Anda di halaman 1dari 21

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH SISWA MADRASAH

BALAI LITBANG AGAMA MAKASSAR

TEMA: MODERASI BERAGAMA DI KALANGAN MILENIAL

URGENSI PENANAMAN BUDAYA BUGIS (MAPPATABE’)


SEBAGAI UPAYA MEMULIHKAN AKHLAK REMAJA
MILENIAL DI KALANGAN PELAJAR MAN 2
BULUKUMBA

Oleh

Nurul Hikma

Nagita Nurul Izzah

MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 BULUKUMBA

BULUKUMBA

2023

i
HALAMAN PENGESAHAN

ii
HALAMAN ORISINALITAS

iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, alhamdulillah puji syukur atas
khadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang telah
memberikan waktu dan kesempatan agar kami selaku penulis dapat menyelesaikan
sebuah essai ilmiah dengan judul “Urgensi Penanaman Kembali Budaya Bugis
(Mappatabe’) sebagai Upaya Memulihkan Akhlak Remaja Milenial di Kalangan Pelajar
MAN 2 Bulukumba”

Melalui essai ilmiah ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat bagi
pembacanya, terutama bagi kaum milennial. Minimnya pemahaman tentang nilai-nilai
kerukunan, membuat mereka jauh dari kata toleransi. penulis mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan essai ilmiah ini, yaitu:

1. Muhammad Anas S.Ag., M.S.I., sebagai kepala Madrasah Aliyah Negeri 2 Bulukumba
yang memfasilitasi kami dalam pembuatan essay ini sehingga dapat terselesaikan.

2. Nurasmawati S.Ag, M.Pd. sebagai pembina dalam penyeselaian essai ini. semoga ilmu
yang diberikan kepada kami menjadi amal kebaikan dan mendapat ridha dari Allah SWT.

3. Orang tua di rumah yang senantiasa mendoakan kami sehingga kami dapat bekerja
dengan gigih dan semangat. Semoga beliau senantiasa diberi kesehatan.

Mohon maaf atas segala kesalahan yang mungkin penulis telah perbuat. Akhir
kata, semoga kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis akan diberikan
balasanbalasan yang berlimpah dari Allah SWT.

Bulukumba, 28 April 2023

Penulis,

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... ii


HALAMAN ORISINALITAS ........................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iv
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 4
A. Remaja Milenial di Era Digital dan Globalisasi .................................................... 4
B. Permasalahan Akhlak Remaja Milenial di Kalangan Pelajar.................................. 5
C. Penanaman Budaya Bugis (Mappatabe’) dalam Mengembalikan Akhlak Para
Remaja Milenial .............................................................................................................. 7
PENUTUP........................................................................................................................ 11
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 11
B. Saran ......................................................................................................................... 11
LAMPIRAN..................................................................................................................... 14

iii
PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara dengan penduduk yang mayoritas beragama islam,


sehingga memunculkan banyak pemahaman yang berbeda-beda salah satunya adalah
pemahaman sikap ekstrimisme dimana sikap ini berkaitan dengan paham keyakinan
yang sangat kuat terhadap suatu pandangan yang melampaui batas kewajaran dan
bertentangan dengan hukum yang berlaku. Keragaman budaya merupakan peristiwa
alami karena bertemunya berbagai perbedaan budaya di suatu tempat. Setiap individu
dan kelompok suku bertemu dengan membawa perilaku budaya masing-masing dan
memiliki cara yang khas dalam hidupnya. Konsep multibudaya berbeda dengan konsep
lintas budaya sebagaimana pengalaman bangsa Amerika yang beragam budaya karena
hadirnya beragam budaya lain dan berkumpul dalam suatu negara. Dalam konsep
multibudaya, perbedaan individu meliputi cakupan makna yang luas. Sementara dalam
konsep lintas budaya, perbedaan etnis yang menjadi fokus perhatian (Akhmadi, A:
2019).

Masa remaja adalah fase transisi, transformasi dari yang menerima dan bergantung
kepada orang tua atau masyarakat, berusaha untuk menemukan sendiri, memberikan dan
melepaskan ketergantungan. Probelamatika remaja di zaman modern ini termasuk
masalah terpenting yang dihadapi semua masyarakat di dunia, baik masyarakat muslim
maupun non muslim. Hal ini dikarenakan para pemuda dalam masa pertumbuhan fisik
maupun mental, banyak mengalami gejolak dalam pikiran maupun jiwa mereka, yang
sering menyebabkan mereka mengalami keguncangan dalam hidup dan mereka
berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari berbagai masalah tersebut. Dengan
terjadinya perkembangan global disegala bidang kehidupan selain mengindikasikan
kemajuan umat manusia disatu pihak, juga mengindikasikan kemunduran akhlak di
pihak lain.

Menurut Mendikbud (Nadiem Makarim) kehadiran generasi milenial membuka


berbagai macam kesempatan, saat ini generasi muda Indonesia hidup dalam dunia yang
bising karena banyak bisikan, godaan dan pendapat. Ia yakin pemuda Indonesia sadar
dihatinya masing-masing, kemana tujuan mereka ingin melangkah. Banyak sekali

1
kasus-kasus yang menerpa para remaja di Indonesia yang mengakibatkan terkikisnya
akhlak para remaja saat ini.

Masyarakat di Indonesia memiliki banyak agama, dan cenderung lebih banyak


muslim ketimbang agama-agama lain. Agama muslim menjadi mayoritas dan agama
lain menjadi minoritas, karena memang penganut lebih banyak pada kepercayaan
muslim. Islam ajaran yang sempurna dan sesuai dengan kondisi zaman, dalam mengatur
umatnya demi kesejahteraan dan kebahagiaan hidupnya. Islam juga menyuguhkan nilai
keseimbangan antara dunia dan akhirat, jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai
kebahagiaan dunia, selain dengan ibadah manusia juga harus tetap menjaga dan
memelihara hubungan yang baik kepada sesama manusia. Setiap individu memiliki
pandangan yang berbeda-beda. Islam mengajarkan kepada kita untuk menghormati dan
menghargai agama lain sebagai landasan dalam Al-Qur’an dan hadits. Diperlukan sikap
saling menghargai sesama atau yang sering disebut dengan toleransi.

Menurut (Sumarto dan Emmi Kholilah Harahapmo, 2019) moderasi beragama


sangat penting dalam sebuah negara yang homogen, seperti Indonesia yang kaya akan
keberagaman sehingga sangat mudah sekali munculnya gesekan antar kelompok
terlebih terhadap antar agama. sehingga perlunya memberikan pemahaman bahwa nilai-
nilai bersikap dalam konteks keberagaman menjadikan kita tidak egoisme, intoleran,
diskriminatif dan sebagainya. Moderasi beragama menjadi kunci terhadap terwujudnya
kerukunan antar umat beragama. Lebih dari itu juga menjadi kunci pokok terwujudnya
perdamaian dan ketertiban dunia. Moderasi beragama menjadi penyeimbang serta
kekuatan utama dalam melawan fundamentalisme dan liberalisme beragama guna
mewujudkan perdamaian yang abadi dan sejati. Dengan keragaman masing-masing
umat beragama bisa memperlakukan manusia secara terhormat, penuh toleransi.

Menurut (Lukman Hakim Saifuddin, 2019) dampak positif moderasi beragama


memiliki arti untuk menghasilkan situasi yang mendukung dan terbuka tidak pasif.
Adapun manfaat dari dampak ini yaitu untuk tidak berpandangan negatif terhadap
keberagaman agama yang ada. Dampak positif moderasi beragama ini dapat mencegah
dan juga mengurangi informasi palsu yang bisa memecah-belah keamanan dan
kedamaian umat beragama.

2
Di samping itu, era informasi yang berkembang pesat pada saat ini dengan segala
dampak positif dan negatifnya telah mendorong adanya pergeseran nilai dikalangan
remaja. Kemajuan kebudayaan melalui pengembangan IPTEK oleh manusia yang tidak
seimbang dengan kemajuan moral akhlak, telah memunculkan gejala baru berupa krisis
akhlak terutama terjadi dikalangan remaja yang memiliki kondisi jiwa yang labil, penuh
gejolak dan gelombang serta emosi yang meledak-ledak ini cenderung mengalami
peningkatan karena mudah dipengaruhi. Para remaja merupakan generasi muda yang
merupakan sumber insani bagi pembangunan nasional, untuk itu pula di perlukannya
pembinaan bagi mereka dengan mengadakan upaya-upaya pencegahan pelanggaran
norma-norma agama dan masyarakat. Salah satu cara menanamkan sikap moderasi
beragama yakni melalui penanaman nilai-nilai budaya yang telah ada sebelumnya

Menurut (Hawkins, 2012) mengatakan bahwa budaya adalah suatu kompleks yang
meliputi pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat-istiadat serta kemampuan dan
kebiasaan lain yang dimiliki manusia sebagai bagian masyarakat. Budaya bukan hanya
terbatas pada kesenian semata, namun budaya itu begitu luas dan beragam bentuknya.
Budaya juga dapat dijadikan sebagai tumpuan dalam beragama. Jadi kebudayaan
menunjuk kepada berbagai aspek kehidupan meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-
kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga hasil dari kegiatan manusia khas untuk suatu
masyarakat atau kelompok penduduk tertentu. Salah satu cara menumbuhkan sikap
moderat pada remaja adalah dengan cara menerapkan salah satu budaya bugis yaitu
budaya Mappatabe’. Budaya ini bisa terealisasi dengan nyata dalam kehidupan
beragama dan berbangsa. Sehingga dapat tercipta kerukunan antar sesama.

Penanaman kembali budaya bugis (Mappatabe’) merupakan salah satu upaya untuk
memulihkan akhlak pada remaja khususnya di kalangan pelajar MAN 2 Bulukumba
apalagi di era sekarang sangatlah penting dalam proses pembentukkan karakter dan
akhlak remaja itu sendiri. Oleh karena itu, penulis berinisiatif untuk membahas tentang
bagaimana keefektifan penerapan budaya mappatabe’ sebagai salah satu upaya
memulihkan akhlak pada remaja di kalangan pelajar MAN 2 Bulukumba.

3
PEMBAHASAN

A. Remaja Milenial di Era Digital dan Globalisasi


Apa itu remaja? Kita tidak asing dengan kata remaja, kita ini adalah remaja
milenial aset bangsa sebagai generasi muda yang akan meneruskan cita-cita bangsa.
Menurut Haroviz (2012), generasi Y atau yang disebut sebagai generasi milenial
adalah sekelompok anak-anak muda yang lahir pada awal tahun 1980 hingga awal
tahun 2000 an. Generasi ini juga nyaman dengan keberagaman, teknologi, dan
komunikasi online untuk tetap terkoneksi dengan teman-temanya.
Menurut Choi et al (dalam Onibala, 2017) generasi ini lebih fleksibel terhadap hal-
hal yang baru dan segala kemungkinan yang mungkin terjadi, sehingga sering
digambarkan sebagai generasi yang sangat nyaman dengan perubahan. Sedangkan
menurut (Lyson, 2004: Putra, 2019) generasi milenial merupakan generasi yang
bertumbuh dan berkembang pada masa internet booming.
Menurut Mendikbud (Nadiem Makarim) kehadiran generasi milenial membuka
berbagai macam kesempatan, saat ini generasi muda Indonesia hidup dalam dunia
yang bising karena banyak bisikan, godaan dan pendapat. Ia yakin pemuda Indonesia
sadar dihatinya masing-masing, kemana tujuan mereka ingin melangkah. Namun,
kebisingan-kebisingan tersebut membuat generasi muda milenial meragukan dirinya
masing-masing, takut dipermalukan, takut dimusihi, atau takut gagal. Remaja
memiliki peran yang begitu penting dalam menciptakan suatu perubahan. Berbicara
mengenai remaja, kita juga tidak terlepas dari kata “digital dan globalisasi” yang sudah
sangat melekat dan menjadi ciri khas diri seorang remaja.
Menurut Mc Luhan dan Innis, sebagaimana yang dikutip oleh Morissan dkk
(2002:31), penyebab utamanya berasal dari teknologi komunikasi, yang berperanan
dominan dalam mempengaruhi tahapan perkembangan manusia. Perubahan kondisi
sosial suatu zaman tidak bisa dipungkiri lagi, yang sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan manusia atau yang sering dikenal dengan Globalisasi. Globalisasi telah
melahirkan budaya global yang memiskinkan potensi budaya asli dan perubahan
budaya.
Ditengah arus digital dan globalisasi yang melanda bangsa ini, diperlukannya
kesadaran akan pentingnya pendidikan akhlak pada generasi muda terkhusus pada

4
remaja. Pengaruh perubahan era digital dan globalisasi pada remaja milenial dapat
berdampak baik dan buruk, dapat dilihat dari kurangnya rasa sadar para remaja
terhadap lingkungan sekitar, melakukan aksi-aksi yang menyimpang dan masih
banyak lagi.
Disinilah peran generasi milenial, sebagai sosok yang muda, yang dinamis, yang
penuh energy, yang optimis, diharapkan untuk dapat menjadi agen perubahan yang
bergerak dan berusaha untuk sedekat mungkin dengan dunia yang terbuka luas.
Generasi milenial, diharapkan dapat membawa ide-ide segar, pemikiran-pemikiran
kreatif dengan metode thinking out of the box yang inovatif, sehingga dunia tidak
melulu hanya dihadapkan pada hal-hal yang tidak berkembang.

B. Permasalahan Akhlak Remaja Milenial di Kalangan Pelajar


Kenakalan remaja yang marak terjadi, hal ini dapat dilihat dari pola dan perilaku
remaja yang jauh dari ajaran agama dan dari lingkungan sosialnya sendiri. Perubahan
gaya perilaku remaja saat ini memberikan kontribusi perubahan yang cenderung
mengarah kepada krisis karakter moral dan akhlak.
Sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad Bin Hambal yang
artinya:
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik
akhlaknya”. (H.R. Ahmad).
Terjemahan hadist diatas menjelaskan tentang sebaik-baik manusia adalah
tergantung pada akhlaknya kepada orang lain. Akhlak yang baik menjadi barometer
untuk menjadi sebaik-baiknya manusia.
Dampak negatif dari arus modernisasi/teknologi yang terlihat miris adalah
perubahan yang cenderung mengarah pada krisis moral dan akhlak, sehingga
menimbulkan sejumlah permasalahan kompleks melanda negeri ini akibat moral.
Anak-anak pada saat ini seperti kehilangan arah dan tujuan. Mereka terjebak pada
lingkaran dampak negatif yang lebih mengedepankan corak hedonisme dan apatisme
(acuh tak acuh/tak peduli).
Hal ini sejalan dengan banyaknya kasus-kasus yang menunjukkan permasalahan
akhlak pada remaja khususnya dikalangan pelajar yang mencerminkan bahwa
kurangnya kesadaran mereka tentang pentingnya akhlak dalam diri mereka sendiri.
Perilaku tersebut berdampak terhadap timbulnya berbagai perbuatan negatif dan

5
amoral lainnya yang terjadi di lingkungan madrasah. Salah satu krisis moral akhlak
pada pelajar saat ini seperti, kurang ajar kepada guru maupun sesama pelajar, tidak
saling bertegur sapa ketika bertemu, melalukan aksi pembullyian non verbal maupun
verbal dan saling menindas satu sama lain yang banyak kita temukan di sekolah-
sekolah. Kasus tersebut tidak menuntut kemugkinan terjadi hanya di satu tempat saja,
tetapi bisa saja terjadi dimana saja.
Tindakan yang menyimpang tersebut sudah jauh melenceng dari nilai-nilai agama
dan karakter yang sangat tidak pantas untuk diteladani. Menurut (Kondawangko N:
2012) berbagai pengaruh yang sering terjadi di kalangan remaja saat ini seperti nglem,
free sex, merokok, serta menonton film-film sex bebas dan masih banyak lagi
pengaruh buruk lainnya. Lingkungan sekitar yang tempat tinggalnya dekat dan mudah
dalam mengakses hiburan juga di pandang mampu menguasai anak remaja. Sangat
miris sekali bagaimana akhlak remaja terkikis sedikit demi sedikit.
Hampir tidak bisa dipungkiri lagi bahwa pada dunia generasi milenial hari ini
terdapat suatu pertempuran yang cukup besar antara akhlak dengan sains. Akhlak yang
secara umum diterjemahkan dalam moral education harus berhadapan dengan
kemajuan sains yang tak berujung dan tak terbentung atas segala inovasi-inovasi yang
muncul dan menggairahkan kehidupan manusia, sedangakan akhlak sebagai warisan
karena tidak ada celah untuk inovasi seluas sains dan semakin hari semakin redup
untuk dipegang pada generasi milenial saat ini. Dari yang seharusnya mereka
dijadikan sebagai contoh perubahan atau “Agent Of Change” malah justru menjadi
salah satu pelaku dari tindakan tersebut.
Akhlak sangat berfungsi serta bermanfaat dalam kehidupan manusia terutama pada
kehidupan generasi milenial dan anak muda saat ini. Sesuai dengan hadist yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah, yakni:
:‫م‬ -‫ه‬ ‫ص ى هع‬ ‫ق‬

Dari Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya setiap
agama memiliki akhlak, dan akhlak Islami adalah rasa malu,” (HR Ibnu Majah).
Pengaruh pergaulan remaja juga menjadi faktor terkikisnya akhlak para remaja,
banyaknya isu-isu di luaran sana yang membuat remaja merasa terpanggil akan hal
tersebut. Banyaknya konten-konten di media sosial yang tidak dapat difilter oleh

6
remaja bahkan remaja sendiri tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk.
Tujuan mereka hanya ingin mencari sensasi agar mereka terkenal walaupun
dengan cara yang salah. Bahkan timbulnya perasaan “Fomo” atau takut ketinggalan
trend sehingga melupakan nilai-nilai kebaikan yang telah diwariskan.
Berdasarkan banyaknya kasus-kasus pergeseran akhlak dan pergeseran moral
remaja apalagi di kalangan pelajar saat ini, sangat diperlukannya penanaman sikap
moderasi beragama pada remaja terkhususnya di kalangan pelajar. Dengan adanya
kesadaran remaja terhadap moderasi beragama, mereka semakin meningkatkan
kesungguhannya dalam melakukan ibadah. Karena tidak harus teori saja yang
diketahui namun praktiknya juga sangat penting. Dengan demikian akan terjadi
keseimbangan diantara keduanya.

C. Penanaman Budaya Bugis (Mappatabe’) dalam Memulihan Akhlak Para


Remaja Milenial
Pendidikan Islam amat menekani akhlak mulia yang sejalan dengan akhlak yang
harus dimiliki generasi milenial dan peserta didik yaitu akhlak yang bersifat militansi
moderat. Yakni berpegang teguh pada ajaran syari’at Islam sebagaimana ditetapkan al-
qur’an dan hadits, namun pelaksanaannya dapat berkolaborasi dengan etika, moral,
budi pekerti, budaya dan adat istiadat.
Agama islam sendiri mengajarkan tentang akhlak, etika maupun moral yang
dijadikan landasan umat manusia untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari
adalah bersikap sopan santun, baik kepada teman sebaya maupun kepada yang lebih
tua.
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan manusia dalam berinteraksi di dalam kehidupan masyarakat (Nurfauziah,
2013). Penanaman kembali budaya bugis pada remaja di era sekarang sangatlah
penting, mengingat banyaknya budaya bugis yang terkikis akibat pengaruh digital dan
globalisasi sekarang. Salah satu budaya bugis yang masih dilestarikan sampai
sekarang ialah budaya mappatabe’.
Budaya mappatabe’ merupakan nilai lokalitas dari suku Bugis Makassar dan nilai
luhur yang sangat tinggi sehingga harus dilestarikan untuk menopang kehidupan yang

7
lebih baik agar tidak hanya sebagai dampak modernisasi. Secara umum, sikap
mappatabe’ yang dimaksudkan adalah suatu bentuk penghormatan kepada sesama
manusia dalam hal berinteraksi. Tata krama ataupun sopan santun hendaknya tidak
hilang dari diri manusia. Mappatabe’ menyimbolkan upaya menghargai dan
menghormati, bahwa kita tidak boleh berbuat sesuka hati terhadap orang di sekitar
kita.
Tradisi ini dilakukan untuk memberikan rasa hormat terhadap orang yang lebih
tua, misalnya ketika berjalan di depan orang tua, maka diucapkanlah “tabe” sebagai
permintaan maaf dibarengi dengan sikap tunduk dan menggerakkan tangan kebawah
bahkan hingga membungkuk.
Menurut (Damayanti, 2020), tradisi mappatabe’ merupakan cara untuk
menghormati orang yang lebih tua atau orang yang dituakan. Namun, tradisi ini bukan
hanya untuk orang yang lebih tua saja, akan tetapi berlaku juga untuk orang lain
meskipun orang tersebut belum atau tidak dikenal. Kata tabe’ itu sendiri merupakan
istilah yang bermakna sopan yang biasa juga digunakan dalam berkomunikasi antara
anak terhadap orang yang lebih tua darinya. Jadi budaya tabe’ sebenarnya memberikan
efek terhadap pembentukan karakter anak dan sangat tepat untuk diterapkan dalam
kehidupan seharihari karena budaya tersebut lebih kepada mengajarkan bagaimana
anak berperilaku atau bertatakrama yang baik terhadap orang lain dan berakhlak
dengan sesama.
Nilai-nilai utama kebudayaan bugis adalah dikenal dengan falsafah 3S, yakni
Sipakatau artinya mengakui segala hak tanpa memandang status social. Ini biasa juga
diartikan sebagai rasa kepedulian sesama. Sipakalebbi artinya sikap hormat terhadap
sesama, senantiasa memperlakukan orang dengan baik. Budaya tabe’ menunjukkan
bahwa yang ditabe’ dan yang mappatabe’ adalah sama-sama tau (orang) yang di
pakalebbi. Kemudian Sipakainge artinya tuntunan bagi masyarakat bugis untuk saling
mengingatkan. Budaya Mappatabe’ dalam hal ini sudah menyangkup ketiga nilai
budaya yang ada dalam falsafah 3S tersebut. Ketiga falsafah tersebut memang sangat
sederhana, namun memiliki makna yang mendalam agar kita saling menghormati dan
tidak mengganggu satu sama lainnya. Budaya leluhur pinisi seperti ini sangat perlu
dilestarikan, baik dengan mengajarkan kepada anak-anak dan generasi muda. Budaya

8
luhur yang terus dipertahankan akan menjadi jati diri kita sebagai bangsa Indonesia
yang memiliki budaya dan nilai- nilai luhur (Alamudi & Syukur, 2019)

Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam QS. An-Nisa: 4 ayat 86 yakni:
‫عى‬ ‫م‬
Terjemahan:
Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka
balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu,
yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu.
Dalil di atas mengandung makna bahwa sesama manusia harus saling
menghormati, bertutur kata yang baik dan bertata krama yang sopan.
Urgensi penanaman kembali budaya Mappatabe’ ini merupakan salah satu
wujud upaya yang diharapkan mampu memulihkan akhlak remaja milenial terkhusus
para pelajar MAN 2 Bulukumba tentang pentingnya tata krama, sopan santun dan
saling menghargai tanpa harus membeda-bedakan ataupun menindas satu sama lain.
Menurut (Djarot, 2020) kearifan lokal inilah yang kian hari kian tergerus, melihat
realita yang ada perlahan mulai luntur, padahal seharusnya budaya tabe’ diawali
dikalangan masyarakat khususnya anak-anak dan remaja. Budaya mappatabe’
merupakan budaya yang turun temurun dilakukan oleh masyarakat khususnya
masyarakat bugis, sehingga diharapkan kepada generasi selanjutnya untuk tetap
menjaga budaya tersebut.
Merosotnya suatu budaya lokal ditentukan oleh bagaimana intensitas budaya
tersebut dalam penerapannya di setiap perkembangan zaman. Tradisi mappatabe’ ini
merupakan tradisi yang cukup fleksibel, artinya dalam pengimplementasiannya
bersifat bebas karena menyangkut tentang tata krama, sehingga dapat dikatakan bahwa
kemerosotan yang mulai terjadi pada tradisi mappatabe’ merupakan salah satu efek
dari pengaruh modernisasi.
Secara umum, sikap mappatabe’ yang dimaksudkan adalah suatu bentuk
penghormatan kepada sesama manusia dalam hal berinteraksi.
Namun, realita budaya tabe’ perlahan-lahan telah luntur dalam masyarakat khususnya
pada kalangan anak-anak dan remaja. Mereka tidak lagi memliki sikap tabe’ dalam
dirinya mungkin karena orang tua mereka tidak mengajarkanya atau memang karena

9
kontaminasi budaya barat yang menghilangkanya budaya tabe ini. Mereka tidak lagi
menghargai orang yang lebih tua dari mereka. Padahal sopan santun itu jika digunakan
akan mempererat rasa persaudaraan dan mencegah banyak keributan serta
pertengkaran. Bahkan jika budaya tabe’ di terapkan dalam masyarakat (para remaja)
maka bisa dipastikan tidak ada egosentris lagi yang memicu konflik.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah kami lakukan mengenai
keefektifan penerapan budaya tabe’ didapatkan hasil bahwa terkikisnya akhlak remaja
menjadi titik tumpu akhlak pelajar saat ini. Adapun cara untuk menerapkan
penanaman budaya tabe’ di kalangan pelajar MAN 2 Bulukumba yaitu salah satunya
melalui metode pembiasaan. Dimana metode ini dimulai dari pemahaman para pelajar
mengenai budaya ini kemudian perlahan-lahan diterapkan kembali sehingga para
pelajar MAN 2 Bulukumba nantinya akan terbiasa dengan adanya penerapan budaya
ini.
Dengan penanaman budaya tabe’ ini efektif untuk memulihkan sikap pelajar
MAN 2 Bulukumba yang berakhlakul karimah. Sehingga dapat melahirkan sikap
toleransi kepada sesama di lingkup sekolah bahkan di luar lingkup sekolah khususnya
di kehidupan sehari-hari. Sikap saling menghargai dan menghormati diterapkan tidak
hanya kepada teman, keluarga dan masyarakat yang dengan latar belakang yang sama,
bahkan juga diterapkan kepada siapapun tanpa memandang latar belakang agama,
ekonomi, suku, dan ras.

10
PENUTUP

A. Kesimpulan
Budaya tabe’ adalah budaya saling menghormati, saling menghargai dan sopan
terhadap sesama. Dengan penanaman budaya tabe’ ini efektif untuk memulihkan
sikap pelajar MAN 2 Bulukumba yang berakhlakul karimah. Sehingga dapat
melahirkan sikap toleransi kepada sesama di lingkup sekolah bahkan di luar
lingkup sekolah khususnya di kehidupan sehari-hari. Sikap saling menghargai dan
menghormati diterapkan tidak hanya kepada teman, keluarga dan masyarakat
dengan latar belakang yang sama, bahkan juga diterapkan kepada siapapun tanpa
memandang latar belakang agama, ekonomi, suku, dan ras. Melalui penanaman
budaya ini diharapkan mampu membentuk remaja-remaja yang berakhlakul
karimah, cerdas dan dapat menjadi “Agent Of Change” untuk kerukunan bangsa yang
moderat. Generasi milenial adalah generasi penerus cita-cita bangsa.

B. Saran
1. Bagi penulis

Agar lebih baik lagi dalam mengolah data serta mengumpulkan informasi
terkait keefektifan penerapan budaya mappatabe’ sebagai salah satu upaya
memulihkan akhlak remaja milenial di kalangan para pelajar MAN 2 Bulukumba.

2. Bagi pembaca

Agar lebih cermat dalam mengetahui banyaknya kasus-kasus krisis moral


dan betapa pentingnya saling menghargai untuk menjaga kerukunan umat melalui
penanaman nilai-nilai budaya.

3. Bagi masyarakat

Agar lebih mengimplementasikan terkait salah satu upaya untuk menjaga


kerukunan bangsa yang moderat melalui penanaman budaya dalam kehidupan
sehari-hari

11
DAFTAR PUSTAKA

Akhmadi, A. (2019). Moderasi Beragama dalam Keragaman Indonesia. Inovasi-Jurnal


Diklat Keagamaan, 13(2), 45-55.
Alamudi, F. S. N. A., & Syukur, M. (2019). Sosial Phubbing di Kalangan Mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar. JURNAL SOSIALISASI, 31–
36.
Asnaniar. 2018 “Tradisi mappatabe’ dalam masyarakat bugis di Kecamatan
Kajuara Kabupaten Bone”.
Chairul Anwar. Multikulturalisme, Globalisasi dan Tantangan Pendidikan ABAD Ke-21,
(Yogyakarta: Diva Press,2019). h.18.
Damayanti, E. (2020). Konsep Islam dalam Tradisi Mappatebe’pada Masyarakat Bugis
Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru. IAIN Parepare.
Djarot, M. (2020). Aspek Pendukung dan Proses Pewarisan Mantra Makan dalam
Kelambu Masyarakat Bugis Dendreng Kecamatan Segedong Mempawah. JP-
BSI: Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, 5(1), 46–51.
Fadlan Azrialsyah, Et All. Analisis Peranan Budaya Tabe’ Dalam Menjaga Kerukunan
Kehidupan Bermasyarakat Unit Kesenian Sulawesi Selatan ITB, h. 294
Hasanuddin Ali, Lilik Purwandi, Milenial Nusantara‟ Pahami Karakternya, Rebut
Simpatinya, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2017) h.90-96.
Hawkins, P. (2012). Creating a Coaching Culture: Developing a Coaching Strategy for
Your Organization. Berkshire: McGraw-Hill Education.
Horovitz, Bruce (2012). After Gen X, Millennials, what should next generation be?. USA
Today., American Journal of Educational Research. 2014, Vol. 2 No. 12B,
Retrieved 24 November 2014.
Kondawangko, N. (2012). Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kenakalan Remaja,
Jurnal Logos Spectrum Volume 7 No.4. http://repo.unsrat.ac.id/id/eprint/574
Lyons, S., An exploration of generational values in life and at work. ProQuest
Dissertations and Theses, 441-441.
Mawaddah Afifatin. 2020 “Keterpurukan Akhlak Generasi Muda”. Malang.
Modernis.c.
Nurfauziah, A. F. (2013). Persepsi masyarakat terhadap sisa-sisa peninggalan kerajaan
Talaga Manggung: Study antropologi sosial Kabupaten Majalengka. UIN Sunan
Gunung Djati Bandung

12
Nur Kisti Suhada, menemukan budaya tabe’ bugis makassar pada korean wave, teknologi
pendidikan universitas negeri makassar, volume 1 Nomor 1 Januari 2021 hal 10
Onibala, T. (2017). Karakteristik Karyawan Generasi Milenial Langgas Menurut
Pandangan Para Pimpinan. Conference on Management and Behavioral Studies,
ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN NO: 2541-285X.
Rahim R. Nilai-nilai utama Kebudayaan Bugis. Ujung Pandang: Hasanuddin
Press.
Saifuddin, Lukman Hakim. Moderasi Beragama, Jakarta: Kementerian Agama RI, 2019.
Sumarto dan Emmi Kholilah Harahap Mengembangkan Moderasi Pendidikan, RI'AYAH,
Vol. 4 No. 01 Januari-Juni 2019. 22

13
LAMPIRAN

LAMPIRAN I BIODATA PENULIS


A. BIODATA PENULIS 1
Nama : Nurul Hikma
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Bulukumba, 10 Desember 2005
Kelas : XI IBB
Alamat domisili : Dusun Ponci, Desa Polewali
Sekolah : MAN 2 Bulukumba
Nomor telepon/Hp : 085823152759
E-mail pribadi : nh35098@gmail.com
Judul penelitian sebelumnya :
1. Revitalisasi Nilai-Nilai Kepahlawanan Tokoh Syekh Yusuf Tajul
Khalwati Di Kalangan Pelajar.
2. Efektivitas Program Sedekah Sampah Dalam Mengembangkan
Ekonomi Kreatif Berbasis Syari’ah Melalui Peran Karang Taruna Di
Desa Dampang Kabupaten Bulukumba.
3. Inovasi Pipet (Stagnometro) Dari Tepung Tapioka Sebagai Alternatif
sedotan Ramah Lingkungan Untuk Mengurangi Limbah Plastik Di
Kawasan Cekkeng Nursery.

14
B. BIODATA PENULIS 2
Nama Lengkap : Nagita Nurul Izzah

Jenis Kelamin : Perempuan

NISN : 0069364665

Tempat ta nggal Lahir : 3 Februari 2006

Sekolah : MAN 2 Bulukumba

Kelas : XI IBB

Email : naqitanurulizzah@gmail.com

Nomor HP/TLP :085241140826

Alamat Rumah :Borong Jatie

Judul Penelitian Sebelumnya :

1. Efektivitas Program Sedekah Sampah Dalam Mengembangkan


Ekonomi Kreatif Berbasis Syariah Melalui Peran Karang Taruna Di
Desa Dampang Kabupaten Bulukumba.
2. Penyajian Guiden’s Pengolahan Sampah Penginapan Terhadap
Wisatawan Di Pantai Tanjung Bira.
3. Pemanfaatan Limbah Plastik (Ecobrick) Sebagai Inovasi Kerajinan
Kursi dalam Upaya Mengurangi Limbah Plastik di Kabupaten
Bulukumba.

15
LAMPIRAN II DOKUMENTASI PENELITIAN

LAMPIRAN IV KARTU PELAJAR DAN PASFOTO

16

Anda mungkin juga menyukai