Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demensia adalah gangguan intelektual atau memori yang progresif dan

umumnya ireversibel. Demensia adalah kegagalan kognitif yang sangat serius

sehingga mengganggu aktivitas sosial dan pekerjaan. Demensia sangat umum

terjadi pada usia lanjut, dimana terjadi sekitar 10 juta orang pada lansia yang

berusia kurang dari 65 tahun dan 47 % orang pada lansia yang berusia lebih

dari

85 tahun (Abdillah & Octaviani, 2018).

Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia dan Organisasi

Internasional untuk Penyakit Alzeimer, jumlah pasien demensia di seluruh

dunia pada tahun

2016 diperkirakan 47,5 juta. Di negara maju seperti Amerika Serikat, dimana

diketahui ada lebih dari 4 juta lansia menderita demensia. Jumlah total kasus

baru demensia di seluruh dunia adalah sekitar 7,7 juta setiap tahun. Artinya ada

satu kasus demensia setiap 4 detik. Diperkirakan juga akan meningkat

menjadi

75,6 juta pada tahun 2030 dan 135,5 juta pada tahun 2050 (Sigalingging et
al.,

2020).

Berbagai upaya yang dilakukan untuk mencegah penurunan kognitif pada

pasien demensia adalah terapi farmakologis dan nonfarmakologis. Terapi

nonfarmakologis bermanfaat untuk meningkatkan kualitas hidup, mencegah

kehilangan memori, dan meningkatkan kemampuan untuk melakukan

sehari-
hari. Berbagai intervensi nonfarmakologis untuk pengobatan demensia,
adalah
1
2

Puzzle, Terapi Musik, Terapi Stimulasi Kelompok (TSK), dan Brain Gym

(Yuliati et al., 2018). Perawatan yang paling efektif untuk meningkatkan fungsi

kognitif pada lansia dengan demensia adalah aktivitas kreatif seperti olahraga.

Olahraga dapat meningkatkan memori dan proses berpikir, dan mempengaruhi

kesehatan sel dan pembuluh darah di otak. (Hukmiyah dkk., 2019).

Latihan Brain Gym merupakan salah satu alternatif latihan fisik yang bisa

dilakukan orang tua . Sebuah Studi kasus membandingkan tiga jenis

olahraga, yaitu 1) latihan fisik, 2) latihan berbasis realitas virtual, dan 3)

latihan otak. Hasil Studi kasus didapatkan bahwa Brain Gym lebih unggul

dalam meningkatkan kinerja kognitif pada orang tua. Brain gym sendiri

dirancang untuk memelihara keseimbangan antara otak kiri dan kanan, latihan

ringan melalui olahraga tangan dan kaki dapat menimbulkan rangsangan pada

otak (Godman, 2016). Menurut para ahli senam otak di lembaga Educational

Kinesiology Amerika Serikat Paul E. Dennison, Ph. D, meski sederhana, Brain

Gym mampu meningkatkan fungsi kognitif pada pasien dengan Demensia

(Franc, 2012).

Studi kasus yang dilakukan oleh Andani (2019) yang berjudul

“Pengaruh Pemberian Senam Otak (Brain Gym) terhadap Kejadian Demensia

pada Lansia di BPSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur” menunjukkan bahwa

penggunaan terapi brain gym pada 24 responden dengan kategori probable dan

definite selama 3 minggu dilakukan 8 kali dapat meningkatkan fungsi kognitif

(memori).

Studi kasus lain oleh Festi (2018) yang berjudul “Pengaruh Latihan Otak

Terhadap Ringkasan Fungsi Karang Werdha Peneleh Surabaya, menyimpulkan

bahwa latihan kognitif pada 20 subyek kategori probable dengan durasi ± 15

menit selama 3 minggu, dilakukan dua kali sehari yaitu menjelang dan
2
sesudah
3

tidur berpengaruh terhadap fungsi kognitif pada pasien dengan Demensia

secara langsung karena berperan penting dalam kesejahteraan serta dalam

aktivitas sehari-hari (Djajasaputra & Halim, 2019).

Studi kasus oleh Retno (2019) yang berjudul “Penerapan Senam Otak

Terhadap Fungsi Kognitif Pada Pasien Dengan Demensia” menunjukkan bahwa

penerapan senam otak pada 3 subyek kategori definite dengan durasi ± 15

menit dilakukan satu kali sehari yaitu pagi hari selama 7 hari mampu

meningkatkan kognitif secara signifikan dalam waktu yang singkat.

Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan studi kasus yang berjudul “Penerapan brain gym untuk

Meningkatkan Fungsi Kognitif pada Pasien Dengan Demensia”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada studi

kasus ini adalah “Bagaimanakah penerapan Brain Gym untuk meningkatkan

fungsi kognitif Pada Pasien Dengan Demensia?

1.3 Tujuan Studi


kasus

1.3.1 Tujuan Umum

Mendeskripsikan penerapan Brain gym untuk meningkatkan

fungsi kognitif pasien dengan demensia.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan fungsi kognitif sebelum diberikan Brain gym

b. Mendeskripsikan fungsi kognitif setelah diberikan Brain gym


4

1.4 Manfaat Studi kasus

1.4.1 Bagi Masyarakat

Membudayakan kontrol demensia secara mandiri melalui brain


gym

secara mandiri.

1.4.2 Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi keperawatan

Sebagai salah satu sumber informasi bagi pelaksanaan Studi kasus

lanjutan bidang keperawatan tentang tindakan brain gym pada

pasien dengan demensia di masa yang akan datang dalam rangka

peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan.

1.4.3 Bagi Penulis

Memperoleh pengalaman dalam melaksanakan aplikasi riset

keperawatan di tatanan pelayanan keperawatan, khususnya Studi

kasus lanjutan tentang tindakan brain gym pada pasien dengan

demensia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kognitif

2.1.1 Definisi Kognitif

Kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk

menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan kembali suatu kejadian

(Susanto, 2012). Sedangkan menurut Woolfolk (2012) bahwa kognitif merupakan

satu kemampuan untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan dalam

rangka memecahkan masalah. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan

bahwa kognitif merupakan proses berfikir seseorang untuk memperoleh

pengetahuan dengan cara mengingat, memahami dan menilai sesuatu.

2.1.2.Fungsi Kognitif

Pada lanjut usia selain mengalami kemunduran fisik juga sering mengalami

kemunduran fungsi intelektual termasuk fungsi kognitif. Kemunduran

fungsi kognitif dapat berupa mudah lupa (forgetfulness) bentuk gangguan

kognitif yang paling ringan diperkirakan dikealuhkan oleh 39% lanjut usia yang

berusia 50-59 tahun, meningkat menjadi lebih dari 85% pada usia lebih dari 80

tahun.

Mudah lupa ini bisa berlanjut menjadi gangguan kognitif

ringan (Mild Cognitive Impraiment –MCI) sampai ke demensia sebagai bentuk

klinis yang paling berat (Arini dkk, 2012). Fungsi kognitif merupakan

bagian dari fungsi kortikal luhur, dimana pengetahuan fungsi kognitif luhur

mengaitkan tingkah laku manusia dengan sistem saraf. Fungsi kognitif

terdiri dari

kemampuan atensi, bahasa, memori, visuospasial dan fungsi eksekusif (Arini

5
1

dkk, 2012)

2.1.3 Aspek – Aspek Kognitif

Fungsi kognitif seseorang meliputi berbagai fungsi berikut, antara lain :

a. Orientasi

Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat dan

waktu. Orientasi terhadap personal (kemampuan menyebut namanya sendiri

ketika ditanya) menunjukkan informasi yang “overleaned”. Kegagalan

dalam menyebut namanya sendiri merefleksikan negatifisim, distraksi,

gangguan pendengaran atau gangguan penerimaan bahasa.Orientasi tempat

dinilai dengan menanyakan negara, provinsi, kota, gedung dan lokasi

dalam gedung. Sedangkan orientasi waktu dinilai dengan menanyakan

tahun, musim, bulan, hari dan tanggal. Karena perubahan waktu lebih sering

daripada tempat, maka waktu dijadikan indeks yang paling sensitif untuk

diorientasi (Priyoto, 2015).

b. Bahasa

Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi 4 parameter, yaitu

kelancaran, pemahaman, pengulangan dan naming (Papalia, Olds &

Feldman,

2008).

1) Kelancaran

Kelancaran merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat dengan

panjang, ritme dan melodi yang normal. Suatu metode yang dapat membantu

menilai kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien menulis

atau berbicara secara spontan.

2) Pemahaman

Pemahaman merujuk pada kemampuan untuk memahami suatu perkataan


atau
2

perintah, dibuktikan dengan mampunya seseorang untuk melakukan

perintah tersebut.

3) Pengulangan

Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataaan atau

kalimat yang diucapkan seseorang.

4) Naming

Naming merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai objek

beserta bagian – bagiannya.

c. Atensi

Atensi merujuk pada kemampuan seseorang untuk merespon stimulus

spesifik dengan mengabaikan stimulus yang lain diluar lingkungannya.

1) Mengingat segera

Aspek ini merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengingat sejumlah

kecil informasi selama <30 detik dan mampu untuk mengeluarkannya

kembali.

2) Konsentrasi

Aspek ini merujuk pada sejauh mana kemampuan seseorang untuk

memusatkan perhatiannya pada satu hal. Fungsi ini dapat dinilai dengan

meminta orang tersebut untuk mengurangkan 7 secara berturut – turut

dimulai dari angka 100 atau dengan memintanya mengeja kata secara terbalik

(Priyoto,

2015).

d. Memori

1) Memori variabel yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat kembali

informasi yang diperolehnya.


3

a. Memori baru

Kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi

yang diperolehnya pada beberapa menit atau hari yang lalu.

b. Memori lama

Kemampuan untuk mengingat informasi yang diperolehnya pada

beberapa minggu atau bertahun – tahun lalu (Priyoto, 2015).

2) Memori visual yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat

kembali informasi berupa gambar.

e. Fungsi konstruksi mengacu pada kemampuan seseorang untuk membangun

dengan sempurna. Fungsi ini dapat dinilai dengan meminta orang

tersebut untuk menyalon gambar, memanipulasi balok atau membangun

kembali suatu bangunan balok yang telah dirusak sebelumnya.

f. Kalkulasi yaitu kemampuan seseorang untuk menghitung


angka.

g.Penalaran yaitu kemampuan seseorang untuk membedakan baik buruknya

suatu hal, serta berfikir abstrak.

2.1.4 Cara Meningkatkan Fungsi Kognitif

Sebagai upaya untuk mengatasi penurunan fungsi kognitif pada pasien

dengan demensia, ada berbagai cara yang dapat dilakukan, salah satunya melalui

olahraga atau aktifitas fisik. Olahraga dapat meningkatkan memori dan

proses berpikir sebab dapat menurunkan resistensi insulin, inflamasi, dan

menstimulasi pelepasan faktor-faktor pertumbuhan yaitu zat kimia di dalam otak

yang mempengaruhi kesehatan sel-sel otak serta pertumbuhan pembuluh darah

baru di otak. Olahraga atau aktifitas fisik juga diketahui dapat meningkatkan

mood dan kualitas tidur, mengurangi stress dan kecemasaan. Studi kasus

sebelumnya
4

membuktikan bahwa bagian otak yang mengontrol proses berpikir dan mengingat

(prefrontal cortex dan medial temporal cortex) memiliki kapasitas yang

lebih besar pada orang-orang yang melakukan olahraga dibandingkan dengan

yang tidak melakukan olahraga (Godman, 2018).

Brain Gym adalah serangkaian latihan gerak yang sederhana dan merupakan

alternatif yang bertujuan untuk memperlancar aliran darah dan oksigen ke otak

serta merangsang kedua belah otak bekerja (Dennison, 2005).

2.2 Konsep Demensia


2.2.1 Defenisi Demensia

Demensia adalah penyakit degeneratif yang biasanya menyerang orang

yang berusia di atas 60 tahun. Demensia adalah suatu sindrom penurunan

kognitif dan fungsional yang biasanya muncul di kemudian hari karena proses

neurodegeneratif dan serebrovaskular (Killin, 2016), sesuatu yang pasti terjadi di

kemudian hari.

2.2.2 Etiologi

Aspiani (2014) penyebab demensia dibedakan menjadi dua :

a. Penyebab demensia yang reversible

1) Drugs (obat)
Misalnya obat sedative, obat penenang, obat anti konvulsan, obat anti

hipertensi, obat anti aritmia. Menurut Sharon (1994) semua obat memiliki efek

samping yang potensial misalnya depresi, disorientasi, dan demensia,

termasuk obat yang kita kira tidak berbahaya seperti penghilang rasa sakit, obat

batuk dan obat pencahar. Sirkulasi darah yang buruk, metabolisme umum yang

menurun, sembelit dan penurunan fungsi detoksifikasi (menetralisirkan racun)

hati dapat menjadi penyebab keracunan obat pada segala usia.


5

2) Emotional (emosional)

Gangguan emosional misalnya depresi. UNHAS, (2016) menyatakan

riwayat pasien yang mendukung demensia adalah kerusakan bertahap (stepwise)

misalnya depresi yang menyebabkan kehilangan memori dan kesukaran

membuat keputusan diikuti oleh periode yang stabil dan kemudian akan menurun

lagi.

3) Nutrtitional

Kekurangan vitamin B6 (pellagra), vit B1 (sindrom wernicke), vitamin

B12 (anemia pernisiosa), asam folat dan asam lemak omega-3. Asam

lemak omega-3 merupakan komponen penting dari membran sel dari semua sel di

dalam tubuh. Kekurangan asam lemak omega-3 dapat meningkatkan risiko

penurunan kognitif yang berkaitan dengan usia atau demensia. Para ilmuan

percaya bahwa asam lemak omega-3 DHA adalah perlindungan terhadap penyakit

demensia (Sumbono, 2016).

4) Infeksi

Ensefalitis oleh virus misalnya herpes simplek, bakteri misalnya

pneumococcus, TBC, parasit, fungus, abses otak, neurosifilis. Menurut Almeida

(2005) dalam Harahap (2015) penyebab demensia terkait infeksi adalah semua

agen penyebab infeksi pada SSP dapat secara tunggal atau bersama-sama

menyebabkan terjadinya infeksi dengan memanfaatkan faktor virulensi yang

dimilikinya. Dengan faktor virulensi tersebut, agen infeksi mampu menginduksi

respon inflamasi di otak dengan akibat terjadinya proses neurodegenerasi, suatu

proses yang mengakibatkan terjadinya demensia.

b. Penyebab demensia yang non reversible

1) Penyakit degeneratif
6

Misalnya penyakit alzheimer, penyakit huntington, kelumpuhan

supranuklear progresif, penyakit parkinson.

2) Penyakit vaskuler

Misalnya penyakit serebrovaskuler oklusif (demensia multi-infark),

embolisme serebral, arteritis, anoksia sekunder akibat henti jantung, gagal

jantung.

3) Demensia traumatik

Misalnya perlukaan kranio-serebral, demensia pugi-listika.

2.2.3 Karakteristik Demensia

Aspiani, (2014), bahwa pasien yang mengalami demensia juga akan

mengalami keadaan yang sama seperti orang depresi yaitu akan mengalami

defisit aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS), gejala yang sering menyertai

demensia adalah :

a. Gejala awal

Kinerja mental menurun, fatique, mudah lupa, gagal dalam

tugas. b. Gejala lanjut

Gangguan kognitif, gangguan afektif, gangguan

perilaku. c. Gejala umum

Mudah lupa, ADL terganggu; disorientasi, cepat marah, kurang

konsentrasi, resiko jatuh.

2.2.4 Stadium Demensia

Aspiani, (2014), menyebutkan bahwa stadium demensia dibedakan

menjadi empat :

a.. Tahap I (tahap amnesia)


7

Berlangsung 2 - 4 tahun dengan gejala antara lain gangguan

memori, aritmatika dan penurunan aktivitas spontan. Gangguan fungsi memori

dapat menyebabkan hal-hal baru terlupakan, kondisi seperti ini tidak

mengganggu aktivitas rutin keluarga .

b. Tahap II (tahap demensia)

Berlangsung 2 - 10 tahun dengan gejala yang dialami seperti

disorientasi, gangguan bicara, mudah bingung dan gangguan fungsi memori

mengenali anggota keluarga, tidak ingat mengambil tindakan cukup untuk

mengulanginya lagi, parah depresi sekitar 15 - 20%.

c. Tahap III

Tahap ini berlangsung kurang lebih 6 - 12 tahun dengan gejala yang

disebabkan oleh pasien menjadi vegetatif, aktivitas sehari-hari yang

membutuhkan bantuan orang lain, bisu, memori intelektual dan memburuknya

memori yang dia tidak tahu keluarganya, dia tidak bisa mengontrol usus mereka

besar atau kecil menyebabkan trauma kematian atau karena infeksi.

2.2.5 Pencegahan Demensia

Dari tinjauan diatas maka sangat krusial bagi pemerintah & warga buat

mengetahui apakah ketika ini telah dimungkinkan upaya pencegahan terhadap

demensia, mengingat demensia adalah salah satu sindroma yang WHO percaya

menjadi salah satu yang menurunkan harkat kemanusiaan. Salah satu hal yang

direkomendasikan kepada warga dalam rangka pencegahan demensia salah

satunya ialah aktivitas yang teratur dan rutin yang merangsang intelek &

mengupayakan kegiatan sosial & kegiatan buat menghibur diri. Beberapa Studi

kasus yang dilakukan pada banyak sekali peneliti di dunia menampakkan


8

bahwa latihan olahraga yang teratur dalam populasi usia lanjut masih

memungkinkan untuk peningkatan kapasitas aerobik, peredaran darah & banyak

sekali organ-organ lain. Hanya saja intensitas & jenis latihan wajib disesuaikan

secara individual (Godman, 2018).

2.2.6 Pemeriksaan Mini Mental State Examination (MMSE) pada


Demensia
Mini Mental State Examination (MMSE) adalah salah satu dari

alat yang paling umum untuk menilai penurunan kognitif pada lansia.

MMSE dikembangkan untuk membedakan pasien dengan demensia dengan atau

tanpa gangguan neuropsikiatri pada awal proses penyakit. karenanya dapat

memperpanjang durasi perawatan obat dan non-obat untuk menunda

timbulnya gangguan neuropsikiatri ini, khususnya gangguan kognitif. Hal ini juga

digunakan selama tindakan pada pasien dengan gangguan kognitif untuk menilai

perkembangan penyakit. MMSE mengajukan pertanyaan yang menilai lima

domain fungsi kognitif (orientasi, memori langsung,

perhatian/konsentrasi, memori, bahasa).

Tes ini mengukur hal-hal berikut:

a. Orientasi ke ketika & tempat (mengetahui pada mana Anda berada, &

demam isu atau hari pada seminggu)

b. Memori jangka pendek (recall)

c. Perhatian & kemampuan buat memecahkan masalah (misalnya mengeja istilah

sederhana ke belakang)

d. Bahasa (mengidentifikasi objek generik menggunakan


nama)

e. Pemahaman & keterampilan motorik (menggambar bentuk yg sedikit

rumit misalnya 2 pentagon berpotongan)


9

Dan beberapa komponen ini telah diteliti ulang dan menunjukan bahwa

pada demensia memang terdapat beberapa gangguan tersebut.

2.3 Konsep Brain Gym

2.3.1 Definisi

Senam otak adalah sejenis alat bantu mandiri yang mudah dan efektif.

Senam otak adalah sejumlah gerakan sederhana yang dapat menyeimbangkan

setiap bagian otak, dapat menarik tingkat konsentrasi otak dan juga

sebagai pelampiasan bagian-bagian otak yang tersumbat agar berfungsi secara

optimal. Senam otak merupakan gerakan sederhana dan menyenangkan yang

dapat meningkatkan kemampuan otak dengan menggunakan keseluruhan tubuh.

Pada dasarnya senam otak adalah rangkaian latihan gerakan sederhana

yang membantu mengoptimalkan fungsi semua jenis pusat otak manusia.

Latihan ini dapat mempercepat aliran darah dan oksigen ke otak, meningkatkan

daya ingat dan konsentrasi, meningkatkan energi tubuh, mengatur

tekanan darah.

,meningkatkan penglihatan, keseimbangan fisik dan bahkan koordinasi (Yuliati,

2019).

2.3.2 Manfaat Brain Gym

Setiap gerakan dalam senam otak memiliki manfaat yang berbeda-

beda, namun secara bersama-sama senam otak bertujuan untuk meningkatkan

kinerja otak. Gerakan-gerakan dalam senam otak dibuat untuk (sisi) tubuh

manusia dibagi di sisi kiri dan di sisi kanan . Sifat ini memungkinkan domain di

satu sisi misalnya untuk menulis dengan tangan kanan atau kiri, serta untuk

integrasi kedua belah pihak tubuh (pembicara bilateral). Sementara yang lain

terlalu fokus dan berusaha terlalu keras.


10

Gerakan dalam ukuran ini membantu melepaskan hambatan fokus

adalah kegiatan integrasi ke depan/belakang. Fokus adalah kemampuan

untuk melintasi garis batas antara tubuh bagian atas dan bawah dan fungsi

penghubung dari otak atas dan bawah yaitu bagian tengah dari sistem limbik

(setengah dari otak) yang memproses informasi emosional dan otak untuk

pemikiran abstrak Ketidakmampuan untuk mempertahankan konsentrasi ditandai

dengan ketakutan yang tidak masuk akal, kecenderungan untuk melawan atau

lari, atau ketidakmampuan untuk merasakan atau mengekspresikan emosi.

Gerakan dalam dimensi ini mengendurkan sistem tubuh dan

membantu mempersiapkan kemampuan untuk memproses informasi tanpa

pengaruh emosi negatif yang disebut fokus atau landasan (Yuliati, 2019).

2.3.3 Mekanisme Brain Gym

Senam otak dapat dilakukan pada semua usia, termasuk pasien dengan

demensia, bayi, anak autis, remaja, dan dewasa.Senam otak dapat mengaktifkan

3 dimensi yaitu komunikasi lateral, fokus pemahaman dan fokus regulasi.

Gerakan ringan dengan permainan antara tangan dan kaki dapat memberikan

rangsangan pada otak. Gerakan yang menghasilkan rangsangan yang dapat

meningkatkan fungsi kognitif (kewaspadaan, konsentrasi, kecepatan, persepsi,

belajar, memori, pemecahan masalah dan kreativitas), menyelaraskan

kemampuan bergerak dan berpikir pada saat yang sama, meningkatkan

keseimbangan atau harmonisasi antara kontrol emosional dan logis,

mengoptimalkan fungsi panca indera, menjaga kelenturan dan keseimbangan

dalam tubuh (Godman, 2018).


11

2.3.4 Fase senam otak

Terdapat fase-fase dalam melakukan senam otak, fase-fase tersebut

dibagi menjadi 3 dimensi dan pada setiap dimensi terdapat gerakan yang

berbeda-beda. Berikut pembagian dimensi (serta bentuk gerakan) dalam senam

otak :

a. Dimensi Lateral

Dimensi Lateral yang berisi gerakan-gerakan yang merangsang koordinasi

gerakan ini selama 2 - 3 menit dengan kombinasi 3 bentuk gerakan

secara

berbeda dengan penghitungan 8 kali agar setiap bentuk gerakan adalah

gambar dari gerakan lintas.

Gambar 2.1. Gerakan Silang

2) Delapan tidur (Malas 8)

Cara melakukannya, luruskan tubuh di depan titik yang terletak di posisi

mata, lalu gambar angka 8 di posisi tidur dengan titik pusat yang jelas,

pisahkan lingkaran kiri dan lingkaran siku-siku, dan dihubungkan oleh garis yang

tersambung. Pemandangan mengikuti gerakan dari 8 tempat tidur, kepala

bergerak sedikit dan leher tetap rileks. Sebaiknya gerakan dilakukan 3 kali

untuk
12

masing-masing tangan dan juga 3 kali untuk kedua tangan secara bersamaan.

Gerakan ini berfungsi untuk meningkatkan integrasi belahan kiri dan kanan serta

untuk meningkatkan keseimbangan dan koordinasi Berikut adalah gambar

gerakan 8 tidur

Gambar 2.2. Gerakan 8 Tidur

3) Double doodle

Double doodle adalah gerakan yang mirip dengan menggambar pada kedua

sisi tubuh yang dilakukan di media intervalnya.Latihan dimulai dengan gerakan

bebas lengan, leher, dan mata yang rileks. Gambar dilakukan dengan kedua

tangan secara bersamaan.

Coretan ganda paling baik dilakukan dengan otot lengan dan bahu

utama. Disarankan untuk melakukan gerakan ini sebanyak 8 kali (berlawanan

arah) pada setiap bentuk gerakan dan menggunakan 3 bentuk gerakan yang

berbeda. Fungsinya untuk menunjang kemampuan mengetahui dengan

mudah arah dan orientasi dalam kontak dengan tubuh.

Berikut adalah foto gerakan double doodle


13

Gambar 2.3. Gerakan Coretan Ganda

(4).Leher bulat (leher gulungan)

Cara melakukannya dengan menaikkan bahu Anda, lalu turunkan kepala

Anda ke depan sampai menyentuh dada dan perlahan-lahan menyalakan kepala

yang dibuat di posisi depan, setengah lingkaran di kanan kiri dan sebaliknya,

dengan giliran kedaluwarsa. Fungsinya adalah untuk mendukung relaksasi leher,

membangkitkan kemampuan penglihatan dengan mata dan meningkatkan

pernapasan.

Gambar 2.4. Gerakan

Putaran Leher
14

2.3.5 Indikasi & kontraindikasi senam otak


a. Indikasi

Adapun indikasi pelaksanaan senam otak adalah sebagai berikut :

1) Pasien yang masih bisa bergerak

2) Pasien dengan gangguan keseimbangan

3) Pasien dengan penurunan konsentrasi, gangguan proses pikir,

dan penurunan kemampuan daya ingat (Setyoadi, 2011).

b. Kontraindikasi

Adapun kontraindikasi pelaksanaan senam otak adalah sebagai berikut :

1) Pasien dengan stroke

2) Pasien yang mengalami tirah baring

3) Pasien dengan lumpuh total (Setyoadi, 2011).


15

BAB III

PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN

Bab ini menguraikan hasil Studi kasus beserta pembahasan dari studi kasus

mengenai perubahan kemampuan aktivitas sehari-hari (ADL) sebelum dan

sesudah pemberian terapi brain gym pada pasien demensia di Wilayah Kerja

Puskesmas Sidomulyo Rawat Jalan.

4.1 Hasil Studi kasus

4.1.1 Gambaran Lokasi Studi kasus


Studi kasus ini dilakukan di Puskesmas Sidomulyo Rawat Jalan

yang terletak di Jalan HR Subrantas No. 55, Sidomulyo Barat , Kecamatan

Tampan, Pekanbaru, Riau. Luas wilayah kerja 65 km² yang terdiri dari empat

kelurahan yaitu Kelurahan Sidomulyo Barat, Kelurahan Delima, Kelurahan

Simpang baru dan Kelurahan Tuah Karya. Kecamatan Tampan sebagai lokasi

Puskesmas Sidomulyo Rawat Jalan yang mempunyai batas-batas wilayah sebagai

berikut :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Payung

Sekaki b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Tuah

Karya

c. Sebelah barat dengan Kelurahan Simpang Baru

d. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Marpoyan Damai

Fasilitas yang tersedia di Puskesmas Sidomulyo Rawat Jalan ini ada

antara lain Instalasi Farmasi, Instalasi Rehabilitasi Medik, Laboratorium,

Poliklinik, dan UGD 24 jam.


16

Selanjutnya Studi kasus ini dilakukan dirumah subyek Studi kasus, peneliti

mengambil 2 subyek sebagai subyek Studi kasus namun hanya 1 lokasi

yang peneliti datangi karena lokasi 2 subyek berdekatan, terletak di Jalan Taman

Karya, RT.01/RW.15.

4.1.2 Gambaran Subyek studi kasus


Pada studi kasus ini menggunakan 2 orang subyek sebagai subyek studi

kasus yaitu subyek I (Tn. F) dan subyek II (Tn. H) Kedua subyek sudah sesuai

dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Subyek I

Subyek I (Tn. F) berusia 36 tahun, pendidikan terakhir SMA dan pernah

bekerja di sebuah perusahaan swasta. Subyek I diduga peneliti menderita

demensia yang awalnya karena depresi setelah dilakukan PHK dari tempat

ia bekerja 3 tahun yang lalu. Subyek I belum berkeluarga dan tidak ada riwayat

keluarga yang menderita demensia. Subyek I sempat memilih mengkonsumsi

obat penenang pada awal depresi untuk menenangkan diri, namun sudah

dihentikan karena merasa sudah bisa mengontrol tanpa bantuan obat.

Subyek II

Subyek II (Tn. H) berusia 31 tahun, pendidikan terakhir S1, belum bekerja

dan belum berkeluarga. Subyek II menderita demensia setelah setahun lulus

kuliah. Subyek II tidak mengkonsumsi obat apapun. Subyek II tidak memiliki

anggota keluarga yang menderita demensia.


17

4.1.3 Pemaparan Fokus Studi

a. Hasil Pengkajian Awal

Berdasarkan tahapan proses keperawatan, maka langkah pertama yang

harus dilakukan pada pasien demensia dengan gangguan memori

adalah melakukan pengkajian awal mengenai riwayat psikologis dan pola

aktivitas subyek, sebagai berikut:

Subyek I

1) Riwayat Psikologis : pernah mengalami depresi 3 tahun lalu,

keluarga mengatakan tidak pernah mengalami gangguan jiwa dan tidak

ada pengobatan sebelumnya, tidak ada trauma, pasien tidak mengalami

aniaya fisik, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal. Tidak ada

keluarga yang menderita gangguan jiwa. Pasien memiliki sistem

pendukung dari kakak perempuannya yang selalu memberi motivasi.

2) Pola Aktivitas : pasien mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari

seperti mandi, makan, BAB/BAK, namun berpakaian kurang rapi.

Keluarga mengatakan dalam satu hari makan sebanyak 2x sehari, keluarga

mengatakan nafsu makan kurang.

Hasil pengukuran fungsi kognitif Subyek I sebelum diberikan latihan

brain gym dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Skor MMSE Subyek I Sebelum Intervensi


No. Aspek Kognitif S ko r Sko r
MMSE MMSE
1. Orientasi Maks Sub6 yek
2 Registrasi 10 3
3. Perhat ian dan Kalkulasi 3 0
4. Mengingat 5 3
5. Bahasa 3 5
Total : 9 17
18

Berdasarkan tabel 4.1, nilai fungsi kognitif subyek I yang diukur dengan

MMSE yaitu 17 point (kategori probable gangguan kognitif).

Subyek II

1) Riwayat Psikologis : keluarga mengatakan tidak pernah mengalami

gangguan jiwa dan tidak ada pengobatan sebelumnya, tidak ada trauma,

pasien tidak mengalami aniaya fisik, kekerasan dalam keluarga dan

tindakan kriminal. Pasien mengatakan tidak ada pengalaman yang tidak

menyenangkan. Tidak ada keluarga riwayat keluarga yang demensia.

Pasien memiliki sistem pendukung dari keluarga yang selalu

memberi motivasi

2) Pola Aktivitas : pasien mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari

seperti mandi, makan, BAB/BAK, berpakaian rapi. Keluarga mengatakan

dalam satu hari makan sebanyak 3x sehari.

Hasil pengukuran fungsi kognitif subyek II sebelum diberikan latihan

brain gym dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Skor MMSE Subyek II Sebelum Intervensi

No. Aspek Kognitif Skor MMSE Skor


Maks MMSE
Subyek
1. Orientasi 10 8
2 Registrasi 3 3
3. Perhatian dan 5 3
Kalkulasi
4. Mengingat 3 3
5. Bahasa 9 2
Total 30 19

Berdasarkan tabel 4.2, nilai fungsi kognitif subyek II yang diukur dengan

MMSE yaitu 19 point (kategori probable gangguan kognitif).


19

b. Hasil Evaluasi Subyek Sesudah dilakukan Intervensi dengan Terapi

Brain Gym

Setelah dilakukan pengkajian terhadap fungsi kognitif kedua subyek

dengan menggunakan MMSE, peneliti memberikan latihan brain gym berupa

senam. Senam brain gym dilakukan selama 15 menit di pagi hari dan latihan ini

dilakukan selama 7 hari. Evaluasi terhadap fungsi kognitif kedua subyek

dilakukan pada hari ke- 7 setelah intervensi.

Hasil pengukuran fungsi kognitif kedua subyek pada hari ke- 1 dan ke- 7

setelah intervensi brain gym dapat dilihat dari pada tabel 4.3 dan 4.4

Tabel 4.3 Skor MMSE Subyek I Sesudah Intervensi Brain Gym

Aspek Kognitif Skor hari ke- 1 Skor hari ke-7


sebelum intervensi setelah
intervensi
Orientasi 6 7
Registrasi 3 3
Perhatian dan 0 0
kalkulasi
Mengingat 3 3
Bahasa 5 6
Total : 17 19

Pada tabel 4.3 diketahui bahwa setelah dilakukan intervensi keperawatan

dengan terapi brain gym pada hari ke-7 didapatkan hasil bahwa fungsi kognitif

pada subyek I mengalami peningkatan yaitu dari 17 menjadi 19 dimana pada

point orientasi dari 6 menjadi 7 dan pada point bahasa dari 5 menjadi 6.
20

Tabel 4.4 Skor MMSE Subyek II Sesudah Intervensi Brain Gym

Aspek Kognitif Skor hari ke-1 Skor hari ke- 7


sebelum intervensi setelah
intervensi
Orientasi 8 8
Registrasi 3 3
Perhatian dan 3 3
kalkulasi
Mengingat 3 3
Bahasa 2 4
Total : 19 21

Pada tabel 4.4 diketahui bahwa setelah dilakukan intervensi keperawatan

dengan terapi brain gym pada hari ke-7 menunjukan bahwa terjadinya

peningkatan fungsi kognitif pada subyek II, yaitu pada aspek bahasa dari 2

menjadi 4, sedangkan aspek lain tidak mengalami peningkatan. Fungsi kognitif

subyek masih dalam kategori probable gangguan kognitif.


21

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan Studi kasus tentang penerapan terapi brain gym untuk

meningkatkan fungsi kognitif selama 7 hari didapatkan hasil adanya peningkatan

fungsi kognitif terhadap demensia pada orang dewasa dengan adanya perbedaan

skor kognitif sebelum dan sesudah dilakukan terapi brain gym. Hal ini sejalan

dengan Studi kasus sebelumnya oleh Retno (2019) yang berjudul

“Penerapan Senam Otak Terhadap Fungsi Kognitif Pada Pasien Dengan

Demensia” menunjukkan bahwa penerapan senam otak pada 3 subyek kategori

probable dengan durasi ± 15 menit dilakukan satu kali sehari yaitu pagi hari

selama 7 hari mampu meningkatkan kognitif secara signifikan dalam waktu yang

singkat.

Berdasarkan hasil Studi kasus terhadap subyek I didapatkan skor yang

sebelumnya 17 point, apabila ditransformasikan kedalam klasifikasi fungsi

kognitif berada pada probable gangguan kognitif, pada hari ke-7 intervensi skor

menjadi 19 point. Terdapat peningkatan masing – masing 1 point pada

aspek kognitif orientasi dan bahasa. Hari pertama sebelum intervensi diberikan,

aspek kognitif orientasi memiliki 6 point menjadi 7 point di hari ke-7 intervensi.

Untuk aspek bahasa, hari pertama sebelum intervensi diberikan memiliki 5 point

menjadi

6 point di hari ke-7


intervensi.

Pada subyek II didapatkan hasil bahwa skor kognitif hari pertama sebelum

intervensi diberikan 19 point menjadi 21 point. Terdapat peningkatan 2 point

pada aspek bahasa. Hari pertama sebelum intervensi diberikan, aspek bahasa

memiliki
22
2 point menjadi 4 point di hari ke-7 intervensi. Hal ini diasumsikan bahwa ada

pengaruh pemberian brain gym terhadap fungsi kognitif orang dewasa. Dari hasil

observasi diatas diketahui bahwa terdapat fungsi kognitif yang sedikit meningkat.

Menurut Richard (2010) stres adalah suatu proses yang menilai suatu

peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan

individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan

perilaku. Peristiwa yang memunculkan stres dapat saja positif (misalnya

merencanakan perkawinan) atau negatif (contoh : kematian keluarga). Sejalan

dengan Baum (dalam Yusuf, 2004) mendefinisikan stres sebagai pengalaman

emosional yang negatif yang disertai dengan perubahan-perubahan biokimia,

fisik, kognitif, dan tingkah laku yang diarahkan untuk mengubah peristiwa stres

tersebut atau mengakomodasikan dampak-dampaknya. Sejalan dengan kondisi

pada kedua subyek, yaitu keduanya tidak memiliki pekerjaan dan bisa

memunculkan stres

disertai penurunan kognitif pada kedua subyek.

Karakteristik kedua subyek adalah tidak bekerja. Dilihat dari hasil

pengkajian awal MMSE, subyek I memiliki skor kognitif yang lebih rendah

yaitu 17 didukung dengan hasil wawancara dengan keluarga bahwa subyek I

hanya tidur dirumah. Hasil Studi kasus ini didukung oleh teori Scanlon et al

(2007), yang menyatakan orang yang memiliki aktivitasnya rendah berisiko

fungsi kognitif menurun 30-50% dari pada yang aktif, karena dengan adanya

aktifitas yang pasti dilakukan disetiap harinya akan memberikan stimulus pada

otak karna otak selalu bekerja untuk berfikir.

Menurut teori Paul daan Gail E dennison (2008) menyatakan bahwa gerakan

senam otak dapat merangsang seluruh bagian otak untuk bekerja sehingga dapat
23
meningkatkan kemampuan kognitif. Gerakan senam otak juga mempunyai

fungsi meningkatkan kewaspadaan, konsentrasi dan memori. Sehingga

penatalaksanaannya perlu dilakukan tindakan senam otak untuk

meningkatkan fungsi kognitif.

Latihan senam otak akan dapat membantu menyeimbangkan fungsi

otak. Baik itu otak kanan dan otak kiri (dimensi lateralis), otak belakang /

batang otak dan otak depan / frontal lobes (dimensi pemfokuskan) serta sistem

limbis (misbrain) dan otak beras / cerebral cortex (dimensi pemusatan),

kegiatan yang tidak lazim untuk di lakukan bukan merupakan kegiatan rutin

karena akan membentuk sinapsis baru dalam hubungan antar sel saraf. Peneliti

berasumsi bahwa usia kedua subyek memiliki perbedaan yaitu 36 tahun

dan 30 tahun merupakan faktor dari penyebab probable gangguan kognitif,

sejalan dengan Retno (2019) yaitu dimana seseorang memasuki usia >30

tahun,

faktor lain yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif yaitu pekerjaan karena

aktifitas sehari-hari dapat mempengaruhi kesehatan manusia baik

fisik maupun psikis, sedangkan untuk subyek Studi kasus ini pada tidak memiliki

pekerjaan. Dalam studi kasus ini, penulis menghadapi beberapa keterbatasan

yang dapat mempengaruhi kondisi dari Studi kasus yang dilakukan yakni peneliti

tidak dapat mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakfokusan kedua

subyek saat pelaksanaan intervensi brain gym.


24

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari hasil Studi kasus yang telah dilakukan serta

diuraikan pada pembahasan di Bab 4, maka peneliti dapat memberikan

kesimpulan sebagai berikut :

a. Fungsi kognitif subyek yang mengalami demensia diukur dengan

MMSE sebelum diberikan latihan brain gym adalah 17 dan 19, yaitu pada

kategori probable kognitif.

b. Fungsi kognitif subyek yang mengalami demensia diukur dengan MMSE

sesudah dilakukan intervensi brain gym selama 7 hari adalah 19 dan 21,

yaitu pada kategori probable kognitif.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Masyarakat

Hasil studi kasus ini dapat membudayakan kontrol demensia secara

mandiri melalui brain gym secara mandiri.

5.2.2 Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi keperawatan

Hasil studi kasus ini sebagai salah satu sumber informasi bagi

pelaksanaan Studi kasus lanjutan bidang keperawatan tentang

tindakan brain gym pada pasien dengan demensia di masa yang akan

datang dalam rangka peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi

keperawatan.
25

5.2.3 Bagi Penulis

Hasil studi kasus ini memperoleh pengalaman dalam melaksanakan

aplikasi riset keperawatan di tatanan pelayanan keperawatan,

khususnya Studi kasus lanjutan tentang tindakan brain gym pada

pasien demensia.
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Siti, dkk. 2009. Perkembangan Dan Konsep Dasar


Pengembangan Lanjut Usia. :Jakarta : Universitas Terbuka.

Arini, dkk. 2012.Pengaruh Senam Otak terhadap Fungsi Kognitif


Pasien di Unit Pelayanan Sosial Lanjut Usia Wening
Wardoyo Balai Rehabilitasi Sosial Anak “Wira Adhi
Karya”Ungaran: 1-12. Di unduh dari
http://pengaruhsenamotakpadapasien-st ikes-
ngudiwalo yo.co m (diakses 02 Februari 2022)

Badan Pusat Statistik (BPS). 2016. Profil Kesehatan Kota Pekanbaru.


Pekanbaru : BPS

Hanafi, Abdullah. 2014. Naskah publikasi. Pengaruh Terapi Brain


Gym Terhadap Peningkatan Fungsi Kognitif pada Lanjut
Usia di Universitas Muhamadiyah Surakartan: 1-12.
http://eprints.ums.ac.id (diakses 04 Februari 2022)

Mimica, N., & Kalinic, D. (2011). Art therapy May Be Benefitial For
Reducing Stress Related Behaviours In People With
Dementia - Case Report. Psychiatria Danubina, 2011; Vol.
23, No. 1, pp 125–128.

Nugroho, W. 2017. Keperawatan Gerontik dan Geroatrik Edisi 3. Jakarta :


EGC
Nurssalam. (2013). Metodelogi Studi kasus Ilmu Keperawatan. Jakarta
: Salemba Medika
Sarifah Dwi. 2016. Pengaruh Senam Otak Brain gym pada Pasien
Demensia . http://repository.unhas.ac.id (diakses 08 Februari
2022) Setiawan, Eko. 2015. Pengaruh Senam Pasien dengan
Demensia
dengan Brain Gym Terhadap Peningkatan Kognitif Pada
Pasien dengan Demensia di Universitas Muhammadiyah
Surakarta : 4 – 9. http://eprints.ums.ac.id ( diakses
04
Februari 2022 )
WHO (2012). Health of the Ederly. Geneva: WHO.

Yanuarita, A (2012). Memaksimalkan Otak Melalui Senam Otak

(Brain Gym). Teranova Books: Yogyakarta


Lampiran 4. Kuesioner MMSE
MINI MENTAL STATE EXAMINATION
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :

Aspek Nilai Nilai


No Kriteria
Kognitif Maks. Klien
Menyebutkan dengan benar:
· Tahun:
· Musim:
Orientasi 5
· Tanggal:
· Hari:
· Bulan:
1
Dimana kita sekarang berada?
· Negara:
· Propinsi:
Orientasi 5
· Kota:
· Alamat:
· Di:
Sebutkan nama 3 obyek (oleh
pemeriksa) 1 detik untuk
mengatakan
masing-masing obyek. Kemudian
2 Registrasi 3
tanyakan kepada klien ketiga obyek
tadi (untuk disebutkan)
· Obyek:
· Obyek:
Minta klien untuk memulai dari angka
100 kemudian dikurangi 7 sampai 5
kali/tingkat
Perhatian · 93
3 dan 5
· 86
kalkulasi
· 79
· 72
· 65
Minta klien untuk mengulangi
ketiga
4 Mengingat 3
obyek pada no.2 (registrasi) tadi. Bila
benar, 1 point untuk masing-masing
Tunjukkan pada klien suatu benda dan
tanyakan namanya pada klien
5 Bahasa 9
·
·
Minta klien untuk mengulang kata
berikut: ”tak ada jika, dan, atau,
tetapi”. Bila benar, nilai 1 point.
· Pernyataan benar 2 buah (contoh:
tak ada, tetapi).
Minta klien uuntuk mengikuti
perintah berikut yang terdiri dari 3
langkah:
”Ambil pena di tangan anda,
patahkan, dan taruh di lantai”
· Ambil pena di tangan anda
· Patahkan
· Taruh di lantai
Perintahkan pada klien untuk hal
berikut (bila aktivitas sesuai
perintah nilai 1 point)
· ”Tutup mata anda”
Perintahkan pada klien untuk
menulis satu kalimat atau menyalin
gambar
· Tulis satu kalimat
· Menyalin gambar

Total Nilai

Interpretasi:
1. Skor 24-30 diinterprestasikan sebagai fungsi kognitif normal

2. Skor 17-23 berarti probable gangguan kognitif

3. Skor 0-16 berarti definite gangguan kognitif

Catatan: dalam membuat penilaian fungsi kognitif harus


diperhatikan tingkat pendidikan dan usia responden

Alat bantu periksa:


Siapkan kertas kosong, pinsil, arloji, tulisan yang harus dibaca dan
gambar yang harus ditiru / disalin.
Lampiran 5.SOP SENAM OTAK

SOP Senam Otak

Pengertian : Senam otak (Brain Gym) adalah serangkaian gerakan

tubuh sederhana yang di lakukan untuk merangsang otak

kanan dan kiri. Meringankan atau merelaksasikan bagian

depan dan belakang otak (dimensi pemfokusan). Serta

merangsang sistem yang terkait dengan perasaan atau

memori yaitu otak tengan (limbik) dan otak besar (dimensi

pemusatan)

Tujuan :

a. Meningkatkan konsentrasi dan

memori b. Mengatasi stres

c. Mencegah kepikunan dini

d. Menjaga kebugaran tubuh

e. Memberikan relaksasi

Indikasi :

a. Klien dengan proses pencapaian tunbuh

kembang b. Klien stres

c. Klien dengan penurunan fungsi


kognitif

Kontraindikasi :

a. Klien dengan kelemahan fisik berat


Persiapan :

a. Posisi rileks

b. Memakai celana yang tidak

ketat c. Pelaksanaan :

1.Gerakan silang: Kaki dan tangan digerakkan

secara berlawanan. Bisa kedepan samping atau

belakang.

2. Olengan pinggul : Duduk dilantai. Posisi tangan dibelakang,

menumpu dilantai dengan siku ditekuk. Angkat kaki sedikit lalu

olengkan pinggul ke kiri ke kanan dengan rileks.

3.Pengisi energi : Duduk nyaman dikursi, kedua

lengan dibawah dan dahi, letakkan diatas meja

(menunduk di atas meja). Tangan ditempatkan

didepan bahu(tangan kanan dibahu kanan,

tangan kiri dibahu kiri), jari – jari menghadap

sedikit ke dalam. Ketika menarik nafas rasakan

nafas mengalir ke garis tengan seperti


pancuran energi, mengangkat dahi,
kemudian
tengkuk dan terakhir punggung atas.

Diafragma dan dada tetap terbuka dan bahu

tetap rileks.

4. Menguap berenergi : Bukalah mulut seperti

hendak menguap, lalu pijatlah otot – otot

disekitar persendian rahang. Lalu menguaplah

degan bersuara untuk melepaskan otot – otot

tersebut.

5. Luncuran gravitasi : Duduk dikursi,

posisi kaki lurus kebawah dan silangkan

kaki. Tundukkan badan dengan lengan

kedepan bawah (searah kaki). Buang nafas

ketika badan membungkuk kebawah dan

ambil nafas ketika badan tegak kembali.

6. Pompa betis : Lakukan gerakan

mendorong dengan tangan bertumpu pada

sandaran kursi atas, sambil menekan tumit ke

bawah

7. Mengaktifkan tangan : Luruskan satu tangan ke

atas disamping telinga.

Buang nafas perlahan sementara otot – otot

diaktifkan dengan cara mendorong tangan

ke empat jurusan (depan belakang, dalam


dan luar), sementara tangan lainnya

menguatkan dorongan tersebut.

8.Tombol imbang : Sentuhkan 2 jari ke bagian

belakang telinga (tangan kanan untuk telinga

kanan), pada lekukan dibelakang telingan,

sementara tangan yang lain menyentuh pusar,

selama kurang lebih 30 detik. Lakukan secara

bergantian.

9. Latihan di lakukan satu kali dalam sehari selama satu minggu baik di

lakukan di pagi hari.

10. Latihan di lakukan dengan duduk tegak santai ditempat sejuk.

11. Latihan di lakukan 10-15 menit di tiap atihannya.

Anda mungkin juga menyukai