PENDAHULUAN
1. Latar belakang
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah Kota Jombang.?
b. Apakah sajakah Kebudayaan pada Masyarakat Jombang.?
c. Dari mana saja, kebudayaan yang muncul di Jombang?
1
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Kota Jombang
Jombang adalah kabupaten yang terletak di bagian tengah Provinsi Jawa
Timur. Luas wilayahnya 1.159,50 km²[2], dan jumlah penduduknya 1.201.557 jiwa
(2010), terdiri dari 597.219 laki-laki dan 604.338 perempuan. Pusat kota Jombang
terletak di tengah-tengah wilayah Kabupaten, memiliki ketinggian 44 meter di
atas permukaan laut, dan berjarak 79 km (1,5 jam perjalanan) dari barat daya Kota
Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. Jombang memiliki posisi yang sangat
strategis, karena berada di persimpangan jalur lintas selatan Pulau Jawa
(Surabaya-Madiun-Jogjakarta), jalur Surabaya-Tulungagung, serta jalur Malang-
Tuban.
Konon, kata Jombang merupakan akronim dari kata berbahasa Jawa yaitu
ijo (Indonesia: hijau) dan abang (Indonesia: merah). Ijo mewakili kaum santri
(agamis), dan abang mewakili kaum abangan (nasionalis/kejawen). Kedua
kelompok tersebut hidup berdampingan dan harmonis di Jombang. Bahkan kedua
elemen ini digambarkan dalam warna dasar lambang daerah Kabupaten Jombang.
2
Wilayah Kabupaten Jombang mempunyai letak geografi antara 5.20° -
5.30° Bujur Timur dan antara :7.20' dan 7.45' lintang selatan dengan luas wilayah
115.950 Ha atau 2,4 % luas Propinsi Jawa Timur.
3
wilayah yang bergelombang. Semakin ke tenggara, semakin tinggi. Hanya
sebagian Kecamatan Wonosalam yang memiliki ketinggian di atas 500 m.
4
Sebagian besar agama yang dianut penduduk Jombang adalah Islam dianut
oleh 98% penduduk Kabupaten Jombang, diikuti dengan agama Kristen Protestan
(1,2%), Katolik (0,3%), Buddha (0,09%), Hindu (0,07%), dan lainnya (0,02%).[12]
5
Sekolah favorit di Kabupaten Jombang pada umunya untuk tingkat SD
adalah SDN Kepanjen 2, SDN Jombatan 3, dan SD Islam Roushon Fikr, untuk
tingkat SMP adalah SMPN 1 Jombang, sedang untuk tingkat SMA adalah SMAN
2 Jombang yang berstatus RSBI dan SMA Unggulan Darul Ulum. Sekolah
kejuruan di Jombang juga menjadi sekolah unggulan untuk remaja Jombang
misalnya SMKN 1 Jombang (SMEA) yang memiliki hotel sendiri dan SMKN 3
Jombang (STM).
A. Sistem Perekonomian.
Pertanian
Sektor pertanian menyumbang 38,16% total PDRB Kabupaten Jombang.
Meski nilai produksi pertanian mengalami peningkatan, namun kontribusi sektor
ini mengalami penurunan. Sektor pertanian digeluti oleh sedikitnya 31%
penduduk usia kerja. Tradisi, kemudahan yang disediakan oleh alam, dan adanya
terobosan baru rupanya menjadikan alasan untuk bertahan. Kesuburan tanah di
sini konon dipengaruhi oleh material letusan Gunung Kelud yang terbawa arus
deras Sungai Brantas dan Kali Konto serta sungai-sungai kecil lainnya. Sistem
pengairan juga sangat ekstensif dan memadai, dan 83% di antaranya merupakan
irigasi teknis.
6
terutama Durian Bido. Kecamatan Perak merupakan penghasil utama jeruk nipis,
yang diunggulkan karena tipis kulitnya serta banyak airnya.
Perkebunan
Komoditas andalan perkebunan Kabupaten Jombang di tingkat propinsi
adalah tebu. Sedang di tingkat regional, komoditas unggulan adalah serat karung,
kelapa, kopi, kakao, jambu mete, randu, tembakau, dan beberapa tanaman Toga
(lengkuas, kencur, kunyit, jahe, dan serai). Proyek percontohan Toga terlengkap di
Jombang adalah Taman Toziega PKK Kabupaten Jombang dan Toziega Asri di
Desa Dapurkejambon Jombang. Toziega (Taman Obat Gizi dan Ekonomi
Keluarga) merupakan pengembangan dari Toga (Tanaman Obat Keluarga).
Dimana dalam Toziega ditambahkan pengadaan sumber gizi secara mandiri dan
komersialisasi dari hasil pengelolaan tanaman obat. Gagasan proyek percontohan
Toziega dicetuskan dan dibidani oleh Ir. Tyasono Sankadji yang kemudian
menjadi salah satu jargon kebanggaan pertanian dan perkebunan Kabupaten
Jombang. Tebu merupakan bahan mentah utama industri gula di Jombang,
(dimana Jombang memiliki dua pabrik gula). Perkebunan tebu tersebar merata di
dataran rendah dan dataran tinggi Kabupaten Jombang. Daerah pegunungan di
sebelah tenggara (terutama Kecamatan Wonosalam) merupakan sentra tanaman
perkebunan kopi, kakao, dan cengkeh. Daerah pegunungan di utara merupakan
penghasil utama tembakau di Jombang.
Kehutanan
Hampir 20% wilayah Kabupaten Jombang merupakan kawasan hutan.
Kawasan hutan tersebut terdapat di bagian utara (kecamatan Plandaan, Kabuh,
Kudu, dan Ngusikan) serta bagian tenggara Kabupaten Jombang (kecamatan
Wonosalam, Bareng, dan Mojowarno). Di wilayah hutan Kabupaten Jombang,
61% merupakan hutan produksi, 23% hutan tebang pilih, 15% hutan wisata, dan
1,5% merupakan hutan lindung. Kayu jati adalah komoditas unggulan subsektor
kehutanan di Kabupaten Jombang.
7
Peternakan dan perikanan
Komoditas peternakan Kabupaten Jombang meliputi ayam pedaging, ayam
petelur, ayam buras, sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba, dan itik.
Ayam pedaging merupakan komoditas unggulan peternakan di tingkat propinsi.
Beberapa perusahaan menengah bergerak di bidang peternakan. Mengingat lokasi
Kabupaten Jombang yang bukan kawasan pantai, perikanan perairan umum dan
kolam merupakan komoditas unggulan di bidang perikanan.
Perdagangan
Sektor perdagangan menyumbang PDRB kabupaten terbesar kedua setelah
pertanian. Majunya pertanian di Jombang rupanya turut menggairahkan sektor
perdagangan. Kabupaten Jombang merupakan salah satu penyuplai utama
komoditas pertanian tanaman pangan dan perkebunan di Jawa Timur. Kabupaten
Jombang memiliki 17 pasar umum yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten,
serta 12 pasar hewan. Kota Jombang sendiri memiliki Pasar Legi Citra Niaga,
Pasar Pon, Pasar Loak, dan Pasar Burung. Perdagangan retail dilayani oleh
berbagai pusat perbelanjaan serta supermarket besar maupun kecil. Di samping
Pasar Legi Citra Niaga, dua kawasan ruko yang terbesar adalah Kompleks
Simpang Tiga dan Kompleks Cempaka Mas. Selain kota Jombang, kawasan pusat
komersial regional di Kabupaten Jombang terdapat di Mojoagung, Ploso, dan
Ngoro.
Industri manufaktur
Sektor industri manufaktur menyumbang PDRB kabupaten terbesar ketiga
setelah pertanian dan perdagangan. Majunya industri di Jombang ditopang oleh
kemudahan transportasi, serta letak Kabupaten Jombang yang strategis, yakni
berada di jalur utama lintas selatan Pulau Jawa dan bersebelahan dengan kawasan
segitiga industri Surabaya-Mojokerto-Pasuruan.
8
dengan brand "Diadora" dan "Fila") di Jogoloyo (Jogoroto); PT Japfa Comfeed
(produk makanan ternak) di Tunggorono (Jombang); PT Usmany Indah (produk
kayu olahan), MKS-Sampoerna (produk rokok) di Ploso dan Ngoro, PT Cheil
Jedang Indonesia (produk industri kimia setengah jadi) di Jatigedong (Ploso);PT
Cheil Jedang Superfeed (produk pakan ternak) di Mojoagung, PT Mentari
International (produk mainan anak) di Tunggorono (Jombang), serta PT Seng
Fong Moulding Perkasa (produk ubin kayu). Kabupaten Jombang juga memiliki
dua pabrik gula: PG Djombang Baru di Kecamatan Jombang dan PG Tjoekir di
Kecamatan Diwek.
Perbankan
Di Kabupaten Jombang terdapat beberapa Bank besar yang beroprasi seperti Bank
Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank Central Asia, BNI, BII, Bank Mega dan
lain-lain. Bank-bank tersebut juga menyediakan pelayanan ATM hampir disetiap
kecamatan.
9
B. Transportasi.
Bus
Kereta api
Surabaya-Jombang-Kertosono PP (KRD)
Surabaya-Kertosono-Blitar-Malang-Surabaya Gubeng PP (KA Rapih
Dhoho/Penataran)
10
Surabaya Gubeng-Yogyakarta PP (KA Sancaka)
Surabaya-Madiun PP (KA Madiun Ekspress)
Banyuwangi-Jember-Surabaya-Yogyakarta PP (KA Sri Tanjung)
Jember-Surabaya-Yogyakarta-Purwokerto PP (KA Logawa)
Surabaya-Yogyakarta-Bandung PP (KA Pasundan, Mutiara Selatan,
Turangga, Argo Wilis)
Surabaya-Yogyakarta-Cirebon-Jakarta PP (Bima)
Jombang-Solo-Semarang-Tegal-Cirebon-Jakarta PP (KA Bangunkarta)
Sementara jalur kereta api yang sudah tidak aktif lagi antara lain jurusan :
Jombang-Pare-Kediri
Jombang-Ploso-Kabuh-Babat. Jalur ini dulu melewati depan tugu Ringin
Contong yang menjadi ciri khas kota Jombang.
Angkutan lokal
C. Pariwisata
11
menguntungkan, mengingat posisi Kabupaten Jombang yang bersebelahan dengan
daerah tujuan wisata alam Malang di tenggara dan Pacet-Trawas-Tretes di timur;
serta wisata historis (situs Majapahit) Trowulan. Di Jombang memiliki beberapa
tempat pariwisata yang menarik, yaitu Pemandian Sumberboto di Mojowarno,
Candi Arimbi di Bareng, Sendang Made di Megaluh, Perkebunan teh, cengkeh
serta durian di Wonosalam serta air terjun Tretes di Wonosalam. Selain itu juga
terdapat wisata religi yaitu makam Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid), KH.
Wahid Hasyim dan KH. Hasyim Asyari di Tebuireng, Diwek, serta bangunan
gereja tertua di Jawa Timur yaitu GKJW Mojowarno. Selain itu terdapat wisata
buatan, salah satunya yaitu Tirta Wisata yang terletak di wilayah Peterongan
Dilihat dari letak geografis, Jombang termasuk daerah etnis budaya Jawa
Timuran yang mempunyai ragam campuran budaya, yaitu etnis Jawa Timuran
atau budaya “arek”, etnis Madura, Panaragan, Mataraman dan etnis jawa
Tengahan. Hal ini dapat dilihat oleh banyaknya imigran dari luar daerah yang
menetap sebagai penduduk Jombang sejak dahulu, sehingga kebudayaan yang
meraka bawa membaur dengan kebudayaan setempat. Sampei saat ini kebudayaan
masyarakat Jombang memiliki warna khas yang menunjukkan perbedaan dengan
masyarakat berkebudayaan atau etnis Jawa Timur aslinya. Ciri khas kebudayaan
masyarakat Jombang tercermin dalam adat-istiadat bahasa dialek dan kesenian
mereka.
12
Seperti budaya masyarakat didaerah Kecamatan Ngoro, Bareng, Mojowarno,
Wonosalam, Jogoroto, Mojoagung, Sumobito, Kesamben secara umum memiliki
latar belakang bahasc dialek dan adat-istiadat etnis Jawa Timuran asli/budaya
“arek” hal ini ditandai dengan logat bicara yang berciri dengan menggunakan
ucapan akhiran …se maupun …tah; contoh: ya’apa se, nang endi se, babah se. iya
tah. age tah, wis mari tah dan sebagainya. Kemudian tercermin pada penekanan
ucapan kata sifat biasa dipanjangkan, misalnya: adoh menjadi u…adoh. gedhe
menjadi gu…edhe, apik menjadi u…apik, ireng menjadi u…irengdan sebagainya.
13
mayoritas sama dengan daerah tersebut diatas tetapi masih terdapat perbedaan,
contoh: jenis keseniannya lebih dekat dengan budaya Jawa Tengahan, seperti
wayang kulit, wayang krucil. Kuda Lumping jenis Sambaya dan kesenian reog
Ponorogo.
Hal lain yang menurut tata bahasa Jawa janggal tetapi sudah menjadi
kebiasaan mereka menggunakan tingkatan bahasa karma; misalnya: kula badhe
siram, kula sampun dhahar, kula mboten pirsa. Sebaliknya tutur sapa kepada
orang lain yang dihormati tata bahasanya di balik; misalnya: bapak sampun nedha,
ibu tilem, mbah kesah, dan sebagainya. Mereka menyadari hal semacam itu, tetapi
masih tetap dilakukannya karena sudah menjadi kebiasaan hingga turun- temurun
sampai sekarang. Sehingga kebiasaan seperti itu disebut salah kaprah, artinya
suatu yang tidak benar tetapi dianggap biasa. (Suyanto. 2002:7).
14
satu budayawan Jombang yang perlu digaris bawahi, karena relitanya Kabupaten
Jombang mempunyai beberapa macam bentuk kesenian rakyat, seperti: Besutan,
Ludruk, Jaran Kepang Dor, Hadrah, Kentrung, Sandur, Wayang Krucil, Wayang
Topeng, Wayang Kulit dan sebagainya; di mana semua itu mencerminkan
kearifan lokal masyarakat Jombang yang memiliki ragam berbeda dengan etnis
Jawa Timuran yang lainnya
15
Komunitas Alif nya, dan Cak Inswiardi salah satu networker kebudayaan
Jombang dalam musyawarah besar kesenian Jombang pada 2004 lalu. Masing-
masing simpul kebudayaan Jombang sepakat bahwa Besut dan Rusmini
(pacar/istri Besut) memang pantas menjadi ikon Jombangan.
Seperti guliran bola salju yang semakin lama terus membesar. Upaya
untuk ngopeni Besut sebagai ikon kian marak. Kini tidak hanya seniman
budayawan Jombang yang berteriak menyelamatkan Besutan. Pemerintah daerah
yang dipersonifikasikan jajaran dinas dan kantor pun mulai cancut tali wanda
saiyeg saeka kapti (pen.=secara bersama dalam satu tujuan bergerak
menyelamatkan) menjadikan Besut tetap lestari terpatri di sanubari wong
Njombang. Bukti-bukti itu antara lain bisa disaksikan pada pameran produk
unggulan Jombang bertajuk Gelar Potensi Jombang (GPJ) sengaja memasang foto
Besut sebagai ikon, acara wisata grebeg apem setiap awal bulan puasa
menggunakan prajurit Besut, jajaran dinas pendidikan kabupaten Jombang, dinas
pemuda, olahraga, budaya dan pariwisata kabupaten Jombang, dinas kesehatan,
rumah sakit umum daerah swadana Jombang adalah contoh-contoh instansi yang
tumakninah menggunakan besut sebagai ikon.
16
Sebuah ikon menurut saya akan lestari dan tetap abadi ketika setiap
pribadi yang mengaku wong Njombang tidak gagab budaya dan sangat antusias
menceritakan Besutan yang menjadi symbol kearifan lokalnya. Sebagaimana
orang Banyuwangi dengan seni gandrungnya, orang Ponorogo lewat reyogannya,
orang Probolinggo dengan tarian glipangnya, dan masih banyak lagi.
Patut disayangkan memang, karena di satu sisi seni Besutan yang terus
diusung banyak pihak mewakili karakteristik Njombangan seolah mati kutu pasca
musyawarah besar kesenian Jombang tahun 2004 silam yang merekomendasikan
agar di setiap pintu masuk dan lokasi strategis di kabupaten Jombang didirikan
monumen Besut seperti patung reyog di Ponorogo dan ikon-ikon daerah lain.
Tetapi di kabupaten Jombang tidak menerapkan. Ini barangkali menurut istilah
lokalnya sendhakep awe-awe (tidak serius) menempatkan sebuah ikon. Dinas
pertamanan kabupaten Jombang dalam hal ini perlu sedikit mendengar dan
melihat apa yang dilakukan oleh dinas lain yang gencar mengangkat ikon
Besutan. Apakah keberadaan patung Besut itu sangat membebani anggaran?
Sedangkan apa arti anggaran yang dialokasikan jika dibandingkan nilai penting
sebuah ikon.
17
Ludruk Berawal Dari Kesenian Besutan
b. Kesenian Ludruk
Sejarah berdirinya ludruk</a> tidak lepas dari keberadaan sosok Besut.
Besut adalah seniman yang mampu memberi inspirasi bagi banyak warga tentang
arti mengabdi dan berbagi dengan masyarakat sekitar. Kesenian Besutan
merupakan wujud peradaban masyarakat Jombang khususnya, dan Jawa Timur
pada umumnya. Kesenian Besutan lahir sebagai bentuk protes terhadap
penjajahan asing di Indonesia, sekaligus wujud hiburan rakyat yang memiliki nilai
edukasi
Kata Jombang yang merupakan akronim kata dan abang sering diartikan
sebagai perpaduan budaya Islam (warna hijau) dan budaya Jawa asli (warna
merah). Walaupun di Kabupaten Jombang telah berdiri ribuan pondok pesantren
tempat pengajaran agama Islam, budaya setempat masih mendapat porsi yang
seimbang dalam perhatian masyarakat sehari-hari.</p>
<p>Jombang banyak melahirkan tokoh-tokoh terkenal dalam bidang seni, antara
lain: Cak Durasim, Pak Jito (tokoh kesenian Besutan Jombang tahun 70-an), Cak
Tole (penulis drama komedi), dan Pak Yadi yang menjadi tokoh ludruk penggagas
lahirnya Palembang (Paguyuban Ludruk Arek Jombang). Selain nama-nama
populer di atas, masih banyak seniman lokal Jombang yang berjuang menghidupi
diri di tengah maraknya budaya Barat yang berkembang di kalangan remaja
Bangkit Berkat Dukungan Bupati Jombang
Saya masih ingat pada kurun waktu antara tahun 1990 sampai tahun 2000 masih
banyak pertunjukkan digelar dalam rangka hajatan warga. Menikahkan anak,
khitanan putra, bahkan prosesi budaya sedekah bumi semuanya melibatkan
pertunjukan Ludruk di malam hari. Namun setelah tahun 2000-an gaung Ludruk
seolah hilang di telan bumi. Yang muncul adalah seni musik dangdut yang
ditontonkan melalui panggung terbuka
18
seniman Jombang. Palembang diprakarsai Bupati Jombang Suyanto. Usaha yang
dilakukan diawali dengan revitalisasi perkumpulan ludruk yang ada di Kabupaten
Jombang. Selain itu, Kabupaten Jombang menjalankan memberikan dukungan
modal dan pengorganisasian yang lebih tertata.
Manfaat kebijakan Bupati Jombang ini saat ini memang belum terlalu
terasa mengingat frekuensi pertunjukan Ludruk masih kurang. Meski demikian
saya optimis ke depannya Ludruk akan tampil dengan wajah baru yang lebih
inovatif dan bernuansa segar. Jika kesenian Srimulat dapat bangkit kembali di
layar televisi, sangat mungkin Ludruk bisa melakukan hal yang serupa.
Masyarakat Jombang dan Jawa Timur masih menyukai ludruk. Setidaknya hal ini
terbukti dengan kepemilikan CD Ludruk versi bajakan yang berada hampir di
setiap rumah warga Jatim
Mari kita lestarikan ludruk sebagai salah satu seni budaya asli Nusantara
19
cerita Wayang Topeng Jatiduwur ini berasal dari masa Majapahit kemudian secara
turun temurun diwariskan kepada ahliwarisnya. Keberadaan topengnya sendiri
konon juga sudah beberapa kali berpindah kepemilikannya. Pernah berada di
daerah trowulan, pernah juga berada di daerah Betek Mojoagung, dan terakhir kini
berada di Ds. Jatiduwur Kec. Kesamben Kab. Jombang. Meski ditempat lain,
tepatnya di Ds. Manduro, Kec. Kabuh, Kab. Jombang juga ditemukan komunitas
topeng yang menamakan dirinya Komunitas Sandur Manduro, namun Wayang
Topeng Jatiduwur memiliki karekteristik tersendiri dibanding dengan Sandur
Manduro. Namun karena keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dan leteratur
yang bisa dijadikan acuan tentang Wayang Topeng Jatiduwur ini sementara ini
acuan yang dipergunakan hanyalah cerita dari mulut ke mulut yang beredar di
masyarakat Jatiduwur. Para pelaku Wayang Topeng Jatiduwur ini juga sudah
banyak yang meninggal sehingga regenerasi dikomunitas ini sedikit terganggu.
Beruntung saat ini ada seorang guru agama di sebuah Sekolah Dasar yang tidak
mengerti tentang seni samasekali tetapi sangat konsen untuk nguri-uri kebudayaan
yang bernama Bpk. Supriyo. Beliaulah yang berjuang untuk memperkenalkan
Wayang Topeng Jatiduwur kepada masyarakat luas, tentu diawal perjuaannya dia
banyak sekali mendapat rintangan dan tantangan baik dari keluarga maupun
masyarakat sekitar karena mereka menganggap tidak pantas
Secara umum perbedaan pakeliran wayang kulit wayang kulit Gaya Jawa
Timuran (Trowulanan) dapat diketahui dari bentuk wayang cenderung lebih kecil
20
daripada wayang Gaya Surakarta. Sedangkan untuk pewarnaan
(sunggingan/pulasan) wayang Jawa Timuran menggunakan warna cerah/muda,
warna hijau sangat dominan seperti yang terdapat pada busana wayang, yaitu
dodot, probo, makutha/jamang/tutup kepala. Urutan sajian pertunjukan semalam
suntuk, yaitu Jejer, bodholan. Penggunaan batasan nada atau pathet, adalah pathet
sepuluh, pathet wolu, pathet sanga dan pathet serang. Dalam menyajikan iringan
pergelaran wayang kulit Gaya Jawa Timuran lebih dominan menggunakan nada-
nada tinggi/suara melengking. Sedangkan instrumen yang paling menonjol adalah
gambang, gender penerus, peking, saron dan bonang penerus, struktur gending
yang digunakan, yaitu krucilan, gadhingan, ayak, gemblak dan Gendhing, Ganda
Kusuma sebagai iringan adegan pertama, gamelan yang dipakai adalah gamelan
selendro terkadang dalam sajian semalam suntuk didukung dengan pengrawit
hanya delapan (8) orang. Secara keseluruhan bahasa yang dipakai adalah bahasa
Jawa walaupun ada sedikit perbedaan dengan bahasa Jawa Tengahan, seperti gak
(ora), koen (kowe), se/tah (ta), dan perbedaan itu dapat dilihat dari logat bicara
menggunakan dialek khas yang disebut dialek Jawa Timuran (Heru Cahyono,
2004:3). Gaya pakeliran semacam ini masih bertahan sampai sekarang, walaupun
gaya pribadi/individu nampak dan ditentukan oleh masyarakat pendukungnya
serta kreativitas dalang itu sendiri. Seperti; contoh:, Ki Guno Rejo (almarhum), Ki
Suwadi, Ki Sareh, Ki Prawito, Ki Mataji dan lain sebagairiya.
Konon pakeliran Gaya Jawa Timuran Ki Guno Rejo (almarhum) salah satu
dalang tenar, banyak tanggapan dan cukup digandrungi para penggemar di
masanya, di era 60 sampai 70-an serta disebut-sebut Gaya Jombangan oleh
sebagian dalang di wilayah Jombang. Karena ada beberapa aspek dari unsur
pakeliran yang diolahnya berbeda dengan Gaya Trowulan, seperti garap sabet
(perang dan ajar kayon pada adegan setelah kondur kedhaton) dan garap iringan
gendhing jejer I (Ganda Kusuma). Tetapi sebagian besar dalang bercerita bahwa
pakeliran yang disajikan oleh Ki Guno Rejo tidak ada perbedaan penggarapan
yang menonjol, kecuali Ajar Kayon dan masih lurus mengacu Gaya Trowulan.
Termasuk Ki Wasis Asmara putra beliau yang menjadi dalang juga menuturkan
21
bahwa “gayane bapak iku padha ae ambek mbah Pit Asmoro (dalang Gaya
Trowufan yang paling terkenal)”. Jadi gaya pekeliran ala Ki Guno Rejo masih
terdapat tanda tanya dan disangsikan benar atau tidaknya memiliki Gaya
Jombangan, karena ada dua cerita yang berbeda di masa kejayaannya.
22
sebagai murid pertama Ki Suwdi pada tahun 1973. Penggunaan struktur pakeliran
dilakukan tanpa mengurangi esensi pertunjukan yang disajikan, seperti
penggunaan gending, iringan, wayang, cerita, sabet, janturan, gunem dan pocapan,
walaupun setiap saat sajian dapat berubah dalam skala kecil dan tetap tidak
mengurangi unsur-unsur pakeliran yang telah disebutkan. Dari Tahun 1974 Ki
Sareh mulai mendalang dengan cara ngamen (pentas yang berpindah-pindah tetapi
bukan ditanggap), pada Tahun 1978 karir beliau di dunia pedalangan benar-benar
sudah dimulai dan ditanggap atau dibutuhkan orang lain diundang untuk
mendalang dengan honor Rp. 90.000,00 sampai Rp. 150.000,00. Perlu diketahui
bahwa dalam struktur pakeliran Gaya Jawatimuran (Cek-Dong) tidak pernah ada
adegan Limbuk-Cangik seperti yang telah lazim digunakan Gaya Surakarta, yang
ada hanya adegan Gara-gara.
Tokoh wayang paten pada adegan Gara-gara adalah Semar, Bagong dan
Besut, di mana pada adegan ini diawali dari gonjang-ganjing di Kayangan
Suralaya (tempat tinggal Batara Guru) terjadi karena di bumi ada seseorang
sedang bertapa atau meratapi nasib dan mengeluh kepada Dewanya meminta
sesuatu hal yang diinginkan. Karena belum dianugerahi oleh Raja kayangan,
sehingga seseorang tersebut mengalami kesedihan yang begitu mendalam. Dari
peristiwa ini Ketiga tokoh yang disebut di dunia pedalangan sebagai
Ponakawan/batur, sehingga Ponakawan ini menasehati juragan/bendara ketika
melenceng dari kebenaran dan tanggung jawab serta menghibur tuannya dikala
duka lara.
23
BAB 2
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
24
asli/budaya “arek” hal ini ditandai dengan logat bicara yang berciri dengan
menggunakan ucapan akhiran …se maupun …tah; contoh: ya’apa se, nang endi
se, babah se. iya tah. age tah, wis mari tah dan sebagainya.
3. Salam Penutup
25