Anda di halaman 1dari 64

KEMATANGAN EMOSI DITINJAU DARI KEMAMPUAN PROBLEM

SOLVING PADA MAHASISWA

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun oleh:
Rafif Nugraha Muadz
1910801077

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI S1


FAKULTAS EKONOMI ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2023
KEMATANGAN EMOSI DITINJAU DARI KEMAMPUAN PROBLEM
SOLVING PADA MAHASISWA

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun oleh:
Rafif Nugraha Muadz
1910801077

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI S1


FAKULTAS EKONOMI ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2023
KEMATANGAN EMOSI DITINJAU DARI KEMAMPUAN PROBLEM
SOLVING PADA MAHASISWA

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar


Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi S1
Fakultas Ekonomi Ilmu Sosial dan Humaniora
di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Disusun oleh:
Rafif Nugraha Muadz
1910801077

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI S1


FAKULTAS EKONOMI ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2023
HALAMAN PERSETUJUAN

KEMATANGAN EMOSI DITINJAU DARI KEMAMPUAN PROBLEM


SOLVING PADA MAHASISWA

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun oleh :
Rafif Nugraha Muadz
1910801077

Telah Memenuhi Persyaratan dan Disetujui Untuk Mengikuti Ujian Proposal


Program Studi Psikologi Fakultas Ekonomi Ilmu Social dan Humaniora
Di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Oleh:

Pembimbing : Zahro Varisna Rohmadani., S.Psi., M.Psi., Psikolog


Tanggal :
Tanda tangan :
HALAMAN PENGESAHAN

KEMATANGAN EMOSI DITINJAU DARI KEMAMPUAN PROBLEM


SOLVING PADA MAHASISWA

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun oleh :
Rafif Nugraha Muadz
1910801077

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji dan Diterima Sebagai Syarat


untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Psikologi
Pada Program Studi Psikologi Fakultas Ekonomi Ilmu Sosial dan Humaniora
di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Pada tanggal:
PERSEMBAHAN

Puji syukur alhamdulillah kepada Allah SWT. Yang telah memberikan jalan dan

mempermudah serta menguatkan saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Dengan hasil karya saya

disini ingin berterimaksih dan dipersembahkan kepada orang-orang yang sudah memberikan

Do’a, semangat dan motivasi secara lahir maupun batin. Saya persembahkan skripsi ini kepada :

1. Kepada keluarga saya di Pandeglang Banten Bapak Muchlis dan Mamah Muslichah,

kakak dan adik ku tersayang Ulfah Nursyifa Muadz beserta suami Sandy dan Mu’afa

Dzulfiqar Muadz Berkat dukungan merekalah skripsi ini terselesaikan. Berbagai macam

rintangan dan ujian yang datang dapat memudar semangat saya akan tetapi karena

limpahan kasih sayang, perhatian serta doa yang selalu diberikan oleh mereka. Tiada kata

yang dapat tergambarkan atas rasa syukur diberikan keluarga seperti mereka.

2. Pembimbing akademik dan juga dosen pembimbing skripsi saya Ibu Zahro Varisna

Rohmadani S.Psi.,M.Psi.,Psikolog dan dosen penguji saya……. Yang selalu memberikan

arahan, masukkan dan dukungan selama menempuh pendidikan S1 dan yang berperan

penting dalam penyusun skripsi saya.

3. Almaida Mutia Sadina yang selalu mendukung dan mensupport saya dikala sedang lelah

dan cape dengan tugas-tugas dan begitu sabar serta mengerti menghadapi sikap saya.

4. Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2019 Psikologi Universitas ‘Asyiyah Yogyakarta,

terimakasih atas kebersamaan dan selalu memberikan semangat satu sama lain. Do’a

terbaik dari saya untuk kalian semoga Allah senantiasa memberikan kelancaran dan

keberkahan dalam setiap urusan. Aamiin


LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Dengan ini peneliti menyatakan bahwa dalam penelitian ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk penelitian lain atau untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada perguruan

tinggi lain, dan sepanjang pengetahuan penelitian juga tidak terdapat karya orang lain atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 2023

Rafif Nugraha Muadz


KEMATANGAN EMOSI DITINJAU DARI KEMAMPUAN PROBLEM
SOLVING PADA MAHASISWA

Rafif Nugraha Muadz,

ABSTRAK

Latar Belakang : Mahasiswa pada umumnya bisa dikatakan sudah matang dari segi emosinya

ketimbang pada anak SMP dan SMA ketika menyelesaikan masalahnya dengan emosi yang

terkontrol sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat dengan berfikir dua kali dan tenang

terlebih dahulu untuk mencari atau menemukan solusinya. Kematangan emosi adalah

kemampuan seseorang dalam mengekspresikan emosi secara tepat dan wajar dengan

pengendalian diri. Tujuan: Untuk mengetahui apakah adanya hubungan antara variable

kematangan emosi dengan problem solving pada mahaiswa. Manfaat : Adapun manfaat dari

penelitian ini yaitu peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir kuliahnya dan dengan melakukan

penelitian ini peneliti dapat menunjukan dan membantu para pembaca atau peneliti yang sedang

mencari hubungan antara kematangan emosi dengan problem solving pada mahasiswa. Metode

Penelitian: Hasil: Kesimpulan: Saran:

Kata kunci : Mahasiswa, kematangan emosi, problem solving


KEMATANGAN EMOSI DITINJAU DARI KEMAMPUAN PROBLEM
SOLVING PADA MAHASISWA

Rafif Nugraha Muadz,

ABSTRACT

Background : Students in general can be said to have matured in terms of their emotions than

middle and high school children when solving problems with controlled emotions so that they

can make the right decisions by thinking twice and calmly first to find or find a solution.

Emotional maturity is a person's ability to express emotions appropriately and naturally with

self-control. Objective: To find out whether there is a relationship between emotional maturity

variables and problem solving in students. Benefit : The benefits of this research are that

researchers can complete their final lectures and by doing this research researchers can show and

help readers or researchers who are looking for a relationship between emotional maturity and

problem solving in students. Reseach Method: Result : Conclusion : Suggestion :

Keywords : Student, emotional maturity, problem solving


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta

salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para

sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir zaman, aamiin.

Penelitian skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

pada Program Studi Psikologi S1 Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta. Judul yang peneliti ajukan

adalah “Kematangan Emosi Ditinjau Dari Kemampuan Problem Solving Pada Mahasiswa”.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti berupaya semaksimal mungkin agar dapat

memenuhi harapan semua pihak, namun peneliti menyadari tentunya penulisan skripsi ini tidak

lepas dari kekurangan, baik aspek kualitas maupun aspek kuantitas dari materi penelitian yang

disajikan. Semua ini didasarkan dari keterbatsan yang dimiliki peneliti sehingga peneliti

membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan Ilmu Psikologi.

Dalam kesempatan ini, peneliti menyampaikan terimakasih kepada Orang tua, keluarga

besar dan teman-teman yang selalu memberikan dorongan baik moril, materil maupun

memotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga tak lupa peneliti menyampaikan ucapan

terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya atas bantuan, motivasi, didikan dan

bimbingan yang diberikan kepada peneliti selama ini, Oleh karena itu penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Warsiti, S.Kp., M. Kep., Sp. Mat. selaku Rektor Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
2. Ibu Mega Ardina, S.P M.Sc. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Ilmu Sosial dan Humaniora

Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.

3. Ibu Annisa Warastri, S.Psi., M.Psi., Psikolog selaku Ketua Prodi Psikologi Universitas

‘Aisyiyah Yogyakarta.

4. Ibu Zahro Varisna Rohmadani, S.Psi., M.Psi., Psikolog selaku Dosen Pembimbing skripsi

Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta. Dan sebagai dosen pembimbing akademik yang sudah

mengarahkan dan membimbing saya untuk lebih baik lagi.

5. Ibu Ratna Yunita Setiytani S.,S.Psi, M.Psi, Psikolog, ibu Andhita Dyorita

khoiryasdien.,S.Psi, M.Psi, Psikolog, ibu Tri Winarsih.,S.Psi, M.Psi, Psikolog, pak

Komrudin.,S.Psi, M.Psi, Psikolog dan juga pak Mustaqim Setyo Ariyanto.,S.Psi, M.Psi

selaku dosen Universitas’Aisyiyah Yogyakarta yang sudah memberikan banyak sekali

pembelajaran dan ilmu seputar Psikologi maupun diluar Psikologi.

Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, segala saran dan kritik atas kekurangan skripsi ini masih akan sangat membantu.

Akhir kata saya selaku peneliti mengucapkan terimaksih.

Yogyakarta, 2023

Peneliti

DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................................................ iv
PERSEMBAHAN.................................................................................................................................... v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN................................................................... vi
ABSTRAK.............................................................................................................................................. vii
ABSTRACT.......................................................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR............................................................................................................................ ix
BAB I......................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang.............................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................................................... 5
D. Manfat Penelitian.......................................................................................................................... 5
E. Ruang Lingkup Penelitian............................................................................................................ 6
F. Keaslian Penelitian....................................................................................................................... 7
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Mahasiswa adalah sebutan orang-orang yang sedang menempuh atau berada di

Pendidikan tinggi disebuah sekolah perguruan tinggi atau biasa kita sebut universitas

yang terdiri mulai dari poltekes, akdemi, institute dan yang lainnya. Menurut Siallagan

(2011), di lingkungan kampus, mahasiswa akan berperan sebagai masyarakat kampus

yang mempunyai tugas utama berupa belajar, membaca buku yang relevan dengan materi

perkuliahan, membuat makalah, presentasi, berdiskusi, hadir di sebuah seminar, dan

kegiatan lain yang bercorak kekampuasan. (Rifda A. 2022)

Seorang mahasiswa biasanya berusia 18 hingga 25 tahun. Pada usia tersebut

merupakan masa akhir dari remaja dan masa awal untuk fase dewasa, sehingga dapat

disebut bahwa usia mahasiswa adalah fase dimana individu dapat memantapkan

pendirian hidupnya. Mahasiswa juga digadang-gadang merupakan golongan yang sering

disebut sebagai kaum intelektual. Hal ini dikarenakan mahasiswa memiliki keistimewaan

yaitu berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi, yang mungkin tidak dapat dinikmati

oleh sebagian besar individu lainnya. Maka dari itu, mahasiswa yang dielu-elukan dapat

bisa berfikir kritis dan bertindak secara cepat dan tepat.

Mahasiswa pada umumnya bisa dikatakan sudah matang dari segi emosinya

ketimbang pada anak SMP dan SMA ketika menyelesaikan masalahnya dengan emosi

yang terkontrol sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat dengan berfikir dua kali

dan tenang terlebih dahulu untuk mencari atau menemukan solusinya. Di samping itu,

mahasiswa juga memiliki tugas lain yakni sebagai penggerak perubahan dan pengontrol
1
sosial masyarakat. Nah, tugas inilah yang nantinya dapat menjadikan seorang mahasiswa

sebagai harapan bangsa di masa depan kelak dengan mencari solusi dari berbagai

masalah yang tengah dihadapi

Di era yang sangat modern ini dan digitalisasi semakin berkembang sangat pesat

dimana hampir kebanyakan yang lebih mengerti dan paham adalah Mahasiswa yang

notabenenya sangat mudah untuk belajar sesuatu hal dan dapat mengikuti zaman.

Mahasiswa merupakan masa transisi dari sekolah menengah atas ke masa perkuliahan,

dimana mahasiswa harus mampu beradaptasi kembali dengan peraturan serta kegiatan

yang ada di perkuliahan. Masa kuliah sangatlah berbeda dengan masa waktu sekolah,

dimana masa kuliah mahasiswa harus dituntut menjadi lebih mandiri dan mampu

mengontrol segala tindakan serta perilakunya.

Manusia merupakan individu kompleks yang memiliki dinamika interaksi psikis

dengan lingkungan keluarga, lingkungan teman, dan lingkungan masyarakat umum.

Dalam berinteraksi pada kehidupan sehari-hari tidak jarang manusia menghadapi

permasalahan yang kompleks. Oleh karena itu perlunya kemampuan salah satunya adalah

problem solving.

Dengan demikian, seorang mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan problem

solving yang memadai, sehingga akan membantu mahasiswa dalam menyelesaikan

persoalan akademik maupun non akademik. Kematangan diri secara emosional (maturing

emotional self) menunjuk pada emosi yang menyangkut semua wilayah perilaku afektif

dengan melibatkan aspek biologis, kognitif, dan sosial.

Kematangan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengekspresikan emosi

secara tepat dan wajar dengan pengendalian diri, memiliki kemandirian, memiliki
2
konsekuensi diri, serta memiliki penerimaan diri yang tinggi. Pengendalian diri adalah

kemampuan remaja dalam mempertahankan dorongan emosi, serta memahami emosi diri

untuk diarahkan kepada tindakan-tindakan positif.

Sharma (2012) menyebutkan bahwa penyesuaian yang dilakukan mahasiswa

tahun pertama dapat menyebabkan ketidakstabilan emosi. Ketidakstabilan emosi yang

intens, tidak terkontrol, dan irasional dapat meningkat menjadi gangguan emosional di

masa mendatang, salah satunya adalah depresi. Mahasiswa sangat rentan terkena gejalan

atau penyakit depresi. Depresi yang terjadi pada remaja seringkali tidak disadari karena

remaja ragu untuk menyatakan perasaannya dan jarang mencari bantuan dari tenaga

profesional. Selain itu, perubahan perilaku yang terjadi pada remaja juga sering diartikan

sebagai perubahan hormonal yang normal (Nagendra, Sanjay, Gouli, Kalappanavar, &

VinodKumar, 2012).

Di satu sisi lain juga mengapa peneliti mengambil judul ini, karena ketika kita

sudah menginjak masa-masa kuliah dan menjadi mahasiswa, itu pasti adanya

permasalahan-permasalahan yang akan muncul entah itu masalah kecil ataupun besar.

Disini singkatnya kematangan emosi itu bisa juga dilihat dari kita menyelesaikan suatu

permasalahan mana yang lebih prioritas dan lebih didahulukan atau diselesaikan.

Pemecahan masalah adalah suatu proses. transformasi dari satu situasi ke situasi

lain untuk mencapai tujuan. Individu mencoba mencapai tujuan mulai dari keadaan awal

(Eskin, 2013). Beberapa penelitian yang mengatakan bahwa dampak dari kurangnya

kemampuan problem solving khususnya pada bidang akademik adalah siswa yang

ditandai dengan kurangnya menganalisis masalah dan merancang penyelesaian masalah

pada materi apersepsi yang diberikan (Komariah, 2011).

3
Oleh karena itu berdasarkan dari dampak-dampak di atas pentingnya peneliti

untuk memperdalam kajian mengenai problem solving. Mahasiswa yang tidak mampu

mengatasi stres dan tekanan akan cenderung menghindar dari kegiatan yang

menimbulkan stres dan tekanan tersebut. Anak laki-laki dan perempuan dikatakan sudah

mencapai kematangan emosi apabila pada akhir masa remaja tidak “meledakkan”

emosinya di hadapan orang lain melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat

untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat ditentukan.

Kematangan emosi berkaitan erat dengan umur seseorang, yang mana diharapkan

emosinya akan lebih matang dan individu akan dapat lebih menguasai atau

mengendalikan emosinya. Namun, ini tidak berarti bahwa bila seseorang telah bertambah

umurnya akan dengan sendirinya dapat mengendalikan emosinya secara otomotis, begitu

pula dengan remaja. Terlepas dari umur yang memang dari teori dan pembahasan diatas

menujukan pada masa remaja yang rentan untuk mengendalikan emosinya, akan tetapi itu

semua kembali kepada dirinya sendiri dan mungkin ada factor pendukung agar emosinya

bisa terkontrol.

Seperti yang sudah peneliti amati pada dunia media social yang diamana hampir

keseluruhan manusia terutama mahasiswa memiliki dan menggunakan media social

seperti Instagram, twitter, dan aplikasi yang sedang digandrungi oleh kaum mileniel yaitu

tiktok. Pada dasarnya media social merupakan suatu alat komunikasi dan berupa sumber

pengetahuan serta dapat mempermudah kerja atau aktivitas keseharian.

Akan tetapi masih banyak yang masih belum mengerti terkait penggunaan media

social secara baik danbenar menurut kode etiknya dengan menyalah gunakan media

social sebagai ajang pamer, curhat, dan bahkan lebih parahnya sampai menggunakan

4
media social sebagai uajran kebencian dan saling cekcok serta berantem sehingga

terjadinya kesinggungan dan konflik akibat salah gunaan media social ini yang mirisnya

hampir kebanyakan kasus dilakukan oleh mahasiswa yang notabene merupakan contoh

ukur sebagai kaum terpelajar.

Hal ini diakibatkan emosi yang melonjak dan pana sehingga dapat dikatakan

kematangan emosi pada mahasiswa masih kurang baik serta untuk penyelesaian suatu

masalah hendaknya dibicarakan dengan baik-baik tidak dengan berkoar-koar di media

social.

Dengan melakukan observasi secara singkat oleh peneliti pada kurang lebih 10

mahasiswa, masih banyak yang belum dapat dan tidak bisa mengendalikan emosi ketika

mereka dihadapkan oleh berbagai masalah, Dimana dalam hal ini menunjukan

kematangan emosi yang belum matang atau stabil pada mahasiswa dan perlu memiliki

kemampuan problem solving atau pemecahan masalah,

Teknik ini sangat berkaitan dengan kematangan emosi diaman seseorang jika

emosinya matang yang tidak mengambil keputusan begitu cepat dan meledak-ledak

dihadapan orang lain disitu mulai bekerjanya system otak dan perasan yang tenang

sehingga dapat mencari solusi dan menyelesaikan sautu permasalahan dengan tepat tanpa

harus emosi.

Table hasil wawancara

No Nama Asal Intansi Hasil Wawancara

1 Inisial MA UNY Subjek merasa ketika sedang dihadapi dalam


suatu permasalahan terkadang masih suka tidak
bias mengontrol emosinya

5
2 Inisial AM Poltekes Jogja Subjek ketika mengahadi permasalahan
praktikum dan PKL moodnya tidak baik dan
dampaknya bias keteman sendirinya serta
tergesa-gesa.

3 Inisial NW UNISA Subjek ketika menghadapi permasalahan


laporan praktikum dan skripsi cenderung
menghindarinya.

Dari hasil observasi dan wawancara diatas ini menunjukan adanya keselarasan

dengan pendapat Rossiana (2011) menemukan bahwa masih banyak mahasiswa yang

belum mampu menyesuaikan pola belajarnya dengan tuntutan kondisi perkuliahan,

terkejut dengan rentang waktu belajar yang panjang dan berbeda, serta tidak dapat

mengatur waktu antara belajar, berorganisasi dan kuliah.

Pada kenyataannya tidak hanya remaja saja yang mengahadapi permasalahan

yang komplek dan belum matang emosinya melainkan setelah melewati masa remaja

yang seharusnya bisa dikatakan dewasa atau matangnya ketika emosi pada masa

peralihan atau sudah menginjak Mahasiswa yang diamana dipandang oleh masyarakat

adalah seseorang yang sudah mulai dewasa dan mampu mengatasi emosinya yang sudah

tidak labil lagi seperti saat remaja.

Kematangan emosi ketika berhadapan dengan permasalahan seperti contoh kecil

mengontrol emosi ketika di hadapkan suatu masalah yaitu memiliki tugas dateline

praktikum dan dengan masalah keluarga yang manjadi pikiran kurang tenang dan kadang

dalam satu waktu itu bentrokan antara acara satu dengan acara yang lain yang

mengakibatkan cara interaksi kita kadang suka meledak-ledak berbicara.

6
Holyoak dalam Eskin (2013) mengemukakan bahwa individu dengan kestabilan

emosi yang baik mampu untuk mengelola situasi yang tidak terduga dan mempunyai

problem solving yang efektif.

Senada dengan itu Hurlock (dalam Lely Dian Sari, 2014:11) mengemukakan tiga

karakteristik dari kematangan emosi, yaitu: (a) Kontrol diri adalah individu tidak

mengeluarkan emosinya dihadapan orang lain dan mampu menunggu saat dan tempat

yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang dapat diterima, (b)

Pemahaman diri adalah individu memilki reaksi emosional yang lebih stabil, tidak

berubah dari satu emosi ke emosi lain. Individu tersebut dapat memahami hal yang

dirasakan dan mengetahui penyebab dari emosi yang dihadapi. (c) Penggunaan fungsi

krisis mental adalah individu mampu menilai situasi terlebih dahulu sebelum bereaksi

secara emosional, kemudian memutuskan bagaimana bereaksi terhadap situasi tersebut.

Kinney (dalam Rhanies, 2011) menyatakan beberapa hal yang merupakan ciri-ciri

kematangan emosi yaitu : dapat berdiri sendiri dimana individu tidak terus menerus

membutuhkan dukungan dari keluarga dan tidak tergantung pada nasehat dan

perlindungan orangtuanya serta mampu mengambil keputusan sendiri. Kemudian mampu

menerima sikap dan perilaku orang lain dimana cara berpikir, berperilaku dan berpakaian

mirip teman sebaya, ia memiliki saluran sosial untuk energinya, jika ia berada dengan

orang lain maka ia mampu menerima perbedaan itu.mampu merespon dengan peka

keadaan orang lain, memiliki kapasitas untuk seimbang secara emosional ( Naimah

2015).

Kemudian pada penelitian sebelumnya dan yang peneliti dapatkan hampir

kebanyakan meneliti terkait kesetabilan emosi dengan problem solving pada remaja,

7
mahasiswa dan jarang juga ditemukan hubungan variable kematagan dengan problem

solving pada mahasiswa, melainkan hanya salah satu dari variable tersebut seperti contoh

“Hubungan Antara Kematangan Emosi Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja”.

Dan walaupun ada yang hampir sama yaitu “Hubungan Antara Kestabilan Emosi

Dan Berpikir Kreatif Dengan Kemampuan Problem Solving Pada Siswa Kelas Xi Sma

Negeri 2 Kebumen Tahun Pelajaran 2018/2019” oleh Ukky Riana Sari (2019) akan tetapi

peneliti sebelumnya menggunakan 3 variabel yaitu kesetabilan emosi, berfikir kreatif dan

problem solving. Dari contoh judul penelitian sebelumnya dapat ditarik kesimpulan

bahwa judul yang diajukan atau penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti ini

berbeda dan belum ada penelitian sebelumnya sama seperrti judul peneliti yaitu

“Kematangan emosi Ditinjau Dari Kemampuan Problem Solving Pada Mahasiswa”.

Dari penjelasan kasus-kasus dan fenomena di atas peneliti menjadi tertarik untuk

mendalami dan meneliti dengan judul “Kematangan emosi Ditinjau Dari Kemampuan

Problem Solving Pada Mahasiswa”. Dari sekian penjelasan di atas mengenai kedua

variabel adanya hubungan yang saling mempengaruhi antar keduanya dimana pada

variabel kematangan emosi yang menunjukan bahwa adanya aspek serta ciri atau

karakteristik yang menunjukan seseorang ketika kematangan emosinya itu stabil dan baik

yang dapat memilih keputusannya sendiri.

Kemudian pada variabel problem solving pemecahan suatu masalah,

permasalahan yang pada variabel tersebut juga terdapat aspek dan ciri-ciri dimana

seseorang dapat menyelsaikan suatu permasalahan atau mencari solusi itu dengan

pemikiran yang tenang dan tanpa tergesa-gesa serta melibatkan emosinya. Jadi dengan

8
kata lain anatar kedau variabel tersebut menunjukan adanya keterikatan satu dengan yang

lain.

B. Rumusan Masalah

Berdasakan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan

masalah pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Adakah hubungan kematangan emosi dengan kemampuan problem solving pada

Mahasiswa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pada penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Hubungan Antara Kematangan Emosi Dengan Kemampuan

Problem Solving Pada Mahasiswa.

D. Manfat Penelitian

Dari hasil penelitian ini yang nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

berikut :

1. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat membantu dan mempermudah untuk menjadikan

sumber informasi bagi peneliti selanjutnya tentang hubungan antara kematangan

emosi dengan kemampuan problem solving terhadap mahasiswa.

2. Bagi para pembaca

Adanya manfaat bagi para pembaca yang dapat membantu dan mendapatkan

suatu ilmu serta pembelajaran dari materi atau topic yang saya bahas pada jurnal

ini.

9
E. Ruang Lingkup Penelitian

1. Materi

Ruang lingkup materi dalam penelitian ini termasuk materi Psikologi, yaitu

Hubungan Antara Kematangan Emosi Dengan Kemampuan Problem Solving

Terhadap Mahasiswa.

3. Subyek

Subyek yang akan diteliti adalah para Mahasiswa

4. Tempat

Penelitian ini dilakukan di Jogjakarta

5. Waktu

Penelitian ini dilakukan mulai dari penyusunan proposal penelitian sampai dengan

laporan hasil penelitian.

10
F. Keaslian Penelitian

No Nama Peneliti Tahun Metode Hasil Perbedaan


1 Lis Binti Muawanah dan 2012 Subjek Subjek Koefisien determinasi R2 = 0,132, Perbedaan antara jurnal
Herlan Pratikto penelitian adalah menunjukkan 13,2% proporsi variasi penelitian ini sudah terlihat
(Kematangan Emosi, remaja tengah usia 16- kenakalan remaja dapat dijelaskan beda mulai dari judul dan dari
Konsep Diri Dan 17 tahun, 53 laki-laki melalui kematangan emosi dan kondisi subjek penelitian.
Kenakalan Remaja) dan 67 perempuan diri.
yang tinggal di Kota
Koefisien korelasi parsial kematangan
Kediri Jawa Timur.
emosi = -0,313 dan p = 0,001
Kematangan emosi
menunjukkan hubungan kematangan
diukur dengan 28
emosi (setelah skor konsep diri
aitem yang item-item
dikontrol secara statistik) dengan
skala disusun secara
kenakalan remaja adalah berlawanan
favourabel dan
arah dan linier.
unfavourabel.
2 Radhitia Paramitasari 2012 Penelitian penjelasan Dilihat juga dari hasil analisis penulis Dari judul bisa terlihat bahwa
Ilham Nur Alfian (explanatory research), deskriptif dari masing-masing variabel variable Y nya berbeda pada
(Hubungan Antara yang menyoroti yaitu yang tergolong dalam penelitiaan ini yaitu
Kematangan Emosi hubungan antara kematangan emosi sedang sebanyak 45 kecenderungan memaafkan
Dengan Kecenderungan variabel-variabel orang atau sekitar 37,19% dari jumlah pada remaja sedangkan saya
Memaafkan Pada Remaja penelitian dan menguji sampel, dan yang tergolong problem solving terhadap
Akhir) hipotesis yang telah mempunyai kematangan emosi rendah mahasiswa
dirumuskan sebanyak 35 orang atau sebesar 28,03%
sebelumnya dari jumlah seluruh sampel dan yang
(Singarimbum & tergolong mempunyai kematangan
Effendi, 2006). emosi yang sangatrendah sebanyak 5
orang atau sekitar 4,13%. Sedang
frekuensi untuk remaja yang

11
kematangan emosinyanya tergolong
sangat tinggi dan tinggi secara berturut-
turut sebagai berikut 7 orang atau
sekitar 5,78% dan 29 orang dengan
persentase 23,97%.
3 Ramadhana Fitri, Rinald 2019 penelitian kuantitatif disimpulkan bahwa subjek dari Dari judul bisa terlihat bahwa
(Hubungan Antara korelasi penelitian ini memiliki kematangan variable Y nya berbeda pada
Kematangan Emosi emosi dan penyesuaian diri yang tinggi penelitiaan ini yaitu
Dengan Penyesuaian Diri dari populasi pada umumnya. Dari penyesuaian diri pada remaja
Pada Remaja) hasil penelitian ditemukan bahwa sedangkan saya problem
variabel kematangan emosi dan solving terhadap mahasiswa
penyesuaian diri berdistribusi normal.
mhasil dari penelitian dapat dilihat
bahwa skor empiris kematangan emosi
adalah sebesar 154,22, dan skor
hipotetiknya adalah 122,5. Kemudian
skor empiris penyesuaian diri sebesar
132,64, dan skor hipotetiknya sebesar
107,5
4 Ukky Riana Sari 2019 Deskriptif kuantitatif Adanya hubungan yang hal ini berarti Perbedaan dengan penelitian
(Hubungan Antara korelasional semakin tinggi kemampuan kestabilan saya yaitu dimana pada judul
Kestabilan Emosi Dan emosi siswa, maka semakin tinggi juga jurnal ini variabelnya 3 yaitu
Berpikir Kreatif Dengan kemampuan problem solving yang kesetabilan emosi dan berfikir
Kemampuan Problem dimiliki siswa. 5.1.2 kreatif dengan kemampuan
Solving Pada Siswa problem solving.
Kelas Xi Sma Negeri 2
Kebumen Tahun
Pelajaran 2018/2019)
5 Dinayanti Afian 2016 Peneliti menggunakan Berdasarkan hasil analisis diketahui Perbedaan dengan judul yang

12
(Hubungan Antara metode kuantitatif variabel gaya hidup hedonis akan saya teliti terdapat mulai
Kematangan Kepribadian mempunyai rerata empirik (RE) dari judul dimana pad judul
Dengan Gaya Hidup sebesar 137,25 dan rerata hipotetik ini variabelnya kematangan
Hedonis Pada (RH) sebesar 122,5 yang berarti kepribadian dengan gaya
Mahasiswi) perilaku gaya hidup hedonis subjek hidup hedonis pada
penelitian tergolong tinggi. mahasiswa, sedangkan pada
judul saya sendiri kematangan
emosi dengan problemsolving
pada mahasiswa.
6 Miwa Patnani (Upaya 2013 Analisis dan deskriptif Kemampuan memecahkan masalah Perbedaanya mulai dari judul
Meningkatkan sangat diperlukan dalam rangka dan isi pada jurnal ini tidak
Kemampuan Problem menyiapkan mahasiswa untuk tersantum sampel, dan
Solving Pada menghadapi persaingan global, variable yang terikat
Mahasiswa) sehingga mahasiswa akan lebih siap
untuk terjun dan berpartisipasi dalam
dunia kerja. Dengan demikian
diharapkan mahasiswa akan menjadi
pribadi yang lebih siap jika
menghadapi masalah, terutama jika
sudah terjun langsung mengabdikan
ilmunya di masyarakat.
7 Amalia Nur Aisyah 2018 Analisis regresi Menunjukkan bahwa kematangan Perbedaan dari penelitian ini
Tuasikal & Sofia berganda emosi dan emotion-focused coping terdapat pada metode dan
Retnowati (Kematangan berperan sebesar 19% pada depresi judul yang membahas
Emosi, Problem-Focused mahasiswa tahun pertama (R² = 0,19; p Kematangan Emosi, Problem-
Coping, Emotion- < 0,05). Kematangan emosi terbukti Focused Coping, Emotion-
Focused Coping dan berkorelasi negatif dengan Focused Coping dan
Kecenderungan Depresi kecenderungan depresi (t = -6,026; p < Kecenderungan Depresi pada
pada Mahasiswa Tahun 0,05), sedangkan emotion-focused Mahasiswa Tahun Pertama.
Pertama) coping berkorelasi positif dengan

13
kecenderungan depresi (t = 2,265; p <
0,05) pada mahasiswa tahun pertama.
Hasil penelitian menemukan bahwa
problem-focused coping tidak
berkorelasi dengan kecenderungan
depresi pada mahasiswa tahun pertama
(t = -0,557; p > 0,05).
8 Nia Febbiyani Fitri & 2017 Analisis dan deskriptif Kematangan emosi remaja dalam Perbedaan dari penelitian ini
Bunga Adelya pengambilan keputusan dipengaruhi terdapat pada metode dan
(Kematangan Emosi oleh beberapa faktor, yaitu keluarga, judul yang membahas
Remaja Dalam orangtua dengan berbagai pola yang Kematangan Emosi remaja
Pengentasan Masalah) diterapkan dalam mendidik anaknya, dalam pengentasan masalah.
usia juga secara tidak langsung dapat Adanya perbedaan dari
mempengaruhi kematangan emosi variabelnya dan subjek.
anaknya, dan lingkungan. Sehingga
kematangan emosi remaja akan
dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri
dan luar diri remaja.

14
Deskripsi :

Kesimpulan keasliaan penelitian berdasarkan pada tabel diatas yaitu:

Berdasarkan dari beberapa penelitian diatas dengan penelitian yang peneliti lakukan

“Hubungan Antara Kematangan Emosi Dengan Kemampuan Problem Solving Pada Mahasiswa”.

tentu ada perbedaan yang mana dari semua keaslian penelitian atau referensi dari berbagai jurnal

dan literatur lainnya terletak pada variablenya, serta dari keseluruhan itu belum adanya kesamaan

persis seperti judul yang peneliti gunakan, maka dari itu peneliti melakukan penelitian yang

terbaru.

15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kematangan Emosi

1. Definisi Kematangan Emosi

Kematangan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengekspresikan emosi

secara tepat dan wajar dengan pengendalian diri. Kematangan emosi yakni ekspresi

dari emosi yang sifat Individu yang matang secara emosi memiliki kontrol penuh

terhadap ekspresi dari perasaannya dan menunjukkan perilaku berdasarkan norma

sosial yang berlaku (Rani, Kamboj, Malik, & Kohli, 2015). Malkappagol (2018)

menjelaskan, kematangan emosi tingkatan sebaik apakah seseorang bisa mengontol

emosi, merespons kondisi, serta bertingkah dewasa pada saat menghadapi individu

lain.

Murray (dalam Susanto, 2018) mengatakan kematangan emosi adalah suatu

kondisi mencapai perkembangan pada diri individu di mana individu mampu

mengarahkan dan mengendalikan emosi yang kuat agar dapat diterima oleh diri

sendiri dan orang lain. Yusuf (dalam Susanto, 2018) kematangan emosi adalah

suasana atau respon emosional yang terhindar dari sifat-sifat impulsif atau bertingkah

laku berdasarkan dorongan sesaat tanpa pertimbangan yang matang, atau kekanak-

kanakan.

Glimer (dalam Dewi 2010) mengemukakan bahwa kematangan emosi tidak

mempunyai batasan umur, artinya kematangan emosi seseorang tidak bisa dilihat.

Glimer mengemukakan indikator kematangan emosi seseorang dapat dilihat dari

kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stress, tidak mudah khawatir atau

cemas dan tidak mudah marah.

16
Menurut Morgan (dalam Susanto, 2018) kematangan emosi merupakan keadaan

emosi yang dimiliki seseorang dimana apabila mendapatkan stimulus emosi tidak

menunjukkan gangguan kondisi emosi. Menurut Davidoff (dalam Naimah, 2015)

kematangan emosi adalah kemampuan untuk dapat menggunakan emosinya dengan

baik serta dapat menyalurkan emosinya pada hal-hal yang bermamfaat dan bukannya

menghilangkan emosi yang ada dalam dirinya

Chaplin (2011:165) mengungkapkan bahwa kematangan emosi ialah suatu

keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional

dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional

yang pantas bagi anak-anak. Kaplan dan Baron (dalam Mahmoudi, 2012)

menguraikan karakteristik dari seseorang yang dewasa secara emosional, yaitu ia

memiliki kapasitas untuk menunda pemenuhan kebutuhan, memiliki keyakinan dalam

perencanaan jangka panjang, dan mampu menunda atau merevisi harapan terkait

tuntutan situasi.

Reber dan reber (2010) menjelaskan kematangan emosi yakni kondisi saat

reaktifitas emosi individu dikatakan normal serta tepat untuk kategori dewasa lain

dalam masyarakat. Singh dan Bhargava (Joshi & Thomar, 2010) menjelaskan

kematangan emosi dapat dipahami sebagai kemampuan pengendalian diri pada emosi

yang merupakan hasil dari berpikir dan belajar. Seseorang yang mampu menjaga

kontrol emosi untuk menunda dan bertahan pada respon emosi tanpa harus

mengasihani diri sendiri (Singh & Bhargava, 1989; dalam Kaur, 2013).

Kematangan emosi ini merupakan dasar bagi penyesuaian dalam kehidupan anak

selanjutnya. Kurangnya kemampuan remaja dalam memahami serta mengelola emosi

17
dalam porsi yang tepat akan mengakibatkan tidak terkendalinya emosi sehingga

remaja mudah terlibat dalam tindak kekerasan dan kejahatan serta tindakan lain yang

mengarah pada perilaku agresi. (Puspita, 2011)

Kematangan emosi yakni ekspresi dari emosi yang sifatnya interaktif serta

konstruktif. Seseorang yang mampu meraih kematangan emosi diperlihatkan oleh

kapabilitas untuk mengendalikan emosi, memahami dirinya sendiri, bisa berfikir

realistis, serta bisa mampu menampilkan emosi yang positif ditempat seta waktu yang

sesuai (Khairani, 2016).

Sementara itu Suntrock (2011) menjelaskan, emosi yakni efek atau perasaan yang

timbul pada saat individu ada pada sebuah situasi ataupun tengah terlibat pada

interaksi penting. Emosi dapat diperlihatkan dengan bagaimana tingkah laku yang

mengekpresikan ataupun merefleksikan perasaan senang ataupun tidaknya dari

individu yang tengah berada pada situasi tertentu.

Kematangan emosi membuat remaja mampu mengembangkan hubungan yang

sehat dengan lingkungan sosialnya. Dalam hubungan yang sehat ini, remaja akan

dapat mengelola emosinya , berusaha menyesuaikan diri dengan suasana orang lain,

dan mencari keharmonisan dalam menjalin hubungan dengan orang lain (Mahmoudi,

2012).

Menurut Walgito (dalam Kaerani, 2014) mengatakan bahwa kematangan emosi

adalah berkaitan erat dengan usia seseorang di mana seseorang diharapkan akan lebih

matang emosinya dan individu akan lebih menguasai atau mengendalikan emosinya,

namun tidak berarti bahwa seseorang bertambah usianya berarti dapat mengendalikan

emosinya secara otomatis.

18
2. Aspek dan ciri – ciri

Adupun beberapa aspek kematangan emosi diantaranya (Katkovsky dan Garlow

dalam putri, 2018) :

1. Kemandirian

Individu yang mempunyai kemampuan dalam mengelola kehidupan, bisa

menemban tanggungjawab untuk hal yang dilakukan, bersedia belajar mandiri

serta mampu untuk menentukan sesuatu yang diinginkannya.

2. Kapasitas Menerima Realita

Individu dengan emosi matang mampu menerima segala realita mulai dari positif

ataupun negatif. Individu tersebut akan mengunakan segala pengalmannya

dalam menghadapi kenyataan tersebut secara optimal sehingga secara tidak

langsung menumbuhkan pola perilaku dalam berhubungan pada indivisu

lainnya.

3. Kemampuan Beradaptasi

Kapabilitas untuk menyesuaikan diri dalam berbagai situasi apapun.

Kemampuan beradaptasi ini menjadi aspek ppenting dalam kematangan emosi

karena bila individu tersebut mampu menerima berbagai karakteristik dari

individu lain artinya ia bisa berhubungan pada individu lain secara mudah.

4. Kemampuan Menguasai Amarah

Seseorang dengan kematangan emosi cenderung bisa menguasai amarah dan

bisa memahami hal apa sajakah yang bisa memicu timbulnya amarah, dimana

membuatnya bisa mengutarakan rasa amarah dengan cara yang lebih positif.

19
Aspek-aspek kematangan emosi menurut Walgito (dalam Naimah 2015)

ada enam, yaitu:

a. Menerima apa adanya, dapat menerima dengan baik keadaan dirinya

maupun orang lain seperti apa adanya secara objektif.

b. Tidak bersifat impulsive, yaitu individu akan merespon stimulus dengan

cara mengatur fikirannya secara baik untuk memberikan tanggapan terhadap

stimulus yang mengenainya, orang yang bersifat impulsive yang segera

bertindak suatu pertanda bahwa emosinya belum matang.

c. Emosi terkontrol, dapat mengontrol emosinya atau dapat mengontrol

ekpresi emosinya secara baik, walaupun seseorang dalam keadaan marah tetapi

marah itu tidak ditampakkan keluar, karena dia dapat mengatur kapan

kemarahan itu perlu dimanifestasikan .

d. Sabar, Bersifat sabar, pengertian, dan umumnya cukup mempunyai

toleransi yang baik.

e. Bertanggung jawab, mempunyai tanggung jawab yang baik, dapat

berdiri sendiri, tidak mudah mengalami frustasi dan akan menghadapi masalah

dengan penuh pertimbangan.

Kinney (dalam Rhanies, 2011) menyatakan beberapa hal yang merupakan ciri-ciri

kematangan emosi yaitu :

a. Dapat berdiri sendiri dimana individu tidak terus menerus membutuhkan

dukungan dari keluarga dan tidak tergantung pada nasehat dan perlindungan

orangtuanya serta mampu mengambil keputusan sendiri.

20
b. Kemudian mampu menerima sikap dan perilaku orang lain dimana cara

berpikir, berperilaku dan berpakaian mirip teman sebaya.

c. Memiliki saluran sosial untuk energinya, jika ia berada dengan orang lain

maka ia mampu menerima perbedaan itu.mampu merespon dengan peka

keadaan orang lain, memiliki kapasitas untuk seimbang secara emosional

( Naimah 2015).

B. Problem Sloving

a. Pengertian Problem Solving

Secara bahasa problem soving berasal dari dua kata yaitu problem dan solves.

Makna bahasa dari problem yaitu suatu hal yang sulit untuk melakukannya atau

memahaminya, dapat juga diartika sebagai suatu pertanyaan yang butuh jawaban

atau jalan keluar. Sedangkan solves dapat diartika sebagai mencari jawaban untuk

suatu masalah. Sedangkan secara terminologi problem solving adalah suatu cara

berpikir secara ilmiah untuk mencari pemecahan suatu masalah (Djamarah & Aswan,

2002 dalam skripsi Ukky Riana, 2019).

Problem solving juga diartikan sebagai suatu proses mental dan intelektual dalam

menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat,

sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. (Sanjaya : 2011) Problem

Solving, menurut istilah adalah proses penyelesaian suatu permasalahan atau

kejadian, upaya pemilihan salah satu dari beberapa alternatif atau option yang

mendekati kebenaran dari suatu tujuan tertentu.

Pemecahan masalah adalah suatu proses transformasi dari satu situasi ke situasi

lain untuk mencapai tujuan. Individu mencoba mencapai tujuan mulai dari keadaan

21
awal (Eskin, 2013). Beberapa penelitian yang mengatakan bahwa dampak dari

kurangnya kemampuan problem solving khususnya pada bidang akademik adalah

siswa yang ditandai dengan kurangnya menganalisis masalah dan merancang

penyelesaian masalah pada materi apersepsi yang diberikan (Komariah, 2011).

Problem solving adalah penyelesaian masalah sebagai proses yang diarahkan

sendiri oleh individu yang berupaya untuk mengidentifikasi, menemukan, atau

mengembangkan solusi koping adaptif untuk permasalahan (baik akut maupun

kronis) yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari (Nezu, Christine Maguth Nezu, &

D’Zurilla, 2012). Sedangkan menurut Eskin (2013) problem-solving adalah suatu

proses. transformasi dari satu situasi ke situasi lain untuk mencapai tujuan. Individu

mencoba mencapai tujuan mulai dari keadaan awal.

Problem solving merupakan salah satu bentuk dari teori konstruktivitisme

psikologis. Dimana teori konstruktivisme psikologis memfokuskan pada bagian

individu-individu menggunakan informasi, sumber daya, dan bantuan dari orang lain

untuk membangun dan meningkatkan model mental dan strategi problem solving

(windschitl, 2004 dalam skripsi Ukky Riana, 2019).

Problem solving atau pemecahan masalah adalah proses melibatkan penerapan

pengetahuan dan keterampilan-keterampilan untuk mencapai suatu tujuan (Girl, dkk,

2002 dalam skripsi Ukky Riana, 2019).

Problem solving atau pemecahan masalah adalah proses melibatkan penerapan

pengetahuan dan keterampilan-keterampilan untuk mencapai suatu tujuan (Girl, dkk,

2002 dalam skripsi Ukky Riana, 2019).

22
Problem Solving, menurut istilah adalah proses penyelesaian suatu permasalahan

atau kejadian, upaya pemilihan salah satu dari beberapa alternatif atau option yang

mendekati kebenaran dari suatu tujuan tertentu. Problem solving sendiri sejalan

dengan teori psikoanalisa yang dikembangkan oleh Sigmund Freud yang

mengutamakan unsur-unsur motivasi, emosi, dan aspek-aspek internal individu dan

mengasumsikan bahwa kepribadian individu akan berkembang ketika terjadi konflik-

konflik dari aspek-aspek individu tersebut (Keens, 2006 skripsi Ukky Riana, 2019).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa problem solving

merupakan suatu perilaku kognitif individu dengan tujuan terarah untuk menemukan

suatu cara yang efektif agar dapat menyelesaikan berbagai permasalahan dalam

hidupnya. Adapun prinsip-prinsip Problem Solving adalah:

b. Keberhasilan dalam memecahkan masalah dapat dicapai jika diarahkan ke

masalah yang ia mampu memecahkannya

c. Dalam memecahkan masalah, pakailah data/ keterangan yang ada

d. Titik tolak pemecahan masalah ialah mencari kemungkinan-kemungkinan

jalan keluar

e. Menyadari masalah harus didahulukan dari usaha memecahkan masalah

f. Proses menciptakan ide-ide baru (innovative) hendaknya dipisahkan dari

proses evaluasi ide, sebab yang akhir ini menghambat yang pertama

g. Situasi-situasi pilihan, hendaknya dijadikan situasi masalah. Situasi masalah

ditandai dengan adanya hambatan

h. Situasi masalah kadang perlu diubah menjadi situasi pilihan. Tujuan situasi

masalah adalah menghilangkan hambatan.

23
i. Pemecahan masalah yang diusulkan oleh pemimpin sering dievaluasi secara

kurang obyektif

b. Aspek dan Tahapan

Aspek problem-solving mengacu pada sifat keterampilan dan kemampuan yang

dapat digunakan individu selama menyelesaikan masalah, menurut Eskin (2013)

aspek daripada problem-solving adalah : komponen kognitif, metakognitif dan

motivasi. Berikut akan dijelaskan aspek tersebut :

1. Aspek kognitif

Komponen kognitif dari pemecahan masalah terkait dengan apakah individu

memahami masalah dengan benar atau tidak. Untuk dapat memecahkan masalah,

individu perlu melihatnya dengan benar sejak awal. Persepsi ini terkait erat dengan

cara individu memproses informasi. Komponen kognitif dalam problem-solving

adalah :

a. Kemampuan untuk berpikir tentang solusi alternatif

Seorang individu yang menghadapi masalah harus dapat memikirkan

solusi alternatif untuk masalah tersebut agar dapat memecahkan masalah dengan

cara yang diinginkannya. Individu harus dapat memilih solusi yang paling sesuai

dengan tuntutan pribadi dan situasional. Agar dapat membuat pilihan ini,

individu harus dapat berpikir tentang berbagai aspek masalah dan dapat

menghasilkan solusi alternatif. Masalah yang terkait dengan pertimbangan solusi

alternatif adalah kekakuan kognitif. Orang yang memiliki kekakuan kognitif

melihat masalah yang ada secara terbatas dan tidak dapat melihat aspek lain dari

situasi dan, akibatnya, tidak dapat menghasilkan solusi alternatif.

24
b. Kemampuan mengkonsepkan langkah untuk mencapai target

Kemampuan untuk mengonseptualisasikan langkah demi langkah yang

diperlukan untuk mencapai tujuan adalah proses kognitif yang rumit. Individu

yang memiliki keterampilan ini harus dapat terlibat dalam kegiatan kognitif dari

analisis dan sintesis. Pertama, ia harus bisa membayangkan tugas secara

keseluruhan dan kemudian membaginya menjadi komponen-komponen kecil

dengan menganalisisnya. Akhirnya, berdasarkan pada komponen-komponen

kecil, ia harus mampu merancang tugas secara kognitif secara keseluruhan dan

terlibat dalam reaksi, tindakan motorik, dan mengatur emosi yang diperlukan

untuk mencapai tujuan.

c. Kemampuan untuk berpikir tentang konsekuensi

Salah satu karakteristik paling penting dari manusia adalah kemampuan

untuk memikirkan konsekuensi dari tindakannya. Untuk memikul tanggung

jawab seperti itu, individu harus dapat menilai keuntungan dan kerugian dari

tindakan atau tidak bertindaknya untuk diri dan lingkungannya. Salah satu

keterampilan kognitif yang harus dimiliki seseorang untuk penyelesaian masalah

kehidupan yang sukses adalah kemampuan untuk berpikir sebelumnya tentang

konsekuensi dari tindakan seseorang yang berkaitan dengan diri dan lingkungan.

Seseorang yang dapat memikirkan konsekuensi dari langkah yang diambilnya

mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dengan cara yang

sehat.

d. Kemampuan untuk menganalisa sebab akibat dalam situasi sosial

25
Peristiwa sosial mengandung hubungan sebab-akibat yang kompleks. Satu

peristiwa dapat menjadi penyebab dan hasil dari peristiwa lain. Oleh karena itu,

seseorang harus dapat mengaitkan konsekuensi dengan penyebab yang benar dan

harus dapat berpikir tentang sifat hubungan yang kompleks secara fleksibel.

Orang-orang yang berhasil dalam pemecahan masalah dapat mempertimbangkan

hubungan sebab-akibat dalam peristiwa sosial meskipun sifatnya kompleks.

e. Kemampuan untuk mengambil perspektif

Selman dalam Eskin (2013) mendefinisikan pengambilan perspektif

sebagai kemampuan untuk memandang diri sendiri dan orang lain sebagai subjek

yang berbeda. Karena itu, mengambil perspektif tampaknya merupakan

kemampuan kognitif sosial dasar atau keterampilan dasar untuk penyelesaian

masalah antarpribadi. Suatu kondisi penting untuk membangun dan menjaga

keharmonisan dalam hubungan interpersonal adalah kemampuan untuk melihat

peristiwa dan masalah dari perspektif pihak lain. Akar semua masalah

komunikasi terletak pada desakan orang pada sudut pandang mereka sendiri dan

ketidakmampuan mereka untuk melihat peristiwa dari sudut pandang orang lain.

Dengan demikian kemampuan sosial kognitif yang didefinisikan sebagai

pengambilan perspektif memainkan peran penting dalam resolusi dan

pencegahan masalah dalam hubungan interpersonal.

2. Aspek Metakognitif

Menurut Mayer dalam Eskin (2013) mendefinisikan pengetahuan metakognitif

tentang penyelesaian masalah sebagai pengetahuan kapan harus digunakan,

bagaimana cara berkoordinasi, dan bagaimana memonitor berbagai keterampilan

26
dalam pemecahan masalah. Selain itu, individu harus dapat mentransfer pengetahuan

kapan harus digunakan, bagaimana cara berkoordinasi, dan bagaimana memantau

keterampilan untuk penyelesaian masalah baru.

Individu perlu menyimpan informasi tentang kapan harus menggunakan

keterampilan untuk pemecahan masalah, serta bagaimana mengoordinasikan dan

memonitornya. Dengan kata lain, individu menyimpan keterampilan dan strategi

yang ia gunakan selama proses pemecahan masalah dalam ingatannya. Kemudian, ia

dapat mengambil informasi ini dan menerapkannya pada resolusi masalah baru.

Informasi yang dimaksud sebenarnya adalah informasi pribadi. Menyimpan

informasi pribadi tersebut dan mengambilnya diperlukan untuk pengembangan

keterampilan penyesuaian seseorang.

3. Aspek Motivasi

Aspek motivasi penyelesaian masalah terkait dengan alasan mengapa individu

berusaha atau tidak berusaha memecahkan masalah. Ini dapat diartikan sebagai

apakah individu ingin atau tidak ingin berurusan dengan masalah tersebut. Hal

tersebut dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :

a. Minat pada masalah

Ketertarikan atau ketidaktertarikan orang tersebut terhadap suatu masalah

terkait dengan kebutuhan pribadi, kemauan, dan karakteristik individu lainnya.

Ketertarikan orang tersebut pada masalah juga terkait dengan persepsi bahwa

masalahnya relevan dengan situasi pribadinya.

Orang-orang tertarik pada masalah yang mereka anggap penting secara pribadi,

sedangkan mereka tetap acuh tak acuh terhadap masalah yang tidak penting.

27
Tertarik pada suatu masalah secara langsung berkaitan dengan keyakinan bahwa

kesulitan yang dialami seseorang disebabkan oleh masalah itu.

Dari perspektif klinis, pengetahuan tentang kualitas dan tingkat minat klien

terhadap situasi masalah dapat berdampak pada proses perawatan. Seorang klien

yang tidak tertarik pada masalah yang dia alami tidak akan mau mengambil

langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

b. Self-efficacy

Self-efficacy didefinisikan oleh Bandura dalam Eskin (2013) sebagai tingkat

perasaan seseorang tentang kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan.

Ekspektasi self-efficacy adalah antisipasi seseorang apakah seseorang akan dapat

mewujudkan perilaku tertentu atau tidak. Keyakinan self-efficacy orang tentang

suatu tugas atau pekerjaan adalah penting untuk penyelesaian tugas atau pekerjaan

tersebut.

Dalam konteks pemecahan masalah, persepsi efikasi diri terkait dengan

keyakinan subyektif seseorang tentang kemampuannya sehubungan dengan

masalah yang dihadapi. Ketika dihadapkan pada sebuah masalah, bagaimana

seseorang memandang diri sendiri dan hubungannya dengan masalah itu sangatlah

penting. Seseorang akan melakukan suatu tindakan jika dia menganggap dirinya

efisien ketika menghadapi suatu masalah.

c. Atribusi

Atribusi meliputi fisik dan mental seseorang, gaya atribusi memberi arahan dan

membentuk perilaku manusia dalam proses pemecahan masalah. Atribusi dan

gaya seseorang yang mengikuti upaya mereka untuk menyelesaikan masalah yang

28
mereka hadapi akan berdampak pada kondisi psikologis mereka. Pengetahuan

tentang atribusi sebab akibat orang dan penjelasan tentang suatu masalah dapat

diambil sebagai faktor prediktif yang mungkin untuk keberhasilan atau kegagalan

proses pemecahan masalah.

Dengan kata lain, dalam konteks pemecahan masalah, atribut mengandung

penilaian dan kesimpulan yang dibuat orang sehubungan dengan apakah mereka

akan berhasil atau tidak dalam memecahkan masalah. Atribusi meliputi fisik dan

mental seseorang.

Pemecahan masalah adalah suatu proses atau transformasi dari satu situasi ke

situasi lain untuk mencapai tujuan. Individu mencoba mencapai tujuan mulai dari

keadaan awal. Untuk mencapai tujuan, individu perlu melakukan serangkaian

tindakan. Menurut Westen dalam Eskin (2013) tahapaannya adalah sebagai berikut :

1. Tahap awal (perjumpaan dengan masalah): Pada tahap ini, individu

menghadapi masalah dan menunjukkan reaksi tertentu. Ia mengevaluasi apakah

masalahnya mudah atau sulit serta penting atau tidak. Beberapa orang mungkin tidak

mengenali masalah ketika mereka menghadapinya. Beberapa orang mungkin tidak

menganggap masalahnya. Bahkan jika mereka melihatnya, mereka mungkin tidak

secara sadar menerima keberadaannya. Kemampuan orang tersebut untuk mengenali

masalah pada pertemuan awal dan untuk mengklasifikasikan tingkatan masalah.

2. Tahap operasi (mengambil tindakan untuk memecahkan masalah): Individu

mengambil beberapa tindakan untuk menghilangkan masalah atau untuk menemukan

solusi yang diinginkan untuk masalah tersebut. Cara dia 17 berjuang dengan masalah

mungkin membawanya ke solusi atau kekacauan. Orang tersebut menjalani

29
serangkaian tindakan tersebut untuk menyelesaikan masalah, dan untuk mencapai

tujuan yang diinginkan.

3. Tahap penghapusan masalah (mencapai tujuan yang diinginkan): Di sini orang

tersebut mengikuti tindakan yang dia yakini akan menghilangkan situasi masalah

menggunakan teknik dan strategi yang tepat. Apakah orang itu akan mencapai tujuan

yang diinginkan tergantung pada dimana dia membuat pilihan tindakan yang tepat atau

tidak. Proses ini akan berlangsung sepanjang hidup individu.

c. Faktor Yang Mempengaruhi

Terdapat 4 faktor yang mempengaruhi proses dalam problem solving (Anita,2018)

yaitu :

1. Motivasi

2. Kepercayaan dan sikap yang salah,

3. Kebiasaan dan

4. Emosi

Selain faktor yang mempengaruhi, dalam proses pemecahan masalah juga terdapat

faktor penghambatnya. Muhid (2013) menjelaskan beberapa penghambat mental di

dalam proses pemecahan masalah meliputi:

1. Functional Fixedness : seseorang hanya memandang suatu objek berfungsi

sebagaimana dirancang atau diinginkan oleh pembuatnya.

2. Mental Set : orang cenderung mempertahankan aktivitas mental yang telah

dilakukan secara berulang-ulang dan berhasil ketika ia menghadapi masalah serupa

namun di dalam situasi yang baru.

30
3. Perceptual Added Frame : bingkai tersamar ini membatasi gerak langkah

seseorang dalam mencari jalan keluar atas persoalan yang dihadapi.

4. Informasi yang tidak relevan : penemuan fakta-fakta yang tidak penting membuat

fakta yang relevan menjadi vercampur aduk dengan fakta yang tidak relevan

sehingga membuat masalah menjadi tidak jelas

5. Masalah yang tidak jelas : beberapa masalah yang tidak jelas seperti ill defined

problem or unstructured problem dapat menghalangi proses pemecahan masalah.

C. Kematangan Emosi Ditinjau Dari Kemampuan Problem Solving Pada Mahasiswa

Di era yang modern dan digitalisasi yang dimana teknologi berkembang sangat

pesat yang hampir semua akses dapat mudah di dapatkan. Dalam hal ini tidak

menutup kemungkinan masyarakat dapat cepat mengikuti zaman yang terus

berkembang terutama pada mahasiswa yang mudah untuk belajar sesuatu yang baru.

Namun tidak semua dapat mengelola dalam artian dengan kemajuan teknologi juga

perlu dibarengi dengan kesiapan diri ketika mendapat suatu masalah dapat

menyelesaikannya dan dapat mengontrol emosinya.

Berangkat dari sini peneliti menghubungkan variabel kematangan emosi dan

problem solving, Problem solving adalah penyelesaian masalah sebagai proses yang

diarahkan sendiri oleh individu yang berupaya untuk mengidentifikasi, menemukan,

atau mengembangkan solusi koping adaptif untuk permasalahan (baik akut maupun

kronis) yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari (Nezu, Christine Maguth Nezu, &

D’Zurilla, 2012). Sedangkan menurut Eskin (2013) problem-solving adalah suatu

31
proses. transformasi dari satu situasi ke situasi lain untuk mencapai tujuan. Individu

mencoba mencapai tujuan mulai dari keadaan awal.

problem solving sendiri didefinisikan sebagai suatu permasalahan yang harus

diselesaikan melalu proses oleh individu dalam artian dapat mengidentifikasikan dan

menemukan suatu solusi atau bisa juga mengembangkan solusi untuk suatu

permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing individu.

Problem solving sendiri sejalan dengan teori psikoanalisa yang dikembangkan

oleh Sigmund Freud yang mengutamakan unsur-unsur motivasi, emosi, dan aspek-

aspek internal individu dan mengasumsikan bahwa kepribadian individu akan

berkembang ketika terjadi konflik-konflik dari aspek-aspek individu tersebut (Keens,

2006 skripsi Ukky Riana, 2019),

Dalam hal ini kemampuan problem solving setiap individu itu sangatlah berbeda

dan tentunya setiap individu memiliki problem atau masalahnya masing-masing serta

memiliki penyeselaian dengan caranya sendiri terutama pada seorang mahasiswa

yang bisa dikatakan sudah dapat mumpuni dalam penyelesaian masalah.

Sedangkan kematangan emosi dari pendapat Malkappagol (2018) menjelaskan,

kematangan emosi merupakan tingkatan sebaik apakah seseorang bisa mengontrol

emosi, merespons kondisi, serta bertingkah dewasa pada saat menghadapi individu

lain. Hal ini selaras dengan pendapat Chaplin (2011) mengungkapkan bahwa

kematangan emosi ialah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan

dari perkembangan emosional dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi

menampilkan pola emosional yang pantas bagi anak-anak.

32
Kemudian kematangan emosi merupakan kemampuan seseorang untuk

melakukan reaksi emosi sesuai dengan tingkat perkembangan pribadi. Definisi

tentang kematangan emosi merupakan suatu keadaan tercapainya tingkat kedewasaan

dalam perkembangan emosi. Seseorang dikatakan matang emosinya apabila ia

mampu menggunakan pikirannya sebelum bereaksi atau bertindak.

Orang yang matang emosinya tidak “meledakkan” emosinya dihadapan orang

lain, melainkan menunggu saat dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan

emosinya dan seseorang yang matang emosinya juga mampu menilai situasi secara

kritis sebelum bereaksi secara emosional, memiliki reaksi emosi yang stabil, tidak

berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain.

Glimer (dalam Dewi 2010) mengemukakan bahwa kematangan emosi tidak

mempunyai batasan umur, artinya kematangan emosi seseorang tidak bisa dilihat.

Glimer mengemukakan indikator kematangan emosi seseorang dapat dilihat dari

kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stress, tidak mudah khawatir atau

cemas dan tidak mudah marah.

Dengan demikian dari penjelasan diatas dapat kita hubungkan antara

kematangan emosi dengan problem solving yang dimana adanya korelasi atau

keterikatan antara kematangan emosi dengan problem solving. Hal ini telah

dijelaskan pada baisan atas bahwa seseorang dapat dikatakan matang emosinya

apabila ia mampu menggunakan pikirannya sebelum beraksi atau bertingak.

Dengan kata lain, sama halnya dengan penyelesaian masalah atau problem

solving yang harus menggunakan pikiran sebelum menyelesaikan masalah atau

memikiran suatu solusi agar tebebas atau setidaknya masalah dapat berkurang.

33
Masih banyak seseorang yang masih belum matang secara emosinya yang

berujung tidak dapat menyelsaikan suatu permasalahannya yang sedang dihadapi

terutama pada penelitian ini peneliti mengambil subjek mahasiswa. Dimana

mahasiswa itu sendiri merupakan dapat katakan sebagai generasi penerus bangsa,

namun masih banyak beberapa yang dalam mengontrol emosinya belum matang dan

juga kurangnya kemampuan dalam problem solving atau pemecahan suatu masalah.

Aspek
Kematangan
Emosi
Ciri-ciri
Definisi
Umum
Aspek
Problem
Solving
Faktor

34
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode pendekatan kuantitatif

korelasional dengan dua variabel (satu variabel bebas yaitu problem solving dan satu

variabel terikat yaitu kematangan emosi). Penelitian kuantitaif ini merupakan suatu

metode yang digunakan pada kegiatan ilmiah yang bertujuan untuk mendapatkan

pengetahuan dari suatu permasalahan dan hasilnya itu berupa fakta yang terkonsep dan

memuat teori.

Menurut Sudaryana, dkk (2022) penelitian kuantitatif adalah penelitian yang

menekankan pada analisis data-data numerik (angka) yang diolah dengan metode

statistik. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian inferensial

(pengujian hipotesis) dan menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas

kesalah penolakan hipotesis nol (nihil).

Dengan metode kuantitatif, diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau

hubungan antar variabel yang diteliti. Pada umumnya, penelitian kuantitatif merupakan

penelitian sampel besar (Laily, 2020).

B. Variabel Penelitian

Menurut Sudaryono (2018) variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu

yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh

35
informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini

terdapat variabel independen, variabel, dan variabel intervening.

b. Variabel Independen

Variabel independen sering disebut sebagai variabel stimulus, predictor,

antecedent. Menurut Sudaryono (2018) variabel independen (bebas) adalah variabel

yang menjelaskan atau memengaruhi variabel yang lain. Variabel independen atau

variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi dalam penelitian ini adalah

problem solving.

c. Variabel Dependen

Variabel dependen sering disebut sebagai variabel output, kriteria, dan konsekuen.

Menurut Sudaryono (2018) variabel dependen (tergantung) adalah variabel yang

dijelaskan atau yang dipengaruhi oleh variabel independen. Dalam penelitian ini

variabel yang di pengaruhi adalah terhadap kematangan emosi.

C. Definisi Operasional Variabel

a. Problem Solving

Problem solving adalah penyelesaian masalah sebagai proses yang diarahkan

sendiri oleh individu yang berupaya untuk mengidentifikasi, menemukan, atau

mengembangkan solusi koping adaptif untuk permasalahan (baik akut maupun

kronis) yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari (Nezu, Christine Maguth Nezu, &

D’Zurilla, 2012). Sedangkan menurut Eskin (2013) problem-solving adalah suatu

proses. transformasi dari satu situasi ke situasi lain untuk mencapai tujuan. Individu

mencoba mencapai tujuan mulai dari keadaan awal.

36
Problem solving merupakan pemecahan masalah dengan suatu keadaan yang

menuntut kognitif pada prilaku individu dengan tujuan untuk menemukan suatu cara

yang efektif dalam menangani dan menyelesaikan permasalahan dalam hidupnya.

Dimana dari problem solving ini dapat kita ketehui bagaimana setiap individu

dapat menyelesaikan masalahnya dengan kemampuan cara berfikir secara ilmiah

dalam menemukan solusi atau pemecahan masalah berdasarkan data dan informasi

yang akurat, sehingga dapat diambilnya kesimpulan dan terselesainya suatu masalah

dengan tepat dan cermat.

Sehingga tidak hanya kemampuan cara berfikir saja dalam patokan, melainkan

problem solving sendiri merupakan suatu proses mental dan intelektual yang dimiiki

oleh individu. Adapun skala yang digunakan yaitu skala problem solving yang terdiri

dari Aspek problem solving mengacu pada sifat keterampilan dan kemampuan yang

dapat digunakan individu selama menyelesaikan masalah, menurut Eskin (2013)

aspek daripada problem solving adalah : komponen kognitif, metakognitif dan

motivasi.

b. Kematangan Emosi

Kematangan emosi yakni merupakan gambaran ekspresi dari emosi yang sifatnya

interaktif serta konstruktif. Seseorang yang mampu meraih kematangan emosinya

dapat dilihat dari cara mengendalikan emosi positif dalam segala kondisi yang

menunjukan adanya suasana atau respon emosional yang terhindar dari tingkah

lakunya tanpa pertimbangan yang matang sebelumnya. Selain itu kematangan emosi

juga merupakan suatu keadaan emosi yang dimiliki dan dirasakan oleh individu

berupa adanya stimulus emosi yang tidak menunjukan gangguan kondisi emosi.

37
Malkappagol (2018) menjelaskan, kematangan emosi merupakan tingkatan

sebaik apakah seseorang bisa mengontrol emosi, merespons kondisi, serta bertingkah

dewasa pada saat menghadapi individu lain. Hal ini selaras dengan pendapat Chaplin

(2011) mengungkapkan bahwa kematangan emosi ialah suatu keadaan atau kondisi

mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional dan karena itu pribadi

yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang pantas bagi anak-

anak.

Kematangan emosi juga dapat diartikan sebagai kemampuan pengendalian diri

pada emosi yang merupakan hasil dari berpikir dan belajar. Seseorang yang mampu

menjaga kontrol emosi untuk menunda dan bertahan pada respon emosi tanpa harus

mengasihani diri sendiri.

Dengna demikian kematangan emosi berupa pengendalian emosi atau perasaan

pada diri individu terlihat dari perilakunya yang dapat menyesuaikan diri, tidak

mudah khawatir, dan tidak mudah marah dalam kondisi apapun. Dalam hal ini

kematangan emosi tidak dapat diukur dan tidak memiliki batasan usia.

Skala yang digunakan yaitu skala kematangan emosi yang terdiri dari beberapa

aspek kematangan emosi menurut Walgito (dalam Naimah 2015) ada enam, yaitu:

a. Menerima apa adanya, dapat menerima dengan baik keadaan dirinya

maupun orang lain seperti apa adanya secara objektif.

b. Tidak bersifat impulsive, yaitu individu akan merespon stimulus dengan

cara mengatur fikirannya secara baik untuk memberikan tanggapan terhadap

stimulus yang mengenainya, orang yang bersifat impulsive yang segera

bertindak suatu pertanda bahwa emosinya belum matang.

38
c. Emosi terkontrol, dapat mengontrol emosinya atau dapat mengontrol

ekpresi emosinya secara baik, walaupun seseorang dalam keadaan marah tetapi

marah itu tidak ditampakkan keluar, karena dia dapat mengatur kapan

kemarahan itu perlu dimanifestasikan .

d. Sabar, Bersifat sabar, pengertian, dan umumnya cukup mempunyai

toleransi yang baik.

e. Bertanggung jawab, mempunyai tanggung jawab yang baik, dapat

berdiri sendiri, tidak mudah mengalami frustasi dan akan menghadapi masalah

dengan penuh pertimbangan.

D. Populasi dan Sample

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan, totalitas atau generalisasi dari satuan, individu,

objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang akan

diteliti, yang dapat berupa orang, benda, institusi, peristiwa, dan lain-lain yang di

dalamnya dapat diperoleh atau dapat memberikan informasi (data) penelitian yang

kemudian dapat ditarik kesimpulan. Menurut Sugiyono (2013), populasi adalah

wilayah generalisasi terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu. Pada penelitian ini peneliti menggunakan populasi mahasiswa

yang dilihat dari kematangan emosinya terhadap problem solving yang dari semester

1- semester 8.

2. Sampel

39
Sampel adalah wakil atau sebagian dari populasi yang memiliki sifat dan

karakteristik yang sama bersifat representatif dan menggambarkan populasi sehingga

dianggap dapat mewakili semua populasi yang diteliti. Teknik pengambilan sampel

berguna untuk membantu para peneliti dalam melakukan generalisasi terhadap

populasi yang diwakili. Menurut Sugiyono (2013), sampel adalah bagian dari jumlah

dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pada penelitian ini sampel

yang akan diambil oleh peneliti memiliki kriteria sebagai berikut :

1. Mahasiswa aktif Jogjakarta

2. Semester 1-8

3. Berjenis kelamin laki-laki dan perempuan

E. Etika Penelitian

Menurut Hidayat (2014), etika penelitian diperlukan untuk menghindari terjadinya

tindakan yang tidak etis dalam melakukan penelitian, maka dilakukan prinsip-prinsip

sebagai berikut (Hidayat, 2014) :

1. Lembar Persetujuan (Informed consent)

Lembar persetujuan berisi penjelasan mengenai penelitian yang dilakukan,

tujuan penelitian, tata cara penelitian, manfaat yang diperoleh responden, dan

resiko yang mungkin terjadi. Pernyataan dalam lembar persetujuan jelas dan

mudah dipahami sehingga responden tahu bagaimana penelitian ini dijalankan.

Untuk responden yang bersedia maka mengisi dan menandatangani lembar

persetujuan secara sukarela.

2. Anonimitas

40
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak mencantumkan nama responden,

tetapi lembar tersebut hanya diberi kode.

3. Confidentiality ( Kerahasiaan )

Confidentiality yaitu tidak akan menginformasikan data dan hasil

penelitian berdasarkan data individual, namun data dilaporkan berdasarkan

kelompok.

F. Alat dan Metode Pengumpulan Data

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa instrumen pengumpulan data

seperti lembar cheklist, kuisioner, pedoman wawancara, dan angket. Sedangkan metode

pengumpulan data merupakan suatu teknik yang dilakukan untuk mengumpulkan data.

Dan pada penelitian ini menggunakna dua skala yaitu kematangan emosi dan problem

solving, yang dimana dari keduanya menggunakan skala sebagai acuan panjang

pendeknya interval.

Pada penelitian ini terdiri dari 4 skala alternatif jawaban yaitu : Sangat Sesuai (SS),

Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Kemudian pada pernyataan

favorable yaitu Sangat Sesuai (SS) = 4, Sesuai (S) = 3, Tidak Sesuai (TS) = 2, Sangat

Tidak Sesuai (STS) = 1 dan untuk unfavorable Sangat Sesuai (SS) = 1, Sesuai (S) = 2,

Tidak Sesuai (TS) = 3, Sangat Tidak Sesuai (STS) = 4.

No Skala Favorable Unfavorable

1 Sangat Sesuai (SS) 4 1

2 Sesuai (S) 3 2

3 Tidak Sesuai (TS) 2 3

41
4 Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4

1. Skala Kematangan Emosi

Aspek-aspek kematangan emosi menurut Walgito (dalam Naimah 2015 hlm:19)

ada enam, yaitu:

a. Menerima apa adanya, dapat menerima dengan baik keadaan dirinya maupun orang

lain seperti apa adanya secara objektif.

b. Tidak bersifat impulsive, yaitu individu akan merespon stimulus dengan cara

mengatur fikirannya secara baik untuk memberikan tanggapan terhadap stimulus

yang mengenainya, orang yang bersifat impulsive yang segera bertindak suatu

pertanda bahwa emosinya belum matang.

c. Emosi terkontrol, dapat mengontrol emosinya atau dapat mengontrol ekpresi

emosinya secara baik, walaupun seseorang dalam keadaan marah tetapi marah itu

tidak ditampakkan keluar, karena dia dapat mengatur kapan kemarahan itu perlu

dimanifestasikan .

d. Berfikir objektif (Sabar), Bersifat sabar, pengertian, dan umumnya cukup

mempunyai toleransi yang baik.

e. Bertanggung jawab, mempunyai tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri,

tidak mudah mengalami frustasi dan akan menghadapi masalah dengan penuh

pertimbangan.

No Aspek Indikator No aitem Jumlah

42
Favorable Unfavorab

le

1 Menerima a. Dapat menerima keadaan 1, 11, 21, 6, 16, 26, 10

apa adanya dirinya maupun orang lain 31, 41, 46 36

b. Selalu bersyukur dalam

segala hal dan Tidak muluk-

muluk menginginkan sesuatu

2 Tidak bersifat a. Mengatur fikirannya dengan 2, 12, 22, 7, 17, 27, 10

implusfiv baik terhadap menerima 32, 42, 47 37

stimulus

b. Tidak bertindak langsung

begitu mendapat stimulus dan

Dapat menenangkan diri dan

berfikir sebelum bertindak

3 Emosi a. Dapat mengontrol emosinya 3, 13, 23, 8, 18, 28, 10

terkontrol atau dapat mengontrol ekpresi 33, 43, 48 38

emosinya secara baik

b. Tidak menonjolkan emosi

atau tindakan ketika emosi dan

Dapat mengendalikan emosinya

kapan dan dimana baiknya

43
4 Berfikir a. Tidak mudah terpancing 4, 14, 24, 9, 19, 29, 10

objektif marah ketika merasa 34, 44, 49 39

tersinggung

b. Memiliki rasa toleransi yang

baik dan Dapat mengendalikan

emosi yang sedang dirasakan

5 Bertanggung a. Mengerjakan suatu pekerjaan 5, 15, 25, 10, 20, 30, 10

jawab sampai tuntas 35, 45, 50 40

b. Tidak mudah mengalami

frustasi dan Dapat menghadapi

masalah dengan penuh

pertimbangan.

Jumlah 50

2. Skala Problem Solving

Aspek problem-solving mengacu pada sifat keterampilan dan kemampuan yang

dapat digunakan individu selama menyelesaikan masalah, menurut Eskin (2013)

aspek daripada problem-solving adalah : komponen kognitif, metakognitif dan

motivasi. Berikut akan dijelaskan aspek tersebut :

1. Aspek kognitif

Komponen kognitif dari pemecahan masalah terkait dengan apakah individu

memahami masalah dengan benar atau tidak. Untuk dapat memecahkan masalah,

44
individu perlu melihatnya dengan benar sejak awal. Persepsi ini terkait erat dengan

cara individu memproses informasi.

2. Aspek Metakognitif

Menurut Mayer dalam Eskin (2013) mendefinisikan pengetahuan metakognitif

tentang penyelesaian masalah sebagai pengetahuan kapan harus digunakan,

bagaimana cara berkoordinasi, dan bagaimana memonitor berbagai keterampilan

dalam pemecahan masalah. Selain itu, individu harus dapat mentransfer pengetahuan

kapan harus digunakan, bagaimana cara berkoordinasi, dan bagaimana memantau

keterampilan untuk penyelesaian masalah baru.

3. Aspek Motivasi

Aspek motivasi penyelesaian masalah terkait dengan alasan mengapa individu

berusaha atau tidak berusaha memecahkan masalah. Ini dapat diartikan sebagai

apakah individu ingin atau tidak ingin berurusan dengan masalah tersebut.

No Aspek Indikator No aitem Jumlah

Favorable Unfavorable

1 Kognitif a. Memahami 1, 7, 13, 19, 25, 4, 10, 16, 22, 18

kondisi apa yang 31, 37, 43, 49 28, 34, 40, 46

sedang terjadi dan

dirasakan

b. Mampu

memikirkan solusi

45
alternatif

c. Dapat

mengkosep suatu

rencana untuk

mencapai target

2 Metakognitif a. Mampu 2, 8, 14, 20, 26, 5, 11, 17, 23, 18

mengkordinir suatu 32, 38, 44, 50 29, 35, 41, 47

permasalahan

b. Memiliki

keterampilan dalam

memantau untuk

penyelesaian

masalah baru

c. Memahami

kapan waktu yang

tepat untuk

menggunakan

keterampilan

3 Motivasi a. Adanya kemauan 3, 9, 15, 21, 27, 6, 12, 18, 24, 18

atau ketertarikan 33, 39, 45, 51 30, 36, 42, 48

pada diri pribadi

terhadap suatu

46
permasalahan

b. Dapat

menentukan suatu

perilaku tertentu

c. Mampu

mengarahkan

dirinya atau

seseorang

berprilaku dalam

proses pemecahan

masalah.

Jumlah 54

G. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Validitas sendiri merupakan suatu alat ukur untuk membuktikan dan

menguatkan suatu variabel yang diukur memang bener-bener variabel yang hendak

diteleti oleh peneliti. Menurut Azwar (2014) validitas itu mengacu sejauh mana

akurasi suatu tes atau skala dalam menjalankan fungsi pengukurannya.

(karyatulisku.com, 2022)

2. Reliabilitas

47
Menurut Azwar (2011) reliabilitas berasal dari kata reliability yang berarti

sejauh mana hasil suatu pengukuran memiliki keterpercayaan, keterandalan,

keajegan, konsistensi, kesetabilan yang dapat dipercaya. Hasil ukur dapat dipercaya

apabila dalam beberapa kali pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama

diperoleh hasil yangrelatif sama. ( karyatulisku.com, 2022)

H. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Kemudian setelah data-data yang diperlukan sudah terkumpul kemudian akan

dilakukannya analisis data. Analisis data ini merupakan penijauan ulang atau penggalian

data-data yang sudah terkumpul sebelumnya yang suatu bentuk upaya untuk mengolah

data menjadi sebuah informasi yang berguna berupa menginformasikan suatu kesimpulan

dan mendukung ketika peneliti sedang pengambilan keputusan terkait dari hasil

penelitiannya. Proses ini didukung dengan menggunakan aplikasi SPPS.

I. Rencana Jalannya Penelitian

1. Tahap persiapan

Pada tahap ini peneliti melakukan persiapan studi pendahuluan atau mencari dan

mengidentifikasi masalah yang telah diangkat pada penelitiannya guna untuk sebagai

acuan atau bahan untuk menentukan judul dan mengutakan judul serta pembahasan

yang akan di angkat pada masalah. Kemudian peneliti konsultasi dan bimbingan

dengan dosen pembimbing yang dilanjutkan dengan penyusunan proposal skripsi.

2. Tahap pelaksanaan

Setelah melakukan persiapan segala hal seperti lembar setujuan, kemudian

peneliti melakukan penyebaran skala atau kuesioner melalui media google form yang

sudah dibuat berupa pernyataan-pernyataan yang perlu diisi oleh responden atau

48
target penelitian. Jika sudah terisi oleh responden dan memenuhi dan lengkap,

kemudian tahap berikutnya dilakukan peneliti yaitu pengelolaan data dari skala atau

kuesioner.

3. Tahap akhir

Kemudian setelah data terkumpul dari responden peneliti memerikasa kembali

dan melakukan skoring yang dilanjutkan dengan menganalisis data lalu

menyimpulkan dan membuat hasil penelitian. Selanjutnya melakukan kosul dan

bimbingan kembali dengan dosen pembimbing terkait laporan hasil penelitian.

Daftar Pustaka

Ayu. 2022. Apa itu mahasiswa? Ini pengertian dan perannya. Gramedia.

https://www.gramedia.com/best-seller/apa-itu-mahasiswa/

Citra Melati Putri dan Abdurrohim.2015. Hubungan Antara Kematangan Emosi dengan Perilaku

Agresi pada Siswa SMK Dinamika Kota Tegal. Semarang. jurnal psikologi proyeksi.

file:///C:/Users/User/Downloads/3296-7609-1-SM.pdf

Fitri, Rinaldi. 2019. Hubungan Antara Kematangan Emosi Dengan Penyesuaian Diri Pada

Remaja.Padang.jurnalrisetpsikologi.

http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/psi/article/view/6324/3234

DosenPendidikan.Com (2014)

49
Muawanah dan Pratikto. 2012. Kematangan Emosi, Konsep Diri Dan Kenakalan Remaja.

Riana Sari. 2019. Hubungan Antara Kestabilan Emosi Dan Berpikir Kreatif Dengan Kemampuan

Problem Solving Pada Siswa Kelas Xi Sma Negeri 2 Kebumen Tahun Pelajaran

2018/2019. Semarang. Sekripsi

Wahyuningsih. 2017. Kematangan Emosi Dan Kecemasan Menghadapi Persalinan Pertama Pada

Ibu Hamil. Jambi. Jurnal Psikologi Jambi Issn : 2528-2735 Volume 2, No 1.

Anita Maulidya. 2018. Berpikir Dan Problem Solving.

Nashukah dan Darmawanti.2013. Perbedaan Kematangan Emosi Remaja Ditinjau Dari Struktur

Keluarga.Surabaya.Jurnal Psikologi: Teori & Terapan, Vol. 3, No. 2.

Laily.2022. Pengertian Penelitian Kuantitatif, Karakteristik dan Jenisnya.Katadata.co.id

https://katadata.co.id/iftitah/ekonopedia/6295749c7fdd7/pengertian-penelitian-kuantitatif-

karakteristik-dan-jenisnya

Naimah 2015. http://etheses.uin-malang.ac.id/773/6/10410186%20Bab%202.pdf

50
Skala kematangan emosi

N Pertanyaan 1 2 3 4

51

Anda mungkin juga menyukai