannya tidak digubris oleh ibunya,
Ganang berteriak semakin menjadi-jadi.
“Mbok adikku diowo adang owo Mbok.... !!!” (Ibuk, adikku
dibawa kadal panjang Buk!!!)
Sadar putranya kalap, Nyai Sumorejo yang saat itu
menggenggam hasil tanaman liar yang baru saja disianginya
dilemparkan entah kemana, Nyai Sumorejo tergopoh-gopoh berlari
mendekati putranya, langkahnya semakin dilipatgandakan seribu kali
saat Nyai Sumorejo melihat ada seekor binatang besar serupa kadal
dengan mata yang merah membara telah mengupayakan mangsa untuk
dimasukan dalam mulutnya. Sekelebat mata Nyai Sumorejo
menyaksikan ayunan tempat bungsunya diletakkan rusak tidak
beraturan.
Nyai Sumorejo berteriak histeris, ia menangkap sepasang kaki
kecil dalam mulut kadal raksasa tersebut yang tidak lain adalah putra
bungsunya, ia menangis sejadi-jadinya dan berusaha keras melakukan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

123

segala cara agar putranya dapat diselamatkan. Namun nahas, upaya


Nyai Sumorejo untuk menyelamatkan putranya gagal. Kadal raksasa
yang kuat itu menghempaskan tubuh Nyai Sumorejo hingga ia terjatuh.
Secepat kilat kadal raksasa memasukan seluruh tubuh mangsa segarnya
itu dalam mulutnya dan bergegas masuk ke dalam goa.
Nyai Sumorejo menjerit-jerit, berteriak meminta pertolongan
orang-orang yang ada disekitarnya, dan beberapa orang yang sedang
bekerja di ladang kala itu bergegas mendekati Nyai Sumorejo. Orang-
orang yang dipanggilnya tadi kebingungan dan menanyakan apa yang
terjadi. Setelah tangis Nyai Sumorejo reda ia menceritakan kehilangan
putranya yang dimakan oleh kadal raksasa kepada warga yang
berdatangan saat itu.

Gambar 4.13 Batu Sumong

Masyarakat yang mendengar cerita Nyai Sumorejo tampak


ketakutan dan tidak berani mendekat ke arah goa, semuannya mundur
teratur sambil memapah Nyai Sumorejo dan Ganang ke tempat yang
lebih teduh.
Setelah peristiwa itu banyak warga yang menduga-duga bahwa
dibalik batu besar itu dihuni oleh naga raksasa yang sangat buas.
Dugaan ini bukan tanpa alasan, pasalnya sebelumnya beberapa warga
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

124

yang menggembalakan hewan ternaknya disekitar batu itu hilang secara


misterius seperti di telan bumi. Tidak sedikit warga yang merasa sangat
ketakutan untuk berladang disekitar batu itu.
Uniknya setelah peristiwa Nyai Sumorejo yang kehilangan putra
bungsungnya di batu besar itu, kini masyarakat memberikan nama
untuk batu itu, yakni Batu Sumong. Dinamakan Batu Sumong, karena
selama ini batu tersebut dipergunakan oleh Nyai Sumorejo untuk
menyusui anak bungsunya dan momong (mengasuh) putra sulungnya
Ganang.
Malam hari setelah peristiwa itu, Nyai Sumorejo bermimpi
didatangi oleh orangtua yang berjanggut panjang dan berpesan untuk
tidak usah mencari putra bungsunya yang sudah pergi. Laki-laki tua itu
meminta agar Nyai Sumorejo mengikhlaskan putra bungsunnya yang
telah hilang. Ia memastikan putra bungsunya akan dimomong (diasuh)
dengan baik. Setelah itu laki-laki tua itu hilang diiringi dengan kilatan
cahaya yang sangat menyilaukan, seketika Nyai Sumorejo terbangun
dengan keringat penuh yang bercucuran, ia mengelus dadanya, dan
mengusapkan kedua tanggannya di mukannya sambil berbisik lirih
“duh Gusti, dalem sampun rilo, putro dalem kepundut” (Ya Tuhan,
saya ikhlas putra hamba Engkau ambil.”

h) Asal Mula Bruno


Membahas asal mula desa Bruno, kita tidak dapat terlepas dari
peperangan pasukan kecil yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro
melawan pasukan besar Kompeni Pemerintahan Belanda yang dibantu
oleh pasukan Legiun Mangkunegaran pada tahun 1828 Masehi.
Konon pada zaman dahulu Pangeran Diponegoro bersama
pasukan Turkiyo (sebuah nama pasukan Diponegoro yang meniru
pasukan perang negara Turki) mengunjungi sebagian rakyatnya yang
berada di Bagelen. Kedatangan ini dimaksudkan untuk memberi
semangat dan motivasi dalam berperang.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

125

Untuk menuju Bagelen, Pangeran Diponegoro dan pasukannya


diharuskan menyebrangi sungai, namun saat itu pantangan bagi sebuah
pasukan Mataram untuk menyebrangi Sungai Bogowonto. Menurut
kepercayaan kuno, akan terjadi nasib sial jika hal ini tetap dilakukan.
Untuk menghindari nasib sial, Pangeran Diponegoro beserta
pasukan Turkiyo dari Mataram mencari jalan alternatif ke arah utara
untuk sampai ke tanah Bagelen tanpa menyebrangi Sungai Bogowonto,
akan tetapi kondisi ini malah memberikan kesempatan yang bagus bagi
Pemerintah Kompeni Belanda untuk menangkap hidup-hidup Pangeran
Diponegoro, sebab Pemerintah Belanda mengetahui bahwa pasukan
Diponegoro tidak mungkin menyebrangi Sungai Bogowonto.
Mengetahui hal ini timbulah rencana jahat dari Kompeni
Pemerintah Belanda untuk menghadang dan mengepung Pangeran
Diponegoro dan pasukannya di tengah perjalanan, dan terjadilah perang
yang tidak seimbang antara pasukan pangeran Diponegoro dan
Kompeni Pemerintah Belanda.

Gambar 4.14 Asal Mula Bruno

Saat itu, Pemerintah Kompeni Belanda yang dipimpin oleh


Kapten Ingen dibantu sejumlah besar dari pasukan Legiun
Mangkunegaran yang dipimpin oleh Pangeran Prangwedana berhasil
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

126

membuat Pasukan Turkiyo menjadi kocar-kacir dan melarikan diri.


Beberapa prajurit dari Pasukan Turkiyo mengalami luka dan sebagian
yang lainnya banyak yang meninggal dunia.
Di tengah keadaan genting seperti ini Senopati Gajah Permada
ingat akan azimat kulit macan gembong yang dimilikinya, dengan
segera azimat tersebut dipakaikannya pada jempol tangan kanannya,
dan seketika itu pula Senopati Gajah Permada berubah menjadi seekor
macan gembong yang besar. Dengan cepat Senopati Gajah Permada
mempersilahkan Pangeran Diponegoro naik ke punggungnya. Mereka
berlari menuju hutan dalam. Namun pasukan dari musuh masih terus
mengejar dari belakang. Sorak sorai yang bergemuruh dari pasukan
musuh sudah mengepung posisi Pangeran Diponegoro dan Senopati
Gajah Permada. Lalu mereka naik disebuah pohon besar yang lebat, di
atas pohon ini Pangeran Diponegoro dan Senopati Gajah Permada dapat
melihat gerak-gerik pasukan musuh yang mencari keberadaan mereka.
Setelah cukup lama mencari Pangeran Diponegoro dan Senopati
Gajah Permada, pasukan dari musuh merasa kelelahan dan putus asa.
Beberapa dari mereka berteriak “buruane ora ono” (buruannya tidak
ada). Masing-masing dari mereka terus-menerus berteriak seperti itu,
sampai pada akhirnya mereka memutuskan untuk berhenti melakukan
pencarian dan pulang ke markas.
Setelah memastikan seluruh Pasukan Kompeni Pemerintahan
Belanda sudah tidak ada Pangeran Diponegoro beserta Senopati Gajah
Permada turun, mereka terselamatkan dari serangan Kompeni
Pemerintah Belanda. Sejak saat itu, tempat pengepungan itu dinamakan
Desa Bruno, hal ini dikarenakan pasukan musuh yang berkali-kali
berteriak “buruane ora ono” (buruannya tidak ada), untuk
mempermudah pengucapannya masyarakat menyebutnya Bruno.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

127

c. Nilai Pendidikan Karakter Cerita Rakyat di Kabupaten Purworejo


a) Nilai Pendidikan Karakter Cerita Rakyat Asal Mula Pituruh
Di dalam cerita rakyat Asal Mula Pituruh terdapat beberapa
aspek nilai-nilai pendidikan karakter, nilai-nilai pendidikan karakter
yang ditonjolkan dalam cerita rakyat Asal Mula Pituruh diantaranya:
1. Nilai Peduli Sosial
Nilai peduli sosial dalam cerita rakyat Asal Mula Pituruh
terletak pada kutipan-kutipan berikut;

“.... sampai pada akhirnya datanglah seorang kakek tua


yang menolongnya. berkat pertolongan kakek tua inilah,
Damar Wulan dan istrinya terselamatkan dari ancaman
Minak Jinggo”
Rasa peduli sosial ditunjukkan kakek tua yang menolong
Damar Wulan dan istrinya dari serangan Minak Jinggo.

2. Nilai Tanggung Jawab


Nilai tanggung Jawab dalam cerita rakyat Asal Mula
Pituruh terletak pada kutipan-kutipan berikut;

“setelah lelah berperang, Damar Wulan dan istrinya duduk


di lokasi yang tidak jauh dari tempat ia berperang tadi,
mereka mengabaikan rasa sakitnya dan tertidur cukup lama,
setelah terbangun dari tidurnya barulah Damar Wulan dan
istrinya teringat kepada sosok tua yang telah berjasa”

“mereka tidak mau melanjutkan perjalanan sebelum


mengucapkan terima kasih kepada kakek penolong. Malam
ini Damar Wulan dan istrinya memutuskan untuk tetap
tinggal di tempat itu.”

“sebelum matahari benar-benar terbenam Damar Wulan


membuatkan istrinya gubuk sederhana untuk bermalam,
Damar Wulan tidak ingin istri yang sangat dicintainya
terkena hewan buas yang akan melukai istrinya”

“.... sadar telah lalai menjaga istrinya, Damar Wulan


bergegas melihat gubuk tempat istrinya beristirahat”
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

128

“sebelum istrinya terbangun Damar wulan mengelilingi


pohon-pohon yang berada di dekat hutan, ia bermaksud
mencari buah-buahan yang barangkali bisa digunakan
untuk mengganjal perut yang mulai merasa kelaparan”.

Pada kutipan di atas nilai tanggung Jawab tercermin pada


sikap Damar Wulan dan istrinya yang merasa harus mengucapkan
terima kasih kepada kakek yang telah menolong mereka. Mereka
merasa berhutang budi kepada kakek tua, dan sebagai bentuk
apresiasi rasa berterima kasih mereka, Damar Wulan dan istrinya
memutuskan untuk bermalam di tempat itu, dengan harapan dapat
bertemu dengan kakek tua. Selanjutnya nilai tanggung Jawab
tercermin dari sikap Damar Wulan yang sangat bertanggung Jawab
menjaga istrinya.

3. Nilai Kerja Keras


Nilai kerja keras dalam cerita rakyat Asal Usul Pituruh
terdapat pada kutipan dibawah ini:

“Damar Wulan dan istrinya berteriak memanggil kakek tua


tadi, ia hendak mengucapkan terima kasih karena telah
menyelamatkan nyawanya, mereka menyusuri hutan,
hingga hutan terdalam, namun kakek tua yang
menyelamatkan mereka tidak kunjung ditemukan”

Nilai kerja keras tercermin dari sikap Damar Wulan dan


istriya yang bersungguh-sungguh mencari kakek yang telah
menolong mereka, bukti kerja keras mereka tergambar dari usaha
Damar Wulan dan istrinya menyusuri hutan sampai lapisan yang
terdalam, bahkan sampai mereka memutuskan untuk bermalam di
tempat itu.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

129

4. Nilai Rasa Ingin Tahu


Nilai rasa ingin tahu dalam cerita rakyat Asal Mula Pituruh
terdapat pada kutipan di bawah ini:

“Akhirnya Damar Wulan dan istrinya memutuskan untuk


bertapa dan meminta petunjuk Dewa untuk mencari tahu
siapa kakek yang menyelamatkan ia dan istrinya tadi”

Nilai rasa ingin tahu tercermin dari sikap Damar Wulan dan
istrinya yang mencari petunjuk untuk mengetahui keberadaan
kakek yang telah menolong mereka.

b) Nilai Pendidikan Karakter Cerita Rakyat Goa Pencu


Di dalam cerita rakyat Goa Pencu terdapat nilai-nilai
pendidikan, berikut merupakan nilai-nilai pendidikan karakter yang
terdapat dalam cerita rakyat Goa Pencu:
1. Nilai Menghargai Prestasi
Nilai menghargai prestasi dalam cerita rakyat Goa Pencu
terdapat pada kutipan berikut ini;

“walaupun Lurah Sumotirto terkesan otoriter dan disiplin


yang keras, semua warga desa merasa aman dan nyaman
dalam kepemimpinan beliau. Karena kedisiplinan yang
tinggi inilah Desa Ngandagan menjadi desa percontohan.”

Nilai menghargai prestasi tercermin dari kutipan yang


menggambarkan Desa Ngandagan yang mendapat gelar sebagai
desa percontohan, ini membutikan Pemerintah Kabupaten
Purworejo memberikan penghargaan yang tinggi kepada Desa
Ngandagan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

130

2. Nilai Disiplin
Nilai disiplin dalam cerita rakyat Goa Pencu terdapat pada
kutipan berikut ini:

“Karena kedisiplinan yang tinggi inilah Desa Ngandagan


menjadi desa percontohan, jalan di Desa Ngandagan rapi
dengan kerikil-kerikil kecil sehingga mempermudah
transportasi warga”

Nilai disiplin terletak pada kepemimpinan Lurah Sumotirto


yang secara rutin menggalakkan rakyatnya dalam penataan desa,
sehingga Desa Ngandagan bisa menjadi desa percontohan.

3. Peduli Lingkungan
Nilai peduli lingkungan dalam cerita rakyat Goa Pencu
terdapat pada kutipan di bawah ini:

“perbukitan di Desa Ngandaganpun ditanami dengan


pohon-pohon besar yang tumbuh subur dan lebat sehingga
menambah suasana indah dan asri di Desa Ngandagan,
wilayah perbukitan juga tidak luput dihijaukan, karena
suburnya setiap pohon yang ditanam di perbukitan, apabila
dilihat dari ujung bukit Desa Ngandagan yang banyak
ditumbuhi banyak pohon tampak “mecucu”, dan
perbukitan yang “mecucu” itu terdapat goa, yang
selanjutnya oleh masyarakat sekitar disebutlah Goa Pencu”

Nilai peduli lingkungan tercermin dari giatnya masyarakat


melakukan penghijauan, sehingga membuat lingkungan indah, asri,
udara yang sejuk, sehingga menjadi wilayah yang aman dan
nyaman untuk ditinggali.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

131

4. Nilai Peduli Sosial


Nilai peduli sosial dalam cerita rakyat Goa Pencu terdapat
pada kutipan berikut:

“selain penataan wilayah desa yang sangat bagus, kebaikan


Lurah Sumotirto diwujudkan pada kepeduliannya yang luar
biasa, apabila ada warga desa yang hendak mengadakan
hajatan dan khitanan, Lurah Sumotirto akan dengan
sukarela menanggung seluruh biaya pengadaan acara
tersebut. Bahkan Lurah Sumotirto akan dengan senang hati
ikut serta mengambil andil memberikan hiburan
pertunjukan kesenian tradisional berupa wayang kulit,
wayang orang, dan ketoprak”

“dalam pengelolaan hasil pertanian Lurah Sumotirto


melarang keras warganya untuk menjual hasil panen
kepada tengkulak, hasil panen harus dijual ke pasar, jika
ada warga desa yang tinggal di daerah terpencil di
pegunungan, Lurah Sumotirto menggerakkan warganya
untuk bergotong-royong membantu pembangunan rumah.
Jika ada pencuri yang tertangkap, maka pencuri itu akan
dibina atau bahkan dicarikan jodoh dari warga Desa
Ngandagan agar hidupnya lebih terarah. Jika ada warga
yang berasnya masih membeli, maka Lurah Sumotirto akan
memberikan pasokan bantuan beras, atau memberikan
sawah untuk diburuhkan. Selanjutnya Lurah Sumotirto juga
membuat peraturan agar warga desa tidak menjual tanah
terhadap orang luar Desa Ngandagan”.

Nilai peduli sosial tercermin dari kepedulian Lurah


Sumotirto yang mau membantu masyarakat yang hajatan, bahkan
ikut serta memberikan hiburan kepada masyarakat. Selain itu
kepedulian sosial Lurah Sumotirto juga tercermin pada
kebijaksanaannya membuat peraturan kepada warga untuk tidak
menjual hasil panen kepada tengkulak, dan melarang warganya
untuk tidak menjual tanah kepada orang yang berasal dari luar
Desa Ngandagan. Larangan yang diberikan oleh Lurah Sumotirto
kepada warganya bertujuan agar kesejahteraan dan kerukunan
warga Desa Ngandagan tetap terjaga.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

132

5. Nilai Mandiri
Nilai mandiri dalam cerita rakyat Goa Pencu tercermin
pada kutipan berikut:

“dalam kunjungannya saat itu Mantan Presiden Ir.


Soekarno memuji kemandirian masyarakat Desa
Ngandagan yang tidak menggantungkan bantuan pada
pemerintah.”

Nilai kemadirian tersirat dari pujian yang disampaikan oleh


Mantan Presiden Ir. Soekarno dalam Pidatonya, hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat Desa Ngandagan giat bertani
untuk menggerakkan perekonomian secara mandiri tanpa
menunggu dan meminta bantuan dari pemerintah.

c) Nilai Pendidikan Karakter Cerita Rakyat Arca Emas


Di dalam cerita rakyat Arca Emas terdapat nilai-nilai pendidikan
karakter, nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam cerita
Arca Emas antara lain:
1. Nilai Cinta Tanah Air
Nilai cinta tanah air dalam cerita rakyat Arca Emas
digambarkan pada kutipan berikut:

“Setelah Raja Sanjaya wafat, Pemerintahan Mataram kuno


dilimpahkan kepada keturunan Wangsa Sanjaya yang
bernama Rakai Pikatan Dyah Saladu. Raja Dyah Saladu
memerintah selama 8 tahun, dimulai dari 767-777 tahun
caka. Sebelum Raja Dyah Saladu wafat, beliau memberikan
wasiat supaya tampuk pemerintahan dipegang oleh Pangeran
Mahamantri I Hino Dyah Lokapala, yang masih berada di
lingkup Wangsa Sanjaya”

Nilai cinta tanah air pada kutipan diatas tercermin dari para
raja yang mewariskan kepemimpinan pada generasi sedarah, hal ini
dimaksudkan karena raja sudah mengetahui kadar pribadi
kepemimpinan yang ada dalam generasinya, ia percaya sebelum
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

133

memutuskan siapa yang akan menjadi raja berikutnya, seseorang itu


mampu untuk mengemban amanah dan memakmurkan wilayahnya.

2. Nilai Kerja Keras

Nilai kerja keras dalam cerita rakyat Arca Emas,


digambarkan pada kutipan berikut:

“selama melarikan diri, Dyah Badra dan pengawal setia


mendapat ancaman kepungan dari beberapa prajurit
Mataram di berbagai daerah, hal ini membuat Dyah Badra
dan pasukannya harus terus waspada agar keberadaannya
tidak diketahui, Dyah Badra dan pasukannya menyusuri
lapisan hutan terdalam....”

Nilai kerja keras tercermin dari tokoh Dyah Badra dan


pasukannya yang berusaha agar keberadaannya tidak diketahui
oleh musuh, mereka berlari dan menyusuri hutan, bahkan sampai
hutan lapisan terdalam.

d) Nilai Pendidikan Karakter Cerita Rakyat Bedug Agung Pandawa


Di dalam cerita rakyat Bedug Agung Pandawa terdapat nilai-
nilai pendidikan, nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam cerita
rakyat Bedug Agung Pandawa digambarkan pada kutipan berikut:
1. Nilai Peduli Sosial
Nilai peduli sosial yang tercermin dalam cerita rakyat
Bedug Agung Pandawa, digambarkan pada kutipan berikut;

“pada masa pemerintahan Bupati Cokronegoro I mulai


dibangun beberapa gedung pusat pemerintahan yang
berpusat di sekitar alun-alun Purworejo, hal ini dilakukan
untuk memperlancar seluruh aktivitas pemerintahan. Dalam
upaya pembangunan Bupati Cokronegoro I memerintahkan
pembangunan Masjid Agung di sebelah barat alun-alun
Purworejo sebagai tempat beribadah”
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

134

Nilai peduli sosial tercermin dari Bupati Cokronegoro I


yang membangun sarana dan prasarana pendukung kegiatan
masyarakat umum, hal ini membuktikan bahwa Bupati
Cokronegoro I Mempunyai rasa kepedulian sosial yang tinggi
untuk mengajak masyarakat beribadah.

2. Nilai Demokratis
Nilai demokratis dalam cerita Bedug Agung Pandawa,
digambarkan pada kutipan berikut:

“akhirnya untuk membawa bedug tersebut menuju masjid,


Bupati Cokronegoro I mengadakan musyawarah dengan
seluruh pejabat kadipaten Bagelen di Pendopo Agung”

“atas dasar pertimbangan yang matang dari seluruh


pemangku kabupaten, akhirnya nama yang diajukan oleh
Raden Tumenggung, yakni Kyai Haji Muhammad Irsyad
disetujui oleh seluruh pemangku kabupaten, maka
dipanggilah Kyai Haji Muhammad Irsyad ke Pendopo
untuk menghadap Bupati Cokronegoro I dan seluruh
pemangku Kabupaten”

Nilai demokratis tercermin pada Bupati Cokronegoro I


yang mengadakan musyawarah untuk mencari cara membawa
Bedug Agung Pandawa ke Masjid Agung, ini membuktikan bahwa
bupati Cokronegoro memberikan kesempatan kepada pejabat
kadipaten untuk menyampaikan pendapat.

3. Nilai Kreatif
Nilai kreatif dalam cerita rakyat Bedug Agung Pandawa
digambarkan pada kutipan berikut:
“hari selanjutnya Kyai Haji Muhammad Irsyad
menjalankan tugas yang telah diamanahkan kepadanya.
Untuk menyelesaikan tugas ini rencananya Kyai Haji
Muhammad Irsyad akan membagi jarak menjadi 20 pos, ia
juga menyiapkan perbekalan yang cukup dan hiburan yang
akan membangkitkan semangat perjalanan membawa
Bedug Agung Pandawa. Tidak lupa juga Kyai Muhammad
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

135

Irsyad melakukan tirakatan untuk mengusir seluruh roh


jahat yang berpotensi menganggu perjalanan”

Nilai kreatif tercermin dari tokoh Kyai Haji Muhammad


Irsyad. Dalam hal ini Kyai Haji Muhammad Irsyad memiliki cara
yang sangat jitu untuk membawa bedug yang berukuran sangat
besar, yakni dengan cara membagi jarak menjadi 20 pos.

4. Nilai Kerja Keras


Nilai kerja keras dalam cerita Bedug Agung Pandawa
digambarkan pada kutipan berikut:

“setelah segala persiapan pada hari sebelumnya telah


selesai, kali ini Kyai Haji Muhammad Irsyad bersama
beberapa orang yang membantunya mempersiapkan
gelondongan-gelondongan kayu jati yang diletakkan secara
berjajar, baru kemudian di atasnya diletakkan Bedug Agung
Pandawa, dengan penuh hati-hati lalu ditarik, apabila
jajaran-jajaran kayu sudah sampai ujung maka gelondongan
kayu yang telah dilewati dibelakang akan dipindahkan
kembali ke depan dan kembali ditarik, begitu seterusnya
hingga kurang lebih 21 hari lamanya Bedug Agung
Pandawa itu sampai di Masjid Agung”

Nilai kerja keras tercermin dari Kyai Haji Muhammad


Irsyad dan rombongan yang membantunya membawa Bedug
Agung Pandawa, mereka bekerja keras memindahkan dan menata
gelondongan-gelondongan kayu jati agar Bedug Agung Pandawa
dapat bergerak maju.

5. Nilai Menghargai Prestasi

Nilai menghargai prestasi dalam cerita rakyat Bedug Agung


Pandawa digambarkan pada kutipan berikut:

“sesampainya di Masjid Agung, Bupati Cokronegoro I


beserta seluruh pemangku kabupaten sudah menyiapkan
sambutan besar-besaran untuk Kyai Haji Muhammad
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

136

Irsyad dan rombongannya yang telah berhasil membawa


Bedug Agung Pandawa menuju Masjid Agung. Seluruh
warga penuh antusias dan penuh sorak sorai menyambut
kedatangan mereka”

Nilai menghargai prestasi tercermin cari sambutan yang


diberikan oleh Bupati Cokronegoro I dan masyarakat saat itu yang
menyambut dengan penuh suka cita ketika Kyai Haji Muhammad
Irsyad berhasil membawa Bedug Agung Pandawa ke Masjid
Agung.

e) Nilai Pendidikan Karakter Syair Lagu Ndolalak


Dalam syair lagu Ndolalak terdapat nilai-nilai pendidikan
karakter, nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam syair lagu
Ndolalak diantaranya:
1. Nilai Kerja Keras

Nilai kerja keras dalam syair lagu Ndolalak tercermin pada


kutipan berikut ini;

“mari-mari kita belajar, mari-mari kita belajar”

Nilai kerja keras tercermin dari syair lagu di atas ditunjukan


pada ajakan kepada masyarakat untuk belajar, hal ini di karenakan
belajar merupakan kewajiban setiap umat manusia.

2. Nilai Mandiri

Nilai mandiri dalam Syair Lagu Ndolalak, digambarkan


pada kutipan berikut ini:

“untuk bekal di hari nanti, untuk bekal di hari nanti”

Nilai mandiri pada syair lagu di atas menghimbau agar kita


sebagai manusia harus mandiri mempersiapkan bekal di hari nanti,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

137

karena apabila kita terlambat mencari bekal di hari nanti (entah itu
bekal dunia ataupun bekal untuk akhirat) kita akan menjadi insan
yang sesat dan tidak bermartabat.

3. Nilai Religius

Nilai religius yang terdapat dalam Syair Lagu Ndolalak


digambarkan pada kutipan berikut ini;

“ada salah seribu salah, ada salah seribu salah”


“jangan simpan di dalam hati, jangan simpan di dalam hati”

Nilai religius dalam kutipan syair lagu Ndolalak di atas


tercermin pada nasehat yang disisipkan, yakni kita sebagai
manusia, makhluk yang saling bersosialisasi antara satu dengan
yang lain, tidak jarang mengalami ketidakcocokkan, apabila
seseroang melakukan kesalahan, hendaknya kita tidak menyimpan
rasa sakit dalam hati, karena rasa sakit yang disimpan dalam hati
akan menyebabkan dendam berkepanjangan, lebih baik kita
memaafkan kesalahan orang tersebut.

4. Nilai Cinta Damai

Nilai cinta damai dalam Syair Lagu Ndolalak tercermin


pada kutipan berikut ini”

“mari-mari kita bergembira, mari-mari kita bergembira”


Kita gembira bersama-sama, kita gembira bersama-sama”

Nilai cinta damai yang tercermin dari kutipan di atas


menganjurkan agar manusia mencintai kedamaian agar bisa dalam
lingkungan dapat merasakan kehidupan yang penuh dengan
kebahagiaan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

138

f) Nilai Pendidikan Karakter Cerita Rakyat Asal Mula Masjid Tiban


Dalam cerita rakyat Asal Mula Masjid Tiban terdapat nilai-nilai
pendidikan karakter, nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat
dalam cerita rakyat Asal Mula Masjid Tiban diantaranya:
1. Nilai Religius
Nilai religius dalam cerita rakyat Asal Mula Masjid Tiban
digambarkan pada kutipan berikut:

“konon masjid di Desa Jenar Kidul, Kecamatan Purwodadi,


Kabupaten Purworejo, merupakan jejak peninggalan Sunan
Kalijaga, ulama Islam pada masa kewalian, kurang lebih
500 tahun silam. Menurut sejarah panjang asal mula masjid
tersebut bermula ketika Sunan Kalijaga datang ke
Purworejo untuk mensyiarkan agama Islam di pulau Jawa,
saat itu di sela kesibukan Sunan Kalijaga membangun
Masjid Agung Demak, Sunan Kalijaga rihlah ke kota
Purworejo tepatnya di Desa Jenar Kidul.”

“ada juga yang mengatakan asal muasalnya dari batu Hajar


Aswad yang ada di Masjidil Haram Makkah, konon saat
membangun Ka‟bah di Makkah Nabi Ibrahim melemparkan
salah satu batu dari Hajar Aswad Mekah, konon setiap
tempat yang kejatuhan batu tersebut akan berdiri masjid”

“namun apabila dimaknai secara mendalam, kata „tiban‟ itu


sendiri mengandung makna bahwa ketika kita memasuki
masjid hendaknya melaksanakan sholat, karena sholat dapat
menjadi obat penyakit hati, „ti‟ berasal dari kata „ta‟ atau
masuk, dan „ban‟ berarti obat. Artinya dengan masuk
masjid dan melaksanakan sholat akan menjadi obat
ketenangan hati bagi siapapun yang menunaikannya.

Nilai religius dalam cerita rakyat Asal Mula Masjid Tiban


pada kutipan pertama tercermin pada tokoh Sunan Kalijaga yang
membangun masjid di Desa Jenar sebagai tempat untuk beribadah.
Selanjutnya pada kutipan yang kedua digambarkan kebesaran
Yang Maha Kuasa, apabila Yang Kuasa telah berkehendak, maka
terjadilah. Selanjutnya pada kutipan yang kita, mengajarkan
kepada kita untuk senantiasa menjalankan kewajiban sholat.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

139

2. Nilai Peduli Sosial


Di dalam cerita rakyat Asal Mula Masjid Tiban, nilai peduli
sosial digambarkan pada kutipan berikut:

“kala itu Desa Jenar belum terdapat masjid sebagai tempat


untuk beribadah, maka dibangunlah masjid oleh Sunan
Kalijaga pada tahun 1468. Hal ini dimaksudkan sebagai
wadah masyarakat agar lebih mudah mensyiarkan agama
Islam di Desa Jenar”

Pada kutipan di atas nilai peduli sosial tercermin pada


kepedulian Sunan Kalijaga membangunkan masjid untuk
masyarakat Desa Jenar sebagai sarana beribadah.

3. Nilai Toleransi
Nilai toleransi dalam cerita rakyat Masjid Tiban
digambarkan pada kutipan berikut:

“.... umpak batu merupakan bangunan masa peradaban


Hindu-Budha itu menunjukkan adanya kesinambungan
budaya, sekaligus wujud toleransi antar umat beragama”

Nilai toleransi tercermin dari tokoh Sunan Kalijaga yang


membuat bangunan dengan mengadaptasi bangunan peradaban
Hindu-Budha, hal ini menunjukkan bahwa Sunan Kalijaga sangat
menghargai perbedaan.

g) Nilai Pendidikan Karakter Cerita Rakyat Asal Mula Batu Sumong


Dalam cerita rakyat Batu Sumong terdapat nilai-nilai
pendidikan, nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam cerita rakyat
Batu Sumong antara lain:
1. Nilai Kerja Keras
Nilai kerja keras dalam cerita rakyat asal mula Batu Sumong
digambarkan pada kutipan di bawah ini:

“alkisah Nyai Sumorejo seorang perempuan paruh baya


mempunyai dua anak laki-laki. Anak yang pertama usiannya
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

140

sekitar 3 tahun dan yang kedua baru beberapa bulan


dilahirkan kedunia. Sehari-harinya Nyai Sumorejo bekerja di
ladang untuk bertani padi gogo”

“setelah memastikan putra bungsunya tidak rewel dalam


ayunan, dan Ganang anteng bermain tanpa melalaikan tugas
untuk menjaga adiknya, Nyai Sumorejo memulai
pekerjaannya berladang. Semua tananman liar yang
berpotensi menganggu kesuburan tanaman padinya ia
bersihkan dengan penuh cekatan, Nyai Sumorejo tidak ingin
nutrisi pada tanaman padi gogonya terbagi dengan tanaman
liar yang mengganggu”

Nilai kerja keras tercermin pada tokoh Nyai Sumorejo yang


bekerja keras untuk menghidupi dua anaknya, selain itu Nyai
Sumorejo sangat rajin dalam bekerja, hal ini dibuktikan dengan
kecekatannya menyiangi padi, ia tidak ingin ada tanaman liar yang
mengganggu tanaman padi gogonya, penyiangan yang benar, akan
membuat tanaman padi gogo dapat tumbuh dengan subur, sehingga
panen yang dihasilkanpun akan maksimal, dengan hasil panen yang
maksimal inilah Nyai Sumorejo dapat menghidupi anak-anaknya.

2. Nilai Tanggung Jawab


Nilai tanggung Jawab dalam cerita rakyat Nyai Sumorejo
terdapat pada kutipan di bawah ini:
“.... kesibukannya berladang tidak membuat Nyai Sumorejo
mengabaikan untuk menjaga dan menyusui anak-anaknya.
Kemanapun Nyai Sumorejo pergi ia selalu membawa kedua
putranya yang sangat dicintai”

“Mbok....! mbok....!! Mbok....!!! ono adang owo Mbok”


(Ibu....! ibu....!! ibu....!!! ada kadal panjang Bu)

“merasa isyarat pertolongannya tidak digubris oleh ibunya,


Ganang berteriak semakin menjadi-jadi”

Nilai tanggung Jawab dalam cerita rakyat Batu Sumong


tercermin dari Nyai Sumorejo yang tetap menjaga dan menyusui
anaknya sebagai ibu walaupun dia sibuk dengan pekerjaannya,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

141

selain itu nilai tanggung jawab juga tercermin dari sikap Ganang
yang amanah dengan tugasnya untuk menjaga sang adik, hal ini
dibuktikan dengan upaya Ganang yang berteriak keras-keras
meminta pertolongan ketika ia melihat adiknya dimakan oleh kadal
panjang.

3. Nilai Kreatif
Nilai kreatif dalam cerita rakyat asal mula Batu Sumong
digambarkan pada kutipan berikut ini:

“setelah sampai di ladang, Nyai Sumorejo meletakkan kedua


putranya dibawah batu yang menjulang cukup tinggi, dan
dapat melindungi kedua putranya dari terik sinar matahari.
Di batu itu Nyai Sumorejo meletakkan bayi kecilnya di
ayunan dari anyaman bagian pohon menjulur yang
dikaitkan, sementara Ganang dibebaskan memainkan
apapun dengan catatan Ganang tetap menjaga adiknya”

Nilai kreatif pada kutipan diatas tercermin dari kepiawaian


Nyai Sumorejo memanfaatkan apa yang ada di sekitarnya menjadi
sesuatu yang bermanfaat, dalam hal ini Nyai Sumorejo membuat
ayunan untuk putra bungsungya, ayunan ini terbuat dari bagian
pohon yang menjulur dan dianyam.

4. Nilai Peduli Sosial


Nilai peduli sosial pada cerita rakyat asal mula Batu Sumong
digambarkan pada kutipan berikut:
“Nyai Sumorejo menjerit-jerit, berteriak sekeras-kerasnya
meminta pertolongan orang-orang yang ada disekitarnya,
dan beberapa orang yang sedang bekerja di ladang kala itu
bergegas mendekati Nyai Sumorejo. Orang-orang yang
dipanggilnya tadi kebingunggan dan menanyakan apa yang
terjadi....”

“.... sambil memapah Nyai Sumorejo dan Ganang ke tempat


yang lebih teduh”
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

142

Nilai peduli sosial pada kutipan di atas tercermin dari


masyarakat yang bergegas mendekati Nyai Sumorejo dan Ganang
yang sedang kalap, kepedulian masyarakat juga digambarkan saat
mereka yang datang memapah Nyai Sumorejo dan Ganang ke
tempat yang lebih teduh.

h) Nilai Pendidikan Karakter Cerita Rakyat Asal Mula Bruno


Dalam cerita rakyat Asal Mula Bruno terdapat nilai-nilai
pendidikan karakter, nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat
dalam cerita rakyat ini antara lain:
1. Nilai Semangat Kebangsaan
Nilai semangat kebangsaan yang terdapat dalam cerita
rakyat Asal Mula Bruno digambarkan pada kutipan di bawah ini:
“membahas asal mula Desa Bruno, kita tidak dapat terlepas
dari peperangan pasukan kecil yang dipimpin oleh Pangeran
Diponegoro melawan pasukan besar kompeni Pemerintah
Belanda yang dibantu oleh Pasukan Legiun Mangkunegaran
pada tahun 1828 masehi”

Nilai semangat kebangsaan pada kutipan diatas tercermin


dari tokoh Pangerang Diponegoro dan pasukannya yang tidak
gentar berjuang melawan pasukan Kompeni Pemerintah Belanda
walaupun jumlahnya lebih besar.

2. Nilai Bersahabat atau Komunikatif


Nilai bersahabat atau komunikatif dalam cerita rakyat Asal
Mula Bruno digambarkan pada kutipan berikut:

“konon pada zaman dahulu Pangeran Diponegoro bersama


dengan pasukan Turkiyo (sebuah nama pasukan yang
meniru pasukan perang negara Turki) mengunjungi sebagian
rakyatnya yang di Bagelen. Kedatangan ini dimaksudkan
untuk memberi semangat dan motivasi dalam berperang”
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

143

Nilai bersahabat atau komunikatif pada kutipan di atas


tercermin dari tokoh Pangeran Diponegoro dan pasukannya yang
hendak mengunjungi rakyat yang berada di Bagelen untuk
memberikan semangat dan motivasi dalam berperang, ini
menunjukkan bahwa Pangeran Diponegoro dan pasukannya pribadi
yang bersahabat dan menjaga komunikasi untuk membangun
kekuatan bersama, agar tidak mudah dikalahkan dan diadu domba
oleh Kompeni Pemerintah Belanda.

3. Nilai Kreatif
Nilai kreatif dalam cerita rakyat Asal Mula Bruno
digambarkan pada kutipan di bawah ini:

“di tengah keadaan yang genting seperti ini, Senopati Gajah


Permada ingat akan azimat kulit macan gembong yang
dimilikinya, dengan segera azimat tersebut dipakaikannya
pada jempol tangan kanannya, dan seketika itu pula
Senopati Gajah Permada berubah menjadi seekor macan
gembong yang besar. Dengan cepat Senopati Gajah Permada
mempersilahkan Pangeran Diponegoro untuk segera naik ke
punggungnya. Mereka berlari menuju hutan dalam”

Nilai kreatif dalam kutipan di atas tercermin dari tokoh


Senopati Gajah Permada yang menggunakan azimat kulit macam
gembong. Dengan menggunakan azimat ini Senopati Gajah
Permada dan Pangeran Diponegoro dapat melarikan diri lebih cepat
dari kejaran musuh, sehingga mereka dapat selamat.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

144

d. Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat di Kabupaten Purworejo


a) Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat Asal Mula Pituruh

Dalam cerita rakyat Asal Mula Pituruh terdapat nilai-nilai


kearifan lokal, nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam cerita
rakyat Asal Mula Pituruh diantaranya adalah:
1. Nilai Peduli Lingkungan
Nilai kearifan lokal peduli lingkungan dalam cerita rakyat
Asal Mula Pituruh digambarakan pada kutipan berikut:

“pada suatu hari Damar Wulan dan istrinya menuju pesisir


untuk menghibur diri. Untuk memberikan tanda bahwa
daerah itu sudah pernah mereka kunjungi, Damar Wulan
memberi tanda dengan cara menanam sebuah pohon, pohon
yang ditanam adalah pohon Widara.

Nilai kearifan lokal dalam kutipan diatas tercermin pada


tokoh Damar Wulan yang menanam pohon sebagai penanda tempat
yang pernah disinggahinya, hal ini secara tidak langsung Damar
Wulan mencintai lingkungannya, hal ini ditunjukkan dengan
penanaman pohon untuk kelestarian lingkungan.

2. Nilai Kerja Keras


Nilai kearifan lokal kerja keras dalam cerita rakyat Asal
Mula Pituruh digambarkan pada kutipan berikut:

“Damar Wulan dan istrinya berteriak memanggil kakek tua


tadi, ia hendak mengucapkan terima kasih karena telah
menyelamatkan nyawanya, mereka menyusuri hutan hingga
hutan yang terdalam....”

Nilai kearifan lokal kerja keras tercermin dari tokoh Damar


Wulan dan istrinya yang berusaha keras mencari kakek yang telah
menyelamatkan mereka, kesungguhan mereka terlihat dari
upayanya yang mencari sampai hutan terdalam.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

145

3. Nilai Kerukunan
Nilai kearifan lokal kerukunan dalam cerita rakyat Asal
Mula Pituruh digambarkan pada kutipan berikut ini:

“sesampainya di depan gubuk sederhana tempat istrinya


beristirahat, ia mendapati istrinya sudah bangun dan
memberikan makanan yang sudah didapatkannya kepada
istrinya, mereka makan bersama, menikmati udara pagi yang
segar sambil bercakap-cakap”

Nilai kearifan kerukunan ditampilkan oleh tokoh Damar


Wulan dan istrinya melalui peristiwa makan bersama, hal ini
menggambarkan bahwa mereka adalah pasangan yang memiliki
kehidupan yang rukun.

4. Nilai Rasa Syukur


Nilai kearifan lokal rasa syukur dalam cerita rakyat Asal
Mula Pituruh digambarkan pada kutipan dibawah ini:

“.... setiap memasuki bulan Suro, mereka mengadakan


selamatan masal. Masyarakat memaknai bulan Suro sebagai
bulan intropeksi diri, bahwa manusia harus sadar diri, harus
senantiasa berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi
dari sebelumnya. Pada bulan Suro banyak dari warga
masyarakat yang melaksanakan puasa”

Nilai kearifan lokal dalam kutipan di atas terlihat dari


masyarakat yang berbondong-bondong melakukan selamatan
setiap kali memasuki bulan Suro, secara tidak langsung selamatan
ini merupakan ungkapan syukur dari masyarakat.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

146

b) Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat Goa Pencu

Dalam cerita rakyat Goa Pencu terdapat nilai-nilai kearifan


lokal, nilai-nilai kearifan lokal yang menonjol dalam cerita rakyat Goa
Pencu diantaranya:
1. Nilai Kejujuran
Nilai kejujuran dalam cerita rakyat Goa Pencu digambarkan
pada kutipan di bawah ini:

“dahulu kala Desa Ngandagan dipimpin oleh seorang lurah


yang bernama Sumotirto (1946-1963), Beliau adalah pribadi
yang jujur, cerdas dan bijaksana”

Nilai kejujuran dalam kutipan di atas diwujudkan dalam


tokoh Lurah Sumotirto, hal ini merupakan penilaian pandangan
masyarakat secara umum yang mengenal Beliau sebagai pribadi
yang jujur.

2. Nilai Disiplin
Nilai disiplin dalam cerita rakyat Goa Pencu digambarkan
pada kutipan di bawah ini:

“walaupun Lurah Sumotirto terkesan otoriter dan disiplin


yang keras, semua warga desa merasa aman dan nyaman
dalam kepemimpinan beliau. Karena kedisiplinan yang
tinggi inilah Desa Ngandagan menjadi desa percontohan”

Nilai disiplin dalam kutipan di atas tercermin dari tokoh


Lurah Sumotirto yang memang sangat peduli dengan penataan dan
kebersihan lingkungan, ia menghimbau warganya agar ikut serta
menciptakan lingkungan yang bersih dan nyaman, alhasil dari
kedisiplinan ini Desa Ngandagan dijadikan sebagai desa
percontohan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

147

3. Nilai Peduli Lingkungan


Nilai peduli lingkungan dalam cerita rakyat Goa Pencu
digambarkan pada kutipan berikut ini:

“perbukitan di Desa Ngandagan ditanami dengan pohon-


pohon besar yang tumbuh subur dan lebat sehingga
menambah suasana indah dan asri di Desa Ngandagan,
wilayah perbukitan tidak luput dihijaukan....”

Nilai peduli lingkungan dari kutipan diatas dicerminkan


oleh masyarakat yang giat menanam pohon, sehingga Desa
Ngandagan menjadi lingkungan menjadi indah, asri, dan nyaman
untuk dihuni.

4. Nilai Gotong-Royong
Nilai gotong royong dalam cerita rakyat Goa Pencu
digambarkan pada kutipan dibawah ini:

“jika ada warga desa yang tinggal di daerah terpencil di


pegunungan, Lurah Sumotirto akan menggerakkan
warganya untuk bergotong-royong membantu pembangunan
rumah”

Nilai gotong-royong tercermin dari kepedulian warga yang


tanpa pamrih saling bahu-membahu membangunkan rumah apabila
ada salah satu warga yang masih tinggal di daerah terpencil.

5. Nilai Kerukunan, Penyelesaian Konflik


Nilai kerukunan atau penyelesaian masalah dalam cerita
rakyat Goa Pencu terdapat pada kutipan di bawah ini:

“jika ada pencuri yang tertangkap, maka pencuri itu akan


dibina atau bahkan dicarikan jodoh dari warga Desa
Ngandagan agar hidupnya lebih terarah”
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

148

Nilai kerukunan tercermin dari sikap warga yang apabila ada


pencuri tidak main hakim sendiri, selain itu kebijaksanaan Lurah
Sumotirto terlihat dalam menyelesaikan masalah apabila ada
pencuri di desanya, pencuri itu akan dibina dan dicarikan jodoh.

6. Nilai Kesetiakawanan Sosial


Nilai kesetiakawanan sosial dalam cerita rakyat Goa Pencu
terdapat dalam kutipan dibawah ini:

“.... mantan Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno yang


mengunjungi Desa Ngandagan pada tahun 1947. Tujuan
kunjungan tersebut untuk meninjau keberhasilan proyek
pertanian dan perikanan di Desa Ngandagan. Selain itu
karena Lurah Sumotirto dan mantan Presiden Republik
Indonesia Ir. Soekarno meruapakan saudara seperguruan”

Nilai kesetiakawanan tercermin dari tokoh mantan Presiden


Republik Indonesia Ir. Soekarno yang tetap menjalin silaturahmi
dengan Lurah Sumotirto, hal ini membuktikan keduannya memiliki
kesetiakawanan yang tinggi.

c) Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat Arca Emas


Dalam cerita rakyat Arca Emas terdapat nilai-nilai kearifan
lokal, nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam cerita rakyat Arca
Emas antara lain:
1. Nilai Komitmen
Nilai komitmen yang terdapat dalam cerita rakyat Arca
Emas digambarkan pada kutipan di bawah ini:

“setelah Raja Sanjaya wafat, tampuk Pemerintahan Mataram


Kuno dilimpahkan ke salah satu Wangsa Sanjaya yang
bernama Rakai Pikatan Dyah Saladu. Raja Dyah Saladu
memerintah selama 8 tahun, dimulai dari 769-777 tahun
caka, sebelum Raja Dyah Saladu wafat, beliau memberikan
wasiat supaya tampuk pemerintahan di pegang oleh
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

149

Pangeran Mahamantri I Hino Dyah Lokapala, yang masih


berada dilingkup Wangsa Sanjaya”

Nilai komitmen pada cerita rakyat Arca Emas terletak pada


Raja Sanjaya yang tetap memegang komitmen mewariskan
kepemimpinan kepada generasi yang masih mewarisi darah
keturunannya, hal ini memang sudah menjadi aturan pakem dalam
sebuah kerajaan.

2. Nilai Kerja Keras


Nilai kerja keras dalam cerita rakyat Arca Emas,
digambarkan pada kutipan di bawah ini:

“Dyah Badra harus terus waspada agar keberadaanya tidak


diketahui, Dyah Badra dan pasukannya berusaha
menyelamatkan diri sampai lapisan hutan terdalam”

Nilai kerja keras dalam cerita di atas digambarkan oleh


tokoh Dyah Badra dan pasukannya yang berusaha keras
menyelamatkan diri, kesungguhan dalam menyelamatkan diri
ditunjukkan melalui kesungguhannya dan pasukannya mencari
tempat yang aman bahkan sampai hutan bagian dalam.

d) Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat Bedug Agung Pandawa


Dalam cerita rakyat Bedug Agung Pandawa terdapat nilai-nilai
kearifan lokal, nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam cerita
rakyat Bedug Agung Pandawa antara lain:
1. Nilai Kerukunan, Penyelesaian Konflik
Nilai kerukunan atau penyelesaian konflik yang terdapat
dalam cerita rakyat Bedug Agung Pandawa digambarkan pada
kutipan berikut:

“akhirnya untuk membawa Bedug Agung Pandawa menuju


Masjid Agung, Bupati Cokronegoro I mengadakan
musyawarah dengan seluruh pejabat Kadipaten Bagelen di
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

150

Pendopo Agung. Bupati Cokronegoro I menawarkan kepada


hadirin yang datang”

Nilai kerukunan dalam menyelesaikan masalah dicerminkan


dari Bupati Cokronegoro I dan seluruh pemangku Kadipaten
Bagelen, yang mendiskusikan secara bersama cara untuk membawa
Bedug Agung Pandawa, dalam musyawarah itu Bupati
Cokronegoro I juga memberikan kesempatan yang luas bagi para
pemangku yang hendak menyampaikan pendapat.

2. Nilai Kerja Keras


Nilai kerja keras dalam cerita rakyat Bedug Agung Pandawa
digambarkan pada kutipan dibawah ini:

“hari selanjutnya Kyai Haji Muhammad Irsyad menjalankan


tugas yang diamanahkan kepadanya. Untuk menyelesaikan
tugas ini rencanannya Kyai Haji Muhammad Irsyad akan
membagi jarak menjadi 20 pos, ia juga menyiapkan
perbekalan yang cukup dan hiburan yang membangkitkan
semangat perjalanan saat membawa bedug. Tidak lupa juga
Kyai Haji Muhammad Irsyad melakukan tirakatan untuk
mengusir seluruh roh jahat yang berpotensi mengganggu
perjalanan”

Nilai kerja keras dalam kutipan diatas terdapat pada tokoh


Kyai Haji Muhammad Irsyad yang bekerja keras mempersiapkan
perlengkapan dan kebutuhan perbekalan membawa bedug secara
matang.

3. Nilai Gotong-Royong
Nilai gotong-royong dalam cerita rakyat Bedug Agung
Pandawa terdapat pada kutipan berikut:
“setelah segala persiapan pada hari sebelumnya telah selesai,
kali ini Kyai Haji Muhammad Irsyad bersama beberapa
orang yang membantunya mempersiapkan gelondongan-
gelondongan kayu jati yang diletakkan secara berjajar, baru
kemudian diatasnya diletakkan Bedug Agung Pandawa,
dengan penuh hati-hati ditarik, apabila jajaran-jajaran kayu
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

151

sudah sampai ujung maka gelondongan kayu yang telah


dilewati dibelakang akan dipindahkan ke depan dan ditarik
kembali, begitu seterusnya hingga kurang lebih 21 hari
lamanya Bedug Agung Pandawa sampai di Masjid Agung”

Nilai gotong-royong terlihat dari kekompakkan Kyai Haji


Muhammad Irsyad beserta rombongannya saling bahu-membahu
memindahkan dan menata gelondongan kayu jati untuk membawa
Bedug Agung Pandawa ke Masjid Agung.

e) Nilai Kearifan Lokal Syair Lagu Ndolalak


Dalam Syair Lagu Ndolalak terdapat nilai-nilai kearifan lokal,
nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam Syair Lagu Ndolalak
antara lain:
1. Nilai Pendidikan

Nilai pendidikan dalam Syair Lagu Ndolalak terdapat pada


kutipan berikut ini:

“mari-mari kita belajar, mari-mari kita belajar”

Kutipan di atas mengajak kepada seluruh generasi untuk giat


belajar, karena dengan belajar manusia akan menjadi berwawasan
dan bermartabat.

2. Nilai Kerja Keras

Nilai kerja keras dalam Syair Lagu Ndolalak terdapat pada


kutipan berikut:

“untuk bekal dihari nanti, untuk bekal di hari nanti”

Nilai kerja keras dalam kutipan di atas terletak pada nasehat


yang terkandung di dalamnya, dalam hidup hendaknya segala
sesuatunya dipersiapkan secara matang. Bekal dalam hal ini bukan
hanya bekal di dunia, tetapi juga bekal untuk akhirat.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

152

3. Nilai Kerukunan
Nilai kerukunan dalam Syair Lagu Ndolalak terdapat dalam
kutipan berikut ini:

“ada salah seribu salah, ada salah seribu salah”


“jangan simpan di dalam hati, jangan simpan di dalam hati”
“mari-mari kita gembira, mari-mari kita gembira”
“kita gembira bersama-sama, kita gembira bersama-sama”

Nilai kerukunan dalam kutipan di atas tercermin dari


kelapangan hati masyarakat yang tidak menyimpan dendam dalam
hati, hendaknya kalau ada seseorang yang berbuat salah, saling
memaafkan agar rasa kebersamaan terjaga.

f) Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat Asal Mula Masjid Tiban

Dalam cerita rakyat Asal Mula Masjid Tiban terdapat nilai-nilai


kearifan lokal, nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam cerita
rakyat Masjid Tiban antara lain:

1. Nilai Pelestarian, Kreatifitas Budaya

Nilai pelestarian budaya dalam cerita rakyat Asal Mula


Masjid Tiban digambarkan pada kutipan diberikut ini:

“....umpak batu yang merupakan bangunan masa peradaban


Hindu-Budha itu menujukkan adanya kesinambungan
budaya dan wujud toleransi antar umat beragama”

Nilai pelestarian lingkungan dan kreatifitas budaya


tercermin dari cara Sunan Kalijaga mendesain bangunan Masjid
Tiban, yakni dengan mengadaptasi bangunan peradaban Hindu-
Budha, hal ini selain bentuk penghargaan kekayaan budaya juga
sekaligus wujud penghargaan terhadap perbedaan umat beragama
agar senantiasa menjaga ikatan persaudaraan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

153

2. Nilai Rasa Syukur

Nilai rasa syukur dalam cerita rakyat Asal Usul Masjid


Tiban digambarkan pada kutipan berikut ini:

“sampai saat ini masyarakat sangat bersyukur dengan


keberadaan Masjid Tiban tersebut, dikarenakan masjid
tersebut menjadi tonggak awal penyebaran agama Islam di
wilayah pesisir Kabupaten Purworejo. Terlebih benda
peninggalan Sunan Kalijaga membuat masyarakat sekitar
semakin mengagumi kebesaran tuhan”

Nilai rasa syukur dalam kutipan di atas tercermin dari


masyarakat sekitar yang akhirnya banyak mayoritas dari mereka
yang memeluk agama Islam, dan semakin menggagumi kebesaran
Allah.

g) Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat Asal Mula Batu Sumong


Dalam cerita rakyat Asal Mula Batu Sumong terdapat nilai-nilai
kearifan lokal, nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam cerita
rakyat Asal Mula Batu Sumong diantaranya:
1. Nilai kerja keras
Nilai kerja keras dalam cerita rakyat Asal Mula Batu
Sumong terdapat pada kutipan berikut ini:
“alkisah Nyai Sumorejo seorang perempuan paruh baya
mempunyai dua anak laki-laki. Anak yang pertama usiannya
sekitar 3 tahun, sedangkan yang kedua baru beberapa bulan
dilahirkan ke dunia. Sehari-harinya Nyai Sumorejo bekerja
di ladang untuk bertani padi gogo”

“setelah memastikan putra bungsunya tidak rewel dalam


ayunan, dan Ganang anteng bermain tanpa melalaikan
tugasnya untuk menjaga adiknya, Nyai Sumorejo memulai
pekerjaannya berladang. Semua tanaman liar yang
berpotensi menggangu kesuburan tanaman padinya ia
besihkan dengan penuh cekatan, Nyai Sumorejo tidak ingin
nutrisi pada tanaman padi gogonya terbagi dengan tanaman
liar yang mengganggu”
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

154

Nilai kerja keras dalam kutipan di atas tercermin dari tokoh


Nyai Sumorejo yang bekerja keras tanpa mengenal lelah berladang
untuk dapat menghidupi anak-anaknya.

2. Nilai Komitmen

Nilai komitmen yang terdapat dalam cerita rakyat Asal Mula


Batu Sumong terdapat dalam kutipan berikut:

“kesibukannya berladang tidak membuat Nyai Sumorejo


mengabaikan kewajibannya untuk menjaga dan menyusui
anak-anaknya. Kemanapun Nyai Sumorejo pergi, ia selalu
membawa kedua putra yang sangat dicintainya”

Nilai komitmen dalam kutipan diatas tercermin dari tokoh


Nyai Sumorejo yang tetap menjaga tanggung Jawabnya untuk
menjaga dan menyusui anaknya walaupun ia sibuk bekerja.

h) Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat Asal Mula Bruno


Dalam cerita rakyat Asal Mula Bruno terdapat nilai kearifan
lokal, nilai kearifan lokal yang terdapat dalam cerita rakyat Asal Mula
Bruno yakni:
1. Nilai Kesetiakawanan Sosial

Nilai kesetiakawanan dalam cerita rakyat Asal Mula Bruno


terdapat pada kutipan di bawah ini:

“konon pada zaman dahulu Pangeran Diponegoro bersama


pasukan Turkiyo (sebuah nama pasukan Diponegoro yang
meniru pasukan perang negara turki) mengunjungi sebagian
rakyatnya yang berada di Bagelen. Kedatangan ini
dimaksudkan untuk memberi semangat dan motivasi dalam
berperang”

Nilai kesetiakawanan sosial terdapat pada tokoh Pangeran


Diponegoro dan pasukannya yang menengok rakyatnya yang
berada di Bagelen, hal ini berarti ada upaya kesetiakawanan untuk
tetap menjaga rasa persatuan sosial.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

155

C. Pembahasan
Membahahas hasil penelitian tidak dapat terlepas dari terlepas dari teori
pendukung yang relevan dengan beberapa pokok permasalahan dalam
penelitian. Pokok permasalahan dalam penelitian ini terdiri dari: (1) bentuk dan
isi cerita rakyat yang ada di Kabupaten Purworejo; (2) nilai-nilai pendidikan
karakter yang terkandung dalam cerita rakyat di Kabupaten Purworejo; (3)
nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam cerita rakyat di Kabupaten
Purworejo; (4) relevansi nilai-nilai pendidikan karakter dan nilai-nilai kearifan
lokal dalam pembelajaran sastra anak di Sekolah Dasar.
Folklor meliputi dongeng, cerita, hikayat, kepahlawanan, adat istiadat,
lagu, tata cara, kesusastraan, kesenian, dan busana daerah. Masing-masing
milik masyarakat tradisional secara kolektif (Purwadi, 2012: 1). Folklor
tersebar dan berkembang dari lisan ke lisan. Melalui bahasa lisan itu, manusia
membangun kesadaran akan dirinya dan seluruh tingkah lakunya untuk
menciptakan ruang gerak yang luas bagi dirinya.
Pada hakikatnya folklor di Kabupaten Purworejo merupakan identitas
sosial yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Rasa memiliki yang sudah
mengakar, menyebabkan emosi masing-masing warga manunggal. Perasaan
senasib dan seperjuangan terbentuk karena identitas sosial sudah lebih dulu
lahir. Folklor di Kabupaten Purworejo sangat bervariasi jumlahnya, itu
merupakan kekayaan batin yang perlu dikaji secara terus-menerus dan
berkelanjutan. Dari waktu ke waktu, generasi ke generasi bersifat inovatif atau
kurang mengalami perubahan. Oleh karenanya cerita rakyat berbentuk anonim.
Setiap anggota masyarakat boleh untuk merasa memiliki dan mengembangkan
sesuai dengan kondisi setempat, sehingga dapat diartikan bahwa folklor
dilestarikan oleh masyarakat pendukungnya dengan sukarela tanpa paksaan.

1. Jenis-Jenis Cerita Rakyat di Kabupaten Purworejo


Untuk lebih memahami hasil penelitian cerita rakyat di Kabupaten
Purworejo, lihat tabel berikut:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

156

Tabel 4.1 Jenis-Jenis Cerita Rakyat di Kabupaten Purworejo

No Cerita Rakyat di Ciri-Ciri Cerita Rakyat di Jenis Cerita


Kabupaten Purworejo Kabupaten Purworejo Rakyat di
Kabupaten
Purworejo
1. Asal Mula Pituruh Terdapat kepercayaan Mite
masyarakat di bulan Suro
untuk mengadakan
selamatan untuk tujuh ruh
leluhur.
2. Goa Pencu Terdapat cerita yang Dongeng
berkenaan dengan sejarah
peninggalan bersejarah
3. Arca Emas Menceritakan tentang Dongeng
peninggalan benda pusaka
4. Bedug Agung Pandawa Menceritakan dongeng Dongeng
Bedug Agung Pandawa, dan
tidak ada kepercayaan yang
dikeramatkan
5. Syair Lagu Ndolalak Berisi bait-bait Syair
6. Asal Mula Masjid Tidak ada kepercayaan Dongeng
Tiban masyarakat sekitar Masjid
Tiban yang dikeramatkan
7. Asal Mula Batu Kisah fiksi yang Dongeng
Sumong menceritakan penamaan
Batu Sumong
8. Asal Mula Bruno Menceritakan asal mula Legenda
terjadinya tempat

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bentuk-bentuk folklor


di Kabupaten Purworejo meliputi: 1) mite, 2) dongeng, 3) dongeng
sejarah, 4) syair, 5) legenda. Keberadaan folklor di Kabupaten Purworejo
tersebar di berbagai kecamatan. Folklor itu merupakan bagian dari sastra
lisan. Folklor di Kabupaten Purworejo umumya dituturkan dengan bahasa
daerah oleh penuturnya. Klasifikasi cerita rakyat di atas sampai saat ini
masih menjadi bagian dari masyarakat, bahkan beberapa diantaranya
sampai saat ini masih dianggap sakral oleh masyarakat.
Dari delapan cerita rakyat dari Kabupaten yang telah dianalisis
nilai pendidikan karakter dan nilai kearifan lokalnya terdapat beberapa
cerita rakyat yang memiliki kemiripan kisah dengan cerita rakyat yang ada
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

157

di Kabupaten Purworejo dengan cerita rakyat di daerah lain. Misalnya


Cerita rakyat Asal Mula Pituruh memiliki kesamaan dengan cerita rakyat
Nenek Pencuri Roh yang berasal dari Banten. Cerita rakyat Asal Mula
Masjid Tiban memiliki kesamaan dengan cerita Masjid Tiban yang ada di
Kota Malang, selanjutnya Asal Mula Batu Sumong memiliki kesamaan
dengan cerita rakyat Legenda Batu Gantung yang berasal dari Sumatra.
Kesamaan ini dapat disebabkan karena adanya kedekatan latar belakang
kebudayaan sehingga menimbulkan adanya kesamaan cerita rakyat antara
daerah yang satu dengan daerah yang lain

2. Nilai Pendidikan Karakter Cerita Rakyat di Kabupaten Purworejo

Berdasarkan hasil analisis cerita rakyat yang ada di Kabupaten


Purworejo, terdapat berbagai aspek nilai-nilai pendidikan karakter yang
beragam. Bahkan dari hasil analisis dan pembahasan cerita rakyat di
Kabupaten Purworejo memiliki banyak nilai yang layak untuk diteladani.
Hal ini di karenakan banyak cerita rakyat di Kabupaten Purworejo yang
memiliki relevansi dengan kehidupan sekarang. Untuk lebih memahami
nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat di Kabupaten Purworejo.
Berikut nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam cerita rakyat
di Kabupaten Purworejo: (1) nilai peduli sosial, (2) nilai tanggung jawab,
(3) nilai kerja keras, (4) nilai rasa ingin tahu, (5) nilai menghargai prestasi,
(6) nilai disiplin, (7) nilai peduli lingkungan, (8) nilai mandiri, (9) nilai
cinta tanah air, (10) nilai demokratis, (11) nilai kreatif, (12) nilai religius,
(13) nilai cinta damai, (14) nilai toleransi, (15) nilai semangat kebangsaan,
(16) nilai bersahabat atau nilai komunikatif, agar lebih mudah
memahaminya peneliti sajikan analisanya dalam bentuk tabel:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

158

Tabel 4.2 Nilai Pendidikan Karakter di Kabupaten Purworejo

Cerita Rakyat Asal Mula Goa Arca Bedug Agung Syair Lagu Asal Mula Asal Mula Asal Mula
Pituruh Pencu Emas Pandawa Ndolalak Masjid Tiban Batu Bruno
Nilai Pendidikan Karakter Sumong
1. Nilai Religius  
2. Nilai Jujur
3. Nilai Toleransi 
4. Nilai Disiplin 
5. Nilai Kerja Keras     
6. Nilai Kreatif   
7. Nilai Mandiri  
8. Nilai Demokrasi 
9. Nilai Rasa Ingin Tahu 
10. Nilai Semangat Kebangsaan 
11. Nilai Cinta Tanah Air 
12. Nilai Menghargai Prestasi  
13. Nilai Bersahabat/Komunikatif 
14. Nilai Cinta Damai 
15. Nilai Gemar Membaca
16. Nilai Peduli Lingkungan 
17. Nilai Peduli Sosial     
18. Nilai Tanggung Jawab  

158
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

159

3. Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat di Kabupaten Purworejo


Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan nilai-nilai kearifan
lokal yang terdapat di Kabupaten Purworejo diketahui bahwa cerita rakyat
di Kabupaten Purworejo memiliki nilai-nilai kearifan lokal. Nilai-nilai
kearifan lokal yang terdapat dalam cerita rakyat di Kabupaten Purworejo
memiliki relevansi yang padu dengan kehidupan masa sekarang. Nilai-
nilai kearifan lokal yang terdapat dalam cerita rakyat di Kabupaten
Purworejo diharapkan mampu membina karakter generasi di zaman
sekarang agar lebih bermoral. Selain itu nilai-nilai kearifan lokal ini dapat
dimanfaatkan sebagai solusi pemecahan masalah yang kerap dialami oleh
manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Dari kajian di atas dapat disimpulkan bahwa cerita rakyat di
Kabupaten Purworejo masih mengutamakan tatanan kehidupan dalam
keselarasan, baik keselarasan terdapat tuhan, keselarasan antar sesama
manusia, dan keselarasan dengan alam. Nilai-nilai kearifan lokal yang
terdapat dalam cerita rakyat di Kabupaten Purworejo yakni: (1) nilai
peduli lingkungan, (2) nilai kerja keras, (3) nilai kerukunan, (4) nilai rasa
syukur, (5) nilai kejujuran, (6) nilai disiplin, (7) nilai kesetiakawanan
sosial, (8) nilai gotong-royong, (9) nilai komitmen, (10) nilai pendidikan,
(11) nilai pelestarian kreativitas budaya. Untuk lebih mudahnya
mengetahui nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat di Kabupaten
Purworejo, berikut merupakan hasil analisisnya:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

160

Tabel 4.3 Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat di Kabupaten Purworejo

Cerita Rakyat Asal Mula Goa Arca Bedug Agung Syair Lagu Asal Mula Asal Mula Asal Mula
Pituruh Pencu Emas Pandawa Ndolalak Masjid Tiban Batu Bruno
Kearifan Lokal Sumong
1. Nilai Kerja Keras     
2. Nilai Disiplin 
3. Nilai Pendidikan 
4. Nilai Kesehatan
5. Nilai Gotong-Royong  
6. Nilai Pengelolaan Gender
7. Nilai Pelestarian dan 
Kreativitas Budaya
8. Nilai Peduli Lingkungan  
9. Nilai Kesopan-Santunan
10. Nilai Kejujuran 
11. Nilai Kesetiakawanan Sosial  
12. Nilai Kerukunan, Penyelesaian    
Konflik
13. Nilai Komitmen  
14. Nilai Pikiran Positif
15. Nilai Rasa Syukur  

160
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

161

D. Relevansi Cerita Rakyat di Kabupaten Purworejo dalam Pembelajaran


Sastra Anak di Sekolah Dasar

Cerita rakyat merupakan salah satu unsur kebudayaan nasional yang


berkembang disetiap daerah dan diwariskan secara turun-temurun dari generasi
ke generasi. Cerita rakyat di Kabupaten Purworejo merupakan salah satu
alternatif bacaan sastra yang dapat digunakan sebagai bahan bacaan pada
pembelajaran sastra anak di Sekolah Dasar, karena dalam cerita rakyat di
Kabupaten Purworejo gaya bahasa yang digunakan mudah untuk dipahami dan
mengandung nilai-nilai pendidikan karakter dan nilai-nilai kearifan yang
kompleks.

Berdasarkan hasil analisis dari delapan cerita rakyat yang ada di


Kabupaten Purworejo yakni: (1) cerita rakyat Asal Mula Pituruh, (2) cerita
rakyat Goa Pencu, (3) cerita rakyat Arca Emas, (4) cerita rakyat Bedug Agung
Pandawa, (5) cerita rakyat Syair Lagu Ndolalak, (6) cerita rakyat Asal Mula
Masjid Tiban, (7) cerita rakyat Asal Mula Batu Sumong, (8) cerita Rakyat Asal
Mula Bruno. Cerita rakyat di Kabupaten Purworejo tersebut dapat
diklasifikasikan dalam mite, legenda, syair, dongeng sejarah, dongeng, dan
legenda. Nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam cerita rakyat di
Kabupaten Purworejo meliputi: (1) nilai peduli sosial, (2) nilai tanggung jawab,
(3) nilai kerja keras, (4) nilai rasa ingin tahu, (5) nilai menghargai prestasi, (6)
nilai disiplin, (7) nilai peduli lingkungan, (8) nilai mandiri, (9) nilai cinta tanah
air, (10) nilai demokratis, (11) nilai kreatif, (12) nilai religius, (13) nilai cinta
damai, (14) nilai toleransi, (15) nilai semangat kebangsaan, (16) nilai
bersahabat atau nilai komunikatif. Nilai kearifan lokal yang terdapat dalam
cerita rakyat di Kabupaten Purworejo meliputi: (1) nilai peduli lingkungan, (2)
nilai kerja keras, (3) nilai kerukunan, (4) nilai rasa syukur, (5) nilai kejujuran,
(6) nilai disiplin, (7) nilai kesetiakawanan sosial, (8) nilai gotong-royong, (9)
nilai komitmen, (10) nilai pendidikan, (11) nilai pelestarian kreativitas budaya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

162

Sejalan dengan pendapat di atas cerita rakyat di Kabupaten Purworejo


dapat dijadikan sebagai salah satu acuan materi ajar dalam pembelajaran sastra
anak pada kelas V semester II dengan standar kelulusan untuk Sekolah Dasar
berdasarkan SK dan KD yang terdapat dalam tabel berikut:

Tabel 4.4 Materi pembelajaran kelas V Semester II

Standar Kompetensi Materi Indikator


Kompetensi Dasar Pokok
Mendengarkan Mengidentifikasi Cerita 1. Siswa dapat
dan memahami unsur cerita rakyat mendengarkan cerita
penjelasan rakyat yang di rakyat.
narasumber dengarkan 2. Siswa dapat mencatat
cerita rakyat alamat yang di dengar.
secara lisan 3. Memberi tanggapan
mengenai isi cerita rakyat
yang di dengar.

Berdasarkan standar isi dan standar kompetensi lulusan di atas,


relevansi pembelajaran cerita rakyat di Kabupaten Purworejo di Sekolah Dasar
terdapat pada standar kompetensi aspek mendengarkan, dispesifikasikan lagi
pada Kompetensi Dasar. Kompetensi pada tahap Sekolah Dasar lebih
ditekankan pada pengenalan dan pemahaman mengenai cerita rakyat di
Kabupaten Purworejo.
Penggunaan bahan ajar cerita rakyat di Kabupaten Purworejo dalam
pembelajaran sastra anak di rasa efektif dalam kegiatan pembelajaran, hal ini di
karenakan cerita rakyat yang ada di Kabupaten Purworejo mengandung nilai-
nilai pendidikan karakter dan nilai-nlai kearifan lokal yang kompleks dan
sangat efektif di terapkan dalam dunia pendidikan, hal ini sekaligus membina
peserta didik untuk mengenal kekayaan lokal yang ada di daerahnya dan
membina mereka untuk ikut serta menjaga dan melestarikan cerita rakyat yang
ada di Kabupaten Purworejo untuk di wariskan kepada anak dan cucu di masa
mendatang.

Anda mungkin juga menyukai