ILUSTRASI KASUS
Di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA), terdapat siswa laki-laki yang berinisial “S”
yang berumur 17 tahun, ia duduk dibangku kelas 11. S ini memiliki beberapa masalah yang
terjadi di sekolahnya, yaitu sering bolos masuk kelas, diketahui ia membolos ke kantin, atau
rooftop sekolah atau juga pergi membolos keluar sekolah. Di dalam kelas juga ia tidak aktif,
sepanjang pembelajaran berlangsung, ia terkadang tidur atau bermain handphone dibandingkan
mendengarkan pelajaran dari guru. Ia juga dikenal jarang bicara dengan teman-teman sekelasnya
maupun seangkatannya.
Di SMA ini terdapat beberapa peraturan yang ketat dan disiplin, seperti tidak boleh
terlambat lebih dari jam 07.00, lalu baju seragam di masukkan ke dalam dan celana dibawah
mata kaki, tidak memakai aksesoris untuk laki-laki maupun perempuan, sepatu warna hitam, dan
sebagainya. S ini tidak menaati peraturan sekolah, ia memakai celana di atas mata kaki, baju
seragam dikeluarkan, dan memakai aksesoris. Sekolah juga mendapat laporan dari murid-murid
bahwa ia juga sering pergi ke tempat balap liar untuk balapan motor dan sering terlibat dalam
tawuran antar geng motor.
Tindakan yang sudah dilakukan oleh sekolah yaitu mendatangi kediaman rumah
neneknya S, respon dari bibinya sangat baik dan terbuka dengan kedatangan pihak sekolah serta
neneknya sendiri mengatakan bahwa ia juga tidak tahu harus bagaimana mengatasi kehidupan
cucunya itu. Neneknya sudah mendidik dan mengajarkan hal yang kepada S selama ini apalagi
umur neneknya sudah tidak lagi muda dan sering sakit-sakitan sehingga ia tidak bias merawat S
sepenuhnya.
Berdasarkan hasil penelusuran guru pembimbing disekolahnya S ini tidak suka masuk
sekolah karena ia sibuk balap motor. Diketahui selanjutnya, bahwa S ini dari kecil ingin sekali
menjadi seorang pembalap nasional. Tetapi ia sama sekali tidak menceritakannya karena takut
dilarang oleh neneknya. Akhir-akhir ini, ia serius berlatih dan diperkenalkan ke lembaga khusus
yang menaungi kompetisi balap motor nasional. Ia pun mendapat juara ke-3 tingkat Nasional.
BAB IV
PROGNOSIS
Selain itu, terapi kognitif perilaku juga bisa dilakukan untuk membantu penderita mencari
pendekatan dan solusi masalah yang terjadi secara mandiri. Selain gangguan kecemasan dan
depresi, terapi kognitif perilaku juga terbukti efektif dalam menangani gangguan kesehatan
mental lainnya, seperti:
1. Fobia
2. Gangguan pola makan
3. Gangguan tidur
4. Penyalahgunaan alkohol
5. Gangguan panik
6. Gangguan seksual
7. Gangguan bipolar
8. Skizofrenia
9. Obsessive compulsive disorder (OCD)
10. Post-traumatic stress disorder (PTSD)
Selain gangguan kesehatan mental, penyakit fisik yang terkait dengan tingkat stres atau
kondisi psikologis, seperti irritable bowel syndrome (IBS), juga bisa menggunakan terapi
kognitif perilaku sebagai salah satu metode pengobatannya.
3. Mencari cara praktis yang bisa memperbaiki cara pikir Anda setiap harinya
Setelah membantu menyederhanakan masalah Anda, terapis akan mulai menggiring Anda
untuk belajar melihat kaitan antara satu masalah dengan masalah lainnya, serta efek dari masing-
masing masalah tersebut pada diri Anda.
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengubah cara Anda memandang dan menanggapi
sebuah masalah. Meski sederhana, ini bisa sangat berpengaruh terhadap kemampuan Anda dalam
menyelesaikan masalah dan membuat Anda memiliki sifat yang lebih positif. Selain itu, Anda
juga akan dibantu untuk fokus pada masalah yang ada sekarang, bukan yang ada di masa lalu
ataupun yang mungkin ada di masa depan.
Jika Anda sudah mampu menyadari, menerima, menyederhanakan, dan memahami masalah
Anda secara menyeluruh, tahap selanjutnya adalah menghilangkan cara lama Anda yang
destruktif dalam merespons masalah tersebut. Terapis akan membantu Anda mempelajari dan
mempraktikkan langkah dalam merespons suatu masalah dengan positif dan tidak membebani
diri Anda.
Setelah beberapa sesi, terapis akan membahas kembali langkah-langkah yang telah dilakukan
dalam terapi kognitif perilaku. Tujuannya adalah untuk melihat apakah metode yang telah
dijalankan bisa memberikan manfaat bagi Anda. Hal ini dilakukan untuk menemukan cara
terbaik yang bisa diaplikasikan dalam hidup Anda.
Terapi kognitif perilaku memang bisa digunakan untuk mengelola masalah yang berhubungan
dengan pikiran, perasaan, dan tindakan Anda. Namun, terapi ini belum tentu cocok untuk semua
orang. Selain itu, terapi ini memerlukan kerja sama yang bagus dengan terapis dan komitmen
yang kuat dari penderita untuk bisa mencapai hasil terbaik. Jika ini terjaga, periode terapi bisa
lebih singkat.
Berikut adalah prinsip-prinsip dari CBT berdasarkan kajian yang diungkapkan oleh Aron T
Beck13 :
1) Prinsip 1: Cognitive Behavior Therapy berdasarkan pada formulasi yang terus berkembang
dari permasalahan konseli dan konseptualisasi kognitif konseli. Formulasi konseling terus
diperbaiki seiring dengan perkembangan evaluasi dari setiap sesi konseling. Pada momen yang
strategis, konselor mengkoordinasikan penemuan-penemuan konseptualisasi kognitif konseli
yang menyimpang dan meluruskannya sehingga dapat membantu konseli dalam penyesuaian
antara berfikir, merasa dan bertindak.
2) Prinsip 2: Cognitive Behavior Therapy didasarkan pada pemahaman yang sama antara
konselor dan konseli terhadap permasalahan yang dihadapi konseli. Melalui situasi konseling
yang penuh dengan kehangatan, empati, peduli, dan orisinilitas respon terhadap permasalahan
konseli akan membuat pemahaman yang sama terhadap permasalahan yang dihadapi konseli.
Kondisi tersebut akan menunjukan sebuah keberhasilan dari konseling.
4) Prinsip 4: Cognitive Behavior Therapy berorientasi pada tujuan dan berfokus pada
permasalahan. Setiap sesi konseling selalu dilakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat
pencapaian tujuan. Melalui evaluasi ini diharapkan adanya respon konseli terhadap pikiran-
pikiran yang mengganggu tujuannya, dengan kata lain tetap berfokus pada permasalahan konseli.
5) Prinsip 5: Cognitive Behavior Therapy berfokus pada kejadian saat ini. Konseling dimulai dari
menganalisis permasalahan konseli pada saat ini dan di sini (here and now). Perhatian konseling
beralih pada dua keadaan. Pertama, ketika konseli mengungkapkan sumber kekuatan dalam
melakukan kesalahannya. Kedua, ketika konseli terjebak pada proses berfikir yang menyimpang
dan keyakinan konseli dimasa lalunya yang berpotensi merubah kepercayaan dan tingkahlaku ke
arah yang lebih baik.
7) Prinsip 7: Cognitive Behavior Therapy berlangsung pada waktu yang terbatas. Pada kasus-
kasus tertentu, konseling membutuhkan pertemuan antara 6 sampai 14 sesi. Agar proses
konseling tidak membutuhkan waktu yang panjang, diharapkan secara kontinyu konselor dapat
membantu dan melatih konseli untuk melakukan self-help.
8) Prinsip 8: Sesi Cognitive Behavior Therapy yang terstruktur. Struktur ini terdiri dari tiga
bagian konseling. Bagian awal, menganalisis perasaan dan emosi konseli, menganalisis kejadian
yang terjadi dalam satu minggu kebelakang, kemudian menetapkan agenda untuk setiap sesi
konseling.
10) Prinsip 10: Cognitive Behavior Therapy menggunakan berbagai teknik untuk merubah
pemikiran, perasaan, dan tingkah laku. Pertanyaan-pertanyaan yang berbentuk sokratik
memudahkan konselor dalam melakukan konseling cognitive-behavior. Pertanyaan dalam bentuk
sokratik merupakan inti atau kunci dari proses evaluasi konseling. Dalam proses konseling, CBT
tidak mempermasalahkan konselor menggunakan teknik-teknik dalam konseling lain seperti
kenik Gestalt, Psikodinamik, Psikoanalisis, selama teknik tersebut membantu proses konseling
yang lebih saingkat dan memudahkan konselor dalam membantu konseli. Jenis teknik yang
dipilih akan dipengaruhi oleh konseptualisasi konselor tehadap konseli, masalah yang sedang
ditangani, dan tujuan konselor dalam sesi konseling tersebut.
BAB V
PEMBAHASAN
B. Pengelolaan Diri
Penanganan ini dilakukan melalui perantara bimbingan dan konseling yang nantinya
dapat memberikan solusi yang tepat dalam mengurangi tingkat kenakalan remaja korban broken.
home. Strategi yang sesuai untuk diterapkan adalah strategi pengelolaan diri (self management).
Strategi pengelolaan diri (Self management) merupakan suatu strategi dimana konseli
mengarahkan perilakunya sendiri. Menurut Cormier & Cormier (1985:519), “Self Management
is a process which client direct their own behaviour change with any one therapeutic strategy or a
combination of a strategy” Yang berarti bahwa Pengelolaan Diri (Self Management) adalah suatu
proses dimana konseli mengarahkan tingkah lakunya sendiri dengan menggunakan satu strategi
atau kombinasi strategi.
Seperti yang dikemukakan Mahoney dan Thoresen (dalam Cormier, 1985), prosedur
pengelolaan diri (Self management) dapat meningkatkan kemampuan individu untuk
mengendalikan perilakunya. Stewart, dkk mengatakan bahwa “strategi ini merupakan suatu prosedur
baru dalam lapangan konseling dan kadang-kadang disebut behavioral selfcontrol, menunjuk pada
kemampuan individu untuk mengarahkan perilakunya.
Strategi ini seesuai dengan teori Skinner tentang operan conditioning yang menjelaskan
bahwa perilaku individu terbentuk atau dipertahankan sangat ditentukan oleh konsekuensi yang
menyertainya (Latipun, 2008:132). Atas prinsip belajar perilaku operan dapat dipahami bahwa
perilaku destruktif dapat terjadi dan dipertahankan oleh individu diantaranya karena memperoleh
ganjaran dari lingkungannya.
Strategi Pengelolaan Diri (Self Management) merupakan teknik yang berakar pada teori
pengkondisian operan. Pengelolaan Diri (Self Management) sering disebut konseli membuat
perubahan dengan cara menumbuhkan kemampuan mereka untuk memodifikasi aspek-aspek
lingkungan dan memanipulasi atau mengadministrasikan sendiri konsekuensi yang diinginkan
(Eko Darminto, 2007:135).
Tujuan dari strategi Pengelolaan Diri (Self Management) ini adalah agar individu secara
teliti dapat menempatkan diri dalam situasi-situasi yang menghambat tingkah laku yang mereka
hendak hilangkan dan belajar untuk mencegah timbulnya perilaku atau masalah yang tidak
dikehendaki. Bentuk pelaksananaannya meliputi self monitoring (pemantauan diri), stimulus
control (pengendalian diri), serta self reward (penghargaan diri sendiri).
CBT adalah pendekatan psikoterapeutik yang digunakan oleh konselor untuk membantu
individu ke arah yang positif. Berbagai variasi teknik perubahan kognisi, emosi dan tingkah laku
menjadi bagian yang terpenting dalam Cognitive Behavior Therapy. Metode ini berkembang
sesuai dengan kebutuhan konseli, di mana konselor. bersifat aktif, direktif, terbatas waktu,
berstruktur, dan berpusat pada konseli.
3) Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play dengan
konselor.
4) Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi ril.
5) Mengukur perasaan, misalnya dengan mengukur perasaan cemas yang dialami pada
saat ini dengan skala 0-100.
9) Assertiveness skill training atau pelatihan keterampilan supaya bisa bertindak tegas.
10) Penugasan rumah. Memperaktikan perilaku baru dan strategi kognitif antara sesi
konseling.
11) In vivo exposure. Mengatasi situasi yang menyebabkan masalah dengan memasuki
situasi tersebut.