DI
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK 3
Mastati 210403501013
Fitri Rahmadani 210403501015
Nursyam Indah 210403501016
A. Nurfadillah Aqwani 210403501017
Nurul Amalia 210403501018
Dini Andriani 210403501019
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Kelas: 02
Nim: 210403501016
A. Latar Belakang
Memasuki abad-21, tugas guru tidak akan semakin ringan. Tantangan yang dihadapi kedepan
adalah globalisasi dengan dominasi teknologi dan informasi yang sangat kuat, kemampuan dasar
yang mesti dimiliki bangsa ini tidak boleh hanya sebatas penguasaan kemampuan membaca,
menulis dan berhitung. Harus jauh melampaui tiga hal tersebut. Menghadapi tantangan demikian,
diperlukan guru yang profesional.
B. Pembahasaan
Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yahg harus dimiliki leh
guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kualifikasi adalah pendidikan khusus untuk
memperoleh suatu keahlian yang diperlukan untuk mencapai suatu, sedangkan akademik
memiliki arti akademis.
Jadi kualifikasi akademik adalah keahlian atau kecakapan khusus dalam bidang pendidikan
baik sebagai pengajar, administrasi pendidikan dan seterusnya yang diperoleh dari proses
pendidikan. Dapat juga kita lihat dalam peraturan pemerintah no 19 tahun 2005 dan peraturan
pemeritah no 32 tahun 2013 tentang pengertian kualifikasi akademik yang diartikan sebagai
tingkat pendidikan minimal yang harus diperoleh oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan
ijazah atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dari beberapa pengertian di atas, istilah kualifikasi dipahami dalam dua sudut pandang yaitu
(1) Kualifikasi sebagai tingkat pendidikan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk
memperoleh kewenangan dan legitimasi dalam menjalankan profesinya,
(2) Kualifikasi sebagai kemapuan yang harus dimiliki atau dikuasai seseorang sehingga dapat
melakukan pekerjaannya secara berkualitas.
Kualifikasi guru dapat dipandang sebagai pekerjaan yang membutuhkan kemampuan
yang memumpuni. Undang-undang RI no 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Undangundag RI No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah RI no
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasioal Pendidikan.
(1) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional;
(2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan
minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah
dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku;
(3) Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
serta pendidikan anak usia dini meliputi :
Kompetensi pedagogik;
Kompetensi kepribadian;
Kompetensi profesional;
Kompetensi sosial;
(4) seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat
menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan;
(5) Kuaifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan
peraturan pemerintah.
Berkenaan dengan adanya ketentuan tentang kualifikasi minimal seorang guru pada seluruh
jenjang pendidikan, guru yang belum mencapai pendidikan setingkat S1, diharapkan segera
meningkatkan kualifikasinya. Seorang guru yang tidak memenuhi syarat kualifikasi akademik, sudah
dipastikan tidak dapat melanjutkan jenjang akademik sebagai seorang pendidik yang profesional.
Karena standar kualifikasi termasuk factor yang menentukan aspek profesionalitas seorang guru
dalam melaksanakan tanggung jawab profesinya dengan optimal di tingkat satuan Pendidikan.
C. Kesimpulan
Peningkatan mutu pendidikan merupakan hal yang sangat penting, pemerintah terus
berupaya mencari alternative dan solusi untuk meningkatkan kualitas dan kinerja guru yang
berujung pada hasil akhir yaitu mutu pendidikan nasional. Terobosan yang telah dilakukan oleh
pemerintah adalah melakukan standar kompetensi dan sertifikasi guru.
Selain itu dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional pemerintah juga
melakukan pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui
pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana
pendidikan dan peningkatan mutu manajemen sekolah.
Melalui program peningkatan kualitas kinerja guru tersebut terutama terhadap program
sertifikasi guru, guru diharapkan mampu meningkatkan terhadap penguasaan kompetensi sebagai
agen pembelajaran meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,
dan kompetensi professional, semua itu akan berdampak pada perbaikan kinerja guru. Sertifikasi
merupakan bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai
tenaga professional.
D. Daftar Pustaka
NAMA : MASTATI
NIM : 210403501013
KELAS : 02
A.Latar Belakang
Guru merupakan tenaga kependidikan yang dituntut memiliki tingkat kemahiran dan keahlian
yang memadai untuk melaksanakan tugas membimbing, mengajar, dan mendidik peserta didik
agar mampu mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik itu secara optimal. Dengan
kata lain, guru sebagai tenaga kependidikan harus mempunyai kualifikasi profesional yang perlu
dikoordinasikan secara padu agar jasa kependidikannya terhadap peserta didik menjadi optimal
dan utuh. Undang-undang Guru dan Dosen (UU no.14 tahun 2005) menyatakan bahwa guru
profesional adalah guru yang mampu berperan untuk mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik dengan menggunakan keahlian,
kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu.
B.Pembahasan
1).Pengimplementasian MGMP
Upaya untuk meningkatkan dan membina profesionalisme guru dengan cara memberdayakan
program MGMP sebagai media komunikasi dan berinteraksi antarguru merupakan langkah kritis
dan strategis. Program MGMP merupakan wadah berkumpulnya para guru mata pelajaran sejenis
secara kolaboratif dalam satu wilayah tertentu (dalam lingkup kabupaten/kota) dalam rangka
mengidentifikasi dan memecahkan masalah, menguji coba dan mengembangkan ide-ide baru
dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran.
Implementasi program MGMP merupakan salah satu bentuk layanan publik yang perlu didukung
oleh pemerintah daerah . Sejalan dengan semangat Undang - undang no . 20 tahun 2003
( Undang - undang Sisdiknas ) pasal 50 ayat 5 yang menyatakan bahwa pemerintah kabupaten /
kota mengelola pendidikan dasar dan menengah , serta satuan pendidikan yang berbasis
keunggulan lokal . Implikasi dari implementasi undang - undang tersebut adalah pemerintah
daerah melalui dinas pendidikan kabupaten / kota berkewajiban untuk meningkatkan kinerja
guru - guru melalui berbagai program pengembangan profesionalsime guru agar mutu
pendidikan di daerah meningkat lebih baik . Dengan demikian , pada era otonomi daerah ini
program MGMP perlu dijadikan sebagai salah satu media penjaminan mutu pendidikan di daerah
. Selain itu , program MGMP dapat dijadikan sebagai sarana bagi pemerintah kabupaten / kota
untuk melahirkan kreativitas dan inovasi dalam upaya memajukan dan memperbaiki mutu
layanan pendidikan . Kenyataannya , seperti diidentifikasi oleh Depdiknas ( 2006a ) bahwa
selama ini perhatian dan kontribusi pemerintah kabupaten / kota melalui dinas pendidikan
terhadap implementasi program MGMP tergolong masih rendah .
Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia , ada banyak tantangan dan
hambatan yang diidentifikasi menjadi penghalang upaya peningkatan mutu pendidikan tersebut .
Salah satu kendala / hambatan itu adalah program pengembangan profesionalisme guru ,
terutama guru dalam jabatan , yang berjalan selama ini ditengarai kurang berjalan efektif .
Tantangan dan hambatan lain adalah berkaitan dengan kualifikasi akademis dan kelayakan guru
untuk melakukan tugas pembelajaran . Masih ada banyak guru berkualifikasi akademis di bawah
standar seperti yang sudah diamanatkan oleh Undang - undang Guru dan Dosen ( UU no . 14
tahun 2005 ) . Dengan demikian , kelayakan guru untuk melakukan proses pembelajaran pun
masih dirasakan belum cukup memadai . Profesionalisme guru , baik pada jenjang sekolah dasar
maupun menengah , diidentifikasi masih kurang baik untuk mampu mengelola praktik
pembelajaran yang aktif , inovatif , kreatif , efektif , dan menyenangkan bagi peserta didik .
Ketidakprofesionalan guru dapat dilihat paling tidak dari segi penguasaan materi ajar
( kompetensi profesional ) ; dan kemampuan dalam merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran serta mengevaluasi hasil belajar peserta didik ( kompetensi pedagogis ) . Berkaitan
dengan penguasaan materi ajar , seorang guru dituntut menguasai materi ajar secara luas dan
mendalam yang memungkinkan guru itu mampu membimbing peserta didik memenuhi standar
kompetensi yang telah ditetapkan dalam standar nasional pendidikan.
C.Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Upaya untuk meningkatkan dan membina profesionalisme guru
dengan cara memberdayakan program MGMP sebagai media komunikasi dan berinteraksi
antarguru merupakan langkah kritis dan strategis. Program MGMP merupakan wadah
berkumpulnya para guru mata pelajaran sejenis secara kolaboratif dalam satu wilayah tertentu
(dalam lingkup kabupaten/kota) dalam rangka mengidentifikasi dan memecahkan masalah,
menguji coba dan mengembangkan ide-ide baru dalam rangka peningkatan mutu
pembelajaran.Tetapi,memiliki tantangan Salah satu kendala / hambatan itu adalah program
pengembangan profesionalisme guru , terutama guru dalam jabatan , yang berjalan selama ini
ditengarai kurang berjalan efektif . Tantangan dan hambatan lain adalah berkaitan dengan
kualifikasi akademis dan kelayakan guru untuk melakukan tugas pembelajaran . Masih ada
banyak guru berkualifikasi akademis di bawah standar seperti yang sudah diamanatkan oleh
Undang - undang Guru dan Dosen ( UU no . 14 tahun 2005 ) . Dengan demikian , kelayakan
guru untuk melakukan proses pembelajaran pun masih dirasakan belum cukup memadai .
(sumardi, 2016)
DAFTAR PUSTAKA
NIM : 210403501015
A. Latar Belakang
Standar pendidik atau guru adalah kriteria kualifikasi akademik dan kompetensi yang
harus dimiliki oleh guru yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan. Guru mempunyai fungsi, peran, dan keududukan yang
strategis dalam mencapai pendidikan yang bermutu melalui jalur formal maupun
nonformal. Ini berarti bahwa untuk dapat mencapai mutu lulusan yang diinginkan, mutu
guru harus ditingkatkan. Guru dituntut memiliki kualifikasi akademik yang memadai dan
memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran. Kualifikasi akademik salah satu
diantaranya ditunjukkan dengan ijazah dan sertifikat keahlian yang harus dimiliki guru
pada setiap jenis dan jenjang pendidikan minimal sarjana (S1) atau diploma empat (D-
IV). Guru juga harus memiliki kemampuan-kemampuan yang disyaratkan untuk
memangku profesi tersebut. Kemampuan dasar tersebut tidak lain adalah kompetensi
guru. Kompetensi guru ini meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi sosial,
kompetensi professional, dan kompetensi kepribadian.
B. Pembahasan
Secara etimologis kata kualifikasi diadopsi dari bahasa Inggris qualification yang berarti
training, test, diploma, etc. that qualifies a person (Manser, 1995: 337). Kualifikasi berarti
latihan, tes, ijazah dan lain-lain yang menjadikan seseorang memenuhi syarat. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kualifikasi adalah “pendidikan khusus untuk memperoleh
suatu keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu atau menduduki jabatan tertentu”
(Depdikbud, 1996: 533).Kualifikasi berarti persyaratan yang harus dipenuhi terkait dengan
kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Kualifikasi dapat
menunjukkan kredibilitas seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya.
Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam
pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan Pendidikan di tempat-tempat
tertentu, tidak mesti di Lembaga Pendidikan formal, tetapi bisa juga di majid, surau rumah,
dan sebagainya. Guru adalah pendidik professional, karenanya secara implicit telah merelakan
dirinya menerina dan memikul Sebagian tenggungjawab Pendidikan yang ada di Pundak
orangtua.
Jadi kualifikasi guru adalah jenjang atau strata Pendidikan khusus yang harus ditempuh
sebagai persyaratan untuk memperoleh suatu keahlian atau kemampuan guna menduduki
jabatan sebagai guru.
Keberadaan guru yang bermutu merupakan syarat mutlak hadirnya sistem dan praktik
pendidikan yang berkualitas, hampir semua bangsa di dunia ini selalu mengembangkan
kebijakan yang mendorong keberadaan guru yang berkualitas. Salah satu kebijakan yang
dikembangkan oleh pemerintah di banyak negara adalah kebijakan intervensi langsung
menuju peningkatan mutu dan memberikan jaminan dan kesejahteraaan hidup guru yang
memadai.
Guna menjembatani segala kemungkinan kondisi guru dan dalam rangka meningkatkan
profesionalisme guru, pemerintah menyediakan beberapa macam model peningkatan
kualifikasi guru seperti model tugas belajar, model ijin belajar, model akreditasi dengan
metode belajar jarak jauh dan metode berkala, model berdasarkan peta
kewilayahan,pendidikan jarak jauh berbasis ICT (Information Communication Technology)
dan PKG (Pusat Kegiatan Guru) berbasis KKG (Kelompok Kerja Guru).
Prinsipnya peningkatan kualifikasi guru dalam jabatan sangat memperhatikan tugas guru,
berorietasi pada mutu dan menghargai pelatihan, prestasi akademik, dan pengalaman
mengajar serta prestasi tertentu yang telah dimiliki guru tersebut.
Menurut Ace Suryadi (Kapti Asiatun dkk, 2004) tenaga pendidik yang berkualitas
paling tidak memiliki 4 (empat) kreteria utama yaitu:
(1) kemampuan profesional (professional capasity)
(2) upaya profesional (professional effort)
(3) waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional (time devotion)
(4) imbalan atas hasil kerjanya (professional rent).
C. KESIMPULAN
Kualifikasi guru adalah jenjang atau strata Pendidikan khusus yang harus ditempuh sebagai
persyaratan untuk memperoleh suatu keahlian atau kemampuan guna menduduki jabatan
sebagai guru. Setiap profesi memerlukan kualifikasi tersendiri, karena kualifikasi
merupakan kemahiran yang diperlukan seseorang untuk melaksanakan tugas profesinya.
Dengan kemahiran ini juga, kita dapat menilai kinerja seseorang dalam melaksanakan
profesinya.
D. DAFTAR PUSTAKA
KELOMPOK 3
Materi : Merancang Program Peningkatan Kualifikasi Akademik Dan Pengembangan
Kompetensi Pendidikan
Sub Materi : Strategi Pengembangan Kompetensi Pustakawan
A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 menjelaskan bahwa perpustakaan merupakan
institusi pengelola informasi yang memiliki fungsi sebagai tempat pendidikan, penelitian,
pelestarian, informasi dan rekreasi. Perpustakaan bertujuan untuk memberikan layanan
kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan
pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan penyelenggaraan berdasarkan
asas pembelajaran sepanjang hayat (long life education). Pustakawan memiliki peran yang
strategis dalam pengembangan perpustakaan, sebab pustakawan merupakan inti dari seluruh
sistem yang dirancang, metode yang diterapkan, dan teknologi yang digunakan. Oleh karena
itu, menjadi penting untuk mengembangkan pustakawan. Pustakawan harus dikembangkan
dan ditingkatkan kompetensinya guna meningkatkan produktivitas dan kinerja pustakawan.
B. Pembahasan
Strategi adalah rencana aksi global yang menggambarkan alokasi sumber daya dan
aktivitas lainnya untuk menghadapi lingkungan dan menolong organisasi mencapai tujuan
tertingginya. Pengembangan adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan. Perpustakaan
adalah suatu institusi yang di dalamnya tercakup unsur koleksi (informasi), pengolahan,
penyimpanan, dan pemakai. Pustakawan adalah seorang tenaga kerja bidang perpustakaan
yang telah memiliki pendidikan ilmu perpustakaan, baik melalui pelatihan, kursus, seminar,
maupun pendidikan formal (Komahh & Masruri, 2021).
Hasibuan dalam Kadarisman mengemukakan bahwa pengembangan sumber daya
manusia dibagi menjadi dua jenis yakni; pengembangan formal dan pengembangan informal
Strategi pengembangan kompetensi pustakawan pada pengembangan formal yaitu ;
1. Diklat. Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI merencanakan dan mengembangkan kurikulum
yang sesuai dan dibutuhkan oleh pustakawan yaitu diklat fungsional bidang
kepustakawanan dan diklat teknis bidang kepustakawanan. Pustakawan yang diangkat
melalui jalur inpassing yang tidak memiliki latar belakang pendidikan ilmu perpustakaan
diwajibkan mengikuti diklat teknis pengelolaan perpustakaan sebagai syarat agar tetap
dapat jabatan fungsional pustakawannya.
2. Bimtek, Workshop, dan Seminar. pengembangan kompetensi pustakawan selanjutnya yaitu
mengikutsertakan pustakawan dalam kegiatan workshop, seminar dan bimtek. Bimtek
adalah suatu pelatihan yang diberikan kepada pustakawan guna meningkatkan kompetensi
teknis untuk membantu menyelesaikan tugas pekerjaan. Yang kedua adalah workshop,
contoh workshop di lingkungan Dinas adalah pembelajaran penulisan. Dalam upaya
meningkatkan budaya membaca dan menulis di Lingkungan Aparatur Sipil Negara serta
mendorong para ASN untuk bisa meningkatkan kompetensi kepenulisannya. Yang Ketiga
yakni seminar, kegiatan seminar yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi
pustakawan bisa dilakukan secara personal maupun diikutsertakan oleh Dinas
Perpustakaan dan Kearsipan.
3. Organisasi Profesi. Organisasi profesi dapat menunjang kualitas sumber daya manusia
dalam profesi pustakawan. Organisasi profesi dibentuk untuk mengarahkan pustakawan
dalam mengelola perpustakaan dengan baik, penyedia informasi sesuai dengan kebutuhan
pemakai, dan mengembangkan ilmu perpustakaan yang dimiliki oleh pustakawan.
Organisasi profesi dapat menekankan pada pengembangan bidang, menambah kualitas
anggota, meningkatkan kesejahteraan anggota, dan mengarahkan profesionalisme anggota.
seperti Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI), Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB),
Forum Penulis Negeri Batu (FPMB) dan komunitas literasi lainnya.
4. Lomba Pustakawan Berprestasi, pustakawan bisa ikutserta dalam pemilihan pustakawan
berprestasi. Pemilihan pustakawan berprestasi merupakan kompetisi tahunan yang
diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Seleksi dilakukan di
tingkat provinsi di mana juara pertama dari setiap provinsi akan dikirimkan untuk
pemilihan tingkat nasional.
5. Wilayah Binaan. Selain hal tersebut di atas, strategi pengembangan kompetensi
pustakawan secara formal yang dilakukan adalah memberikan wilayah binaan kepada para
pustakawan. Pembinaan tersebut berkonsentrasi pada perpustakaan desa dan perpustakaan
SD, SMP di masing-masing wilayah kecamatan. Kegiatan pembinaan berupa
pendampingan terhadap perpustakaan desa maupun perpustakaan sekolah, pendampingan
akreditasi, pelatihan komputer dan internet dasar untuk pengelola perpustakaan dan lain
sebagainya. Untuk itu, pustakawan harus mampu mengembangkan kompetensi yang ada
dalam dirinya guna mendukung aktivitas pembinaan tersebut. Sebagai pertanggung
jawaban atas kinerjanya, pustakawan membuat laporan hasil kerja. Di sini kemampuan
komunikasi, analisis, perencanaan, pengelolaan dan kemampuan lainnya akan terasah
dengan tugas tersebut.
Strategi pengembangan kompetensi pustakawan pada pengembangan informal yaitu ;
1. Menjadi narasumber atau pembicara salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pustakawan
adalah memberikan pelatihan dan pengajaran. Kegiatan tersebut berupa bimbingan
teknologi dan informasi, literasi informasi, cara memakai software aplikasi tertentu, serta
menjadi pembicara atau narasumber dalam berbagai pertemuan ilmiah di bidang
perpustakaan.
2. Koordinasi sesama pustakawan, sebagai pustakawan yang mengelola perpustakaan dengan
tugas kerja dan jangkauan yang luas, pustakawan harus bekerjasama dengan pustakawan
lainnya. Sehingga saling bertukar informasi mutlak diperlukan.
3. Networking, membangun kerjasama atau relasi dengan berbagai pihak menjadi bagian
penting dalam dunia perpustakaan maupun kepustakawanan. Relasi atau kerjasama yang
dilakukan dengan orang lain maupun organisasi dapat menghasilkan berbagai potensi dan
informasi. Sering berdiskusi dengan banyak orang dapat memacu ide yang menghasilkan
pengetahuan baru.
4. Relationship, dalam upaya mengangkat profesionalitas pustakawan berkaitan dengan
kompetensi di era globalisasi informasi, keberadaan pustakawan yang terampil dalam
pelayanan serta menguasai manajemen infromasi merupakan potensi yang perlu
dikembangkan. Sehingga perpustakaan dapat memberikan pelayanan yang optimal dan
memenuhi kebutuhan para pemustaka. Untuk mewujudkan profesionalitas pustakawan
tersebut, dapat dilakukan dengan pendekatan psikologis. Karena peningkatan berbagai
pengetahuan dan keterampilan pustakawan tidak cukup hanya melalui proses belajar
melainkan harus disertai pengembangan diri oleh individu pustakawan itu sendiri.
C. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya dapat diketahui bahwa strategi
pengembangan kompetensi pustakawan dibagi menjadi dua yaitu pengembangan secara
formal dan informal. Pengembangan secara formal berupa: diklat, bimtek, worksop, seminar,
organisasi profesi, lomba pustakawan berprestasi dan wilayah binaan untuk pustakawan.
Sedangkan pengembangan kompetensi pustakawan secara informal meliputi : menjadi
narasumber atau pembicara, koordinasi sesama pustakawan, networking, dan relationship.
D. Daftar Pustaka
Komahh, N. I., & Masruri, A. (2021). A Strategi Pengembangan Kompetensi Pustakawan di
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Gunung Kidul. Baitul ’Ulum: Jurnal Ilmu
Perpustakaan Dan Informasi, 5(1). https://doi.org/10.30631/baitululum.v5i1.107
Nama : Nurul Amalia
NIM : 210403501018
A. Latar Belakang
Sekarang ini kita bangsa Indonesia sudah memasuki era masyarakat ekonomi ASEAN
(MEA). Artinya mau tak mau sumber daya manusia Indonesia di segala lini kehidupan
harus siap bersaing dengan negara lain, yang salah satunya adalah persaingan dalam dunia
kerja. Dan pustakawan merupakan salah satu profesi tersebut, harus ikut andil dan
mengambil bagian dalam persaingan dunia kerja tersebut.
Di sisi lain, berdasarkan Pasal 1, Undang undang Nomor 43 tahun 2007 tentang
Perpustakaan, Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh
melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan
tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Selanjutnya
pada Pasal 29, ayat (1) menyebutkan bahwa tenaga perpustakaan terdiri atas pustakawan
dan tenaga teknis perpustakaan; ditegaskan pada ayat (2) dinyatakan bahwa, Pustakawan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar
nasional perpustakaan.
B. Pembahasan
Menurut Sulistyo Basuki, ada beberapa latar belakang diberlakukannya standar
kompetensi, diantaranya :
1. Adanya sikap rasa rendah diri baik diakui maupun tidak di kalangan tenaga kerja
Indonesia bila dibandingkan dengan tenaga kerja dari luar. Rasa rendah diri itu
berpengfaruh terhadap daya saing di dunia kerja. Pengalaman lapangan
menunjukkan bahwa kinerja pustakawan Indonesia yang berijasah setara,
mjialnya lulusan program magister dari dalam neegri tidak kalah dengan lulusan
setara dari luar begeri seperti dari Malaysia, Filipina maupun India.
2. Kemajuan teknologi yang pesat, terutama di bidang teknologi informasi (TI) atau
juga disebut teknologi informasi dan komunikasi (TIK) mengharuskan
pustakawan mengikuti perkembangan dan mampu mendayagunakannya
3. Persiapan menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA) tahun 2015 dan
pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
( sulistyobasuki.wordpress.com) Kemampuan bersaing tenaga pustakawan
Indonesia keluar negeri, setidaknya di lingkungan ASEAN. Bagi pustakawan
Indonesia yang bekerja di luar Asean seperti Australia, Canada, Amerika Serikat
mereka harus memperoleh gelar master’s degree dari lembaga pendidikan tinggi
yang diakui oleh organisasi profesi. Untuk Indonesia, lembaga pendidikan
pascasarjana masih diakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional dan belum ada
kesepakatan menyangkut kompetensinya.
The Special Library Association membedakan kompetensi menjadi 2 jenis yaitu kompetensi
profesional dan kompetensi personal/ individu. Berikut adalah kompetensi profesional yang
seharusnya dimiliki oleh pustakawan
Butiran-butiran di atas tidak semuanya harus dimiliki oleh seorang pustakawan Kemampuan,
yang harus dimiliki seorang pustakawan mesti disesuaikan dengan tingkatan atau levelnya.
C. Kesimpulan
Sertifikasi uji kompetensi pustakawan merupakan suatu upaya untuk menunjukkan
eksistensi profesionalitas pustakawan, disamping tentunya untuk mengakui keberadaan
profesi pustakawan itu sendiri. Sertifikasi kompetensi kerja adalah proses pemberian
sertifikasi kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi
yang mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia dan atau
internasional. Yang dibagi menjadi 2 jenis yaitu kompetensi profesional dan kompetensi
personal/ individu.
D. Daftar Pustaka
Rodin, R. (2015). Sertifikasi uji kompetensi sebagai upaya peningkatan profesionalitas dan
eksistensi pustakawan. Jupiter, 14(2).
NAMA : DINI ANDRIANI
NIM : 210403501019
KELOMPOK : 03
DAFTAR PUSTAKA