Anda di halaman 1dari 14

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT MADURA

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam Dan Budaya Madura yang
dibina oleh
Wasilul Chair, S.H.I., M.S.I.

Oleh:
Kelompok 4
Moh. Alfian Febriyanto 19383041074
Alfiannur Dimas Mahendra 19383041075
Yeni Nor Diana Putri 19383042109
Ririn Triana Sari 19383042112

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
Oktober 2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji hanya milik Allah ‘Azza Wa Jalla


karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah sebagai tugas mata kuliah Islam Dan Budaya Madura yang berjudul
“Stratifikasi Sosial Masyarakat Madura” sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada panutan
kita, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, keluarganya, para
sahabatnya, dan siapa saja yang mengikhlaskan diri untuk ber-ittiba’ kepada beliau
hingga datangnya hari kiamat nanti.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan.
Masih banyak kekurangan dan kesalahan akibat keterbatasan-keterbatasan penulis,
untuk itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan
untuk pengembangan dan kesempurnaan makalah ini. Penulis mendapatkan
bimbingan, arahan serta dukungan dari berbagai pihak sehingga penyusunan
makalah ini berjalan dengan baik. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada pihak Institut Agama Islam
Negeri Madura, Bapak dan Ibu Dosen atas bimbingan yang telah diberikan
khususnya Bapak Wasilul Chair, S.H.I., M.S.I., selaku dosen pengampu mata
kuliah Islam Dan Budaya Madura. Tak lupa juga penulis haturkan terima kasih
kepada kedua orang tua dan saudara yang telah memberikan perhatian, doa,
semangat, dan dukungan selama ini serta teman-teman yang telah memberikan
semangat dan masukan dalam penulisan makalah ini.
Akhir kata, penulis hanya mampu mengucapkan terima kasih atas bantuan,
dukungan, serta doa dari kalian. Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam
penulisan makalah ini. Semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan
keilmuan pada umumnya, terkhusus Islam Dan Budaya Madura. Aamiin.

Pamekasan, 6 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Stratifikasi Sosial ........................................................................ 3
B. Stratifikasi Sosial Masyarakat Madura .................................................... 4
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 9
B. Saran ........................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk hidup pasti membutuhkan orang lain. Karena
manusia merupakan makhluk sosial yang tidak akan terlepas dari saling bergantung
dengan manusia yang lainnya. Artinya dalam hal ini setiap manusia pasti akan memiliki
hubungan dengan sesama dikarenakan adanya suatu interaksi sosial. Hubungan
tersebut mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Berdasarkan hal tersebut menurut
Soekanto, manusia mempunyai naluri untuk selalu hidup dengan orang lain yang
disebut gregariousness, sehingga manusia juga disebut social animal (hewan sosial).1

Antara manusia satu dengan lainnya di setiap wilayah tidak sama. Setiap
Negara memiliki perbedaan yang mendasar sebagai ciri khas suatu Negara tertentu.
Salah satunya di Negara Indonesia. Indonesia memiliki keragaman dalam budaya,
bahasa, dan suku bangsa. Indonesia juga merupakan salah satu negara yang memiliki
banyak pulau, sehingga dari hal tersebut memicu adanya keragaman suku bangsa. Suku
bangsa dapat diartikan sebagai suatu golongan yang mengidenfikasikan bahwa mereka
masih dalam satu ras atau golongan dalam kelompok tertentu. Suku atau ras tertentu
dapat ditandai dengan adanya persamaan bahasa, budaya, agama, perilaku, dan
karakteristik biologisnya. Salah satu suku bangsa yang ada di negara Indonesia yaitu
suku Madura yang hidup di wilayah sekitar pulau Madura.

Pulau Madura adalah pulau yang terdiri dari empat kabupaten, yaitu
Pamekasan, Sumenep, Sampang, dan Bangkalan. Umumnya masyarakat Madura
memiliki mata pencaharian sebagai petani, nelayan, buruh tani, pedagang, dan lainnya.
Sehingga dalam hal ini, menimbulkan adanya stratifikasi atau pelapisan sosial
masyarakat di Madura. Stratifikasi sosial tidak hanya berhubungan dengan urutan kelas
kehidupan masyarakat Madura saja, tetapi juga berhubungan dengan bahasa

1
Diakses dari https://digilib.uinsgd.ac.id pada tanggal 25 September 2021 pukul 18.34 WIB.

1
masyarakat Madura. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas lebih mendalam
dan menganalisis kembali tentang stratifikasi sosial dalam masyarakat Madura.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini, sebagai berikut:

1. Apakah definisi stratifikasi sosial?


2. Bagaimanakah stratifikasi sosial masyarakat Madura?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulisan makalah ini bertujuan sebagai
berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis definisi stratifikasi sosial.


2. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk stratifikasi sosial masyarakat
Madura.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Stratifikasi Sosial


Stratifikasi sosial berasal dari istilah Social Stratification yang berarti Sistem
berlapis-lapis dalam masyarakat, kata Stratification berasal dari stratum (jamaknya :
strata) yang berarti lapisan, stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau
masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Selama dalam
masyarakat itu ada sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat pasti mempunyai
sesuatu yang dihargai, maka barang sesuatu itu akan menjadi bibit yang dapat
menumbuhkan adanya sistem yang berlapis-lapis dalam masyarakat itu. Barang
sesuatu yang dihargai itu mungkin berupa uang atau bendabenda yang bernilai
ekonomis, mungkin berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan atau mungkin
keturunan dari orang terhormat.2

Seorang sosiolog, Pitirin A. Sorokin mengatakan bahwa sistem berlapis itu


merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur.
Barang siapa yang memiliki sesuatu yang berharga itu dalam jumlah yang sangat
banyak, suatu keadaan tidak semua orang bisa demikian bahkan hanya sedikit orang
yang bisa, dianggap oleh masyarakat berkedudukan tinggi atau ditempatkan pada
lapisan atas masyarakat; dan mereka yang hanya sedikit sekali atau sama sekali tidak
memiliki sesuatu yang berharga tersebut, dalam pandangan masyarakat mempunyai
kedudukan yang rendah. Atau ditempatkan pada lapisan bawah masyarakat. Perbedaan
kedudukan manusia dalam masyarakatnya secara langsung menunjuk pada perbedaan
pembagian hak-hak dan kewajiban-kewajiban, tanggung jawab nilai-nilai sosial dan
perbedaan pengaruh di antara anggota-anggota masyarakat.

Stratifikasi Sosial adalah sistem pembedaan individu atau kelompok dalam


masyarakat, yang menempatkannya pada kelas-kelas sosial yang berbeda-beda secara
hierarki dan memberikan hak serta kewajiban yang berbeda-beda pula antara individu

2
Syarif Moeis, “Struktur Sosial : Stratifikasi Sosial”, (Disertasi: Universitas Pendidikan Indonesia,
2008), hlm. 1.

3
pada suatu lapisan dengan lapisan lainnya. Sistem stratifikasi sosial adalah perbedaan
penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat, yang diwujudkan
dalam kelas tinggi, kelas sedang, dan kelas rendah. Dasar dan inti sistem stratifikasi
masyarakat adalah adanya ketidakseimbangan pembagian hak dan kewajiban, serta
tanggung jawab masing-masing individu atau kelompok dalam suatu sistem sosial.
Penggolongan dalam kelas-kelas tersebut berdasarkan dalam suatu sistem sosial
tertentu ke dalam suatu lapisan-lapisan yang lebih hierarkis menurut dimensi
kekuasaan, privilese dan prestise. Stratifikasi sosial terjadi karena adanya pembagian
(segmentasi) kelas-kelas sosial di masyarakat. Kelas sosial adalah suatu lapisan (strata)
dari orang-orang yang memiliki berkedudukan sama dalam rangkaian kesatuan dari
status sosial.3

B. Stratifikasi Sosial Masyarakat Madura


Stratifikasi sosial atau pelapisan sosial masyarakat Madura secara garis besar
meliputi tiga lapisan, yaitu orèng kènè atau disebut juga dengan orèng dumè’ sebagai
lapis terbawah, lapisan menengah yaitu pongghaba, dan lapisan atas disebut parjaji
atau dikenal dengan priyayi dalam bahasa Jawa.4 Berikut ini tiga lapisan sosial yang
terdapat di Madura di antaranya yaitu:
1. Lapisan Sosial Terbawah
Lapisan sosial terbawah atau dapat disebut orèng kènè (orèng dumè’)
merupakan sekelompok masyarakat biasa atau paling banyak di Madura.
Orang-orang yang termasuk dalam lapisan sosial bawah ini kebanyakan
memiliki pekerjaan sebagai petani, nelayan, pengrajin, dan lainnya. Selain itu,
dalam lapisan ini juga termasuk di dalamnya adalah orang-orang yang tidak
mempunyai pekerjaan tetap atau pengangguran.5
2. Lapisan Sosial Menengah

3
Binti Maunah, “Stratifikasi Sosial Dan Perjuangan Kelas Dalam Perspektif Sosiologi Pendidikan”,
Ta’allum 3, no. 1, (Juni, 2015), hlm. 19-20.
4
Cahyono, Model Mediasi Penal Dalam Penanggulangan Konflik Kekerasan (Carok) Masyarakat
Madura Berdasarkan Local Wisdom, (Yogyakarta: Deepublish, 2019), hlm. 48.
5
Ibid.

4
Lapisan sosial menengah merupakan kumpulan para pongghaba (pegawai)
yang mana sekumpulan orang yang bekerja di Instansi Kantor Pemerintahan
atau bekerja sebagai birokrat mulai dari tingkatan jabatan bawah hingga jabatan
tinggi. Secara harfiah, kata pongghaba artinya pegawai atau orang yang bekerja
pada institusi formal, khususnya kantor pemerintah.6
3. Lapisan Sosial Atas
Lapisan sosial paling atas adalah para bangsawan yang tidak hanya orang-orang
yang secara keturunan merupakan keturunan langsung dari raja-raja di Madura
ketika Madura masih berada dalam pengaruh dan menjadi bagian dari kerajaan
besar yang ada di Jawa. Selain itu, lapisan atas juga merupakan para bangsawan
yang memperoleh privilage dari pemerintahan kolonial karena dianggap dapat
berkoloborasi yang akan menguntungkan kepentingan pemerintahan kolonial
pada masa tersebut. Para bangsawan memiliki simbol kebangsawanannya
sebagai pembeda dengan masyarakat lain, mereka memiliki gelar Raden Panji
(RP), Raden Bagus (RB), Raden Ario (RA, untuk laki-laki), Raden Ayu (RA,
untuk perempuan), atau hanya gelar Raden (R) saja. Gelar tersebut digunakan
ketika menyebut namanya dan sebagai pembeda antara keturunan bangsawan
dengan kelompok masyarakat biasa di kehidupan sehari-hari. Seiring
berkembangnya zaman, gelar bangsawan tersebut semakin banyak dilupakan
dan ditinggalkan sebab dianggap sebagai lambang feodalisme.7

Sedangkan menurut Abdurrahman, apabila stratifikasi sosial dilihat dari


dimensi agama hanya terdiri dari dua lapisan, meliputi santrè (santri) dan bannè santrè
(bukan santri).8 Berikut ini lapisan santrè dan bannè santrè di antaranya:
1. Kiai (Kèyaè)
Kiai (Kèyaè) dalam lapisan sosial berdasarkan dimensi agama merupakan
lapisan sosial paling atas. Kiai (Kèyaè) adalah orang-orang yang dikenal

6
A. Latief Wiyata, Carok Konflik Kekerasan Dan Harga Diri Orang Madura, (Yogyakarta: LkiS
Printing Cemerlang, 2006), hlm. 55.
7
Ibid., hlm. 56.
8
Cahyono, Op. Cit., hlm. 48.

5
sebagai pemuka agama atau ulama karena menguasai ilmu agama (Islam).
Peran dan fungsi kiai (kèyaè) selain sebagai pembina umat atau dengan kata
lain disebut sebagai penerus dakwah para Nabi, juga berperan sebagai sosok
yang mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam tersebut kepada para santri dalam
suatu lembaga pondok pesantren. Lingkungan pondok pesantren adalah
lingkungan yang terdapat komunitas kecil dan di dalamnya tersebut sudah
tersedia fasilitas, prasarana dan sarana, baik untuk kehidupan sosial maupun
keagamaan. Kiai (kèyaè) biasanya setiap saat selalu dikunjungi oleh orang-
orang atau lebih dikenal dengan nyabis, baik dari lingkungan wilayah setempat
maupun dari berbagai wilayah kabupaten bahkan termasuk juga dari luar
Madura dengan tujuan meminta berkah untuk keselamatan.9
2. Bhindhara
Bhindhara termasuk dalam lapisan sosial menengah. Bhindhara merupakan
orang-orang yang telah menamatkan pendidikan pondok pesantren sehingga
memiliki pengetahuan keagamaan. Bhindhara berada pada tingkatan di
bawahnya kiai (kèyaè), karena dalam segi pengetahuan religiusitas sudah
melampaui para santri tetapi tidak melebihi taraf kemampuan para kiai (kèyaè).
Biasanya seorang bhindhara di kehidupan masyarakat Madura, sering
diperlakukan juga hampir seperti kiai (kèyaè) dan banyak yang melakukan
nyabis kepada bhindhara.10
3. Santrè
Santrè adalah orang-orang yang sedang menuntut ilmu agama Islam di sebuah
pondok pesantren.11
4. Bannè Santrè
Bannè Santrè adalah orang-orang yang tidak pernah mondok/tidak pernah
menuntut ilmu agama Islam di sebuah pondok pesantren.12

9
Cahyono, Op. Cit., hlm. 50.
10
Ibid.
11
Diakses dari http://www.lontarmadura.com/stratifikasi-sosial-masyarakat-madura/, pada 16 Oktober
2021 pukul 20.47 WIB.
12
Ibid.

6
Stratifikasi sosial masyarakat Madura dapat dikaitkan dengan jenis-jenis
tingkatan bahasa (dhag-ondhagghan bhasa) yang digunakan oleh masyarakat di
Madura, sebagai bentuk penentuan posisi sosial seseorang berdasarkan tingkatan
bahasa yang digunakan. Tingkatan bahasa (dhag-ondhagghan bhasa) dalam bahasa
Madura terdapat lima tingkatan sebagai berikut:13
1. Bahasa Keraton (abdhi – dhalem)
Bahasa Keraton adalah bahasa yang biasa digunakan oleh lingkungan
keluarga Keraton atau Bangsawan.
2. Bahasa Tinggi (abdhina – panjhennengan)
Bahasa Tinggi adalah bahasa yang biasa digunakan oleh para pongghaba
atau dari bawahan kepada atasan, baik itu lingkungan Keraton maupun di
lingkungan pemerintahan dan pensatren antara santrè kepada kèyaè.
3. Bahasa Halus (kaulâ – sampèyan)
Bahasa Halus adalah bahasa yang biasa digunakan oleh masyarakat Madura
yang lebih muda pada yang lebih tua atau kepada orang-orang yang
dihormati.
4. Bahasa Menengah (bulâ – dika)
Bahasa Menengah adalah bahasa yang biasanya digunakan oleh orang-
orang Madura yang lebih tua kepada yang lebih muda tetapi orang yang
lebih muda tersebut dihormati, seperti bahasa yang dipakai oleh mertua
kepada menantunya.
5. Bahasa Kasar atau Mapas (sèngko’ – bâ’na atau kakè - sèda)
Bahasa Kasar atau Mapas biasanya digunakan oleh yang lebih tua kepada
yang lebih muda atau juga digunakan oleh orang yang memiliki posisi yang
lebih tinggi kepada bawahannya dan antara orang sebaya (teman).

Berdasarkan penjelasan tingkatan bahasa Madura di atas, bahasa Keraton atau


paling tidak bahasa tinggi biasanya digunakan oleh para bangsawan. Terkadang juga

13
Ibid., diakses dari http://www.lontarmadura.com/stratifikasi-sosial-masyarakat-madura/.

7
digunakan oleh orang-orang di lingkungan pesantren. Sedangkan para pongghaba
biasanya selalu menggunakan bahasa halus. Kelompok masyarakat sosial bawah atau
rendah lazimnya menggunakan bahasa menengah dan bahasa kasar.

Orang Madura yang berada di posisi sosial rendah dan berusia muda secara
kultural dituntut harus menggunakan bahasa tinggi atau halus atau dikenal dengan
abhasa terhadap orang yang berusia lebih tua dan menempati posisi sosial yang lebih
tinggi. Sebaliknya, orang yang berada di posisi sosial tinggi dan yang berusia lebih tua
selalu menggunakan bahasa kasar (mapas) kepada yang memiliki posisi lebih rendah
dan yang berusia lebih muda. Artinya dalam interaksi sosial setiap orang Madura harus
memperhatikan dan menentukan tingkatan bahasa yang akan digunakan sesuai dengan
posisinya dalam stratifikasi sosial yang ada atau dalam kata lain setiap orang harus
memilih tingkatan bahasa dalam menanggapu peristiwa sosial yang dihadapi.14

Tingkatan dalam bahasa Madura tidak hanya merujuk pada perbedaan


linguistik saja, melainkan juga mempunyai relasi yang sangat erat dengan status atau
identitas seseorang dalam stratifikasinya. Seseorang dalam kehidupan sehari-harinya
yang melakukan kesalahan dalam penggunaan tingkatan bahasa merupakan kesalahan
linguistik dan juga kesalahan sosial. Karena, bagi masyarakat Madura, orang yang
salah dalam penggunaan tingkatan bahasa akan dikecam dan dinilai sebagai perilaku
mapas atau janggal (tidak mengerti sopan santun). Oleh karena itu, secara kultural
masyarakat Madura berhati-hati dalam masalah tengka atau sopan santun. Sejak kecil
orang tua telah membiasakan anak-anaknya untuk menggunakan bahasa yang halus
dan dituntut untuk bersikap serta berperilaku sopan, biasanya di tengah-tengah
masyarakat Madura dikenal dengan andhap asor.

14
Latief Wiyata, Op. Cit., hlm. 58.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Stratifikasi sosial dapat disebut juga dengan sistem pelapisan dalam
masyarakat. Stratifikasi sosial adalah pembedaan individu atau kelompok berdasarkan
tingkatan atau kelas-kelasnya sesuai dengan golongan, keturunan, atau hal lainnya
yang dapat menjadi karakteristik antara individu dengan individu lain atau kelompok
satu dengan kelompok lainnya. Perbedaan kedudukan manusia dalam masyarakatnya
secara langsung menunjuk pada perbedaan pembagian hak-hak dan kewajiban-
kewajiban, tanggung jawab nilai-nilai sosial dan perbedaan pengaruh di antara
anggota-anggota masyarakat.

Stratifikasi sosial atau pelapisan sosial masyarakat Madura secara garis besar
meliputi tiga lapisan, yaitu orèng kènè atau disebut juga dengan orèng dumè’ sebagai
lapis terbawah, lapisan menengah yaitu pongghaba, dan lapisan atas disebut parjaji
atau dikenal dengan priyayi dalam bahasa Jawa. Selain itu, stratifikasi sosial
masyarakat Madura juga didasarkan pada dimensi agama hanya terdiri dari dua lapisan,
meliputi santrè (santri) dan bannè santrè (bukan santri). Berikut ini lapisan santrè dan
bannè santrè.

Berdasarkan bentuk stratifikasi sosial masyarakat Madura tersebut, Madura


dapat dikaitkan dengan jenis-jenis tingkatan bahasa (dhag-ondhagghan bhasa) yang
digunakan oleh masyarakat di Madura, sebagai bentuk penentuan posisi sosial
seseorang berdasarkan tingkatan bahasa yang digunakan. Tingkatan bahasa Madura
(dhag-ondhagghan bhasa) tersebut terdapat lima tingkatan yaitu bahasa keraton,
bahasa tinggi, bahasa halus, bahasa menengah, dan bahasa kasar

B. Saran
Berdasarkan penulisan makalah Stratifikasi Sosial Masyarakat Madura
tersebut, penulis menyarankan bagi setiap masyarakat Madura untuk lebih
memperhatikan dalam penggunaan bahasa Madura yang baik dan sopan. Sebagaimana

9
yang terjadi di lapangan, saat ini telah banyak masyarakat Madura yang tidak
menerapkan abhasa kepada orang yang lebih tua atau sebaliknya. Selain itu, sekalipun
di tengah masyarakat Madura terdapat stratifikasi sosial, tetapi para masyarakat
Madura seharusnya tidak membedakan antara lapisan bawah dengan lapisan atas yang
mana akan berdampak dalam kesenjangan interaksi antara satu dengan yang lainnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Cahyono. Model Mediasi Penal Dalam Penanggulangan Konflik Kekerasan (Carok)
Masyarakat Madura Berdasarkan Local Wisdom. Yogyakarta: Deepublish, 2019.

Wiyata, A. Latief. Carok Konflik Kekerasan Dan Harga Diri Orang Madura.
Yogyakarta: LkiS Printing Cemerlang. 2006.

Artikel (Website, Jurnal, dan Disertasi)


Diakses dari http://www.lontarmadura.com/stratifikasi-sosial-masyarakat-madura/,
pada 16 Oktober 2021 pukul 20.47 WIB.

Diakses dari https://digilib.uinsgd.ac.id pada tanggal 25 September 2021 pukul 18.34


WIB.

Maunah, Binti. “Stratifikasi Sosial Dan Perjuangan Kelas Dalam Perspektif Sosiologi
Pendidikan”. Ta’allum Vol. 3. No. 1. Juni, 2015.

Moeis, Syarif. “Struktur Sosial : Stratifikasi Sosial”. Disertasi: Universitas Pendidikan


Indonesia, 2008.

11

Anda mungkin juga menyukai