Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

HUKUM WARIS

OLEH :
KELOMPOK TIGA (3)

Nanda Aditya Firmanza Charisma Putri Yuliana


202274201050 202274201084
Qisi Yulia Lestari Andi Triana Hartati
202274201058 202274201110
Maria M N Derlin Dina Aditya Reni
202274201028 202274201016
Yulian Sarida Eda Nurul Sinta Amalia
202274201072 202274201066
Lani Belina Saleo Andrias Iwamony
202274201082 202274201106
Mirah Isoga Harstika Putri Jufiana
202274201062 202274201118
Sabrin S. Mustafa Kafka Rinaldi Asa’at
202274201092 202274201010

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG


PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
TAHUN 2023/2024
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan
dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat erat
kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Sebab semua manusia akan
mengalami peristiwa hukum yang di namakan kematian. Akibat hukum yang
selanjutnya ialah, dengan terjadinya peristiwa hukum individu diantaranya ialah
masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak hak dan kewajiban-kewajiban
seseorang yang meninggal dunia tersebut. Penyelesaian hak-hak dan kewajiban-
kewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang, di atur oleh hukum waris. ‘Pasal
830’ menyebutkan “Pewarisan hanya berlagsung karena kematian” Untuk pengertian
hukum waris sampai saat ini baik para ahli hukum Indonesia, belum terdapat
gambaran pengertian yang finish, sehingga istilah hukum waris masih beraneka
ragam. Misalnya, Wirjono Prodjokoro menggunakan istilah hukum warisan. Hazairin
menggunakan istilah hukum kewarisan dan soepomo menyebutnya dengan istilah
hukum waris. Pembagian harta warisan secara adil sesuai aturan hukum yang berlaku
merupakan hal utama dalam proses pewarisan, keselarasan, kerukunan, dan
kedamaian merupakan hal terpenting yang harus mampu dijalankan. Kesepakatan
dalam musyawarah merupakan suatu nilai dasar kebersamaan dalam kehidupan
keluarga yang harus dikedepankan. Kebersamaan tanpa harus terjadi perselisihan atau
sengketa dalam proses pembagian harta warisan merupakan hal terpenting, karena
dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan seharusnya mampu menjadi pijakan
tanpa harus mengedepankan ego dan kepentingan masing-masing pihak individu.

Secara sederhana pewaris dapat diartikan sebagai seorang peninggal warisan yang
pada waktu wafatnya meninggalkan harta kekayaan pada orang yang masih hidup.
Sedangkan ahli waris adalah anggota keluarga orang yang meninggal dunia yang
menggantikan kedudukan pewaris dalam bidang hukum kekayaan karena
meninggalnya pewaris. Pengertian warisan sendiri adalah bagaimanakah pembagian
hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia
akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.
Keberadaan anak dalam pembagian warisan mempunyai kedudukan yang sangat
penting, di mana keberadaan anak secara langsung akan menyebabkan terjadinya
proses pewarisan antara orang tua kepada anaknya. Perpindahan warisan dari orang
tua kepada anaknya harus dilakukan secara baik, sesuai aturan hukum yang berlaku
dengan mengedepankan musyawarah untuk mencapai kesepakatan. Ketentuan dan
keberadaan hukum waris telah mengatur mengenai pembagian warisan, di mana
pengaturan tersebut telah mengakomodasi hak dan kewajiban di antara pewaris dan
ahli warisnya. Ketika seseorang meninggal dunia maka hal utama yang menyangkut
harta peninggalannya, adalah warisan menjadi hal terbuka dan mulai saat itu terjadi
peralihan harta kekayaan pewaris. Warisan merupakan salah satu bentuk pengalihan
harta kekayaan karena dengan meninggalnya seseorang berakibat harta kekayaannya
beralih kepada ahli warisnya.

Mengenai ahli waris, yang berhak mewaris dalam hukum waris mengenai adanya
prinsip garis keutamaan yang dibagi menjadi 4 (empat) golongan ahli waris. Ahli
waris golongan pertama adalah keturunan pewaris yaitu Suami atau istri yang masih
hidup dan anak, dan keturunannya (cucu/cicit). Apabila anak pewaris masih hidup
maka cucu tidak dapat mewarisi, karena kedudukannya masih terhimpit oleh orang
tuanya.Cucu baru Tampil mewaris setelah orang tuanya (anak pewaris) telah tiada,
terdapat di pasal 852 KUHPerdata. Ahli waris golongan kedua adalah orang tua yaitu
bapak dan ibu Pewaris saudara saudara (sekandung atau sebapak atau seibu saja,
saudara sebapak atau seibu bersama dengan saudara sekandung, mempunyai cara
pembagian tersendiri, ahli waris golongan ini baru tampil mewaris apabila ahli waris
golongan pertama tersebut tidak ada. Kemudian untuk ahli waris golongan ketiga
yaitu saudara pewaris dan baru berhak mewaris setelah ahli waris golongan kedua
sudah tidak ada. golongan keempat, yaitu paman dan bibi pewaris baik dari pihak
bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam
dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai
derajat keenam dihitung dari pewaris.
B. RUMUSAN MASALAH

Untuk mempermudah tujuan pembahasan dari penelitian ini, maka ditentukan


beberapa rumusan permasalahnya sebagaimana di bawah ini :
1.1 Apakah orang yang telah membunuh pewaris masih berhak mendapatkan
warisan?
1.2 Bagaimana tanggung jawab ahli waris terhadap harta waris ?
BAB II
PEMBAHASAN

Bentuk pembahasan yang akan diberikan dalam permasalahan diatas, meliputi kasus “Demi
Dapat Warisan, Seorang Anak di Indramayu Bunuh Ayah Sendiri’’

1.1 Demi mendapatkan warisan, seorang anak di Kabupaten Indramayu berinisial MT


tega membunuh ayah kandungnya sendiri. Kasus pembunuhan tersebut, telah
dilakukan oleh pelaku kasus pembunuhan tersebut, terungkap setelah kakak dari
pelaku, FT melaporkan MT ke Kepolisian Resor Indramayu, Jawa Barat. FT
melaporkan adiknya sendiri karena telah menjadi korban penganiayaan. Pasalnya,
MT mengaku juga ingin membunuh kakaknya sendiri, FT dengan motif yang
sama, yakni untuk mendapatkan warisan. Motif pelaku MT membunuh ayah
kandungnya karena masalah warisan,” kata Kepala Kepolisian Resor Indramayu,
Ajun Komisaris Besar Polisi Lukman Syarif kepada wartawan di Indramayu.
Fakta-fakta tersebut, baru terungkap kemudian ketika MT diintrogasi oleh anggota
Polres Indramayu. Tersangka MT mengaku bahwa ia telah membunuh ayahnya
dan mengubur jasadnya di pekarangan rumah sekitar dua bulan lalu.

Menurut ketentuan dalam KUHPerdata yang berhak mewarisi adalah ahli waris dari
yang meninggal dunia. Pasal 830 KUHPerdata menentukan, ’’pewarisan hanya berlangsung
karena kematian’’. Tetapi dalam kasus diatas, individu adanya unsur kesengajaan untuk
mendapatkan warisan. Pada dasarnya tidak semua ahli waris menerima harta warisan dari
pewaris. Orang-orang atau ahli waris yang tidak berhak atau hilang hak mendapatkan warisan
dari pewaris karena perbuatannya yang tidak patut (onvarding) menerima warisan, Pasal 383
KUHPerdata adalah :

(1) Karena telah membunuh atau mencoba membunuh pewaris (Pasal 838 Ayat 1).

(2) Karena memfitnah atau telah mengajukan pengaduan terhadap pewaris melakukan
kejahatan dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun (Pasal 838 Ayat 2).

(3) Karena dengan kekerasan atau perbuatan tidak mencegah si pewaris untuk
membuat atau mencabut surat wasiatnya (Pasal 838 Ayat 3).
(4) Karena telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat pewaris
(Pasal 838 Ayat 4).

(5) Menolak untuk menjadi ahli waris (Pasal 1057 KUHPerdata)

Pada dasarnya syarat-syarat dalam pewarisan adalah pewaris sudah meninggal dunia,
ahli waris adalah keluarga sedarah dan ahli waris layak untuk bertindak sebagai ahli waris.
Kemudian ada ahli waris yang tidak layak untuk kehilangan hak untuk mewarisi yaitu mereka
yang dengan putusan hakim dihukum karena membunuh atau mencoba membunuh si
pewaris. Apabila seorang ahli waris membunuh pewarisnya, maka dia tidak dapat mewarisi
harta warisan pewaris, karena pembunuh tidak berhak mewaris atas harta peninggalan orang
yang dibunuh.

Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena :

1. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat


para pewaris.

2. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah


melakuka suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau
hukuman yang lebih berat.

Hal ini dilakukan hanya semata-mata karena dorongan emosi yang berlebih-lebihan sehingga
menyebabkan kematian si pewaris (ayahnya). Dari hal-hal tersebut tidak menjadi penghalang
bagi seseorang ahli waris untuk memperoleh harta warisan dan pewarisnya/ Pembunuhan
yang menjadi penghalang untuk mewarisi ialah :

1. Pembunuhan dengan sengaja.

2. Pembunuhan tidak langsung yang disengaja, seperti melepaskan binatang buas atau
memberi kesaksian palsu yang menyebabkan kematian seseorang.

1.2 Tanggung Jawab Ahli Waris Terhadap Pewaris


Beralihnya harta kekayaan atau harta warisan pewaris kepada ahli warisnya,
dinamakan perwarisan yang baru akan terjadi karena kematian pewaris. Secara
umum berdasarkan tatanan hukum keperdataan yang ada kewajiban ahli waris
terhadap pewaris adalah sebagai berikut :
1. Memelihara keutuhan harta peninggalan sebelum harta peninggalan dibagi.
2. Mencari cara pembagian yang sesuai dengan ketentuan dan lain-lain.
3. Melunasi utang pewaris jika pewaris meninggalkan utang.
4. Melaksanakan wasiat jika ada.
Pasal 175 Kompilasi Hukum Islam menentukan apabila seseorang meninggal
dunia ahli waris berkewajiban :
1. Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai.
2. Menyelesaikan baik utang piutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk
kewajiban pewaris maupun menagih piutang.
3. Menyelesaikan wasiat pewaris.
4. Membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak.
Dalam KUH Perdata kewajiban ahli waris antara lain memelihara keutuhan
harta peninggalan sebelum harta peninggalan itu dibagi, mencari cara pembagian
sesuai ketentuan, melunasi utang-utang pewaris jika pewaris meninggalkan utang,
dan melaksanakan wasiat jika pewaris meninggalkan wasiat. Dan oleh karena itu
ahli waris berhak :
1. Menerima secara penuh warisan yang dapat dilakukan secara tegas atau secara
lain.
2. Menerima dengan hak untuk menukar, hak ini harus dinyatakan pada Panitera
Pengadilan Negeri di tempat warisan terbuka.
3. Menolak warisan.
Ahli waris yang menerima warisan dari pewaris mempunyai beberapa
kewajiban, yaitu :
1. Melakukan pencatatan adanya harta peninggalan dalam waktu empat bulan
setelah ia menyatakan kehendaknya kepada panitera pengadilan negeri.
2. Mengurus harta peninggalan sebaik-baiknya.
3. Membereskan urusan waris dengan segera.
4. Memberikan jaminan kepada kreditor, baik kreditor benda bergerak maupun
kreditor pemegang hipotek.
5. Memberikan pertanggungjawaban kepada sekalian penagih utang dan orang-
orang yang menerima pemberian secara legaat.
6. Memanggil orang-orang berpiutang yang tidak terkenal, dalam surat kabar
resmi.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

C. Kesimpulan

Ahli waris yang kehilangan hak waris terhadap warisan menurut KUHPerdata
adalah mereka yang telah membunuh atau mencoba membunuh pewaris atau
dipersalahkan karena memfitnah pewaris, atau dengan kekerasan telah mencegah
pewaris untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya atau mereka yang telah
menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat pewaris. Tanggung jawab
pewaris terhadap warisan pewaris adalah memelihara keutuhan harta peninggalan
sebelum dibagi, mencari cara pembagian yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
melunasi utang-utang pewaris jika pewaris meninggalkan utang dan melaksanakan
wasiat jika pewaris meninggalkan wasiat.

D. Saran

Diharapkan sang ahli waris dapat bersabar menunggu warisan sampai sang
pewaris meninggal dunia atau warisan terbuka dan tidak melakukan hal-hal yang
melanggar hukum terutama membunuh, memfitnah ataupun mencegah pewaris
membuat wasiat. yang akhirnya kehilangan hak untuk mewarisi.

Diharapkan ahli waris yang telah menerima warisan dari pewaris melakukan
tanggung jawabnya dengan baik terhadap harta warisan yang diterimanya terutama
membayar segala utang-utang pewaris apabila pewaris meninggalkan utang dan
melaksanakan wasiat pewaris.

Anda mungkin juga menyukai