Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN
1. Latar belakang

Adat-istiadat orang Jombang begitu nampak dalam kehidupan masyarakat luar


kota, karena masyarakat kota merupakan masyarakat yang sangat sulit untuk dipilah-
pilahkan karena percampuran lingkungan heterogen dan pribumi sudah berbaur seiring
dengan berkembangnya pola kehidupan jamannya. Namun jika kita memandang
lingkungan di daerah luar perkotaan, dapat kita ketahui bahwa masyarakat Jombang
merupakan manivestasi budaya masyarakat multi kultural. Kabupaten Jombang memiliki
21 Kecamatan dengan posisi geografis berada di bagian tengah Propinsi Jawa Timur
bersebelahan dengan daerah yang memiliki etnis yang berbeda. Sebelah Timur
Kabupaten Mojokerto yang merupakan daerah etnis budaya “arek”, sebelah Utara
Kabupaten Lamongan yang mempunyai etnis campuran budaya Jawa Timuran dan
pesisir Utara, sebelah Barat Kabupaten Nganjuk dengan budaya Jawa Tengah, sebelah
Selatan Kabupaten Kediri juga etnis Jawa Tengah/Panaragan, arah Tenggara Kabupaten
Malang merupakan daerah etnis Jawa Timur pesisir Selatan. Oleh karena itu dalam
perkembangan peradaban, daerah Jombang tidak luput dari pengaruh wilayah
sekitarnya.

2. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah Kota Jombang.?
b. Apakah sajakah Kebudayaan pada Masyarakat Jombang.?
c. Dari mana saja, kebudayaan yang muncul di Jombang?

3. Tujuan Penulisan Makalah


Adapun tujuan Saya membuat makalah ini adalah selain untuk
memnuhi tugas oleh dosen pembimbing,juga untuk menyikapi masalah yang
tertera pada latar belakang di atas. Yaitu, agar Kita mengetahui Berbagai ragam
kebudayaan di masyarakat Jombang serta menambah wawasan tentang daerah
Jombang beserta kebudayaannya.

1
BAB 2
PEMBAHASAN

1. Kota Jombang
Jombang adalah kabupaten yang terletak di bagian tengah Provinsi Jawa
Timur. Luas wilayahnya 1.159,50 km²[2], dan jumlah penduduknya 1.201.557 jiwa
(2010), terdiri dari 597.219 laki-laki dan 604.338 perempuan. Pusat kota Jombang
terletak di tengah-tengah wilayah Kabupaten, memiliki ketinggian 44 meter di
atas permukaan laut, dan berjarak 79 km (1,5 jam perjalanan) dari barat daya Kota
Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. Jombang memiliki posisi yang sangat
strategis, karena berada di persimpangan jalur lintas selatan Pulau Jawa
(Surabaya-Madiun-Jogjakarta), jalur Surabaya-Tulungagung, serta jalur Malang-
Tuban.

Jombang juga dikenal dengan sebutan Kota Santri, karena banyaknya


sekolah pendidikan Islam (pondok pesantren) di wilayahnya.[4] Bahkan ada pameo
yang mengatakan Jombang adalah pusat pondok pesantren di tanah Jawa karena
hampir seluruh pendiri pesantren di Jawa pasti pernah berguru di Jombang. Di
antara pondok pesantren yang terkenal adalah Tebuireng, Denanyar, Tambak
Beras, dan Darul Ulum (Rejoso).

Banyak tokoh terkenal Indonesia yang dilahirkan di Jombang, di antaranya


adalah mantan Presiden Indonesia yaitu KH Abdurrahman Wahid, pahlawan
nasional KH Hasyim Asy'ari dan KH Wahid Hasyim, tokoh intelektual Islam
Nurcholis Madjid, serta budayawan Emha Ainun Najib, dan seniman Cucuk Espe.

Konon, kata Jombang merupakan akronim dari kata berbahasa Jawa yaitu
ijo (Indonesia: hijau) dan abang (Indonesia: merah). Ijo mewakili kaum santri
(agamis), dan abang mewakili kaum abangan (nasionalis/kejawen). Kedua
kelompok tersebut hidup berdampingan dan harmonis di Jombang. Bahkan kedua
elemen ini digambarkan dalam warna dasar lambang daerah Kabupaten Jombang.

2
Wilayah Kabupaten Jombang mempunyai letak geografi antara 5.20° -
5.30° Bujur Timur dan antara :7.20' dan 7.45' lintang selatan dengan luas wilayah
115.950 Ha atau 2,4 % luas Propinsi Jawa Timur.

Keadaan iklim khususnya curah hujan di Kabupaten Jombang yang


terletak pada ketinggian 500 meter dari permukaan laut mempunyai curah hujan
relatif rendah yakni berkisar antara 1750 - 2500 mm pertahun. Sedangkan untuk
daerah yang terletak pada ketinggian lebih dari 500 meter dari permukaan air laut,
rata-rata curah hujannya mencapai 2500 mm pertahunnya.

Kabupaten Jombang adalah termasuk yang mempunyai iklim tropis,


sedangkan berdasarkan hasil perhitungan menurut klasifikasi yang diberikan oleh
Smidt dan Ferguson termasuk tipe iklim D. Dimana tipe ini biasanya musim
penghujan jatuh pada bulan Oktober sampai April dan musim kemarau jatuh pada
bulan Mei sampai dengan bulan Oktober.

Sebagian besar wilayah Kabupaten Jombang merupakan dataran rendah,


yakni 90% wilayahnya berada pada ketinggian kurang dari 500 meter dpl. Secara
umum Kabupaten Jombang dapat dibagi menjadi 3 bagian:

 Bagian utara, terletak di sebelah utara Sungai Brantas, meliputi sebagian


besar Kecamatan Plandaan, Kecamatan Kabuh, dan sebagian Kecamatan
Ngusikan dan Kecamatan Kudu. Merupakan daerah perbukitan kapur yang
landai dengan ketinggian maksimum 500 m di atas permukaan laut.
Perbukitan ini merupakan ujung Timur Pegunungan Kendeng.
 Bagian tengah, yakni di sebelah selatan Sungai Brantas, merupakan
dataran rendah dengan tingkat kemiringan hingga 15%. Daerah ini
merupakan kawasan pertanian dengan jaringan irigasi yang ekstensif serta
kawasan permukiman penduduk yang padat.
 Bagian selatan, meliputi Kecamatan Wonosalam dan sebagian Kecamatan
Bareng dan Mojowarno. Merupakan daerah pegunungan dengan kondisi

3
wilayah yang bergelombang. Semakin ke tenggara, semakin tinggi. Hanya
sebagian Kecamatan Wonosalam yang memiliki ketinggian di atas 500 m.

Jumlah penduduk Kabupaten Jombang adalah 1.201.557 jiwa (2010)


terdiri dari 597.219 laki-laki dan 604.338 perempuan. Sedikitnya 55% penduduk
tinggal di wilayah perkotaan. Kepadatan penduduk di Kabupaten Jombang sebesar
997 jiwa/km². Konsentrasi sebaran penduduk terutama di Kecamatan Jombang
(dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi, yakni 3.198 jiwa/km²), Kecamatan
Tembelang (bagian selatan), Kecamatan Peterongan (bagian tengah dan selatan),
Kecamatan Jogoroto, Kecamatan Mojowarno (bagian utara dan timur), sepanjang
jalan raya Jombang-Peterongan-Mojoagung-Mojokerto, serta sepanjang jalan raya
Jombang-Diwek-Blimbing-Ngoro-Kandangan. Kawasan padat penduduk lainnya
adalah kawasan perkotaan di kecamatan Ploso, Perak, dan Ngoro. Bagian barat
laut (yang merupakan perbukitan kapur) dan bagian tenggara (yang merupakan
daerah pegunungan) merupakan kawasan yang memiliki kepadatan penduduk
jarang. Pertumbuhan penduduk tahun 2007 s/d 2009 meningkat rata-rata 11,01 %
pertahun

Penduduk Jombang pada umumnya adalah etnis Jawa. Namun demikian,


terdapat minoritas etnis Tionghoa dan Arab yang cukup signifikan. Etnis
Tionghoa umumnya tinggal di perkotaan dan bergerak di sektor perdagangan dan
jasa.

Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang digunakan sebagai bahasa


sehari-hari. Bahasa Jawa yang dituturkan banyak memiliki pengaruh Dialek
Surabaya yang terkenal egaliter dan blak-blakan. Kabupaten Jombang juga
merupakan daerah perbatasan dua dialek Bahasa Jawa, antara Dialek Surabaya
dan Dialek Mataraman. Beberapa kawasan yang berbatasan dengan Kabupaten
Nganjuk dan Kediri memilki pengaruh Dialek Mataraman yang banyak memiliki
kesamaan dengan Bahasa Jawa Tengahan. Salah satu ciri khas yang membedakan
Dialek Surabaya dengan Dialek Mataram adalah penggunaan kata arek (sebagai
pengganti kata bocah) dan kata cak (sebagai pengganti kata mas).

4
Sebagian besar agama yang dianut penduduk Jombang adalah Islam dianut
oleh 98% penduduk Kabupaten Jombang, diikuti dengan agama Kristen Protestan
(1,2%), Katolik (0,3%), Buddha (0,09%), Hindu (0,07%), dan lainnya (0,02%).[12]

Meskipun Jombang dikenal dengan sebutan "kota santri", karena


banyaknya sekolah pendidikan Islam (pondok pesantren) di wilayahnya, Namun
kehidupan beragama di Kabupaten Jombang sangat toleran. Di Kecamatan
Mojowarno, (atau sekitar 8 km dari Ponpes Tebuireng), merupakan kawasan
dengan pemeluk mayoritas beragama Kristen Protestan, dan daerah tersebut
pernah menjadi pusat penyebaran salah satu aliran agama Kristen Protestan pada
era Kolonial Belanda, denga bangunan gereja tertua dan salah satu terbesar di
Jawa Timur yaitu Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Mojowarno dengan
dilengkapi rumah sakit Kristen dan Sekolah-sekolah Kristen. Agama Hindu juga
dianut sebagian penduduk Jombang, terutama di kawasan selatan (Wonosalam,
Bareng, dan Ngoro). Selain itu, Kabupaten Jombang memiliki tiga kelenteng,
yakni Hok Liong Kiong di Kecamatan Jombang, Hong San Kiong di Kecamatan
Gudo (yang didirikan tahun 1700) dan Bo Hway Bio di Kecamatan Mojoagung

Kabupaten Jombang memiliki sejumlah perguruan tinggi, di antaranya


Universitas Darul Ulum (UNDAR), STKIP PGRI Jombang, STIE PGRI
Dewantara, Universitas Bahrul Ulum, Intitut Keislaman Hasyim Asy'ari (Ikaha),
Universitas Pesantren Darul Ulum (UNIPDU), STIKES Pemkab Jombang,
STIKES ICME, serta sejumlah akademi. Universitas Darul Ulum merupakan
perguruan tinggi terkemuka di Jombang.

Pada tahun 2005, Kabupaten Jombang terdapat 560 SD negeri dan 22 SD


swasta; 46 [{Sekolah Menengah Pertama|SMP]] negeri dan 86 SMP swasta; 12
SMA negeri dan 37 SMA swasta; 7 SMK negeri dan 39 SMK swasta. Sementara,
untuk sekolah formal Islam, terdapat 5 MI negeri dan 257 MI swasta; 17 MTs
negeri dan 102 MTs swasta; serta 10 MA negeri dan 65 MA swasta.

5
Sekolah favorit di Kabupaten Jombang pada umunya untuk tingkat SD
adalah SDN Kepanjen 2, SDN Jombatan 3, dan SD Islam Roushon Fikr, untuk
tingkat SMP adalah SMPN 1 Jombang, sedang untuk tingkat SMA adalah SMAN
2 Jombang yang berstatus RSBI dan SMA Unggulan Darul Ulum. Sekolah
kejuruan di Jombang juga menjadi sekolah unggulan untuk remaja Jombang
misalnya SMKN 1 Jombang (SMEA) yang memiliki hotel sendiri dan SMKN 3
Jombang (STM).

A. Sistem Perekonomian.

Pertanian
Sektor pertanian menyumbang 38,16% total PDRB Kabupaten Jombang.
Meski nilai produksi pertanian mengalami peningkatan, namun kontribusi sektor
ini mengalami penurunan. Sektor pertanian digeluti oleh sedikitnya 31%
penduduk usia kerja. Tradisi, kemudahan yang disediakan oleh alam, dan adanya
terobosan baru rupanya menjadikan alasan untuk bertahan. Kesuburan tanah di
sini konon dipengaruhi oleh material letusan Gunung Kelud yang terbawa arus
deras Sungai Brantas dan Kali Konto serta sungai-sungai kecil lainnya. Sistem
pengairan juga sangat ekstensif dan memadai, dan 83% di antaranya merupakan
irigasi teknis.

Sedikitnya 42% lahan di Jombang digunakan sebagai area persawahan.


Letaknya di bagian tengah kabupaten dengan ketinggian 25-100 meter dpl. Lokasi
ini ditanamai tanaman padi serta palawija seperti jagung, kacang kedelai, kacang
tanah, kacang hijau, dan ubi kayu. Komoditas andalan tanaman pangan Kabupaten
Jombang di tingkat propinsi adalah padi, jagung, kacang kedelai dan ubi kayu.
Besarnya produksi padi telah menempatkan Jombang sebagai daerah swasembada
beras di provinsi JawaTimur.

Di bagian utara merupakan sentra buah-buahan seperti mangga, pisang,


nangka, dan sirsak. Kecamatan Wonosalam juga merupakan sentra buah-buahan

6
terutama Durian Bido. Kecamatan Perak merupakan penghasil utama jeruk nipis,
yang diunggulkan karena tipis kulitnya serta banyak airnya.

Perkebunan
Komoditas andalan perkebunan Kabupaten Jombang di tingkat propinsi
adalah tebu. Sedang di tingkat regional, komoditas unggulan adalah serat karung,
kelapa, kopi, kakao, jambu mete, randu, tembakau, dan beberapa tanaman Toga
(lengkuas, kencur, kunyit, jahe, dan serai). Proyek percontohan Toga terlengkap di
Jombang adalah Taman Toziega PKK Kabupaten Jombang dan Toziega Asri di
Desa Dapurkejambon Jombang. Toziega (Taman Obat Gizi dan Ekonomi
Keluarga) merupakan pengembangan dari Toga (Tanaman Obat Keluarga).
Dimana dalam Toziega ditambahkan pengadaan sumber gizi secara mandiri dan
komersialisasi dari hasil pengelolaan tanaman obat. Gagasan proyek percontohan
Toziega dicetuskan dan dibidani oleh Ir. Tyasono Sankadji yang kemudian
menjadi salah satu jargon kebanggaan pertanian dan perkebunan Kabupaten
Jombang. Tebu merupakan bahan mentah utama industri gula di Jombang,
(dimana Jombang memiliki dua pabrik gula). Perkebunan tebu tersebar merata di
dataran rendah dan dataran tinggi Kabupaten Jombang. Daerah pegunungan di
sebelah tenggara (terutama Kecamatan Wonosalam) merupakan sentra tanaman
perkebunan kopi, kakao, dan cengkeh. Daerah pegunungan di utara merupakan
penghasil utama tembakau di Jombang.

Kehutanan
Hampir 20% wilayah Kabupaten Jombang merupakan kawasan hutan.
Kawasan hutan tersebut terdapat di bagian utara (kecamatan Plandaan, Kabuh,
Kudu, dan Ngusikan) serta bagian tenggara Kabupaten Jombang (kecamatan
Wonosalam, Bareng, dan Mojowarno). Di wilayah hutan Kabupaten Jombang,
61% merupakan hutan produksi, 23% hutan tebang pilih, 15% hutan wisata, dan
1,5% merupakan hutan lindung. Kayu jati adalah komoditas unggulan subsektor
kehutanan di Kabupaten Jombang.

7
Peternakan dan perikanan
Komoditas peternakan Kabupaten Jombang meliputi ayam pedaging, ayam
petelur, ayam buras, sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba, dan itik.
Ayam pedaging merupakan komoditas unggulan peternakan di tingkat propinsi.
Beberapa perusahaan menengah bergerak di bidang peternakan. Mengingat lokasi
Kabupaten Jombang yang bukan kawasan pantai, perikanan perairan umum dan
kolam merupakan komoditas unggulan di bidang perikanan.

Perdagangan
Sektor perdagangan menyumbang PDRB kabupaten terbesar kedua setelah
pertanian. Majunya pertanian di Jombang rupanya turut menggairahkan sektor
perdagangan. Kabupaten Jombang merupakan salah satu penyuplai utama
komoditas pertanian tanaman pangan dan perkebunan di Jawa Timur. Kabupaten
Jombang memiliki 17 pasar umum yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten,
serta 12 pasar hewan. Kota Jombang sendiri memiliki Pasar Legi Citra Niaga,
Pasar Pon, Pasar Loak, dan Pasar Burung. Perdagangan retail dilayani oleh
berbagai pusat perbelanjaan serta supermarket besar maupun kecil. Di samping
Pasar Legi Citra Niaga, dua kawasan ruko yang terbesar adalah Kompleks
Simpang Tiga dan Kompleks Cempaka Mas. Selain kota Jombang, kawasan pusat
komersial regional di Kabupaten Jombang terdapat di Mojoagung, Ploso, dan
Ngoro.

Industri manufaktur
Sektor industri manufaktur menyumbang PDRB kabupaten terbesar ketiga
setelah pertanian dan perdagangan. Majunya industri di Jombang ditopang oleh
kemudahan transportasi, serta letak Kabupaten Jombang yang strategis, yakni
berada di jalur utama lintas selatan Pulau Jawa dan bersebelahan dengan kawasan
segitiga industri Surabaya-Mojokerto-Pasuruan.

Industri besar di Kabupaten Jombang yang merambah pasar luar negeri di


antaranya adalah PT Pei Hai Wiratama Indonesia (produk sepatu, topi dan T-Shirt

8
dengan brand "Diadora" dan "Fila") di Jogoloyo (Jogoroto); PT Japfa Comfeed
(produk makanan ternak) di Tunggorono (Jombang); PT Usmany Indah (produk
kayu olahan), MKS-Sampoerna (produk rokok) di Ploso dan Ngoro, PT Cheil
Jedang Indonesia (produk industri kimia setengah jadi) di Jatigedong (Ploso);PT
Cheil Jedang Superfeed (produk pakan ternak) di Mojoagung, PT Mentari
International (produk mainan anak) di Tunggorono (Jombang), serta PT Seng
Fong Moulding Perkasa (produk ubin kayu). Kabupaten Jombang juga memiliki
dua pabrik gula: PG Djombang Baru di Kecamatan Jombang dan PG Tjoekir di
Kecamatan Diwek.

Sebanyak 96% industri manufaktur di Kabupaten Jombang merupakan


industri kecil, dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 60%. Industri kecil yang
merambah pasar luar negeri adalah industri kerajinan manik-manik kaca (di Desa
Plumbon-Gambang, Kecamatan Gudo) dan industri kerajinan cor kuningan (di
Desa Mojotrisno, Mojoagung). Kedua kerajinan tersebut adalah khas Jombang.
Sementara itu, industri kecil lain yang dipasarkan di tingkat nasional antara lain
adalah mebelair (di Mojowarno), anyaman tas (di Mojowarno), limun (di Bareng
dan Ngoro), serta Kecap "Ikan Dorang", yang merupakan salah satu trade mark
Jombang.

Pertambangan dan Penggalian


Saat ini Kabupaten Jombang tidak terdapat aktivitas pertambangan. Namun
diduga bagian utara dan barat Kabupaten Jombang terdapat deposit minyak bumi.
Bahan galian di Kabupaten Jombang antara lain yodium, diatomit, andesit,
lempung, dan pasir batu.

Perbankan
Di Kabupaten Jombang terdapat beberapa Bank besar yang beroprasi seperti Bank
Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank Central Asia, BNI, BII, Bank Mega dan
lain-lain. Bank-bank tersebut juga menyediakan pelayanan ATM hampir disetiap
kecamatan.

9
B. Transportasi.

Kabupaten Jombang memiliki posisi yang sangat strategis, karena berada


di jalur utama lintas selatan Pulau Jawa (Jogjakarta-Surabaya-Bali). Selain itu,
Kabupaten Jombang juga merupakan persimpangan jalur menuju
Kediri/Tulungagung, Malang, serta Babat/pantura. Pusat kota Jombang dapat
ditempuh 1½ jam dari ibu kota Provinsi Jawa Timur Surabaya, atau dari Bandara
Internasional Juanda di Sidoarjo. Saat ini juga telah dikembangkan ruas jalan tol
Mojokerto-Kertosono, yang melintasi bagian utara Kabupaten Jombang.

Bus

Terminal Kepuhsari, yang terletakdi Kecamatan Peterongan, 5 km dari


pusat kota Jombang, merupakan terminal utama kabupaten yang menghubungkan
Jombang dengan kota-kota lainnya. Jalur bus jurusan Surabaya,
Kediri/Tulungagung, dan Solo/Jogja merupakan jalur yang beroperasi 24 jam
nonstop. Bus yang ingin memberhentikan para penumpang yang ingin ke
Jombang Koa biasanya diturunkan di “Simpang Tiga” kota Jombang yang
biasanya disebut Terminal Lama.

Kereta api

Kabupaten Jombang juga dihubungkan dengan kota-kota lain di Pulau


Jawa dengan menggunakan jalur kereta api. Stasiun Jombang merupakan stasiun
utama, disamping 4 stasiun lainnya: Sembung, Peterongan, Sumobito, dan
Curahmalang.

Jalur kereta api yang melintasi stasiun KA Jombang adalah

 Surabaya-Jombang-Kertosono PP (KRD)
 Surabaya-Kertosono-Blitar-Malang-Surabaya Gubeng PP (KA Rapih
Dhoho/Penataran)

10
 Surabaya Gubeng-Yogyakarta PP (KA Sancaka)
 Surabaya-Madiun PP (KA Madiun Ekspress)
 Banyuwangi-Jember-Surabaya-Yogyakarta PP (KA Sri Tanjung)
 Jember-Surabaya-Yogyakarta-Purwokerto PP (KA Logawa)
 Surabaya-Yogyakarta-Bandung PP (KA Pasundan, Mutiara Selatan,
Turangga, Argo Wilis)
 Surabaya-Yogyakarta-Cirebon-Jakarta PP (Bima)
 Jombang-Solo-Semarang-Tegal-Cirebon-Jakarta PP (KA Bangunkarta)

Sementara jalur kereta api yang sudah tidak aktif lagi antara lain jurusan :

 Jombang-Pare-Kediri
 Jombang-Ploso-Kabuh-Babat. Jalur ini dulu melewati depan tugu Ringin
Contong yang menjadi ciri khas kota Jombang.

Angkutan lokal

Untuk transportasi intra wilayah kabupaten, terdapat Angkutan Pedesaan


dengan 24 trayek, yang menjangkau ke semua kecamatan. Ini masih ditambah lagi
dengan adanya trayek angkutan antarkota yang menghubungkan kota Jombang
dengan wilayah kabupaten di sekitarnya, yakni jurusan Pare, Kandangan, Babat,
Kertosono, serta Mojokerto.

C. Pariwisata

Kabupaten Jombang memiliki berbagai keindahan alam dan potensi


pariwisata lain yang menarik. Sangat disayangkan, potensi tersebut pada
umumnya belum digali, dan tidak memiliki pendukung sarana dan prasarana yang
memadai untuk memajukan pariwisata di Kabupaten Jombang, sehingga
menunggu adanya investasi untuk menggarapnya. Hal ini sangat penting dan

11
menguntungkan, mengingat posisi Kabupaten Jombang yang bersebelahan dengan
daerah tujuan wisata alam Malang di tenggara dan Pacet-Trawas-Tretes di timur;
serta wisata historis (situs Majapahit) Trowulan. Di Jombang memiliki beberapa
tempat pariwisata yang menarik, yaitu Pemandian Sumberboto di Mojowarno,
Candi Arimbi di Bareng, Sendang Made di Megaluh, Perkebunan teh, cengkeh
serta durian di Wonosalam serta air terjun Tretes di Wonosalam. Selain itu juga
terdapat wisata religi yaitu makam Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid), KH.
Wahid Hasyim dan KH. Hasyim Asyari di Tebuireng, Diwek, serta bangunan
gereja tertua di Jawa Timur yaitu GKJW Mojowarno. Selain itu terdapat wisata
buatan, salah satunya yaitu Tirta Wisata yang terletak di wilayah Peterongan

2. Kebudayaan Pada Masyarakat Jombang

Dilihat dari letak geografis, Jombang termasuk daerah etnis budaya Jawa
Timuran yang mempunyai ragam campuran budaya, yaitu etnis Jawa Timuran
atau budaya “arek”, etnis Madura, Panaragan, Mataraman dan etnis jawa
Tengahan. Hal ini dapat dilihat oleh banyaknya imigran dari luar daerah yang
menetap sebagai penduduk Jombang sejak dahulu, sehingga kebudayaan yang
meraka bawa membaur dengan kebudayaan setempat. Sampei saat ini kebudayaan
masyarakat Jombang memiliki warna khas yang menunjukkan perbedaan dengan
masyarakat berkebudayaan atau etnis Jawa Timur aslinya. Ciri khas kebudayaan
masyarakat Jombang tercermin dalam adat-istiadat bahasa dialek dan kesenian
mereka.

Adat-istiadat orang Jombang begitu nampak dalam kehidupan masyarakat


luar kota, karena masyarakat kota merupakan masyarakat yang sangat sulit untuk
dipilah-pilahkan karena percampuran lingkungan heterogen dan pribumi sudah
berbaur seiring dengan berkembangnya pola kehidupan jamannya. Namun jika
kita memandang lingkungan di daerah luar perkotaan, dapat kita ketahui bahwa
masyarakat Jombang merupakan manivestasi budaya masyarakat multi kultural.

12
Seperti budaya masyarakat didaerah Kecamatan Ngoro, Bareng, Mojowarno,
Wonosalam, Jogoroto, Mojoagung, Sumobito, Kesamben secara umum memiliki
latar belakang bahasc dialek dan adat-istiadat etnis Jawa Timuran asli/budaya
“arek” hal ini ditandai dengan logat bicara yang berciri dengan menggunakan
ucapan akhiran …se maupun …tah; contoh: ya’apa se, nang endi se, babah se. iya
tah. age tah, wis mari tah dan sebagainya. Kemudian tercermin pada penekanan
ucapan kata sifat biasa dipanjangkan, misalnya: adoh menjadi u…adoh. gedhe
menjadi gu…edhe, apik menjadi u…apik, ireng menjadi u…irengdan sebagainya.

Berbeda dengan daerah Di Kecamatan Tembelang. Plandaan, Ploso,


Kabuh, Kudu. Ngusikan tercemin budaya campuran etnis pesisir Utara, etnis
Osing dan Jawa Tengahan. Hal ini dapat dibuktikan dengan kebiasaan dan dialek
mereka sehari-hari memakai bahasa budaya kulonan (Jawa Tengahan) dan akhiran
…ta; seperti: kowe, kuwi, ora, piye ta, endhi ta dan sebagainya. Anehnya di satu
wilayah ini tepatnya di Desa Manduro Kecamatan Kabuh, masyarakatnya
mempunyai bahasa dan kesenian Madura.

Di daerah tersebut kehidupan sehari-hari mayoritas sebagai petani padi dan


patani tembakau, tetapi meraka juga suka berkesenian, seperti: kesenian ludruk,
wayang kulit, dangdut, tayub dan campur sari. Dalam adat-istiadat masih
menampakkan adat kejawaannya (kejawen); misalnya: walaupun agama yang
dianut adalah agama islam tata cara berbicara, sikap dan tingkah laku dalam
pergaulan jika bertamu biasa atau lebih akrab menggunakan kata kula nuwun atau
nuwun sewu.

Lain halnya dengan di Kecamatan Megaluh, Perak, Diwek, Gudo dan


Jombang bagian Barat di mana mereka memiliki etnis atau budaya campuran Jawa
Tengah, Mataraman, Panaragan dan sedikit bercampur dengan budaya Jawa
Timuran karena daerahnya berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk, Kediri dan
sebelah Timur Kecamatan Jombang adalah Kecamatan Jogoroto. Logat bicaranya-
pun campuran budaya Jawa Tengahan/Mataraman dan budaya “arek”; contoh:
piye se, ora se, gak mulih ta dan sebagainya. Walaupun pola kehidupan sehari-hari

13
mayoritas sama dengan daerah tersebut diatas tetapi masih terdapat perbedaan,
contoh: jenis keseniannya lebih dekat dengan budaya Jawa Tengahan, seperti
wayang kulit, wayang krucil. Kuda Lumping jenis Sambaya dan kesenian reog
Ponorogo.

Hal lain yang menurut tata bahasa Jawa janggal tetapi sudah menjadi
kebiasaan mereka menggunakan tingkatan bahasa karma; misalnya: kula badhe
siram, kula sampun dhahar, kula mboten pirsa. Sebaliknya tutur sapa kepada
orang lain yang dihormati tata bahasanya di balik; misalnya: bapak sampun nedha,
ibu tilem, mbah kesah, dan sebagainya. Mereka menyadari hal semacam itu, tetapi
masih tetap dilakukannya karena sudah menjadi kebiasaan hingga turun- temurun
sampai sekarang. Sehingga kebiasaan seperti itu disebut salah kaprah, artinya
suatu yang tidak benar tetapi dianggap biasa. (Suyanto. 2002:7).

Secara universal masyarakat Jombang menunjukan kepribadian dan


kehidupan mayoritas sebagai petani padi, sikap dan pola pikir yang terbuka (blak-
blakan). Selain potensi alam yang dimiliki, di Kabupaten Jombang banyak terlahir
tokoh yang mewarnai bumi pertiwi baik di tingkat lokal, regional, nasional
bahkan diperthitungkan di tingkat internasional. Sehingga sampai sekarang masih
bermunculan potensi sumber daya manusia di berbagai bidang, salah satunya
bidang seni budaya yang mencerminkan budaya campuran, yaitu budaya Jawa
Timuran, Jawa Tengahan, Jawa Pesisir Utara, Jawa Pesisir Selatan, Mataraman,
Panaragan dan etnis Osing.

Menurut Ki Sareh, bahwa masyarakat Jombang merupakan wadah dan isi


kebudayaan. Maksud kata wadah di sini adalah suatu tempat yang dijadikan
penampungan dari berbagai etnis yang datang dan membaur satu dengan yang
lainnya. Sedangkan isi adalah para tokoh serta pelaku seni budaya yang sadar
akan pelestarian dan perkembangan seni budaya daerah. Sehingga keragaman
budaya tersebut sebagai latar belakang seni budaya daerah yang majemuk menjadi
kepribadian budaya masyarakat Jombang yang disebut “Gaya Jombangan” (Sareh,
wawancara 2004). Di sisi yang lain ada pendapat Drs. Nasrul llah sebagai salah

14
satu budayawan Jombang yang perlu digaris bawahi, karena relitanya Kabupaten
Jombang mempunyai beberapa macam bentuk kesenian rakyat, seperti: Besutan,
Ludruk, Jaran Kepang Dor, Hadrah, Kentrung, Sandur, Wayang Krucil, Wayang
Topeng, Wayang Kulit dan sebagainya; di mana semua itu mencerminkan
kearifan lokal masyarakat Jombang yang memiliki ragam berbeda dengan etnis
Jawa Timuran yang lainnya

3. Macam Bentuk Kebudayaan Masyarakat Jombang :


a. Kesenian Besutan.

Jombang begitu kental dalam atmosfer pementasan teater terbuka. Kondisi


ini sangat mungkin tidak kita jumpai di daerah lain, apalagi bagi wilayah yang
jarang atau bahkan tidak pernah bersapa mesra dengan seni pementasan teater.
Inilah barangkali secara massal masyarakat Jombang mengamini bahwa seni
pertunjukan teater Besutan adalah ikon Jombangan yang tidak bisa ditawar lagi..
Masih membahas perkembangan kesenian Ludruk dari masa ke masa, kali ini saya
akan bercerita bagaimana susahnya perjuangan seniman Ludruk di Kabupaten
Jombang dalam rangka melestarikan kesenian daerah di tengah invasi budaya
modern Ludruk adalah salah satu warisan budaya bangsa yang berakar kuat pada
kepribadian bangsa. Mengapa Besutan yang menjadi ikon? Ini tidak lepas dari
asal kesenian ludruk yang berakar mula dari seni Besutan. Tidak sedikit pegiat
seni Besutan yang juga pemain ludruk mengakui jika Besut telah menjadi
purwarupa (prototype) warga Jombang. Sehingga ada simpulan sambil lalu yang
mengerucut ; untuk mengetahui jiwa dalam kemasan watak, watuk, wahinge
orang Jombang bisa dilihat dari seni Besutan. Kesenian ludruk hampir sama
dengan kesenian Lenong Betawi. Semangat berbesutan sebagai ikon sebenarnya
telah lama bergulir. Catatan sejarah membuktikan jika pegiat seni budaya
Jombang bahkan melakukan ekspresi kulminasi ikon Besut dalam setiap kurun
waktu. Seperti yang dilakukan oleh almarhum Cak Yadi Besut, almarhum Pak
Gondo dikbud dan lain-lain. Termasuk yang digagas oleh MS Nugroho lewat

15
Komunitas Alif nya, dan Cak Inswiardi salah satu networker kebudayaan
Jombang dalam musyawarah besar kesenian Jombang pada 2004 lalu. Masing-
masing simpul kebudayaan Jombang sepakat bahwa Besut dan Rusmini
(pacar/istri Besut) memang pantas menjadi ikon Jombangan.

Seperti guliran bola salju yang semakin lama terus membesar. Upaya
untuk ngopeni Besut sebagai ikon kian marak. Kini tidak hanya seniman
budayawan Jombang yang berteriak menyelamatkan Besutan. Pemerintah daerah
yang dipersonifikasikan jajaran dinas dan kantor pun mulai cancut tali wanda
saiyeg saeka kapti (pen.=secara bersama dalam satu tujuan bergerak
menyelamatkan) menjadikan Besut tetap lestari terpatri di sanubari wong
Njombang. Bukti-bukti itu antara lain bisa disaksikan pada pameran produk
unggulan Jombang bertajuk Gelar Potensi Jombang (GPJ) sengaja memasang foto
Besut sebagai ikon, acara wisata grebeg apem setiap awal bulan puasa
menggunakan prajurit Besut, jajaran dinas pendidikan kabupaten Jombang, dinas
pemuda, olahraga, budaya dan pariwisata kabupaten Jombang, dinas kesehatan,
rumah sakit umum daerah swadana Jombang adalah contoh-contoh instansi yang
tumakninah menggunakan besut sebagai ikon.

Fakta-fakta di atas sekaligus menjadi bukti bahwa Besut masih


diupayakan tetap abadi di bumi Jombang. Hanya saja langkah tersebut hendaknya
tidak berhenti begitu saja. Harus ada niatan yang padu dari seluruh komponen di
kabupaten Jombang. Misalnya bagaimana tindakan-tindakan penyelamatan lewat
penulisan buku Besutan, memperbanyak naskah Besutan untuk pementasan teater
pelajar, termasuk mendokumentasikan varian-varian Besutan sebagai kekayaan
folklore (tradisi kolektif) milik masyarakat Jombang. Kalau ini dilakukan, maka
satu langkah maju telah diayunkan dan bibit berseni budaya sebagai mata rantai
peradaban telah disemaikan. Alhasil siapapun yang bersinggungan dengan
Jombang akan terkesan dengan ikon Besut yang tak lekang oleh panas dan tak
lapuk karena hujan.

16
Sebuah ikon menurut saya akan lestari dan tetap abadi ketika setiap
pribadi yang mengaku wong Njombang tidak gagab budaya dan sangat antusias
menceritakan Besutan yang menjadi symbol kearifan lokalnya. Sebagaimana
orang Banyuwangi dengan seni gandrungnya, orang Ponorogo lewat reyogannya,
orang Probolinggo dengan tarian glipangnya, dan masih banyak lagi.

Patut disayangkan memang, karena di satu sisi seni Besutan yang terus
diusung banyak pihak mewakili karakteristik Njombangan seolah mati kutu pasca
musyawarah besar kesenian Jombang tahun 2004 silam yang merekomendasikan
agar di setiap pintu masuk dan lokasi strategis di kabupaten Jombang didirikan
monumen Besut seperti patung reyog di Ponorogo dan ikon-ikon daerah lain.
Tetapi di kabupaten Jombang tidak menerapkan. Ini barangkali menurut istilah
lokalnya sendhakep awe-awe (tidak serius) menempatkan sebuah ikon. Dinas
pertamanan kabupaten Jombang dalam hal ini perlu sedikit mendengar dan
melihat apa yang dilakukan oleh dinas lain yang gencar mengangkat ikon
Besutan. Apakah keberadaan patung Besut itu sangat membebani anggaran?
Sedangkan apa arti anggaran yang dialokasikan jika dibandingkan nilai penting
sebuah ikon.

Tugas bersama menyelamatkan ikon dan jatidiri sudah terpampang di


depan mata. Besutan dengan tokoh sentralnya Besut dan Rusmini adalah
perwujudan egaliter (keterbukaan) masyarakat Jombang terhadap masukan
maupun paham-paham yang membangun. Akankah Besut Jombang hanya indah
di balik catatan? Atau sebaliknya menjadi kekayaan abadi yang membumi
(menyatu) dengan hajat hidup masyarakat Jombang. Terdapat pantun (dalam
bahasa Jawa disebut parikan), tembang (lagu-lagu bahasa Jawa Timuran), dan alur
cerita yang mengangkat kisah legenda maupun cerita populer di kalangan
masyarakat. Penonton Ludruk akan dibuat tertawa sekaligus berurai air mata saat
menyaksikan pertunjukan seni budaya Jombang ini.

17
Ludruk Berawal Dari Kesenian Besutan

b. Kesenian Ludruk
Sejarah berdirinya ludruk</a> tidak lepas dari keberadaan sosok Besut.
Besut adalah seniman yang mampu memberi inspirasi bagi banyak warga tentang
arti mengabdi dan berbagi dengan masyarakat sekitar. Kesenian Besutan
merupakan wujud peradaban masyarakat Jombang khususnya, dan Jawa Timur
pada umumnya. Kesenian Besutan lahir sebagai bentuk protes terhadap
penjajahan asing di Indonesia, sekaligus wujud hiburan rakyat yang memiliki nilai
edukasi
Kata Jombang yang merupakan akronim kata dan abang sering diartikan
sebagai perpaduan budaya Islam (warna hijau) dan budaya Jawa asli (warna
merah). Walaupun di Kabupaten Jombang telah berdiri ribuan pondok pesantren
tempat pengajaran agama Islam, budaya setempat masih mendapat porsi yang
seimbang dalam perhatian masyarakat sehari-hari.</p>
<p>Jombang banyak melahirkan tokoh-tokoh terkenal dalam bidang seni, antara
lain: Cak Durasim, Pak Jito (tokoh kesenian Besutan Jombang tahun 70-an), Cak
Tole (penulis drama komedi), dan Pak Yadi yang menjadi tokoh ludruk penggagas
lahirnya Palembang (Paguyuban Ludruk Arek Jombang). Selain nama-nama
populer di atas, masih banyak seniman lokal Jombang yang berjuang menghidupi
diri di tengah maraknya budaya Barat yang berkembang di kalangan remaja
Bangkit Berkat Dukungan Bupati Jombang
Saya masih ingat pada kurun waktu antara tahun 1990 sampai tahun 2000 masih
banyak pertunjukkan digelar dalam rangka hajatan warga. Menikahkan anak,
khitanan putra, bahkan prosesi budaya sedekah bumi semuanya melibatkan
pertunjukan Ludruk di malam hari. Namun setelah tahun 2000-an gaung Ludruk
seolah hilang di telan bumi. Yang muncul adalah seni musik dangdut yang
ditontonkan melalui panggung terbuka

Kebangkitan kesenian ludruk di Kabupaten Jombang baru bisa dirasakan


sejak tahun 2007 dengan lahirnya organisasi Palembang, paguyuban Ludruk

18
seniman Jombang. Palembang diprakarsai Bupati Jombang Suyanto. Usaha yang
dilakukan diawali dengan revitalisasi perkumpulan ludruk yang ada di Kabupaten
Jombang. Selain itu, Kabupaten Jombang menjalankan memberikan dukungan
modal dan pengorganisasian yang lebih tertata.

Kabupaten Jombang memiliki kelender wisata budaya dengan


menghadirkan kesenian ludruk di depan publik secara periodik. Melalui
Palembang, Pemkab Jombang mencoba melahirkan kembali ludruk sebagai media
yang efektif untuk menyampaikan informasi program dan kebijakan Pemerintah
kepada masyarakat. Langkah Pemda Jombang ini patut kita apresiasi mengingat
fungsi strategis ludruk sebagai media edukasi, hiburan rakyat, pelestarian budaya
bangsa, sekaligus wadah menyampaikan informasi penting terkait kebijakan
Pemerintah.

Manfaat kebijakan Bupati Jombang ini saat ini memang belum terlalu
terasa mengingat frekuensi pertunjukan Ludruk masih kurang. Meski demikian
saya optimis ke depannya Ludruk akan tampil dengan wajah baru yang lebih
inovatif dan bernuansa segar. Jika kesenian Srimulat dapat bangkit kembali di
layar televisi, sangat mungkin Ludruk bisa melakukan hal yang serupa.
Masyarakat Jombang dan Jawa Timur masih menyukai ludruk. Setidaknya hal ini
terbukti dengan kepemilikan CD Ludruk versi bajakan yang berada hampir di
setiap rumah warga Jatim
Mari kita lestarikan ludruk sebagai salah satu seni budaya asli Nusantara

c. Kesenian Wayang Topeng


Jombang ternyata bukanlah daerah yang miskin akan seni budaya, itu bisa
dibuktikan dengan banyak ditemukannya jenis kesenian yang tumbuh di Jombang
meski belum banyak tergali dengan sempurna. Salah satu kesenian yang ada itu
bernama Wayang Topeng Jatiduwur. Nama Wayang Topeng Jatiduwur itu
diambil mungkin karena kebetulan saat ini keberadaan komunitas ini beradi
wilayah desa Jatiduwur, Kecamatan Kesamben, Kab. Jombang. Konon menurut

19
cerita Wayang Topeng Jatiduwur ini berasal dari masa Majapahit kemudian secara
turun temurun diwariskan kepada ahliwarisnya. Keberadaan topengnya sendiri
konon juga sudah beberapa kali berpindah kepemilikannya. Pernah berada di
daerah trowulan, pernah juga berada di daerah Betek Mojoagung, dan terakhir kini
berada di Ds. Jatiduwur Kec. Kesamben Kab. Jombang. Meski ditempat lain,
tepatnya di Ds. Manduro, Kec. Kabuh, Kab. Jombang juga ditemukan komunitas
topeng yang menamakan dirinya Komunitas Sandur Manduro, namun Wayang
Topeng Jatiduwur memiliki karekteristik tersendiri dibanding dengan Sandur
Manduro. Namun karena keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dan leteratur
yang bisa dijadikan acuan tentang Wayang Topeng Jatiduwur ini sementara ini
acuan yang dipergunakan hanyalah cerita dari mulut ke mulut yang beredar di
masyarakat Jatiduwur. Para pelaku Wayang Topeng Jatiduwur ini juga sudah
banyak yang meninggal sehingga regenerasi dikomunitas ini sedikit terganggu.
Beruntung saat ini ada seorang guru agama di sebuah Sekolah Dasar yang tidak
mengerti tentang seni samasekali tetapi sangat konsen untuk nguri-uri kebudayaan
yang bernama Bpk. Supriyo. Beliaulah yang berjuang untuk memperkenalkan
Wayang Topeng Jatiduwur kepada masyarakat luas, tentu diawal perjuaannya dia
banyak sekali mendapat rintangan dan tantangan baik dari keluarga maupun
masyarakat sekitar karena mereka menganggap tidak pantas

d. Kesenian Wayang Kulit


Selain memiliki pertunjukan wayang kulit Gaya Surakarta, di Jombang
masih lestari pakeliran wayang kulit purwa Gaya Jawa Timuran dengan
spesifikasi menunjuk gaya daerah Trowulan. Bukan merupakan hal aneh jika
pakeliran Jawa Timuran ala Trowulan (Majapahitan) tetap bertahan dan eksis
sampai sekarang, karena dahulu kala Jombang adalah pintu gerbang Kerajaan
Majapahit yang notabene dikatakan berbudaya “arek”, serta ada beberapa
peninggalan dan nama tempat yang mengekor pada Majapahit.

Secara umum perbedaan pakeliran wayang kulit wayang kulit Gaya Jawa
Timuran (Trowulanan) dapat diketahui dari bentuk wayang cenderung lebih kecil

20
daripada wayang Gaya Surakarta. Sedangkan untuk pewarnaan
(sunggingan/pulasan) wayang Jawa Timuran menggunakan warna cerah/muda,
warna hijau sangat dominan seperti yang terdapat pada busana wayang, yaitu
dodot, probo, makutha/jamang/tutup kepala. Urutan sajian pertunjukan semalam
suntuk, yaitu Jejer, bodholan. Penggunaan batasan nada atau pathet, adalah pathet
sepuluh, pathet wolu, pathet sanga dan pathet serang. Dalam menyajikan iringan
pergelaran wayang kulit Gaya Jawa Timuran lebih dominan menggunakan nada-
nada tinggi/suara melengking. Sedangkan instrumen yang paling menonjol adalah
gambang, gender penerus, peking, saron dan bonang penerus, struktur gending
yang digunakan, yaitu krucilan, gadhingan, ayak, gemblak dan Gendhing, Ganda
Kusuma sebagai iringan adegan pertama, gamelan yang dipakai adalah gamelan
selendro terkadang dalam sajian semalam suntuk didukung dengan pengrawit
hanya delapan (8) orang. Secara keseluruhan bahasa yang dipakai adalah bahasa
Jawa walaupun ada sedikit perbedaan dengan bahasa Jawa Tengahan, seperti gak
(ora), koen (kowe), se/tah (ta), dan perbedaan itu dapat dilihat dari logat bicara
menggunakan dialek khas yang disebut dialek Jawa Timuran (Heru Cahyono,
2004:3). Gaya pakeliran semacam ini masih bertahan sampai sekarang, walaupun
gaya pribadi/individu nampak dan ditentukan oleh masyarakat pendukungnya
serta kreativitas dalang itu sendiri. Seperti; contoh:, Ki Guno Rejo (almarhum), Ki
Suwadi, Ki Sareh, Ki Prawito, Ki Mataji dan lain sebagairiya.

Konon pakeliran Gaya Jawa Timuran Ki Guno Rejo (almarhum) salah satu
dalang tenar, banyak tanggapan dan cukup digandrungi para penggemar di
masanya, di era 60 sampai 70-an serta disebut-sebut Gaya Jombangan oleh
sebagian dalang di wilayah Jombang. Karena ada beberapa aspek dari unsur
pakeliran yang diolahnya berbeda dengan Gaya Trowulan, seperti garap sabet
(perang dan ajar kayon pada adegan setelah kondur kedhaton) dan garap iringan
gendhing jejer I (Ganda Kusuma). Tetapi sebagian besar dalang bercerita bahwa
pakeliran yang disajikan oleh Ki Guno Rejo tidak ada perbedaan penggarapan
yang menonjol, kecuali Ajar Kayon dan masih lurus mengacu Gaya Trowulan.
Termasuk Ki Wasis Asmara putra beliau yang menjadi dalang juga menuturkan

21
bahwa “gayane bapak iku padha ae ambek mbah Pit Asmoro (dalang Gaya
Trowufan yang paling terkenal)”. Jadi gaya pekeliran ala Ki Guno Rejo masih
terdapat tanda tanya dan disangsikan benar atau tidaknya memiliki Gaya
Jombangan, karena ada dua cerita yang berbeda di masa kejayaannya.

Berbeda halnya dengan Ki Suwadi asal Desa Grobogan. Kecamatan


Mojowarno, lahir dari keturunan dalang Ki Sutomo dan berguru kepada Ki Pit
Asmoro (satu-satunya dalang yang mendapat penghargaan dari RRI Nasional
diberikan oleh Presiden RI ke-2 bersama dengan dalang tersohor Jawa Tengah
asal Semarang yaitu Ki Narto Sabdo). Beliau nyantrik sekitar tahun 1953-1955.
apapun yang didapat semenjak berguru diterapkan pada sajian pakelirannya setiap
manggung. Karena ketekunannya mendalami pakeliran wayang kulit Gaya
Trowulan dan selalu hidup sederhana serta sering prihatin, tirakat, akhirnya
menemui masa keemasan sebagai dalang yang laku ditanggap berbagai macam
hajatan pada kisaran tahun 1973-1980an. Corak pakeliran yang diusung Ki
Suwadi berpedoman pada gaya tradisi Trowulan (Cek-Dong), hanya sesekali
dalam adegan gara-gara menyelipkan lagu dolanan karya Ki Narto Sabdo yang
berbau etnis Jawa Tengah. Ki Suwadi mempunyai prestasi di tingkat Kabupaten
Jombang dan Propinsi Jawa Timur pada kisaran tahun 1990-an sebagai salah satu
dalang terbaik. Selain daripada itu beliau sering diundang sebagai juri festival
pedalangan tingkat propinsi maupun kabupaten dengan gaya pakeliran Jawa
Timuran. Sampai sekarangpun beliau menjadi panutan/sesepuh dalang Gaya Jawa
Timuran (Trowulanan) di Kabupaten Jombang, Mojokerto, Surabaya dan
Sidoarjo, terkadang masih menerima undangan untuk pentas pada acara hajatan
dengan pendukung ala kadarnya namun tetap berpendirian “sukma langgeng iku
dalang, wayang minangka ragane kinarya tepa palupi nuntun marang gesanging
manungsa marang tumindak bener, nyeleh barang kang salah”.

Sajian wayang kulit purwa Gaya Jawa Timuran (Trowulanan) Ki Sareh


pada prinsipnya masih menganut tradisi yang sudah ada didapat dari gurunya

22
sebagai murid pertama Ki Suwdi pada tahun 1973. Penggunaan struktur pakeliran
dilakukan tanpa mengurangi esensi pertunjukan yang disajikan, seperti
penggunaan gending, iringan, wayang, cerita, sabet, janturan, gunem dan pocapan,
walaupun setiap saat sajian dapat berubah dalam skala kecil dan tetap tidak
mengurangi unsur-unsur pakeliran yang telah disebutkan. Dari Tahun 1974 Ki
Sareh mulai mendalang dengan cara ngamen (pentas yang berpindah-pindah tetapi
bukan ditanggap), pada Tahun 1978 karir beliau di dunia pedalangan benar-benar
sudah dimulai dan ditanggap atau dibutuhkan orang lain diundang untuk
mendalang dengan honor Rp. 90.000,00 sampai Rp. 150.000,00. Perlu diketahui
bahwa dalam struktur pakeliran Gaya Jawatimuran (Cek-Dong) tidak pernah ada
adegan Limbuk-Cangik seperti yang telah lazim digunakan Gaya Surakarta, yang
ada hanya adegan Gara-gara.

Tokoh wayang paten pada adegan Gara-gara adalah Semar, Bagong dan
Besut, di mana pada adegan ini diawali dari gonjang-ganjing di Kayangan
Suralaya (tempat tinggal Batara Guru) terjadi karena di bumi ada seseorang
sedang bertapa atau meratapi nasib dan mengeluh kepada Dewanya meminta
sesuatu hal yang diinginkan. Karena belum dianugerahi oleh Raja kayangan,
sehingga seseorang tersebut mengalami kesedihan yang begitu mendalam. Dari
peristiwa ini Ketiga tokoh yang disebut di dunia pedalangan sebagai
Ponakawan/batur, sehingga Ponakawan ini menasehati juragan/bendara ketika
melenceng dari kebenaran dan tanggung jawab serta menghibur tuannya dikala
duka lara.

23
BAB 2
PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya :


1. Adat-istiadat orang Jombang begitu nampak dalam kehidupan
masyarakat luar kota, karena masyarakat kota merupakan masyarakat
yang sangat sulit untuk dipilah-pilahkan.

2. Dalam perkembangan peradaban, daerah Jombang tidak luput dari


pengaruh wilayah sekitarnya.

3. Konon, kata Jombang merupakan akronim dari kata berbahasa Jawa


yaitu ijo (Indonesia: hijau) dan abang (Indonesia: merah). Ijo mewakili
kaum santri (agamis), dan abang mewakili kaum abangan
(nasionalis/kejawen).
4. Jombang termasuk daerah etnis budaya Jawa Timuran yang
mempunyai ragam campuran budaya, yaitu etnis Jawa Timuran atau
budaya “arek”, etnis Madura, Panaragan, Mataraman dan etnis jawa
Tengahan
5. Adat-istiadat orang Jombang begitu nampak dalam kehidupan
masyarakat luar kota, karena masyarakat kota merupakan masyarakat
yang sangat sulit untuk dipilah-pilahkan

2. Saran

Setelah membaca makalah ini, penulis menyarankan kepada pembaca :

1. ketahui bahwa masyarakat Jombang merupakan manivestasi budaya masyarakat


multi kultural.Seperti budaya masyarakat didaerah Kecamatan Ngoro, Bareng,
Mojowarno, Wonosalam, Jogoroto, Mojoagung, Sumobito, Kesamben secara
umum memiliki latar belakang bahasc dialek dan adat-istiadat etnis Jawa Timuran

24
asli/budaya “arek” hal ini ditandai dengan logat bicara yang berciri dengan
menggunakan ucapan akhiran …se maupun …tah; contoh: ya’apa se, nang endi
se, babah se. iya tah. age tah, wis mari tah dan sebagainya.

2. Secara universal masyarakat Jombang menunjukan kepribadian dan kehidupan


mayoritas sebagai petani padi, sikap dan pola pikir yang terbuka. Oleh karena itu
kita harus terus mengembangkan menjadi lebih baik lagi

3. Salam Penutup

Demikianlah yang dapat Saya paparkan mengenai makalah yang


membahas fenomena yang ada di daerah Saya, tentunya masih banyak kekurangan
dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah Saya ini. Karena
sebagaimana kata pepatah “tiada gading yang tak retak”, untuk itu kritik dan
saran yang membangun sangat diharapkan oleh penyusun.

Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman bisa memberikan


kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini
dan dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga
makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang
budiman pada umumnya.

25

Anda mungkin juga menyukai