Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A) LATAR BELAKANG
Kabupaten Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Kabupaten ini
terletak di ujung paling timur pulau Jawa, di kawasan Tapal Kuda, dan berbatasan dengan
Kabupaten Situbondo di sebelah Utara, Selat Bali di sebelah Timur, Samudra Hindia di Selatan
serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di sebelah Barat. Kabupaten Banyuwangi
merupakan kabupaten terluas di Jawa Timur sekaligus menjadi yang terluas di Pulau Jawa,
dengan luas wilayahnya yang mencapai 5.782,50 km2, atau lebih luas dari Pulau Bali (5.636,66
km2). Di pesisir Kabupaten Banyuwangi bagian Utara terdapat Pelabuhan Ketapang, yang
merupakan perhubungan utama antara pulau Jawa dengan pulau Bali (Pelabuhan Gilimanuk).
Kabupaten Banyuwangi yang secara geografis terletak pada koordinat 7º45’15”–80 43’2”
LS dan 113º38’10” BT. Wilayah kabupaten Banyuwangi cukup beragam, dari dataran rendah
hingga pegunungan dapat kita jumpai. Kabupaten Banyuwangi memiliki beberapa potensi
biofisik ekosistem seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, serta pada
sektor pariwisata yang menunjang pengembangan wilayah kabupaten Banyuwangi. Wilayah
yang berbatasan dengan kabupaten Bondowoso terdapat rangkaian Dataran Tinggi Ijen dengan
puncaknya Gunung Raung (3.344 mdpl) dan Gunung Merapi (2.799 mdpl). Di balik Gunung
Merapi terdapat Gunung Ijen yang terkenal dengan kawahnya. Bagian selatan terdapat
perkebunan, peninggalan sejak zaman Hindia Belanda. Wilayah yang berbatasan dengan
Kabupaten Jember bagian selatan merupakan kawasan konservasi yang kini dilindungi dalam
sebuah cagar alam, yakni Taman Nasional Meru Betiri. Pantai Sukamade merupakan kawasan
pengembangan penyu. Di Semenanjung Blambangan juga terdapat cagar alam, yaitu Taman
Nasional Alas Purwo.
Banyuwangi mengalami perkembangan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini
membuat Banyuwangi semakin terkenal baik domestik maupun internasional. Pembangunan
sarana dan prasarana yang mempercantik Kabupaten juga terus dilaksanakan. Wisata
Banyuwangi juga tidak kalah karena terus dipromosikan ke luar daerah sampai ke luar negeri
melalui kegiatan-kegiatan yang melibatkan turis mancanegara maupun domestik. Perkembangan
wilayah Banyuwangi ini lah yang membuat Banyuwangi menjadi Kabupaten yang mengalami
kemajuan pesat dalam beberapa tahun terakhir.
B) RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana ruang dalam pengembangan wilayah Kabupaten Banyuwangi?
2. Bagaimana biofisik ekosistem Kabupaten Banyuwangi dan pengaruhnya dalam pengembangan
wilayah?
3. Bagaimana sosial ekonomi Kabupaten Banyuwangi dan pengaruhnya dalam pengembangan
wilayah?
4. Bagaimana sosial budaya Kabupaten Banyuwangi dan pengaruhnya dalam pengembangan
wilayah?
5. Bagaimana sosial politik Kabupaten Banyuwangi dan pengaruhnya dalam pengembangan
wilayah?
6. Bagaimana rencana tata ruang wilayah Kabupaten Banyuwangi?
C) TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan pembuatan makalah ini sebagai berikut.
1. Mengetahui ruang dalam pengembangan wilayah Kabupaten Banyuwangi.
2. Mengetahui biofisik ekosistem Kabupaten Banyuwangi dan pengaruhnya dalam pengembangan
wilayah.
3. Memahami sosial ekonomi Kabupaten Banyuwangi dan pengaruhnya dalam pengembangan
wilayah.
4. Memahami sosial budaya Kabupaten Banyuwangi dan pengaruhnya dalam pengembangan
wilayah.
5. Memahami sosial politik Kabupaten Banyuwangi dan pengaruhnya dalam pengembangan
wilayah.
6. Mengetahui rencana tata ruang wilayah Kabupaten Banyuwangi.
BAB III
ISI

Dalam bab ini akan membahas mengenai lima pilar pengembangan wilayah menurut
Sasmita dan Kuntjoroningrat yang meliputi ruang, biofisik ekosistem, sosial ekonomi, sosial
budaya, dan sosial politik serta menjelaskan secara sederhana rencana tata ruang Kabupaten
Banyuwangi. Selanjutnya akan dibahas mengenai perkembangan Kabupaten Banyuwangi
berdasarkan rencana tata ruang Kabupaten Banyuwangi. Berikut pembahasan yang penulis
paparkan.
A) RUANG KABUPATEN BANYUWANGI
Dalam pilar pengembangan wilayah ruang ini dibagi menjadi dua yaitu ruang absolut dan
relatif. Ruang absolut membahas mengenai titik koordinat suatu wilayah, sementara ruang relatif
membahas mengenai letak rumah yang lebih deskriptif. Ruang atau space ini akan
mempengaruhi pilar-pilar yang lainnya karena tanpa disadari antara satu pilar dengan pilar
lainnya adalah satu kesatuan yang saling berkesinambungan.
Berdasarkan ruang absolut atau garis batas koordinatnya, posisi Kabupaten Banyuwangi
terletak diantara 70 43’ - 80 46’ Lintang Selatan dan 1130 53’ – 1140 38’ Bujur
Timur. Sementara menurut ruang relatif, batas wilayah Kabupaten Banyuwangi sebelah utara
adalah Kabupaten Situbondo, sebelah timur adalah Selat Bali, sebelah selatan adalah Samudera
Indonesia dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Jember dan Bondowoso.
B) BIOFISIK EKOSISTEM KABUPATEN BANYUWANGI
Secara umum biofisik ekosistem ini membahas mengenai makhluk hidup yaitu manusia
dan alam. Dalam pembahasan manusia atau demografi berfokokus pada kuantitas dan kualitas
demografi itu sendiri. Sementara dalam alam membahas tentang persebaran alam pada suatu
daerah tertentu.
1. Demografi
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, penduduk Kabupaten Banyuwangi pada
tahun2010 sejumlah 1.554.997 jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata selama sepuluh tahun
terakhir (2000-2010) sebesar 0,44% dan tingkat kepadatan penduduk sebesar 269 jiwa/km2.
Meskipun penduduk Kabupaten Banyuwangi belum tergolong padat, namun pertumbuhannya
harus dikendalikan agar terpelihara keseimbangannya dengan daya dukung wilayah.
Dari hasil Sensus Penduduk 2010, masih tampak bahwa penyebaran penduduk
Kabupaten Banyuwangi masih tertumpu di Kecamatan Muncar yakni sebesar 8,2 persen,
kemudian diikuti oleh Kecamatan Banyuwangi sebesar 6,8 persen, Kecamatan Rogojampi
sebesar 5,9 persen, Kecamatan Srono sebesar 5,6 persen, Kecamatan Genteng sebesar 5,3 persen
dan kecamatan lainnya di bawah 5 persen. Kecamatan Licin, Glagah dan Giri adalah 3
kecamatan dengan urutan terbawah yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit yang masing-
masing berjumlah 27.993 orang, 28.295 orang dan 33.984 orang. Sedangkan Kecamatan Muncar
dan Banyuwangi merupakan kecamatan yang paling banyak penduduknya di Kabupaten
Banyuwangi, yakni masing-masing sebanyak 127.919 orang dan 106.112 orang.
Sex ratio penduduk Kabupaten Banyuwangi adalah sebesar 99, yang artinya jumlah
penduduk perempuan 1 persen lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki, atau setiap
100 perempuan terdapat 99 laki-laki. Sex ratio terbesar terdapat di Kecamatan Giri yakni sebesar
104 dan yang terkecil terdapat di Kecamatan Glagah yakni sebesar 95. Laju pertumbuhan
penduduk Kabupaten Banyuwangi per tahun selama sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun
2000-2010 sebesar 0,44 persen. Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Kalipuro adalah yang
tertinggi dibandingkan kecamatan lain di Kabupaten Banyuwangi yakni sebesar 1,72 persen,
sedangkan yang terendah di Kecamatan Singojuruh yakni sebesar -0,17 persen. Kecamatan
Muncar menempati urutan pertama dari jumlah penduduk di Kabupaten Banyuwangi dengan laju
pertumbuhan penduduk sebesar 0,46 persen.
2. Alam
Kabupaten Banyuwangi memiliki luas wilayah 5.782,50 km2. Banyuwangi masih
merupakan daerah kawasan hutan karena besaran wilayah yang termasuk kawasan hutan lebih
banyak kalau dibandingkan kawasankawasan lainnya. Area kawasan hutan mencapai 183.396,34
ha atau sekitar 31,62%; daerah persawahan sekitar 66.152 ha atau 11,44%; perkebunan dengan
luas sekitar 82.143,63 ha atau 14,21%; sedangkan yang dimanfaatkan sebagai daerah
permukiman mencapai luas sekitar 127.454,22 ha atau 22,04%. Sisanya telah dipergunakan oleh
penduduk Kabupaten Banyuwangi dengan berbagai manfaat yang ada, seperti jalan, ladang dan
lain-lainnya.Selain penggunaan luas daerah yang demikian itu, Kabupaten Banyuwangi memiliki
panjang garis pantai sekitar 175,8 km, serta jumlah Pulau ada 13 buah. Seluruh wilayah tersebut
telah memberikan manfaat besar bagi kemajuan ekonomi penduduk Kabupaten Banyuwangi.
Secara geografis Kabupaten Banyuwangi terletak di ujung timur Pulau Jawa. Wilayah
daratannya terdiri atas dataran tinggi berupa pegunungan yang merupakan daerah penghasil
produk perkebunan; dan dataran rendah dengan berbagai potensi produk hasil pertanian serta
daerah sekitar garis pantai yang membujur dari arah utara ke selatan yang merupakan daerah
penghasil berbagai biota laut.
Topografi wilayah daratan Kabupaten Banyuwangi bagian barat dan utara pada umumnya
merupakan pegunungan, dan bagian selatan sebagian besar merupakan dataran rendah. Tingkat
kemiringan rata-rata pada wilayah bagian barat dan utara 400, dengan rata-rata curah hujan lebih
tinggi bila dibanding dengan bagian wilayah lainnya. Daratan yang datar sebagian besar
mempunyai tingkat kemiringan kurang dari 150, dengan rata-rata curah hujan cukup memadai
sehingga bisa menambah tingkat kesuburan tanah. Dataran rendah yang terbentang luas dari
selatan hingga utara dimana di dalamnya terdapat banyak sungai yang selalu mengalir di
sepanjang tahun. Di Kabupaten Banyuwangi tercatat 35 DAS, sehingga disamping dapat
mengairi hamparan sawah yang sangat luas juga berpengaruh positif terhadap tingkat kesuburan
tanah.
C) SOSIAL EKONOMI KABUPATEN BANYUWANGI
Kondisi perekonomian daerah secara makro di Kabupaten Banyuwangi dari tahun 2005
hingga 2010 menunjukkan pergerakan yang stabil. Hal ini dapat ditunjukkan adanya
pertumbuhan ekonomi yang meningkat dari tahun 2005 sebesar 4,58% menjadi 5,07% pada
tahun 2006, menjadi 5,59% pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 5,76% pada tahun 2008.
Pada tahun krisis keuangan global yang tengah berlangsung sehingga menyebabkan macetnya
sistem keuangan dunia sehingga menyebabkan merosotnya aktivitas ekonomi dan perdagangan
dunia. Pertumbuhan ekonomi dunia melambat dan volume perdagangan dunia hingga tahun 2009
terus merosot. Kelesuan perekonomian global yang juga menerpa perekonomian Indonesia juga
memberikan dampak pada perlambatan perekonomian di Kabupaten Banyuwangi. Akibat
melemahnya nilai tukar rupiah yang dibarengi dengan kenaikan inflasi telah menyebabkan
berkurangnya daya beli masyarakat terutama di perkotaan. Di Kabupaten Banyuwangi,
pertumbuhan ekonomi tahun 2009 merosot menjadi sebesar 5,39%.Meskipun demikian terpaan
krisis telah menunjukkan perekonomian Banyuwangi tetap bertahan sehingga tidak sampai pada
posisi stagnan atau minus. Hal ini disebabkan bahwa perekonomian di Kabupaten Banyuwangi
lebih banyak ditopang oleh sektor riil. Perkembangan perekonomian di Kabupaten Banyuwangi
juga dapat ditunjukkan oleh perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Angka Dasar
Harga Konstan pada tahun 2000 (PDRB ADHK). Sejak tahun2006 hingga 2010, PDRB ADHK
Kabupaten Banyuwangi mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 2005 sebesar Rp
8,39 trilyun meningkat menjadi Rp 8,8 trilyunpada tahun 2007 dan menjadi Rp 11,082 rupiah
pada tahun 2010.
Perkembangan perekonomian di Kabupaten Banyuwangi tidak terlepas dari
perkembangan ekonomi nasional yang sangat dipengaruhi perekonomian dunia. Resesi ekonomi
di berbagai belahan dunia berimbas pula ke termasuk Indonesia. Terdapat pengaruh bagi kondisi
perekonomian Banyuwangi meskipun tidak signifikan. Hal ini disebabkan kondisi perekonomian
di Kabupaten Banyuwangi lebih banyak ditopang oleh sektor riil. Krisis ekonomi yang terjadi
tidak memberikan pengaruh langsung bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan
koperasi. Di samping itu, kurangnya pengaruh disebabkan keterkaitan antara UMKM dan
koperasi dengan perekonomian global yang masih sangat terbatas. Orientasi sebagian besar
UMKM dan koperasi pada pasar lokal menyebabkan UMKM dan koperasi relatif lebih bisa
bertahan dalam kondisi krisis ekonomi saat ini. Berdasarkan data BPS terdapat 96,2% UMKM
yang tidak berbadan hukum dan bergerak di sektor-sektor non pertanian yang masih memasarkan
produknya hanya sebatas di dalam wilayah kabupaten. Sisanya memasarkan produknya antar
provinsi (2,4%) dan antar negara (0,13%). Kondisi ini terkait dengan jenis dan kualitas produk
dan jasa yang disediakan oleh UMKM dan koperasi yang pada umumnya baru bisa menjangkau
standar dan konsumen di pasar lokal dan regional.
Angka kemiskinan di Kabupaten Banyuwangi mengalami penurunan dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya. Berdasar PSE tahun 2005, jumlah penduduk miskin di Kabupaten
Banyuwangi adalah sebanyak 463.196 atau sejumlah 157.347 RTM. Selanjutnya adapun
berdasarkan hasil PPLS tahun 2008, jumlah Rumah Tangga miskin di Kabupaten Banyuwangi
sebesar 129.324 keluarga dengan jumlah penduduk miskin sebesar 312.395 jiwa.
Pertumbuhan ekonomi yang stabil tersebut terutama ditopang oleh sektor perdagangan,
hotel, dan restoran yang mampu tumbuh rata-rata diatas 7% setiap tahunnya. Pada tahun 2006,
sektor ini yang hanya tumbuh 7,28%,meningkat secara signifikan menjadi 7,49% pada tahun
2008, dan menjadi 8,35%tahun 2010. Sementara sektor paling besar yang menopang adalah
sektor pertanian yang mempunyai kontribusi paling besar sejak beberapa tahun terakhir. Namun
demikian sektor ini tumbuh berada dibawah pertumbuhan ekonomi Kabupaten. Pada tahun 2006,
sektor ini tumbuh sebesar 4,62%,pada tahun 2007 sebesar 5,47, dan meningkat menjadi 6,49%
tahun 2010. Meskipun pertumbuhannya tidak signifikan namun sektor ini tetap menjadi sektor
paling dominan dengan angka tiap tahunnya mendekati 50% atau separo nilai PDRB total
Kabupaten Banyuwangi.
Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh Sektor Pertanian
mempunyai peran sektoral PDRB yang paling besar mencapai diatas 49%, yang diikuti oleh
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Pada tahun 2006, kontribusi sektor pertanian mencapai
49,59%, pada tahun 2007 sebesar 49,53%, pada tahun 2008 menjadi sebesar 49,28%, pada tahun
2009 menjadi sebesar 49,18%, dan pada tahun 2010 menjadi 49,0% . Adapun kontribusi sektor
perdagangan, restoran dan hotel sebagai sektor prioritas kedua, memberikan kontribusi pada
PDRB ADHK Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2006 mencapai 22,97%, pada tahun 2007
sebesar 23,33%, pada tahun 2008 menjadi sebesar 23,72%, meningkat signifikan pada tahun
2009 sebesar 24,05% dan meningkat signifikan pada tahun 2010 menjadi sebesar 24,4%.
Stabilitas pertumbuhan ekonomi juga tidak lepas dari tantangan berat tingginya laju
inflasi. Inflasi adalah suatu keadaan di mana harga barang-barang secara umum mengalami
kenaikan dan berlangsung dalam kurun waktu tertentu secara terus-menerus. Harga barang yang
ada mengalami kenaikan nilai dari waktu-waktu sebelumnya dan berlaku di setiap wilayah.
Akibatnya, terjadi proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Sejak tahun 2005 hingga
tahun 2007, laju inflasi mengalami fluktuasi dan kondisinya berada diatas 10%, tahun 2005
sebesar 13,43%, menurun pada tahun 2006 menjadi 10,46%, dan meningkat lagi tahun 2007
menjadi sebesar 11,27%. Laju inflasi ini kemudian dapat dikendalikan dan mengalami
penurunan menjadi di bawah 10 % pada tahun 2008 tepatnya berada pada level 9,72%. Dengan
inflasi pada kisaran tersebut, justru diharapkan mempunyai pengaruh yang positif dalam arti
dapat mendorong perekonomian daerah lebih baik, yaitu membuat masyarakat bergairah untuk
bekerja dan melaksanakan diversifikasi usaha, menabung dan mengadakan investasi yang
dampaknya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah.
Peningkatan perekonomian juga nampak dari meningkatnya indeks daya beli masyarakat.
Pada tahun 2005 indeks daya beli sebesar 55,7 meningkat menjadi 63,52 tahun 2007, menjadi
sebesar 65 pada tahun 2008. Peningkatan PDRB di Kabupaten Banyuwangi disebabkan
peningkatan konsumsi masyarakat, belanja pemerintah, investasi, dan perdagangan antar daerah.
Di sektor investasi pada tahun 2009 terdapat penurunan modal asing sebesar US $ 300.000, dan
penanaman modal dalam negeri sebesar Rp.130,38 milyar. Pada tahun 2009 angka pendapatan
per kapita Kabupaten Banyuwangi tercatat sekitar Rp,12.444.122,71 yang mengandung maksud
bahwa dari seluruh penduduk Kabupaten Banyuwangi diperkirakan mempunyai pendapatan rata-
rata dalam setahunnya sebesar Rp, 12.444.122,71. Angka pendapatan per kapita ini naik sekitar
12,61 persen bila dibandingkan dengan angka pendapatan per kapita tahun 2008. Sebagaimana
disebutkan sebelumnya bahwa angka pendapatan per kapita bisa diintepretasikan sebagai tingkat
kesejahteraan masyarakat, dengan demikian apabila angka pendapatan per kapita Kabupaten
Banyuwangi pada tahun 2009 naik sebesar 12,61 persen, maka sama artinya dengan tingkat
kesejahteraan masyarakat Kabupaten Banyuwangi naik sebesar 12,61 persen.
Sejak tahun 2005 hingga 2009 kemampuan daya beli penduduk Kabupaten Banyuwangi
tampak lebih baik searah dengan rata-rata Provinsi Jawa Timur, tetapi setelah memasuki tahun
2006 hingga 2007 keadaannya berubah menjadi lebih lambatterhadap angka rata-rata Provinsi
Jawa Timur. Memasuki tahun 2008 hingga 2009 Indeks Daya Beli penduduk Kabupaten
Banyuwangi menjadi lebih baik meskipun masih berada di bawah angka ratarata Provinsi Jawa
Timur. Bahkan apabila secara grafis ini selalu menunjukkan pola yang menurun, tidak menutup
kemungkinan beberapa tahun ke depan kemampuan daya beli penduduk Kabupaten Banyuwangi
akan semakin tertinggal bila dibandingkan dengan kemampuan daya beli rata-rata penduduk
Provinsi Jawa Timur.
D) SOSIAL BUDAYA KABUPATEN BANYUWANGI
Pengertian Kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem gagasan,
tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, Kebudayaan berarti hasil
perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti
kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan
penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib
dan damai. Terlalu luasnya pengertian tentang Budaya maka Koentjaraningrat membagi budaya
menjadi tujuh unsur yaitu Bahasa, Sistem Pengetahuan, Sistem Kemasyarakatan atau Organisasi
Sosial, Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi, Sistem Mata Pencaharian Hidup, Sistem Religi
dan Kesenian.
1. Bahasa
Bahasa yang terdapat di Kabupaten Banyuwangi beraneka ragam. Hal ini karena di
Banyuwangi sendiri terdapat tiga suku mayoritas dengan tiga bahasa yang berbeda pula. Suku-
suku tersebut antara lain suku Jawa, Madura, dan suku asli Banyuwangi yaitu suku Osing. Suku-
suku ini memiliki bahasa masing-masing dengan perbedaan satu sama lain yang khas. Suku ini
juga mendiami beberapa daerah masing-masing yang berbeda satu sama lain. Contoh seperti
suku Jawa yang terdapat banyak di Banyuwangi tengah dan tersebar merata, suku Madura yang
banyak terdapat didaerah pesisir dan di beberapa kecamatan di Banyuwangi dan suku Osing
berada di Ibu kota Kabupaten Banyuwangi, daerah sekitar Kawah Ijen, dan beberapa daerah
pesisir pantai yang bercampur dengan suku madura. Dalam sub sub bab ini akan lebih dibahas
mengenai bahasa khas suku Osing yaitu bahasa Osing.
Keterangan: Peta ini menunjukan lokasi dengan perbedaan bahasa yang terdapat di
Banyuwangi. Warna hijau menunjukan daerah dengan bahasa Osing, hitam menunjukan daerah
dengan penggunaan bahasa jawa, sementara merah merupakan daerah dengan penggunaan
bahasa Madura.
Suku Osing atau disebut juga sebagai “wong Blambangan” ini berawal sejak berakhirnya
masa kekuasaan Majapahit sekitar tahun 1478 M. Jatuhnya kekuasaan Majapahit ini membuat
beberapa warganya berlari ke beberapa tempat, diantaranya menuju Gunung Bromo, Bali, dan
Blambangan (tempat suku Osing) salah satunya. Hingga lahirlah kerajaan Hindu-Budha terakhir
di sana. Seperti yang telah dijelaskan di awal, bahwa suku Osing adalah penduduk asli Jawa
Timur akibat dari berakhirnya kerajaan Majapahit, tentu bahasa yang digunakan adalah bahasa
Jawa kuno. Meski begitu, mereka menggunakan dialek yang berbeda dengan bahasa Jawa pada
umumnya. Ada penekanan khusus pada kata-kata yang didahului konsonan (B, D, G) dan diberi
sisipan (Y). Contohnya jika ingin menyebutkan kata “Abang” maka berubah menjadi “Abyang”.
2. Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan masyarakat Banyuwangi mulai mengalami perkembangan pesat
dalam beberapa tahun terakhir. Banyuwangi memliki banyak sekolah tapi hanya beberapa saja
yang sudah mencatatkan prestasi sampai tingkat nasional seperti SMP 1 Genteng, SMP 1
Banyuwangi, SMAN 1 Genteng, SMAN 1 Giri dan SMAN 1 Glagah. Beberapa sekolah tersebut
mengahasilkan sumber daya manusia unggul di Banyuwangi. Sayangnya kurangnya pemerataan
sarana dan prasarana sekolah membuat sekolah yang memenuhi standar hanya terkonsentrasi di
sekolah tersebut saja. Dalam beberapa tahun terakhir di Banyuwangi juga mulai berbagai
perguruan tinggi negeri maupun swasta. Hal ini demi menunjang pendidikan di Kabupaten
Banyuwangi dalam rangka pengembangan sumber daya manusia unggul di Banyuwangi.
Beberapa perguruan tinggi swasta antara lain seperti Universitas Banyuwangi, Universitas 17
Agustus Banyuwangi, Universitas Ibrahimy, STIKOM Banyuwangi, dls. Sementara itu terdapat
dua perguruan tinggi negeri di Banyuwangi yaitu Politeknik Negeri Banyuwangi dan Universitas
Airlangga yang membuka kampus di Banyuwangi. Hal ini diharapkan mampu menampung
pelajar dari Banyuwangi yang ingin melanjutkan sekolah ke jenjang perguruan tinggi, karena
pelajar Banyuwangi lebih banyak yang memilih melanjutkan sekolah perguruan tinggi di luar
Banyuwangi dan bekerja di daerah lain.
3. Sistem Kemasyarakatan
Sistem kemasyarakat masyarakat Banyuwangi berbeda-beda berdasarkan suku atau
kepercayaan yang masyarakat miliki. Seperti yang terdapat dalam suku Osing. Dilihat dari letak
Demografi, suku Osing ini berdekatan dengan Jawa, Madura, dan Bali. Kedekatan letak
demografi ini memengaruhi beberapa sistem organisasi, kebudayaan, juga kesenian di sana. Pola
kekeluargaan dan kemasyarakatan suku Osing sama dengan suku-suku di Jawa yang lain, mulai
dari perumahan, makanan, dan kesehatan yang sangat bersifat kejawaan. Suku Osing sering
dibandingkan dengan kebudayaan Bali, seperti baju adat, gaun pengantin, dan lainnya. Namun
pada hal ini stratifikasi sosial, sistem kasta yang lekat dengan kebudayaan Bali tidak berlaku di
suku Osing. Ini terjadi karena pengaruh Islam sangat kuat di sana. Pola kekerabatan yang
terbentuk di suku Osing adalah bilateral yang lebih mengarah pada pola patrilineal, sesuai
dengan pola pada umumnya masyarakat yang menganut agama Islam. Di suku Osing kini,
lembaga masyarakat yang terbentuknya mulai dari kepala desa, sekretaris desa, LMD, kaur
pemerintahan, kaur kesra, kaur pembangunan, dan kaur keuangan. Hal ini tentu saja berbeda
dengan suku Jawa meskipun sama-sama menganut pola patrilineal tapi dengan tradisi yang
berbeda pula.
4. Organisasi Sosial
Organisasi sosial di Banyuwangi berkembang pesat seiring dengan perkembangan
kabupaten Banyuwangi dalam beberapa tahun terakhir. Organisasi sosial mulai dari tingkatan
terendah di desa seperti karang taruna perlahan mulai berkembang. Bahkan di beberapa tempat
wisata di Banyuwangi, tempat wisatanya kini dikelola oleh kelompok karang taruna. Organisasi-
organisasi sosial lainnya juga mulai menjamur seperti LSM atau ormas-ormas yang kini mulai
makin bermunculan di Banyuwangi.
5. Sistem Peralatan Hidup dan Tekhnologi
Masyarakat Banyuwangi merupakan masyarakat yang masih sederhana. Perkembangan pesat
Banyuwangi sendiri baru terjadi selama beberapa tahun terakhir. Sebelumnya Banyuwangi hanya
Kabupaten pinggiran yang termasuk kabupaten miskin. Sistem peralatan hidup di Banyuwangi
hampir sama layaknya kota-kota lainnya di Indonesia. Berkembangnya komunikasi dan
modernisasi membuat sistem peralatan hidup juga berkembang. Berbanding lurus pula dengan
perkembang tekhnologi yang terdapat di Banyuwangi. Penggunaan CCTV di beberapa ruas jalan
merupakan bentuk perkembangan secara tekhnologi. Bahkan promosi wisata Banyuwangi saat
ini lebih banyak dimulai dari media sosial dan juga tekhnologi informasi lainnya. Ini yang
membuktikan kesadaran msayarakat Banyuwangi terhadap perkembangan tekhnologi lumayan
tinggi.
6. Sistem Mata Pencaharian
Banyuwangi merupakan wilayah yang lumayan subur sehingga bisa ditanami pertanian
apapun. Saat ini mayoritas mata pencaharian penduduk Banyuwangi adalah pertanian yang
hampir tersebar rata di semua wilayah Kabupaten Banyuwangi. Bahkan jika berkunjung ke
Banyuwangi maka dipastikan akan menemukan sawah yang membentang luas sepanjang
perjalanan. Mata pencaharian petani ini tersebar mulai dari Banyuwangi bagian utara, barat
sampai selatan. Mata pencaharian penduduk Banyuwangi lainnya adalah di perkebunan. Di
daerah Glenmore merupakan mayoritas dengan mata pencaharian perkebunan Kakao.
Banyuwangi bagian timur juga sama dengan banyaknya lahan perkebunan. Dalam beberapa
tahun terakhir, perkebunan Buah Naga menjadi favorit di beberapa daerah Banyuwangi dan
hampir di setiap samping atau belakang rumah warga akan menanam Buah Naga. Mata
pencaharian lainnya adalah nelayan yang terdapat di setiap pesisir kabupaten Banyuwangi
dengan Muncar sebagai pusatnya. Meskipun begitu di beberapa wilayah pesisir, penduduknya
mulai beralih ke pariwisata. Berkembangnya pariwisata Banyuwangi membuat para nelayan ini
berhenti ke laut dan lebih memilih menyewakan perahunya dalam rangka pariwisata. Dalam
jumlah yang tidak terlalu besar, mata pencaharian jasa terdapat di beberapa kecamatan di
Banyuwangi seperti kecamatan Genteng, Glagah, Giri, Banyuwangi, Rogojampi, dan Cluring.
7. Sistem Religi
Mayoritas penduduk Banyuwangi beragama Islam dengan keunikan tradisi yang sedikit
berbeda dengan daerah lainnya. Meskipun begitu agama lain seperti Kristen, Katolik, Hindu,
Budha, dan kepercayaan lainnya juga berkembang di daerah banyuwangi. Hampir di setiap
kecamatannya di Banyuwangi terdapat kelima agama tersebut. Persebaran agama di
Banyuwangi juga bisa dibilang unik karena untuk beberapa agama tertentu menjadi mayoritas di
suatu daerah. Artinya tidak semua daerah di Banyuwangi agama mayoritasnya Islam.
Contohnya seperti di daerah pesisir laut Banyuwangi bagian selatan dan Muncar
mayoritas agama disana adalah Hindu. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya Pura di daerah
sana. Sementara untuk di Banyuwangi bagian tengah, barat dan utara barulah didominasi oleh
pemeluk agama Islam. Hal ini lah yang membuat Banyuwangi menjadi daerah yang kaya akan
perbedaan cultural. Sistem religi disini juga memiiliki keunikan seperti adanya tradisi endog-
endogan ketika Maaulid Nabi. Endog-endogan sendiri adalah tradisi berkeliling jalan dengan
membawa telur yang sudah dimasukan wadah dan ditancapkan pada batang pohon pisang.
Tradisi ini hampir terdapat di semua wilayah Banyuwangi.
8. Kesenian
Banyuwangi, kota yang berbatasan dengan kabupaten situbondo di bagian utara, selat bali
di bagian timur dan samudra hindia di bagian selatan. selama ini kita mungkin taka sing lagi
dengan beberapa icon dari kota banyuwangi yang telah mendunia. sebut saja kawah ijen dengan
kecantikan alamnya yang menghipnotis, dan pantai pelengkung yang menjadi salah satu pantai
dengan ombak berkelas dunia. Namun ternyata kota yang memiliki semboyan the sunrise of java
ini tak hanya memukau dengan keindahan alamnya. Karena berbagai seni dan budaya asli masih
hidup di kota blambangan ini. bahkan beberapa kesenian ini menjadi asset yang cukup menarik
perhatian wisatawan lokal maupun internasional. Sebut saja tarian gandrung yang begitu
menghipnotis atau tari seblang yang seolah kaya akan nuansa mistis, Atau tarian kebo keboan
yang tak kalah maknanya.
a. Tari Gandrung
Kesenian tari gandrung banyuwangi lahir pada masa sengsara . semua bermula saat
belanda ingin menguasai kerajaan blambangan di banyuwangi. Perang besar pun tak
terhindarkan, masyarakat blambangan yang tak ingin dijajah melawan dan bertempur sengit pada
tanggal 18 desember 1771 lewat pertempuran dahsyat yang disebut puputan bayu. Kesenian
gandrung banyuwangi muncul banyuwangi bersamaan dibabatnya hutan tirta gonda atau tirta
arum untuk membangun ibukota blambangan. Untuk memulai dan menata kehidupan yang baik
terciptalah seni tarian gandrung yang pada mulanya di bawa oleh kaum lelaki yang membawa
peralatan music berapa gendang dan beberapa rebana.
Konon kenapa gandrung diperankan oleh laki laki, karena menurut masyarakat
tradisional blambangan tidak pantas bagi seorang wanita yang menari terus menerus dari malam
hingga pagi. Dalam perkembangannya, tari gandrung sudah menjadi bagian hidup suku asli
banyuwangi osing. Pada awalnya penari gandrung memang dibawakan oleh seorang pria atau
biasa disebut gandrung marsan. Namun lambat laun sesuai dengan perkembangan jaman
gandrung berkembang dan mulai dibawakan perempuan. Karena tak heran jika sampai saat ini
bisa ditemui gandrung yang dibawakan oleh pria.
b. Tari Seblang
Selain gandrung, kesenian atau tarian khas banyuwangi yang tak kalah indah dan penuh
kisah berikutnya adalah tari seblang. Seblang adalah sebuah ritual tradisional khas suku osing.
Tarian seblang dipentaskan sebagai bentuk dan rasa syukur masyarakat banyuwangi dan
menolak balak agar desa tetap aman dan tentram. Untuk para penari yang akan membawakan tari
seblang haruslah keturunan dari penari sebelumnya dan dipilih langsung oleh dukun setempat.
Hiasan padi, tebu dan tanaman lainnya adalah lambing dari kesuburan yang patut disyukuri.
c. Kebo-keboan
Ritual kebo keboan yang juga merupakan tradisi khas suku osing. Ritual ini dilakukan
untuk memohon kepada tuhan agar panen mereka subur dan dijauhi oleh mala petaka.
Penggunaan lambing kerbau dipakai karena kerbau merupakan mitra kerja para petani yang setia
menemani disawah. Sementara kerbau yang diperankan oleh manusia kian melambangkan
hubungan khusus antara kerbau dan para petani. Ritual kebo keboan dibagi dalam beberapa
tahapan yakni tujuh hari sebelum pelaksanaan sang pawang melakukan meditasi di beberapa
tempat yang dianggap keramat.
d. Barong Kemiren
Kesenian banyuwangi berikutnya adalah barong kemiren. Selain tarian bentuk kesenian
ini juga menggunakan media barong. Kesenian ini diyakini suku osing sangat sacral sehingga
ada perlakuan khusus karena barong kemiren berhubungan dengan buyut cilik yang diyakini oleh
penduduk setempat sebagai cikal bakal desa. Karena pada saat saat tertentu barong diupacarai,
diberi sesaji dan dirawat dengan hati hati. sebelum memulai pementasan, ritual dilakukan
terlebih dahulu oleh sang spiritual bersama seseorang yang memiliki hajatan atau syukuran.
Puncak kesenian yang dimulai dari malam pukul 9 ini berakhir pukul 6 pagi setelah salah satu
lakon mulai kesurupan.
e. Batik Gajah Oling
Batik motif Gajah Oling atau Gajah Uling, motifnya berupa hewan seperti belut yang
ukurannya cukup besar. Motif Gajah Oling yang diyakini sebagai motif asli dari Batik
Banyuwangi melambangkan sesuatu kekuatan yang tumbuh dari dalam jati diri masyarakat
Banyuwangi. Pemaknaan motif Gajah Oling berkaitan dengan karakter masyarakat Banyuwangi
yang bersifat religius dengan penyebutan “Gajah Eling” yang memilki pengertian yaitu gajah
yang merupakan hewan bertubuh besar, berarti maha besar, sedangkan uling berarti eling (ingat),
secara utuh dapat diartikan bahwa Batik Gajah Oling mengajak untuk selalu ingat kepada
kemahabesaran Sang Pencipta adalah dasar dari dari perjalanan hidup masyarakat Banyuwangi.
Ada juga yang menyebutkan gajah uling berbentuk melengkung layaknya belalai gajah. Ciri
batik ini berbentuk seperti tanda tanya, yang secara filosofis merupakan bentuk belalai gajah dan
sekaligus bentuk uling. Di samping unsur utama itu, karakter batik tersebut juga dikelilingi
sejumlah atribut lain. Di antaranya, kupu-kupu, suluran (semacam tumbuhan laut), dan manggar
(bunga pinang atau bunga kelapa).
E) SOSIAL POLITIK KABUPATEN BANYUWANGI
Kabupaten Banyuwangi dipimpin oleh seorang Bupati sama dengan Kabupaten lain di
seluruh Indonesia. Dalam sosial politik ini yang menurut penulis sangat mempengaruhi
perkembangan Banyuwangi bahkan yang membuat Banyuwangi menjadi maju sampai sepesat
ini. Dengan potensi yang sudah ada dari dulu namun dibawah kemimpinan bapak Anas (Bupati
Banyuwangi) potensi tersebut dapat diberdayakan secara optimal yang membuat Banyuwangi
menjadi terkenal dan mendapatkan banyak penghargaan.
Faktor sosial politik atau lembaga memang menentukan dan salah satu buktinya adalah
perkembagan kabupaten Banyuwangi. Kini masayrakat bisa bangga ketika mereka menjawab
Banyuwangi sebagai daerah asalnya. Kreatifitas dari lembaga ini yang menyebabkan
perkembangan Kabupaten Banyuwangi.
F) RENCANA TATA RUANG KABUPATEN BANYUWANGI
Secara umum kebijakan RTRW Kabupaten Banyuwangi tahun 2009-2029 sebagai
berikut.
1. Kebijakan Dan Strategi Sistem Perdesaan
a. Kebijakan Pengembangan Sistem Pusat Permukiman Pedesaan
Kebijakan pengembangan system pusat permukiman perdesaan dalam rangka mencapai tujuan
penataan ruang wilayah meliputi:
1) Pembentukan pusat pelayanan di kawasan perdesaan secara mandiri untuk meningkatkan
kualitas hidup dan Sumberdaya Manusia di kawasan perdesaan.
2) Peningkatan akses pelayanan sarana dan prasarana lingkungan di pusat permukiman kawasan
perdesaan untuk mendorong peningkatan kualitas hidup dan Sumberdaya Manusia di kawasan
perdesaan.
3) Peningkatan keterkaitan antar kawasan perdesaan, antara kawasan perdesaan dengan kawasan
perkotaan melalui pengembangan akses jalan–jalan desa dan peningkatan jalan lokal primer di
wilayah Kabupaten Banyuwangi.
4) Peningkatan pertumbuhan ekonomi di wilayah perdesaan khususnya yang berbasis pada sektor-
sektor unggulan wilayah.
b. Strategi Pengembangan Sistem Pusat Permukiman Perdesaan
Strategi pengembangan sistem pedesaaan meliputi:
Strategi pengembangan pembentukan pusat pelayanan di kawasan perdesaan secara
mandiri meliputi :
1) Mengembangkan spesialisasi komoditas unggulan perdesaan, dengan kriteria:
1.1 Memiliki potensi komoditas sebagai sektor basis.
1.2 Memiliki daya saing produksi dan pemasaran.
1.3 Memiliki daya dukung atau potensi pengembangan infrastruktur.
2) Membentuk pusat koleksi dan distriusi hasil pertanian berdasarkan atas komoditi unggulan
masing–masing wilayah unggulan.
3) Membentuk pusat pengembangan agribis.
Strategi pengembangan untuk peningkatan akses pelayanan sarana dan prasarana
lingkungan di pusat permukiman kawasan perdesaan meliputi :
1) Mengembangkan prasarana dasar perdesaan yang meliputi transportasi, air bersih, listrik, dan
sanitasi.
2) Mengembangkan sarana dasar perdesaan yang meliputi sarana ekonomi, pendidikan, dan
kesehatan.
3) Mempercepat pembangunan pada desa miskin.
Strategi pengembangan untuk peningkatan keterkaitan antar kawasan perdesaan, antara
kawasan perdesaan dengan kawasan perkotaan, meliputi:
1) Mengembangkan jalan desa sebagai jalan usaha tani (farm road).
2) Mengembangkan jalan lokal primer sebagai jalur keterkaitan distribusi kebutuhan proses
produksi dan distribusi hasil pertanian antar perdesaan serta antar perdesaan dengan perkotaan.
3) Peningkatan akses dan jaringan keterhubungan antar sentra produksi dan dan pusat distribusi.
Strategi pengembangan untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi di wilayah perdesaan
khususnya yang berbasis pada sektor-sektor unggulan wilayah meliputi:
1) Ekstensifikasi pertanian.
2) Intensifikasi pertanian.
3) Pengembangan kawasan agropolitan.
4) Pengembangan keterkaitan komoditas pertanian dengan sektor industri dan pariwisata.
2. Kebijakan Dan Strategi Sistem Perkotaan
a. Kebijakan Pengembangan Sistem Perkotaan
Kebijakan pengembangan sistem perkotaan dalam mendukung tujuan penataan ruang
Kabupaten Banyuwangi adalah:
1) Pengarahan struktur permukiman pusat perkotaan secara berhirarki.
2) Pengendalian perkembangan kawasan perkotaan agar tidak cenderung memusat di kawasan
perkotaan Banyuwangi, Ketapang, dan Ronggojampi.
b. Strategi Pengembangan Sistem Perkotaan Perkotaan
Strategi pengembangan untuk pengarahan struktur permukiman pusat Perkotaan secara
berhirarki dilakukan melalui:
1) Meningkatkan peran perkotaan Banyuwangi sebagai Pusat Kegiatan Wilayah dan peningkatan
peran ibu kota kecamatan/pusat-pusat pelanyanan untuk menunjang kegiatan skala Lokal.
1.1 PKW
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah kawasan perkotaan yang menjadi pusat
pertumbuhan dan pelayanan satu atau beberapa kabupaten. Wilayah yang akan dikembangkan
sebagai PKW adakah Kawasan Perkotaan Banyuwangi.
1.2 PKL
Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah kawasan perkotaan yang menjadi pusat regional
skala kabupaten dan menjadi kutub pertumbuhan utama pada beberapa wilayah kecamatan di
Kabupaten Banyuwangi. Wilayah yang dikembangkan sebagai PKL adalah: kawasan perkotaan
Genteng, Gambiran, Rogojampi, dan Muncar.
1.3 PKLp
Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) adalah kawasan perkotaan yang nantinya akan
dikembangkan sebagai pusat pelayanan untuk beberapa kecamatan. Wilayah yang dikembangkan
sebagai PKLp adalah: Kalipuro, Wongsorejo, dan Bangorejo
1.4 PPK
Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa. Wilayah yang dikembangkan sebagai PPK
Kalibaru, Singojuruh, Srono, Pesanggaran, Purwoharjo, Tegaldlimo, Cluring, Glenmore, Kabat,
Sempu, Songgon, Glagah, Wongsorejo, Giri, Tegalsari, Licin, dan Siliragung.
Keterangan:
 Hijau untuk PPk
 Biru untuk PKLp
 Hitam untuk PKL
 Merah untuk PKW
2) Mengembangkan Cluster Wilayah di Kabupaten Banyuwangi berdasarkan potensi dan arahan
pengembangan, yaitu :
2.1 Cluster Banyuwangi Utara yang meliputi Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Licin, dan
Glagah. Pusat pelayanan dan pertumbuhan di cluster ini adalah Kota Banyuwangi.
Fungsi Kegiatan :
2.1.1 Pertanian Tanaman Pangan
2.1.2 Perkebunan
2.1.3 Perikanan
2.1.4 Peternakan
2.1.5 Industri
2.1.6 Pelabuhan
2.1.7 Kawasan Lindung
2.1.8 Pariwisata
2.2 Cluster Banyuwangi Tengah Timur yang meliputi Kecamatan Songgon, Kabat, Singojuruh,
Srono, Muncar, dan Cluring, dengan Kecamatan Rogojampi sebagai pusat pelayanan dan
pertumbuhan.
Fungsi Kegiatan :
2.2.1 Pertanian tanaman pangan
2.2.2 Perikanan
2.2.3 Peternakan
2.2.4 Perkebunan
2.2.5 Industri
2.2.6 Pendidikan
2.2.7 Kawasan Lindung
2.2.8 Bandar Udara
2.3 Cluster Banyuwangi Tengah Barat yang meliputi Kecamatan Kalibaru, Glenmore, Tegalsari,
dan Gambiran dengan Kecamatan Genteng sebagai pusat pelayanan dan pertumbuhan.
Fungsi Kegiatan :
2.3.1 Pertanian tanaman pangan
2.3.2 Peternakan
2.3.3 Perkebunan
2.3.4 Pariwisata
2.3.5 Industri Kecil
2.3.6 Kawasan Lindung
2.4 Cluster Banyuwangi Selatan yang meliputi Kecamatan Pesanggaran, Siliragung, dan
Tegaldlimo, dengan Kecamatan Bangorejo sebagai pusat pelayanan dan pertumbuhan.
Fungsi Kegiatan :
2.4.1 Pertanian tanaman pangan
2.4.2 Perikanan
2.4.3 Perkebunan
2.4.4 Pariwisata
2.4.5 Industri Kecil
2.4.6 Kawasan Lindung
Keterangan:
 Cluster Banyuwangi Selatan warna hitam
 Cluster Banyuwangi Tengah Timur warna merah
 Cluster Banyuwangi Tengah Barat warna hijau
 Cluster Banyuwangi Utara warna biru
3. Mendorong pertumbuhan wilayah ke arah Selatan dan Barat Kabupaten Banyuwangi.
Strategi untuk pengendalian perkembangan kawasan perkotaan agar tidak cenderung
memusat di kawasan perkotaan Banyuwangi, Ketapang, dan Rogojampi, meliputi:
1) Mengembangkan dan mempromosikan kawasan perkotaan kecamatan khususnya di wilayah
bagian selatan menjadi PKLp.
2) Mengembangkan kegiatan agropolitan untuk meningkatkan kualitas hasil pertanian (perkebunan
dan perikanan) di wilayah bagian selatan dan barat.
BAB V
PENUTUP
A) KESIMPULAN
Berdasarkan analisis peta rencana tata ruang Kabupaten Banyuwangi, perkembangan
sejauh ini ada beberapa ketidak cocokan dengan rancangan tata ruang wilayah Kabupaten
Banyuwangi termasuk daerah industri dan lain sebagainya yang sekarang ini masih dalam proses
sengketa seperti daerah Tumpang Pitu. Dalam cluster selatan yang disana terdapat industri besar
atau pertambangan seharusnya tidak diperbolehkan karena berdasarkan rencana tata ruang
pengembangan wilayah seharusnya daerah selatan dimaksimalkan sebagai hutan lindung,
pertanian tanaman pangan, perikanan, perkebunan, pariwisata, industri kecil, dan kawasan
lindung.
Ketidak sesuian terutama di cluster selatan ini seharusnya bisa diatasi jika memang
mengacu pada rencana tata ruang Kabupaten Banyuwangi 2009-2029. Sementara itu untuk
Cluster yang lainnya pada dasarnya sudah sesuai dengan rencana pengembangan wilayah dengan
pusat setiap cluster benar-benar sudah berkembang jauh lebih baik dari sebelumnya. Hal ini
menunjukan keseriusan pemerintah atau dalam hal ini lembaga dalam pengembangan wilayah
kabupaten Banyuwangi.
Sementara itu pengembangan wilayah ini juga menyebabkan berkembangnya lima pilar
pengembangan wilayah menurut Sasmita dan Kuntjoroningrat yaitu antara lain ruang, biofisik
eksositem, sosial ekonomi, sosial budaya dan sosial poltik. Dalam sosial ekosistem, sosial
ekonomi dan sosial budaya benar-benar mengalami perkembangan pesat sebagai bentuk
perkembangan wilayah yang terjadi pula di Kabupaten Banyuwangi. Perkembangan aspek-aspek
tersebut menandakan bahwa Kabupaten Banyuwangi dalam kurun waktu lima tahun terakhir
mengalami perkembangan yang signifikann dan dapat dirasakan dampaknya oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Akil, Sjarifuddin. ____. Pengembangan Wilayah Dan Penataan Ruang Di Indonesia: Tinjauan Teoritis
Dan Praktis. Paper online Progam Magister KAPET: Universitas Hasanuddin Makassar.
Darmawati, Choirul Saleh, Imam Hanafi. 2015. Implementasi Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah
(Rtrw) Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
online: Universitas Brawijaya.
Mulyadi, Asep. 2014. Sebuah Pemahaman Tentang Wilayah. Artikel Online
Rasiwara, Reno. 2015. Kesenian Asli Banyuwangi, (online),
(http://www.asliindonesia.net/2015/05/kesenian-asli-banyuwangi-yang-tetap.html), diakses pada
18 April 2016.
Syahadat, Epi dan Subarudi. 2012. Permasalahan Penataan Ruang. Artikel online: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.
Website Resmi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi . 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Banyuwangi, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, (online), (www.banyuwangikab.go.id), di
askes pada18 April 2016.
Website Resmi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. 2012. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Banyuwangi, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, (online), (www.banyuwangikab.go.id), di
askes pada18 April 2016.

Anda mungkin juga menyukai