Anda di halaman 1dari 1

TUGAS 1 MATA KULIAH “BAHASA INDONESIA”

Instruksi : Revisilah bacaan di bawah ini dengan memperbaiki penulisan huruf Kapital,
Miring dan Tebal
Pengumpulan Tugas : Hasil perbaikan bacaan di bawah ini diketik dan diprint kemudian diserahkan
pada kuliah Minggu ke-4, Senin 6 Maret 2023

Kehidupan Kedua Wittgenstein

Pada dasawarsa ke dua abad XX, Wittgenstein sempat meninggalkan dunia filosofi untuk
menempuh perjalanan hidup melalui aneka ragam jalur non-filosofis mulai dari petani, arsitek, guru
sampai serdadu yang ikut bertempur di garda terdepan Perang Dunia I. Setelah perang dunia l usai dan
kembali belajar dan mengajar di Universitas Cambridge, Wittgenstein mulai mengkritik pemikiran dirinya
sendiri yang tertuang ke dalam Tracatatus Logico-Philosophicus antara lain: Die Welt ist alles, was der
Fall ist ; Was der Fall ist, die Tatsache, ist das Bestehen von Sachverhalten ; Das logische Bild der
Tatsachen ist der Gedanke ; Der Gedanke ist der sinnvolle Satz ; Der Satz ist eine Wahrheitsfunktion der
Elementarsätze; Die allgemeine Form der Wahrheitsfunktion ist; Wovon man nicht sprechen kann,
darüber muß man schweigen.

Di samping terhadap diri sendiri, Wittgenstein juga gemar mengkritik pemikiran orang lain
termasuk maha guru dan mentornya sendiri, yaitu Bertrand Russell. Pemikiran Wittgenstein kerap dibagi
oleh orang lain menjadi dua kategori masa, yaitu masa awal yang fokus membahas keterkaitan logikal
antara proposisi dan kenyataan, dan masa akhir yang menolak tafsir terhadap Tractatus yang meyakini
makna kata-kata paling bisa dipahami melalui permainan Bahasa selaras dengan keyakinannya bahwa
Die Grenzen meiner Sprache bedeuten die Grenzen meiner Welt yang bisa saja dibalik menjadi Die
Grenzen meiner Welt bedeuten die Grenzen meiner Sprache.

Terlepas dari polemik dan dilema suka atau tak suka serta pro dan kontra, memang layak diakui
bahwa Ludwig Josef Johann Wittgenstein merupakan pemikir abad XX paling kontroversial maka
sekaligus juga paling terkemuka dalam bidang logika, filsafat matematika, filsafat pikiran, dan filsafat
bahasa. Meski Wittgenstein belum tentu setuju dengan pengakuan tentang dirinya itu sendiri. Atau
mungkin kadang-kadang setuju serta kadang-kadang tidak setuju meski kadang-kadang tidak peduli
untuk setuju dan tidak setuju. Sebagai pembelajar humor melalui jalur Humorologi, saya sepaham
dengan Wittgenstein dalam hal kegemaran bermain dengan logika melalui jalur permainan bahasa di
mana memang terbukti bahwa setiap bahasa memiliki inti sukma masing-masing yang beda maka tidak
layak dipaksakan menjadi sama satu dengan lain-lainnya.

Anda mungkin juga menyukai