Anda di halaman 1dari 2

Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar Bij Voorraad) Tidak Dapat Diterapkan Dalam Perkara

Ini
Putusan serta merta merupakan putusan yang ditetapkan oleh hakim yang mana pelaksanaan
putusan tersebut dapat secara langsung dijalankan tanpa memandang ada tidaknya upaya
hukum atas perkara tersebut, baik dalam bentuk verzet, banding, kasasi, maupun peninjauan
kembali. Pada intinya putusan serta merta ini dapat begitu saja dijalankan walaupun putusan
belum berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Secara konseptual pelaksanaan
putusan dalam hukum acara perdata yang menjelaskan bahwasannya putusan baru dapat
dieksekusi ketika memiliki kekuatan hukum tetap, Praktik pelaksanaan putusan serta merta ini
dapat dinilai sebagai penyimpangan konsep hukum umum yang tertera dalam KUH Perdata
apabila tidak disertai dengan hal-hal yang menjadi syarat khusus dalam pelaksanaan putusan
ini. Syarat khusus ini tertera dalam Pasal 180 HIR bahwa pelaksanaan putusan sebuah perkara
dapat dijalankan terlebih dahulu walaupun terdapat perlawanan bila setidaknya terdapat akta
otentik yang kebenarannya tidak dapat dibantah sebagai alas bukti. 1 Sedangkan dalam SEMA
No. 3 Tahun 2000 jo SEMA No. 4 Tahun 2004 penetapan putusan serta merta hanya dapat
dilakukan apabila penetapan juga disertai dengan jaminan yang memiliki nilai sepadan dengan
objek eksekusi putusan serta merta, hal ini ditetapkan agar eksekusi putusan serta merta tidak
menimbulkan kerugian pada pihak lain apabila di waktu mendatang terdapat putusan yang
membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama.
Berdasarkan syarat yang termuat dalam Pasal 180 HIR dan SEMA No. 3 Tahun 2000 jo SEMA
No. 4 Tahun 2001 tentang pelaksanaan putusan serta merta, kekhususan pelaksanaan putusan
yakni uitvoerbaar bij voorraad tidak dapat ditetapkan atas perkara ini sebab syarat syarat
materil berupa jaminan dan tidak adanya akta otentik sebagai bukti dalam perkara ini.
Penggugat mengajukan permohonan penetapan putusan serta merta atas perkara ini tanpa
dapat memberikan bukti bahwa terdapat bagian tanah yang mutlak dikuasai oleh para
penggugat tanpa ada percampuran hak tergugat. Karena faktanya kepemilikan tanah ini ialah
milik bersama dan pembagian tanah tersebut kepada para ahli waris hanya dilakukan di depan
kepala desa dengan kebiasaan/adat setempat maka kekuatan pembuktiannya tidak dianggap
sebagai bukti yang kuat sebab mengandung banyak celah hukum. Selain itu tidak adanya
jaminan yang dapat diberikan sebagai syarat materil penetapan putusan serta merta oleh para
penggugat juga merupakan alasan yang dapat dijadikan pertimbangan hakim untuk tidak
mengabulkan permohonan penetapan putusan serta merta dalam perkara ini.
Karena pada dasarnya dalam menjatuhkan sebuah putusan seorang hakim harus senantiasa
menerapkan asas keadilan dan kehati-hatian agar tidak menimbulkan kecacatan pada produk
putusan, maka dengan ini penulis merekomendasikan atas dasar alasan diatas kepada hakim
pemeriksa perkara ini untuk menolak permohonan putusan serta merta dari para penggugat.
Rekomendasi ini kami ajukan agar dapat meminimalisir adanya kerugian yang dapat terjadi
apabila pengajuan penetapan putusan serta merta dikabulkan oleh hakim namun di kemudian
hari terdapat putusan hakim tingkat banding yang bertolak belakang dengan isi putusan hakim
tingkat pertama. Sebab dalam kasus demikian diperlukan 2 kali biaya eksekusi dalam
penanganan perkara, yakni eksekusi atas putusan putusan serta merta, dan eksekusi atas
permohonan pemulihan hak apabila terdapat putusan yang membatalkan putusan hakim
tingkat pertama. Selain itu kerugian juga dapat timbul apabila pasca eksekusi serta merta para
penggugat mengalihkan hak atas tanah kepada pihak ketiga sehingga proses penyelesaian
cenderung akan lebih rumit dan banyak kemungkinan menemui jalan buntu yang menyebabkan
1
Asni Asni, “Putusan Serta Merta dalam Perkara Hadhanah di Pengadilan Agama dalam Rangka Perlindungan
Anak,” Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam 15, no. 1 (11 Juni 2021): 76,
https://doi.org/10.24090/mnh.v15i1.4115.
pihak tergugat kehilangan hak atas tanah tersebut kendatipun ditetapkan hukuman ganti rugi
senilai objek perkara ini yang juga memiliki peluang untuk tidak dipenuhi oleh para penggugat
karena dalam perkara ini para penggugat tidak dapat memberikan sedikitpun jaminan kepada
majelis hakim.2
Asni, Asni. “Putusan Serta Merta dalam Perkara Hadhanah di Pengadilan Agama dalam Rangka
Perlindungan Anak.” Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam 15, no. 1 (11 Juni 2021): 67–
82. https://doi.org/10.24090/mnh.v15i1.4115.
Ilyas, Muhammad. “Eksekusi Tanah Terhadap Putusan Serta Merta.” Jurnal Jurisprudentie 3, no.
1 (2016): 63–72.

2
Muhammad Ilyas, “Eksekusi Tanah Terhadap Putusan Serta Merta,” Jurnal Jurisprudentie 3, no. 1 (2016): 67.

Anda mungkin juga menyukai