Oleh
Nurul Hikma
BULUKUMBA
2023
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
HALAMAN ORISINALITAS
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, alhamdulillah puji syukur atas
khadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang telah
memberikan waktu dan kesempatan agar kami selaku penulis dapat menyelesaikan
sebuah essai ilmiah dengan judul “Urgensi Penanaman Kembali Budaya Bugis
(Mappatabe’) sebagai Upaya Memulihkan Akhlak Remaja Milenial di Kalangan Pelajar
MAN 2 Bulukumba”
Melalui essai ilmiah ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat bagi
pembacanya, terutama bagi kaum milennial. Minimnya pemahaman tentang nilai-nilai
kerukunan, membuat mereka jauh dari kata toleransi. penulis mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan essai ilmiah ini, yaitu:
1. Muhammad Anas S.Ag., M.S.I., sebagai kepala Madrasah Aliyah Negeri 2 Bulukumba
yang memfasilitasi kami dalam pembuatan essay ini sehingga dapat terselesaikan.
2. Nurasmawati S.Ag, M.Pd. sebagai pembina dalam penyeselaian essai ini. semoga ilmu
yang diberikan kepada kami menjadi amal kebaikan dan mendapat ridha dari Allah SWT.
3. Orang tua di rumah yang senantiasa mendoakan kami sehingga kami dapat bekerja
dengan gigih dan semangat. Semoga beliau senantiasa diberi kesehatan.
Mohon maaf atas segala kesalahan yang mungkin penulis telah perbuat. Akhir
kata, semoga kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis akan diberikan
balasanbalasan yang berlimpah dari Allah SWT.
Penulis,
iv
DAFTAR ISI
iii
PENDAHULUAN
Masa remaja adalah fase transisi, transformasi dari yang menerima dan bergantung
kepada orang tua atau masyarakat, berusaha untuk menemukan sendiri, memberikan dan
melepaskan ketergantungan. Probelamatika remaja di zaman modern ini termasuk
masalah terpenting yang dihadapi semua masyarakat di dunia, baik masyarakat muslim
maupun non muslim. Hal ini dikarenakan para pemuda dalam masa pertumbuhan fisik
maupun mental, banyak mengalami gejolak dalam pikiran maupun jiwa mereka, yang
sering menyebabkan mereka mengalami keguncangan dalam hidup dan mereka
berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari berbagai masalah tersebut. Dengan
terjadinya perkembangan global disegala bidang kehidupan selain mengindikasikan
kemajuan umat manusia disatu pihak, juga mengindikasikan kemunduran akhlak di
pihak lain.
1
kasus-kasus yang menerpa para remaja di Indonesia yang mengakibatkan terkikisnya
akhlak para remaja saat ini.
2
Di samping itu, era informasi yang berkembang pesat pada saat ini dengan segala
dampak positif dan negatifnya telah mendorong adanya pergeseran nilai dikalangan
remaja. Kemajuan kebudayaan melalui pengembangan IPTEK oleh manusia yang tidak
seimbang dengan kemajuan moral akhlak, telah memunculkan gejala baru berupa krisis
akhlak terutama terjadi dikalangan remaja yang memiliki kondisi jiwa yang labil, penuh
gejolak dan gelombang serta emosi yang meledak-ledak ini cenderung mengalami
peningkatan karena mudah dipengaruhi. Para remaja merupakan generasi muda yang
merupakan sumber insani bagi pembangunan nasional, untuk itu pula di perlukannya
pembinaan bagi mereka dengan mengadakan upaya-upaya pencegahan pelanggaran
norma-norma agama dan masyarakat. Salah satu cara menanamkan sikap moderasi
beragama yakni melalui penanaman nilai-nilai budaya yang telah ada sebelumnya
Menurut (Hawkins, 2012) mengatakan bahwa budaya adalah suatu kompleks yang
meliputi pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat-istiadat serta kemampuan dan
kebiasaan lain yang dimiliki manusia sebagai bagian masyarakat. Budaya bukan hanya
terbatas pada kesenian semata, namun budaya itu begitu luas dan beragam bentuknya.
Budaya juga dapat dijadikan sebagai tumpuan dalam beragama. Jadi kebudayaan
menunjuk kepada berbagai aspek kehidupan meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-
kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga hasil dari kegiatan manusia khas untuk suatu
masyarakat atau kelompok penduduk tertentu. Salah satu cara menumbuhkan sikap
moderat pada remaja adalah dengan cara menerapkan salah satu budaya bugis yaitu
budaya Mappatabe’. Budaya ini bisa terealisasi dengan nyata dalam kehidupan
beragama dan berbangsa. Sehingga dapat tercipta kerukunan antar sesama.
Penanaman kembali budaya bugis (Mappatabe’) merupakan salah satu upaya untuk
memulihkan akhlak pada remaja khususnya di kalangan pelajar MAN 2 Bulukumba
apalagi di era sekarang sangatlah penting dalam proses pembentukkan karakter dan
akhlak remaja itu sendiri. Oleh karena itu, penulis berinisiatif untuk membahas tentang
bagaimana keefektifan penerapan budaya mappatabe’ sebagai salah satu upaya
memulihkan akhlak pada remaja di kalangan pelajar MAN 2 Bulukumba.
3
PEMBAHASAN
4
remaja. Pengaruh perubahan era digital dan globalisasi pada remaja milenial dapat
berdampak baik dan buruk, dapat dilihat dari kurangnya rasa sadar para remaja
terhadap lingkungan sekitar, melakukan aksi-aksi yang menyimpang dan masih
banyak lagi.
Disinilah peran generasi milenial, sebagai sosok yang muda, yang dinamis, yang
penuh energy, yang optimis, diharapkan untuk dapat menjadi agen perubahan yang
bergerak dan berusaha untuk sedekat mungkin dengan dunia yang terbuka luas.
Generasi milenial, diharapkan dapat membawa ide-ide segar, pemikiran-pemikiran
kreatif dengan metode thinking out of the box yang inovatif, sehingga dunia tidak
melulu hanya dihadapkan pada hal-hal yang tidak berkembang.
5
amoral lainnya yang terjadi di lingkungan madrasah. Salah satu krisis moral akhlak
pada pelajar saat ini seperti, kurang ajar kepada guru maupun sesama pelajar, tidak
saling bertegur sapa ketika bertemu, melalukan aksi pembullyian non verbal maupun
verbal dan saling menindas satu sama lain yang banyak kita temukan di sekolah-
sekolah. Kasus tersebut tidak menuntut kemugkinan terjadi hanya di satu tempat saja,
tetapi bisa saja terjadi dimana saja.
Tindakan yang menyimpang tersebut sudah jauh melenceng dari nilai-nilai agama
dan karakter yang sangat tidak pantas untuk diteladani. Menurut (Kondawangko N:
2012) berbagai pengaruh yang sering terjadi di kalangan remaja saat ini seperti nglem,
free sex, merokok, serta menonton film-film sex bebas dan masih banyak lagi
pengaruh buruk lainnya. Lingkungan sekitar yang tempat tinggalnya dekat dan mudah
dalam mengakses hiburan juga di pandang mampu menguasai anak remaja. Sangat
miris sekali bagaimana akhlak remaja terkikis sedikit demi sedikit.
Hampir tidak bisa dipungkiri lagi bahwa pada dunia generasi milenial hari ini
terdapat suatu pertempuran yang cukup besar antara akhlak dengan sains. Akhlak yang
secara umum diterjemahkan dalam moral education harus berhadapan dengan
kemajuan sains yang tak berujung dan tak terbentung atas segala inovasi-inovasi yang
muncul dan menggairahkan kehidupan manusia, sedangakan akhlak sebagai warisan
karena tidak ada celah untuk inovasi seluas sains dan semakin hari semakin redup
untuk dipegang pada generasi milenial saat ini. Dari yang seharusnya mereka
dijadikan sebagai contoh perubahan atau “Agent Of Change” malah justru menjadi
salah satu pelaku dari tindakan tersebut.
Akhlak sangat berfungsi serta bermanfaat dalam kehidupan manusia terutama pada
kehidupan generasi milenial dan anak muda saat ini. Sesuai dengan hadist yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah, yakni:
:م -ه ص ى هع ق
Dari Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya setiap
agama memiliki akhlak, dan akhlak Islami adalah rasa malu,” (HR Ibnu Majah).
Pengaruh pergaulan remaja juga menjadi faktor terkikisnya akhlak para remaja,
banyaknya isu-isu di luaran sana yang membuat remaja merasa terpanggil akan hal
tersebut. Banyaknya konten-konten di media sosial yang tidak dapat difilter oleh
6
remaja bahkan remaja sendiri tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk.
Tujuan mereka hanya ingin mencari sensasi agar mereka terkenal walaupun
dengan cara yang salah. Bahkan timbulnya perasaan “Fomo” atau takut ketinggalan
trend sehingga melupakan nilai-nilai kebaikan yang telah diwariskan.
Berdasarkan banyaknya kasus-kasus pergeseran akhlak dan pergeseran moral
remaja apalagi di kalangan pelajar saat ini, sangat diperlukannya penanaman sikap
moderasi beragama pada remaja terkhususnya di kalangan pelajar. Dengan adanya
kesadaran remaja terhadap moderasi beragama, mereka semakin meningkatkan
kesungguhannya dalam melakukan ibadah. Karena tidak harus teori saja yang
diketahui namun praktiknya juga sangat penting. Dengan demikian akan terjadi
keseimbangan diantara keduanya.
7
lebih baik agar tidak hanya sebagai dampak modernisasi. Secara umum, sikap
mappatabe’ yang dimaksudkan adalah suatu bentuk penghormatan kepada sesama
manusia dalam hal berinteraksi. Tata krama ataupun sopan santun hendaknya tidak
hilang dari diri manusia. Mappatabe’ menyimbolkan upaya menghargai dan
menghormati, bahwa kita tidak boleh berbuat sesuka hati terhadap orang di sekitar
kita.
Tradisi ini dilakukan untuk memberikan rasa hormat terhadap orang yang lebih
tua, misalnya ketika berjalan di depan orang tua, maka diucapkanlah “tabe” sebagai
permintaan maaf dibarengi dengan sikap tunduk dan menggerakkan tangan kebawah
bahkan hingga membungkuk.
Menurut (Damayanti, 2020), tradisi mappatabe’ merupakan cara untuk
menghormati orang yang lebih tua atau orang yang dituakan. Namun, tradisi ini bukan
hanya untuk orang yang lebih tua saja, akan tetapi berlaku juga untuk orang lain
meskipun orang tersebut belum atau tidak dikenal. Kata tabe’ itu sendiri merupakan
istilah yang bermakna sopan yang biasa juga digunakan dalam berkomunikasi antara
anak terhadap orang yang lebih tua darinya. Jadi budaya tabe’ sebenarnya memberikan
efek terhadap pembentukan karakter anak dan sangat tepat untuk diterapkan dalam
kehidupan seharihari karena budaya tersebut lebih kepada mengajarkan bagaimana
anak berperilaku atau bertatakrama yang baik terhadap orang lain dan berakhlak
dengan sesama.
Nilai-nilai utama kebudayaan bugis adalah dikenal dengan falsafah 3S, yakni
Sipakatau artinya mengakui segala hak tanpa memandang status social. Ini biasa juga
diartikan sebagai rasa kepedulian sesama. Sipakalebbi artinya sikap hormat terhadap
sesama, senantiasa memperlakukan orang dengan baik. Budaya tabe’ menunjukkan
bahwa yang ditabe’ dan yang mappatabe’ adalah sama-sama tau (orang) yang di
pakalebbi. Kemudian Sipakainge artinya tuntunan bagi masyarakat bugis untuk saling
mengingatkan. Budaya Mappatabe’ dalam hal ini sudah menyangkup ketiga nilai
budaya yang ada dalam falsafah 3S tersebut. Ketiga falsafah tersebut memang sangat
sederhana, namun memiliki makna yang mendalam agar kita saling menghormati dan
tidak mengganggu satu sama lainnya. Budaya leluhur pinisi seperti ini sangat perlu
dilestarikan, baik dengan mengajarkan kepada anak-anak dan generasi muda. Budaya
8
luhur yang terus dipertahankan akan menjadi jati diri kita sebagai bangsa Indonesia
yang memiliki budaya dan nilai- nilai luhur (Alamudi & Syukur, 2019)
Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam QS. An-Nisa: 4 ayat 86 yakni:
عى م
Terjemahan:
Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka
balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu,
yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu.
Dalil di atas mengandung makna bahwa sesama manusia harus saling
menghormati, bertutur kata yang baik dan bertata krama yang sopan.
Urgensi penanaman kembali budaya Mappatabe’ ini merupakan salah satu
wujud upaya yang diharapkan mampu memulihkan akhlak remaja milenial terkhusus
para pelajar MAN 2 Bulukumba tentang pentingnya tata krama, sopan santun dan
saling menghargai tanpa harus membeda-bedakan ataupun menindas satu sama lain.
Menurut (Djarot, 2020) kearifan lokal inilah yang kian hari kian tergerus, melihat
realita yang ada perlahan mulai luntur, padahal seharusnya budaya tabe’ diawali
dikalangan masyarakat khususnya anak-anak dan remaja. Budaya mappatabe’
merupakan budaya yang turun temurun dilakukan oleh masyarakat khususnya
masyarakat bugis, sehingga diharapkan kepada generasi selanjutnya untuk tetap
menjaga budaya tersebut.
Merosotnya suatu budaya lokal ditentukan oleh bagaimana intensitas budaya
tersebut dalam penerapannya di setiap perkembangan zaman. Tradisi mappatabe’ ini
merupakan tradisi yang cukup fleksibel, artinya dalam pengimplementasiannya
bersifat bebas karena menyangkut tentang tata krama, sehingga dapat dikatakan bahwa
kemerosotan yang mulai terjadi pada tradisi mappatabe’ merupakan salah satu efek
dari pengaruh modernisasi.
Secara umum, sikap mappatabe’ yang dimaksudkan adalah suatu bentuk
penghormatan kepada sesama manusia dalam hal berinteraksi.
Namun, realita budaya tabe’ perlahan-lahan telah luntur dalam masyarakat khususnya
pada kalangan anak-anak dan remaja. Mereka tidak lagi memliki sikap tabe’ dalam
dirinya mungkin karena orang tua mereka tidak mengajarkanya atau memang karena
9
kontaminasi budaya barat yang menghilangkanya budaya tabe ini. Mereka tidak lagi
menghargai orang yang lebih tua dari mereka. Padahal sopan santun itu jika digunakan
akan mempererat rasa persaudaraan dan mencegah banyak keributan serta
pertengkaran. Bahkan jika budaya tabe’ di terapkan dalam masyarakat (para remaja)
maka bisa dipastikan tidak ada egosentris lagi yang memicu konflik.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah kami lakukan mengenai
keefektifan penerapan budaya tabe’ didapatkan hasil bahwa terkikisnya akhlak remaja
menjadi titik tumpu akhlak pelajar saat ini. Adapun cara untuk menerapkan
penanaman budaya tabe’ di kalangan pelajar MAN 2 Bulukumba yaitu salah satunya
melalui metode pembiasaan. Dimana metode ini dimulai dari pemahaman para pelajar
mengenai budaya ini kemudian perlahan-lahan diterapkan kembali sehingga para
pelajar MAN 2 Bulukumba nantinya akan terbiasa dengan adanya penerapan budaya
ini.
Dengan penanaman budaya tabe’ ini efektif untuk memulihkan sikap pelajar
MAN 2 Bulukumba yang berakhlakul karimah. Sehingga dapat melahirkan sikap
toleransi kepada sesama di lingkup sekolah bahkan di luar lingkup sekolah khususnya
di kehidupan sehari-hari. Sikap saling menghargai dan menghormati diterapkan tidak
hanya kepada teman, keluarga dan masyarakat yang dengan latar belakang yang sama,
bahkan juga diterapkan kepada siapapun tanpa memandang latar belakang agama,
ekonomi, suku, dan ras.
10
PENUTUP
A. Kesimpulan
Budaya tabe’ adalah budaya saling menghormati, saling menghargai dan sopan
terhadap sesama. Dengan penanaman budaya tabe’ ini efektif untuk memulihkan
sikap pelajar MAN 2 Bulukumba yang berakhlakul karimah. Sehingga dapat
melahirkan sikap toleransi kepada sesama di lingkup sekolah bahkan di luar
lingkup sekolah khususnya di kehidupan sehari-hari. Sikap saling menghargai dan
menghormati diterapkan tidak hanya kepada teman, keluarga dan masyarakat
dengan latar belakang yang sama, bahkan juga diterapkan kepada siapapun tanpa
memandang latar belakang agama, ekonomi, suku, dan ras. Melalui penanaman
budaya ini diharapkan mampu membentuk remaja-remaja yang berakhlakul
karimah, cerdas dan dapat menjadi “Agent Of Change” untuk kerukunan bangsa yang
moderat. Generasi milenial adalah generasi penerus cita-cita bangsa.
B. Saran
1. Bagi penulis
Agar lebih baik lagi dalam mengolah data serta mengumpulkan informasi
terkait keefektifan penerapan budaya mappatabe’ sebagai salah satu upaya
memulihkan akhlak remaja milenial di kalangan para pelajar MAN 2 Bulukumba.
2. Bagi pembaca
3. Bagi masyarakat
11
DAFTAR PUSTAKA
12
Nur Kisti Suhada, menemukan budaya tabe’ bugis makassar pada korean wave, teknologi
pendidikan universitas negeri makassar, volume 1 Nomor 1 Januari 2021 hal 10
Onibala, T. (2017). Karakteristik Karyawan Generasi Milenial Langgas Menurut
Pandangan Para Pimpinan. Conference on Management and Behavioral Studies,
ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN NO: 2541-285X.
Rahim R. Nilai-nilai utama Kebudayaan Bugis. Ujung Pandang: Hasanuddin
Press.
Saifuddin, Lukman Hakim. Moderasi Beragama, Jakarta: Kementerian Agama RI, 2019.
Sumarto dan Emmi Kholilah Harahap Mengembangkan Moderasi Pendidikan, RI'AYAH,
Vol. 4 No. 01 Januari-Juni 2019. 22
13
LAMPIRAN
14
B. BIODATA PENULIS 2
Nama Lengkap : Nagita Nurul Izzah
NISN : 0069364665
Kelas : XI IBB
Email : naqitanurulizzah@gmail.com
15
LAMPIRAN II DOKUMENTASI PENELITIAN
16