Oleh :
Badrudduja1
Ainul Yaqin2
Abstrak:
1
MAHASISWA IAI NATA SAMPANG
2
MAHASISWA IAI NATA SAMPANG
3
MAHASISWA IAI NATA SAMPANG
PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk hidup pasti membutuhkan orang lain, karena manusia
merupakan makhluk sosial yang tidak akan terlepas dari saling bergantung dengan
manusia yang lainnya. Artinya dalam hal ini setiap manusia pasti akan memiliki
hubungan dengan sesama dikarenakan adanya suatu interaksi sosial, hubungan
tersebut mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Berdasarkan hal tersebut menurut
Soekanto, manusia mempunyai naluri untuk selalu hidup dengan orang lain yang
disebut gregariousness, sehingga manusia juga disebut social animal (hewan sosial).4
Antara manusia satu dengan lainnya di setiap wilayah tidak sama, setiap negara
memiliki perbedaan yang mendasar sebagai ciri khas suatu negara tertentu. Salah
satunya di negara indonesia. Indonesia memiliki keragaman dalam budaya, bahasa,
dan suku bangsa. Indonesia juga merupakan salah satu negara yang memiliki banyak
pulau, sehingga dari hal tersebut memicu adanya keragaman suku bangsa. Suku
bangsa dapat diartikan sebagai suatu golongan yang mengidenfikasikan bahwa
mereka masih dalam satu ras atau golongan dalam kelompok tertentu. Suku atau ras
tertentu dapat ditandai dengan adanya persamaan bahasa, budaya, agama, perilaku,
dan karakteristik biologisnya. Salah satu suku bangsa yang ada di negara indonesia
yaitu suku madura yang hidup di wilayah sekitar pulau madura.
Pulau madura adalah pulau yang terdiri dari empat kabupaten, yaitu pamekasan,
sumenep, sampang, dan bangkalan. Umumnya masyarakat madura memiliki mata
pencaharian sebagai petani, nelayan, buruh tani, pedagang, dan lainnya. Sehingga
dalam hal ini, menimbulkan adanya stratifikasi atau pelapisan sosial masyarakat di
madura. stratifikasi sosial tidak hanya berhubungan dengan urutan kelas kehidupan
masyarakat madura saja, tetapi juga berhubungan dengan bahasa
4
Diakses dari https://digilib.uinsgd.ac.id pada tanggal 6 November 2023 pukul 10.42 WIB.
Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial berasal dari istilah Social Stratification yang berarti sistem
berlapis dalam masyarakat, kata stratification berasal dari stratum (jamaknya : strata)
yang berarti lapisan, stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat
ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Selama dalam masyarakat itu ada
sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang di
hargai, maka barang sesuatu itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuh kan
adanya sistem yang berlapis-lapis dalam masyarakat itu.
Pitirin A. Sorokin mengatakan bahwa sistem berlapis itu merupakan ciri yang
tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur, barang siapa yang
memiliki sesuatu yang berharga itu dalam jumlah yang sangat banyak, suatu keadaan
tidak semua orang bisa demikian bahkan hanya sedikit orang yang bisa, dianggap
oleh masyarakat berkedudukan tinggi atau di tempatkan pada lapisan atas
masyarakat; dan mereka yang hanya sedikit sekali atau sama sekali tidak memiliki
sesuatu yang berharga tersebut, dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan
yang rendah, perbedaan ke dudukan manusia dalam masyarakat nya secara langsung
menunjuk pada perbedaan pembagian hak-hak dan kewajiban, tanggung jawab nilai-
nilai sosial dan perbedaan pengaruh di antara anggota-anggota masyarakat, pada
suatu lapisan dengan lapisan lain nya. Sistem stratifikasi sosial adalah perbedaan
penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat, yang di wujudkan
dalam kelas tinggi, kelas sedang, dan kelas rendah.
Dasar dan inti sistem stratifikasi masyarakat adalah adanya ketidak seimbangan
pembagian hak dan kewajiban, serta tanggung jawab masing-masing individu atau
kelompok dalam suatu sistem sosial. Penggolongan dalam kelas-kelas tersebut
berdasar kan dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam suatu lapisan-lapisan yang
lebih hierarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese dan prestise. Stratifikasi sosial
terjadi karena adanya pembagian (segmentasi) kelas-kelas sosial di masyarakat.
Kelas sosial adalah suatu lapisan (strata) dari orang-orang yang memiliki
berkedudukan sama dalam rangkaian kesatuan dari status sosial.5
5
Binti Maunah, “Stratifikasi Sosial Dan Perjuangan Kelas Dalam Perspektif Sosiologi Pendidikan”,
Ta’allum 3, no. 1, (Juni, 2015), hlm. 19-20.
Stratifikasi Sosial Masyarakat Madura
Stratifikasi sosial atau pelapisan sosial masyarakat madura secara garis besar
meliputi tiga lapisan, yaitu orèng kènè atau disebut juga dengan orèng dumè’ sebagai
lapis terbawah, lapisan menengah yaitu pongghaba, dan lapisan atas disebut parjaji
atau dikenal dengan priyayi dalam bahasa jawa.6 Berikut ini tiga lapisan sosial yang
terdapat di madura di antaranya yaitu:
Lapisan sosial terbawah atau dapat disebut orèng kènè (orèng dumè’) merupakan
sekelompok masyarakat biasa atau paling banyak di madura. Orang-orang yang
termasuk dalam lapisan sosial bawah ini kebanyakan memiliki pekerjaan sebagai
petani, nelayan, pengrajin, dan lainnya. Selain itu, dalam lapisan ini juga termasuk di
dalamnya adalah orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap atau
pengangguran.
Lapisan sosial paling atas adalah para bangsawan yang tidak hanya orang-orang
yang secara keturunan merupakan keturunan langsung dari raja-raja di madura ketika
madura masih berada dalam pengaruh dan menjadi bagian dari kerajaan besar yang
ada di jawa. Selain itu, lapisan atas juga merupakan para bangsawan yang
memperoleh privilage dari pemerintahan kolonial karena dianggap dapat
berkoloborasi yang akan menguntungkan kepentingan pemerintahan kolonial pada
masa tersebut. Para bangsawan memiliki simbol kebangsawanannya sebagai
6
Cahyono, Model Mediasi Penal Dalam Penanggulangan Konflik Kekerasan (Carok) Masyarakat
Madura Berdasarkan Local Wisdom, (Yogyakarta: Deepublish, 2019), hlm. 48.
7
A. Latief Wiyata, Carok Konflik Kekerasan Dan Harga Diri Orang Madura, (Yogyakarta: LkiS
Printing Cemerlang, 2006), hlm. 55.
pembeda dengan masyarakat lain, mereka memiliki gelar raden panji (RP), raden
bagus (RB), raden ario (RA, untuk laki-laki), raden ayu (RA, untuk perempuan), atau
hanya gelar raden (R) saja. Gelar tersebut digunakan ketika menyebut namanya dan
sebagai pembeda antara keturunan bangsawan dengan kelompok masyarakat biasa di
kehidupan sehari-hari. Seiring berkembangnya zaman, gelar bangsawan tersebut
semakin banyak dilupakan dan ditinggalkan sebab dianggap sebagai lambang
feodalisme.
a. Kiai (Kèyaè)
Kiai (Kèyaè) dalam lapisan sosial berdasarkan dimensi agama merupakan lapisan
sosial paling atas. Kiai (Kèyaè) adalah orang-orang yang dikenal sebagai pemuka
agama atau ulama karena menguasai ilmu agama (Islam).
b. Bhindhara
c. Santrè
Santrè adalah orang-orang yang sedang menuntut ilmu agama islam di sebuah
pondok pesantren.8
d.Bannè Santrè
Bannè Santrè adalah orang-orang yang tidak pernah mondok atau tidak pernah
menuntut ilmu agama Islam di sebuah pondok pesantren.
Bahasa tinggi adalah bahasa yang biasa digunakan oleh para pongghaba atau
dari bawahan kepada atasan, baik itu lingkungan keraton maupun di
lingkungan pemerintahan dan pensatren antara santrè kepada kèyaè.
Bahasa halus adalah bahasa yang biasa digunakan oleh masyarakat madura
yang lebih muda pada yang lebih tua atau kepada orang-orang yang
dihormati.
8
Di akses dari http://www.lontarmadura.com/stratifikasi-sosial-masyarakat-madura/, pada 7 November
2023 pukul 20.19 WIB.
5. Bahasa Kasar atau Mapas (sèngko’ – bâ’na atau kakè - sèda)
Bahasa kasar atau mapas biasanya di gunakan oleh yang lebih tua kepada
yang lebih muda atau juga digunakan oleh orang yang memiliki posisi yang
lebih tinggi kepada bawahannya dan antara orang sebaya (teman).
Yang menggambarkan madura sebagai pulau kecil yang terdapat di ujung timur
pulau jawa merupakan bagian dari negara kesatuan republik indonesia yang harus
dijaga kelestariannya, baik budaya, sosial, politik, dan ekonomi, berkembangnya
madura dengan berbagai atribut budayanya, seperti kerapan sapi, tari pecut,
pedagang sate, dan celuritnya harus teridentifikasi sebagai budaya daerah yang
bernaung di bawah kekuasaan negara, pola pembagian kerja di madura memiliki
hierarkhi yang sangat beragam. Dalam wilayah pendidikan (pondok pesantren),
pemisahan antara laki-laki dan perempuan sangat ketat, bentuk pembagian kerja lain
yang terdapat pada masyarakat madura adalah pada bidang pertanian. Untuk kerja-
kerja berat, seperti mencangkul dan membajak sawah pekerjaan tersebut menjadi
wilayah kerja laki-laki, sementara itu, para perempuan dibebankan untuk menanam
dan menyiangi bahan tanamannya.
9
Mas’udi, Sosiologi Masyarakat Madura, (Yogyakarta: Almatera, 2019), hlm. 408.
10
Ibid., hlm. 410.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Maunah Binti, “Stratifikasi Sosial Dan Perjuangan Kelas Dalam Perspektif Sosiologi
Pendidikan”, Ta’allum 3, no. 1, Juni, 2015.
Latief Wiyata A , Carok Konflik Kekerasan Dan Harga Diri Orang Madura,
(Yogyakarta: LkiS Printing Cemerlang, 2006), hlm. 55.