Anda di halaman 1dari 5

 

Dalam kebudayaaan Hindu, dikenal stratifikasi sosial, atau pelapisan sosial. Masyarakat dibagi menjadi
tingkatan atau lapisan yang disebut kasta atau warna. Ada empat kasta yaitu kasta Brahmana, Ksatria,
Waisya dan Sudra. Sistem ini disebut juga dengan Catur Warna (Empat Warna).

Sistem ini berasal dari India, negara asal agama Hindu, dan diterapkan juga di Indonesia pada masa
Hindu Buddha, seperti pada masa Kerajaan Mataram kuno atau Kerajaan Majapahit. Pada masa sekarang
masyarakat Bali yang beragama Hindu juga menerapkan sistem ini.

Di Indonesia, penerapan sistem kasta tidak sekaku atau seketat di India. Di India, dalam penerapan paling
ketat, orang yang berlainan kasta dilarang menikah, dan bahkan orang dari kasta tinggi tidak boleh
makan dari piring yang sama atau terkena bayang-bayang orang berkasta rendah.

Ke empat kasta tersebut adalah:

1.    kasta Brahmana

Brahmana adalah kasta para pendeta, pemuka agama, dan guru. Orang dari kasta Brahmana diberi hak
untuk memimpin upacara keagamaan, memberi pemberkatan dan mengelola kuil.

2.    kasta Ksatria

Kasta ini adalah para prajurit, para raja dan bangsawan. Orang dari kasta Brahmana umumnya
menyelenggarakan pemerintahan dan memimpin kerajaan. Mereka juga yang umumnya memimpin
peperangan.
 

3.    kasta Waisya

Kasta ini adalah para pedagang, perajin dan pengusaha. Orang dari kasta Waisya bergerak dibidang
perniagan dan keuangan.

4.    kasta Sudra.

Kasta ini adalah kasta paling rendah, terdiri dari para petani, buruh, pembantu, dan kuli. Mereka
umumnya berada di kedudukan sosial yang rendah dan miskin.

Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/13438938#readmore

Bandung--Konsep masyarakat bisa mencakup satu kesatuan yang sempit dan luas seperti masyarakat
dunia,  masyarakat Indonesia, masyarakat Jawa, masyarakat kota Padang, masyarakat nagari,
masyarakat Desa Lubuk Mneturun. Jika cara hidup masyarakat itu dilihat secara nyata hadir dalam suatu
kesatuan lingkungan hidup sosial maka masyarakat dimakan komunitas masyarakat (Siregar, 2008, hlm.
20). Pada artikel kali ini akan membahas mengenai stratifikasi sosial dan kasta yang masuk ke dalam
konsep masyarakat. Tujuannya adalah untuk memberikan pengayaan pemahaman bagi kita mengenai
status sosial dan peran sosial dalam masyarakat egaliter dan berstratifikasi atau bertingkat-tingkat. 

Sebenarnya apa itu stratifikasi dan apa itu kasta? Kajian tentang stratifikasi sosial berkaiatan dengan
pengkajian mengenai perbedaan penggolongan masyarakat yang kelihatan tidak adil atau bahkan
berlebihan. Penggolongan itu bukan sesuatu yang terberi atau kodrati melainkan bentukan atau buatan
masyarakat itu sendiri dari generasi ke generasi dilembagakan secara sosial, akhirnya warga masyarakat
hampir   tidak mungkin menolak penggolongannya ke dalam suatu kelompok tertentu (Siregar, 2008: 74).
Misalnya:  dalam suatu komunitas  terdapat penggolongan  strata  tinggi, sedang  dan   rendah.
Pengelompokan ini didasarkan pada adanya suatu simbol-simbol tertentu yang dianggap bernilai baik
secara  sosial,  ekonomi, politik,  hukum, budaya maupun  dimensi  lainnya.  Simbol-simbol  tersebut
misalnya, kekayaan (harta), pendidikan, jabatan, kesalehan dalam beragama, gelar dan pekerjaan.
Dengan kata lain,  selama  dalam  suatu  kelompok  sosial  (komunitas)  ada  sesuatu  yang  dianggap
berharga  atau bernilai,maka selama itu pula akan ada stratifikasi sosial dalam kelompok sosial
(komunitas)tersebut.

Lalu apa parameter pengukuran dari stratifikasi sosial? secara umum terdapat tiga parameter
pengukuran yang  digunakan  untuk  mengukur stratifikasi sosial. Pertama, dengan menggunakan
parameter distributif. Pengukuran ini dilakukan dengan mengukur  distribusi  barang  dan/atau  jasa,
misalnya: adanya  stratifikasi  sosial  dalam  sistempenggajian  karyawan. Kedua, dengan  menggunakan
parameter  korelatif yaitu mengkorelasikan berbagai   faktor yang menjadi dasar terbentuknya stratifikasi
sosial. Misalnya: mereka yang memiliki kekuasaan, pendidikan  tinggi  dan jabatan.  Ketiga, dengan
menggunakan parameter tingkat  perubahan misalnya, adanya stratifikasi sosial karena adanya
perubahan yang memiliki implikasi sosial. Semakin  perubahan tersebut tidak memiliki implikasi sosial,
maka semakin memperlambat perubahan stratifikasi sosial. 

Selanjutnya apa itu kasta? tak asing rasanya mendengar lontaran orang-orang "berbeda kasta" namun
apakah kita memaknai dengan baik apa sebenarnya kasta? atau hanya asal ucap mengikuti kebanyakan
orang saja? sebenarnya 'kasta' selalu mendapatkan kritik dalam masyarakat egaliter. Sistem kasta
disefinisikan sebagai sebuah tatanan yang membagi semua masyarakat Hindu ke dalam kelompok-
kelompok endogam dengan keanggotaan herediter yang serentak memisahkan dan menghubungkan
seorang dengan yang lain melalui tiga karakteristik:  pemisahan menyangkut perkawinan dan kontak;
pembagian kerja dalam setiap kelompok yang mewakili satu profesi tertentu, dan akhirnya  hierarki,
yang mengurutkan  kelompok-kelompok itu pada sebuah skala yang memilah mereka ke dalam kasta
tinggi dan kasta rendah (Eriksen, 1998: 242).

Kasta merupakan peninggalan dari agama Hindu, masyarakat Bali yang dominan beragama hindu secara
umum dipahami sebagai kedudukan  atau penggolongan masyarakat berdasarkan pada keturunan. Kasta
masyarakat Bali terbagi atas empat kasta yakni Brahmana, Ksatria, Waisya,dan Sudra. Para ahli sosial
mengartikan kasta sebagai hirarki sosial, yakni merujuk pada karakteristik bawaan dan yang diwariskan.
Menurut Barth (1981) kasta merupakan  bentuk  stratifikasi  sosial.  Ini dijelaskan olehnya dalam
penelitiannya pada masyarakat Pathan di lembah Swat di bagian utara Pakistan. Dimana dalam kasta
memiliki bentuk strata atau tingkatan-tingkatan tertentu yang bersifat hirarkis. Namun dibatah oleh
Louis Dumont (1980). Menurut  Dumont, agar dapat memahami kasta untuk melihatnya sebagai bagian
yang terpadu dari suatu totalitas sosial dan budaya; karenanya kita tidak dapat  berbicara tentang kasta-
kasta secara terpisah dari konteks budaya khusus dimana kasta-kasta itu muncul. Dumont menegaskan
bahwa kasta merupakan salah satu segi dari kebudayaan India dan harus dipahami dalam suatu totalitas
sosio-budaya Hindu.

Kasta membagi masyarakat ke dalam kelompok-kelompok tertentu yang sifatnya herediter (bawaan dan
diwariskan). Sistem kasta menyangkut perihal mengurutkan orang-orang sesuai status bawaannya,
memiliki norma dan kaidah dalam mengatur keterkaitan antar anggotannya, menciptakan hubungan
timbal balik, serta membagi tugas yang hanya dapat dilaksanakan oleh anggota tertentu saja (Anwar,
2015: 25-26). Kesimpulannya, kasta merupakan bagian dari stratifikasi sosial dan masuk ke dalam kelas
sosial. Keunikan dari kasta ini adalah kasta merupakan bagian yang terpadu dari totalitas sosio-budaya
Hindu yang mana kasta tidak menggunakan parameter kekayaan, pendidikan dan gelar tetapi pembagian
strata menggunakan parameter pekerjaan dan bersifat endogami secara ketat sehingga seorang anak
dengan sendirinya menjadi anggota dari kasta orangtuanya.

Referensi

Anwar. (2015). Dinamika Relasi Antar-Kasta Pada Masyarakat Transmigran Bali di Desa Kertoharjo
Kabupaten Luwu Timur. Skripsi.  Universitas Hasanuddin: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Eriksen,   Thomas   Hylland. (2009). Antropologi   Sosial   dan   Budaya   Sebuah Pengantar. Yogyakarta:
CV. Titian Galang Printika

Singgih, Doddy Sumbodo. (2007). Prosedur Analisis Stratifikasi Sosial dalam Perspektif Sosiologi. Jurnal
Unair. 20(1): 11-22.
Siregar, Miko. (2008). Antropologi Budaya. UNP: Fakultas Bahasa Sastra dan Seni

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Antara Stratifikasi Sosial dan Kasta,
Samakah?", Klik untuk baca:

https://www.kompasiana.com/andrianeisaskara5968/5fecb560d541df4cf22c6562/antara-stratifikasi-
sosial-dan-kasta-samakah

Kreator: Andriani AS

Kompasiana adalah platform blog, setiap konten menjadi tanggungjawab kreator.

Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com0 SEPTEMBER 2021  BY WIWIK PURNAMIASIH

20
Sep

Aku yakin YOTers pasti sering mendengar nama “Made”, “Putu”, “Ida Ayu”
dan yang lainnya ketika mempunyai teman orang Bali, kedengarannya unik
ya. Sebagai orang Bali yang bergaul dengan teman-teman YOT di 23 Kota
lainnya, aku juga sering mendapatkan pertanyaan, “Apa sih bedanya sebutan
nama-nama itu?”, “Kok namanya sama?”, dan lainnya. Yuk langsung aja kita
bahas secara ringkas tentang sistem kasta dan penamaan orang Bali.

Sistem Kasta di Bali selalu identik dengan orang yang beragama Hindu.
Sistem Kasta membagi orang Bali ke dalam beberapa golongan tingkat atau
derajat. Anak-anak di Bali pada umumnya diberi nama berdasarkan kasta dan
urutan lahirnya. Penempatannya yaitu di bagian depan sebelum nama
panggilannya. Misalnya saja seperti namaku, Ni Made Wiwik Purnamiasih. Ni
Made adalah nama depanku yang menunjukkan kasta dan urutan lahirku. Apa
artinya? Simak penjelasan berikut yaa!

Jadi, kasta di Bali dibagi menjadi empat tingkatan yaitu Brahmana, Ksatria,


Waisya, dan Sudra. Brahmana adalah kasta tertinggi, kebanyakan dari para
pendeta, pemuka agama dan orang suci. Orang dalam golongan ini biasanya
berperan memimpin upacara keagamaan. Selanjutnya, Ksatria yang terdiri
dari raja, prajurit, dan bangsawan. Mereka berperan untuk menyelenggarakan
pemerintahan. Ketiga ada Waisya, berasal dari kelompok pedagang,
pengrajin atau buruh kelas menengah. Dan terakhir adalah Sudra yang
kebanyakan berasal dari golongan petani atau buruh kecil.

Adanya sistem kasta ini, membuat orang Bali memiliki nama yang unik. Tidak
hanya berdasarkan kasta, nama orang Bali juga dipengaruhi oleh jenis
kelamin dan urutan lahirnya. Nama depan untuk anak laki-laki biasanya
menempatkan ‘I’, sedangkan ‘Ni’ untuk perempuan.

 Untuk kasta Brahmana, biasanya mereka menggunakan nama ‘Ida


Bagus’ untuk laki-laki, dan ‘Ida Ayu’ atau ‘Dayu’ untuk perempuan.
 Untuk kasta Ksatria biasanya menggunakan ‘Anak Agung’, ‘Agung’,
‘Dewa’ untuk laki-laki, dan ‘Anak Agung’, ‘Agung’, dan ‘Dewa Ayu’
untuk perempuan. Untuk penguasa yang berkuasa, mereka akan
menggunakan ‘Cokorda’ atau ‘Dewa Agung ‘.
 Untuk Waisya, mereka biasanya menggunakan ‘Gusti’ untuk laki-laki
dan perempuan, ‘Desak’ untuk perempuan, dan ‘Dewa’ untuk laki-
laki.
 Yang terakhir, Sudra, mereka menggunakan 4 urutan nama
berdasarkan kelahiran, yaitu ‘Wayan, Putu, Iluh’ untuk anak tertua
(putri), dan menggunakan ‘Wayan, Putu, Gede’ untuk anak tertua
(putra). Anak kedua menggunakan ‘Made, Kadek, Nengah’. Anak
ketiga menggunakan Nyoman dan Komang. Sementara anak
keempat yaitu Ketut, baik perempuan maupun laki-laki.
Lalu bagaimana dengan anak kelima? Jika mereka memiliki anak kelima,
maka mereka akan memberinya nama yang sama dengan anak pertama.

Nama orang Bali banyak yang sama ya? Iya betul, karena 90% orang Bali
adalah Sudra, maka ada banyak orang dengan nama depan yang sama.
Meskipun ada sistem kasta yang mepengaruhi tatanan kehidupan di Bali,
namun rasa kekeluargaan dan solidaritas tetap dijunjung tinggi oleh orang Bali
loh YOTers.

Anda mungkin juga menyukai