ULUMUL HADIS
2
BAB I
TERMINOLOGI HADIS, SUNNAH, KHABAR DAN
ATSAR
b. Perbuatan
Yang dimaksud dengan perbuatan (Fi‘li), adalah
segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi
Saw. Yang merupakan penjelasan praktis terhadap
peraturan-peraturan syari‘atyang belum jelas cara
pelaksanaannya.
4
Di antara contoh perbuatan Nabi ialah sebuah
hadis tentang cara salat nabi di atas kendaraan, yang
berbunyi:
ٗذ ثٙجٛش ر١ سادٍزٗ دٍٝ ػٍٝظ٠ ُي هللا طٍؼٛوبْ سع
)ٜضخ ٔضي فبعزمجً اٌمجٍخ (اٌجخبس٠فبرااساداٌفش
“Nabin Saw salat di atas tunggangannya, kemana
saja tunggangannya itu menghadap” (HR. Muttafaq
‗alaih)
c. Ketetapan (taqrir)
Arti taqrir Nabi, ialah keadaan beliau
mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau
menyetujui apa yang telahdilakukan atau diucapkan
oleh para sahabat dihadapan beliau.
Contoh taqrir Nabi saw. Tentang perbuatan
sahabat yang dilakukan di hadapannya, ialah
tindakan seorang sahabat yang bernama Khalid bin
Walid, salah satu jamuan makan, yang menyajikan
makanan daging biawak dan mempersilakan kepada
Nabi untuk menikmatinya bersama para undangan.
Beliau menjawab:
“Tidak (maaf). Berhubung binatang ini tidak
terdapat di kampong kaumku, aku jijik padanya!”
Kata Khalid: “Segera aku memotongnya dan
memakannya sedang Rasulullah saw melihat
kepadaku.”
Tindakan Khalid dan para sahabat yang pada
menikmati daging biawak tersebut, disaksikan oleh
Nabi, dan beliau tidak menyanggahnya.
Keenggannan beliau memakannya disebabkan
karena jijik.
Contoh lain tentang taqrir Nabi ialah sikap beliau
membiarkan para sahabat dalam menfsirkan
sabdanya tentang salat pada suatu peperangan, yang
berbunyi:
)ٖٞ اٌجخبسٚضخ (س٠ لشٟٕ ثٟٓ ادذاٌؼظشاالف١ٍظ٠ال
5
“janganlah seorangpun salat asar kecuali nanti di
Bani Quraidhah)” (HR. Muttafaq ‗alaih)
2. Pengertian Sunnah
Sunnah menurut bahasa ialah: “jalan yang dilalui, baik
terpuji atau tercela.”
Adapun sunnah menurut istilah para ulama berbeda
pendapat. Menurut kebanyakan ulama sunnah adalah sinonim dari
lafaz hadis, tetapi ada juga yang membedakannya, bahkan ada
yang memberikan syarat-syarat tertentu, yang berbeda dengan
istilah hadis.
Pengertian sunnah menurut ahli hadis ialah:
ْاءاوبٛشح ع١ عٚخ ا١ طفخ خٍمٚش ا٠ رمشٚفؼً اٚي اٛ ص َ ِٓ لٟوً ِب اصشػٓ إٌج
رٌه لجً اٌجؼضخ اَ ثؼذ٘ب
7
“Segala yang bersumber dari nabi Saw baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, atau
perjalanan hidupnya, baik sebelum diangkat menjadi Rasul,
seperti ketika bersemedi di gua Hira maupun sesudahnya.”
3. Khabar
Menurut bahasa Khabar adalah berita yang disampaikan
dari seseorang kepada seseorang. Jamaknya akhbar. Muradifnya
naba' yang jamaknya anba‘. Dari segi istilah muhadditsin khabar
identik dengan hadis, yaitu segala sesuatu yang disandarkan
9
kepada Nabi (baik secara marfu‘, mauquf dan maqthu‘) baik
berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, dan sifat.
Mayoritas ulama melihat hadis lebih khusus yang datang
dari Nabi, sedangkan khabar sesuatu yang datang dari padanya
dan dari yang lain, termasuk berita-berita umat terdahulu, para
nabi dan lain-lain.
4. Atsar
Atsar menurut bahasa ialah sesuatu atau sisa sesuatu, dan
berarti juga nukilan (yang dinukilkan). Sesuatu do‘a umpamanya
dinukilkan dari nabi dinamai do‘a ma‘tsur. Sedangkan menurut
istilah ada dua pendapat, atsar sinonim hadis, kedua, atsar adalah
sesuatu yang disandarkan kepada sahabat (mauquf) dan tabi‘in
(maqthu‘) baik perkataan maupun perbuatan. Sebagian ulama
mendefenisikan:
Sesuatu yang datang dari selain nabi dan dari pada sahabat,
tabi‘in dan atau orang-orang setelahnya.
B. Matan
Kata matan atau Matn menurut bahasa berarti ma
shaluba wa irtafa‘a min al- ardhi (tanah yang meninggi).
10
Secara terminology, istilah matan memiliki beberapa
definisi, yang pada dasarnya maknanya sama, yaitu materi
atau lafaz hadis itu sendiri.
Pada definisi lain, seperti dikatakan oleh Ibn al-Jama‘ah
disebutkan bahwa matan adalah:‖ Suaatu lkalimat tempat
berakhirnya sanad‖.
Sedangkan ath-Thibi mendefinisikannnya,sebagai
berikut yakni ―lafaz-lafaz yang di dalamnya mengandung
makna-makna tertentu‖.
C. Rawi
Rawi ialah orang yang menyampaikan atau menuliskan
dalam suatu kitab apa- apa yang pernah didengar dan
diterimanya dari seseorang (gurunya). Bentuk jamaknya
ruwah dan perbuatannya menyampaikan. Hadis tersebut
dinamkakan me rawi (riwayat)-kan hadis.
11
BAB II
HADIS SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA
12
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama dan lebih baik akibatnya”
3. Ijma‘.
Umat Islam telah mengambil kesepakatan bersama
mengamalkan Sunnah. Bahkan hal itu mereka anggap sejalan
dengan memenuhi panggilan Allah Swt dan Rasul-Nya yang
terpercaya. Kaum muslimin meneriman Sunnah seperti mereka
menerima al-Qur‘an al-Karim, karena berdasarkan kesaksian
dari Allah Azza wa Jalla, Sunnah merupakan salah satu
sumber syari‘at.
13
Secara global, Sunnah sejalan dengan al-Qur‘an,
menjelaskan yang mubham, merinci yang mujmal, membatasi
yang mutlak, mengkhususkan yang umum dan menguraikan
hukum-hukum dan tujuan-tujuannya, di samping membawa
hukum-hukum yang belum dijelaskan secara eksplisit oleh al-
Qur‘an yang isinya sejalan dengan kaidah-kaidahnya dan
merupakan realisasi dari tujuan dan sasarannya. Dengan
demikian, sunnah merupakan tuntunan praktis terhadap apa yang
dibawa oleh al-Qur‘an, suatu bentuk praktik yang mengambil
bentuk pengejawantahan yang beragam.
Fungsi Hadis terhadap al-Qur‘an secara umum adalah
untuk menjelaskan makna kandungan al-Qur‘an yang sangat
dalam dan global. Sebagaimana firman Allah dalam surat An-
Nahl (16): 44
ْٚبفىش٠ ٌٍُٙؼٚ ُٙ١ٌٓ ٌٍٕب ط ِب ٔضي ا١ه اٌزوش ٌزج١ٌأضٌٕب اٚ
“Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur‟an, agar kamu
menerangkan kepada umat manusia apa yng telah
diuturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan.”
اٌّشافكٌٝىُ ا٠ذ٠اٚ ُ٘ىٛجٚ اٍٛ اٌظالح فبغغٌٝا ارا لّزُ إِٛٓ ا٠ب اٌزٙ٠ب ا٠
ٓ١ اٌىؼجٌٝاسجٍىُ اٚ ُعىٚا ثشؤٛاِغذٚ
14
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakna salat, maka basuhlah mukan dan tanganmu
sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan kedua mata kaki.”
b. Bayan Tafsir
Fungsi hadis dalam hal ini adalah menerangkan hal-hal
yang tidak mudah diketahui pengertiannya, yaitu mujmal dan
yang musytarak fihi.
Contoh: Hadis Nabi Saw:
ٍٟ اطّٝٔٛز٠ا وّب ساٍٛط
“…Shalatlah kamu sebagai mana kamu melihat aku
shalat,” (H.R. Ahmad dan Al-Bukhari dari Malik bin
Huwairits)
c. Bayan Tasyri‘
Fungsi hadis dalam hal ini mewujudkan suatu hukum yang
tidak tersebut di dalam al-Qur‘an, Menikahi wanita yang
sepersusuan. Dan hadis tentang larangan berpoligami bagi
seseorang terhadap seorang wanita dengan bibinya.
)ٗ١ٍب (ِزفك ػٙخب ٌزٚ ٓ اٌّشاح١ال ثٚ بٙػّزٚٓ اٌّشاح١جّغ ث٠ال
)ٗ١ٍاْ هللا دشَ ِٓ اٌشضبػخ ِب دشَ ِٓ إٌغت (ِزفك ػ
d. Bayan Naskhi
Fungsi hadis dalam hal ini menghapus (nasakh) hukum
yang diterangkan dalam al-Qur‘an. Misalnya kewajiban
wasiat yang diterangkan dalam surat al-Baqarah ayat 180:
ٓ٠اٌذٌٍٛ خ١طٌٛشا ا١د اْ رشن خٌّٛىُ ارا دضش ادذوُ ا١ٍوزت ػ
....فٚٓ ثٍّؼش١االلشثٚ
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu
kedatangan (tada-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta
yang banyak, berwasiata untuk ibu bapak dan karib
kerabatnya secara ma‟ruf, ini adalah kewajiban orang-orang
yang bertaqwa.”
Ayat di atas dinasakh dengan hadis nabi:
ٚ اٖ ادّذٚ(س اسسٌٛ خ١طٚ دك دمٗ فالٞ وً رٝاْ هللا لذ اػط
) االسثؼخ اال إٌغبئ
“Sesungguhnya Allah memberikan hak kepada setiap yang
mempunyai hak dan tidak ada wasiat itu wajib bagi ahli
waris.‖ (HR. an-Nasai).
16
BAB III
SEJARAH PRA KODIFIKASI HADIS
C. Masa Tabi’in
Sebagaimana masa sahabat, para tabi‘in juga cukup
berhati-hati dalam periwayatan hadis. Hanya saja beban mereka
tidak terlalu berat jika disbanding dengan yang dihadapi para
sahabat. Pada masa ini al-Qur‘an sudah dikumpulkan dalam satu
mushaf, sehingga tidak lagi mengkhawatirkan mereka. Selain itu,
pada masa akhir periode khalifa ar-rasyidin (masa khalifah
Usman bin Affan) para Sahabat ahli Hadis telah menyebar ke
beberapa wilayah kekuasaan Islam . Ini merupakan Kemudahan
bagi para tabi‘in untuk mempelajari Hadis-hadis dari mereka.
Ketika pemerintahan dipegang oleh Bani Umayah, wilayah
kekuasaan Islam sudah meliputi Makkah,Madinah, Bashrah,
Syam, Khurasan, Mesir, Persiaa, Irak, Afrika Selatan, Afrika
Selatan dan Spanyol. Sejalan dengan pesatnya perluasan wilayah
kekuasaan Islam itu, penyebaran para sahabat ke daerah-daerah
tersebut terus meningkat, yang berarti juga meningkatnya
penyebaran Hadis. Oley sebab itu, masa ini dikenal dengan masa
menyebarnya periwayatan Hadis (Intisyar ar-riwayah).
Hadis-hadis yang diterima oleh para tabi‘in ini, seperti
telah disebutkan, ada yang dalam bentuk catatan-catatan atau
tulisan-tulisan da nada yang harus dihapal, di samping dalam
bentuk yang sudah terpolakan dalam ibadah dan amaliah para
sahabat yang mereka saksikan dan mereka ikuti. Kedua bentuk ini
saling melengkapi, sehingga tidak ada satu Hadispun yang
tercecer atau terlupakan.
19
BAB IV
KODIFIKASI HADIS SEJARAH DAN
PERKEMBANGANNYA
ر٘بةٚ ٍُط اٌؼٚ خفذ دسٟٖٔ فبٛي هللا ص َ فبوزجٛش سع٠ دذٌٝا اٚأظش
.َ صٟش إٌج٠ال رمجً اال دذٚ ر٘بة اٌؼٍّبءٚ :ٗ٠اٚ سٟفٚ ٍٗ٘ا
24
BAB V
ULUMUL HADIS: PENGERTIAN, SEJARAH
PERKEMBANGAN DAN CABANG-CABANGNYA
ايٛش اد١ي هللا ص َ ِٓ دٛش ثشع٠ٗ ارظب ي اٌذذ١ف١ٗ ػٓ و١زجذش ف٠ ٍُػ
. ش رٌه١غٚ أمطب ػبٚ خ اٌغٕذ ارظبال١ف١ش و١ِٓ دٚ ػذاٌخٚ ارٗ ضجطبٚس
25
memindahkan atau mendewankan dakalam suatu Dewan
Hadis.
Dalam menyampaikan dan mendewankan Hadis, hanya
dinukilkandan dituliskan apa adanya, baik mengenai matan
maupun sanadnya. Ilmu ini tidak berkompeten membicarakan
apakah sanadnya ada yang janggal atau berillat, dan apakah
sanadnya bersambung atau terputus.
Faedah mempelajari ilmu Hadis Dirayah ialah untuk
menghindari kemungkinan salah kutip terhadap apa yang
disandarkan kepada nabi Muhammad Saw.
Perintis ilmu ini ialah Muhammad bin Syihab az-Zuhri
yang wafat pada tahun 124 H.
26
B. Cabang-cabang Ilmu Hadis
Dari ilmu Hadis Riwayah dan Dirayah kemudian muncul
cabang-cabang ilmu Hadis lainnya di antaranya:
1. Ilmu Rijal al-Hadis
Secara bahasa , kata rijal al-hadis artinya orang-orang
disekitar Hadis. Maka kat ilmu Rijal al-Hadis, artinya
ilmubtentang orang- orang di sekitar Hadis. Secara istilah Ilmu
Rijal al-Hadis, ialah:
اح ٌٍذذسُٚ سٙٔش ا١ش ِٓ د٠اٖ اٌذذٚب سٙؼشف ث٠ ٍُػ
“Ilmu umtuk mengetahui perawi Hadis dalam kapasitas
metreka sebagai perawi Hadis.”
ارجبعٚ ٓ١اٌزب ثؼٚ شُ٘ ِٓ اٌظذبثخ١ عٚ احٚاي اٌشٛٗ ػٓ اد١جذش ف٠ ٍُػ
ٓ١اٌزبثؼ
“Ilmu pengetahuan yang dalam pembahasannya,
membicarakan hal ihwal dan sejarah kehidupan para rawi
dari golongan sahabat, tabi‟in dan tabi‟ tabi‟in.”
27
dan ingatannya, yang karenanya gugurlah periwayatannya
atau ia dipandang lemah serta tertolak.”
30
difokuskan pada permasalahan yang berkaitan dengan teori
periwayatan beserta etika yang mestidimiliki seorang periwayat.
Selang beberapa waktu menyusl al-Qadii ‗Iyadh bin Musa
al-Yahshibi (w 544 H), karyanya dalam bidang Hadis adalah
Masyariq al-Anwar, membahas gharib al-Hadis , Ikmal al-Ilm,
syarh untuk kitab Muslim dan Syarh Hadis Umm Zar. Untuk
bidang Ulum al-Hadis adalah kitab al-Ilmu ila Ma‘rifah Ushul ar-
Riwayah wa Taqyid as-Sima.
Demikianlah selanjutnya bermunculan kitab-kitab
Musthalah Hadis, baik dalam bentuk Nazham, seperti kitab
Alfiyah as_Suyuthi maupun dalam bentuk nasar atau prosa.
31
BAB VI
PEMBAGIAN HADIS BERDASARKAN KUANTITAS
SANAD
A. Hadis Mutawatir
1. Pengertian Hadis Mutawatir
Mutawatir menurut bahasa, berart mutatabi‘ yaitu yang
dating berturut-turut, dengan tidak ada jaraknya. Sedangkan
pengertian Hadis Mutawatir secara terminologis terdapat
beberapa definisi, seperti di bawah ini.
Menurut satu definisi disebutkan, sebagai berikut:
ٌٝي اٌغٕذ اُٚ ِٓ اٍٙ اٌىزة ػٓ ِضٍُٝ٘ ػٛاطًٛ اٌؼبدح ر١اٖ جّغ رذِٚب س
ٖبِٕٙز
“Hadis yang diriwayatkan banyak oleh banyak orang
yang menurut adat mustahil mereka bersepakat untuk
berdusta, jumlah banyak itu sejak awal sanad sampai
akhirnya.”
32
dari banyak orang pula; ketiga, ukuran banyak di sini
jumlahnya relative, dengan ukuran berdasarkan sudut pandang
kebiasaan masyarakat, bahwa mereka tidak mungkin
sebelumnya melakukan kesepakatan untuk berdusta; dan
keempat, Hadis itu diperileh melalui pengamatan panca indra,
bukan atas dasar penfsiran mereka.
B. Hadis Ahad
Hadis Ahad ialah suatu Hadis yang memenuhi syarat-syarat
Hadis Mutawatir. Ulama Muhaddisin menta‘rifkannya dengan:
ارشٛ اٌزٌٝ إٝٙز٠ ِب الٛ٘
“Hadis yang tidak mencapai derajat mutawatir.”
33
Klasifikasi Hadis Ahad
a. Hadis Masyhur
Yang dimaksud Hadias Masyhur ialah:
ارشٛظً دسجخ اٌز٠ ٌُٚ اٖ اٌضال صخ فبوضشِٚب س
“Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, serta
belum mencapai derajat mutawatir.”
b. Hadis Aziz
Hadis Aziz ialah:
اٖ ثؼذ رٌه جّبػخٚادذح صُ سٚ طجمخٝوبٔب فٌٛٚ ْاٖ اصٕبِٚب س
“Hadis yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua
orang rawi tersebut terdapat pada satu thabaqah saja,
kemudian setelah itu orang-orang pada meriwayatkannya.”
c. Hadis Gharib
Kata Gharib dari garaba, yagrubu, yang menurut bahasa
berarti munfarid (menyendiri) atau ba‘id an Wathanih . (jauh
dari tanah airnya).Maka kata Hadis Gharib secara bahasa
berarti Hadis yang mneyendiri atau yang aneh.
Secara terminologis, Ulama Hadis mendefinisikan Hadis
Gharib sebagai berikut:
34
لغ اٌزفشد ثٗ ِٓ اٌغٕذٚ ضغِٛ ٜ اٟٕٗ شخض ف٠اِٚب أفشد ثش
“Hadis yang di dalam sanadnya terdapat seorang yang
menyendiri dalam meriwayatkannya, di mana saja
penyendirian itu terjadi.”
35
BAB VII
PEMBAGIAN HADIS DARI SEGI KUALITAS
A. Hadis Shahih
1. Pengertian Hadis Shahih
Hadis shahih menurut bahasa dari kata shahha,
yashihhu, shuhhan wa shihhatan wa shahahan, yang
menurut bahasa berarti yang sehat, yang selamat, yang
benar, yang sah dan yang sempurna. Sebagai lawan dari
kata saqim (sakit). Maka kata Hadis Shahih menurut
bahasa, berarti Hadis yang sah, Hadis yang Sehat, atau
Hadis yang selamat.
Secara terminologis Hadis Shahih ialah:
ٌٝزظً اعٕبدٖ ثٕمً اٌؼذي اٌضب ثظ ػٓ اٌؼذي اٌضبثظ ا٠ ٞاٌّغٕذاٌز
ال ِؼٍالٚ ْ شبراٛى٠ الٚ ٖبِٕٙز
“Hadis yang disandarkan kepada Nabi Saw, yang
sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang
adil dan dhabith, diterima dari perawi yang adil dan
dhabith hingga sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan
dan tidak berillat.”
B. Hadis Hasan
1. Pengertian Hadis Hasan
Kata Hasan dari kata hasuna, yahsunu, yang menurut
bahasa berarti: “Sesuatu yang diinginkan dan menjadi
kecendrungan jiwa atau nafsu”, maka sebutan Hadis Hasan
secara bahasa berarti Hadis yang baik, atau sesuai dengan
keinginan jiwa. Sedangkan secara terminologis Hadis
Hasan ialah Hadis yang dinukilkan oleh seorang adil, tapi
tidak begitu kokoh ingatannya, bersambung sanadnya dan
tidak terdapat illat serta kejanggalan pada matannya.
C. Hadis Dhaif
Hadis Dhaif ialah Hadis yang kehilangan satu syarat atau
lebih dari syarat-syarat hadis Shahih maupun Hasan.
39
BAB VIII
HADIS DHAIF DAN MACAM-MACAMNYA
40
karena pada ketika itu ia masih kecil atau terbelakang
masuk Islamnya.”
Mursal Khafi, yaitu Hadis yang diriwayatkan oleh
tabi‘iy di mana tabi‘iy yang meriwayatkan hidup
sezaman dengan sahaby, tetapi ia tidak pernah
mendengar sebuah hadispun daripadanya.
b. Hadis Munqhathi‘
Yaitu Hadis yang dalam sanadnya gugur satu orang
perawi dalam satu tempat atau lebih, atau di dalamanya
disebutkan seorang perawi yang mubham.
c. Hadis Mu‘dhal
Yaitu hadis yang dari sanadnya gugur dua orang atau
lebih perawinya secara berturut-turut.
d. Hadis Mudallas
Yaitu Hadis yang diriwayatkan menurut cara yang
diperkirakan bahwa hadis itu tiada bernoda. Rawi yang
berbuat cara demikian, disebut mudallis. Hadis yang
diriwayatkan oleh mudallis disebut hadis mudallas, dan
perbuatannya disebut dengan tadlis.
Tadlis ada tiga macam:
Tadlis Isnad.
Yaitu bila seorang perawi mengatakan
meriwayatkan sesuatu dari orang yang semasanya
yang tidak pernah ia bertemu dengan orang itu, atau
pernah bertemu tetapi yang diriwayatkannya itu tidak
dis]dengarnya dari orang tersebut, dengan cara yang
menimbulkan dugaan mendengar langsung..
Misalnya dengan menyatakan: Fulan berkata, ―Dari
Fulan‖ atau sejenisnya.
Tadlis Syuyukh
Yaitu bila seorang rawi meriwayatkan sebuah
hadis yang didengarnya dari seorang guru dengan
menyebutkan nama kuniyahnya, nama keturunannya,
atau menyfati gurunya dengan sifat-sifat yang
41
tidak/belum dikenal oleh orang banyak. Misalnya:
seperti kata Abu Bakar bin Mujahid al-Muqry:
―Telah bercerita kepadaku Abdullah bin Abi
Ubaidillah.‖ Yang dimaksudkan dengan Abdullah
ini, ialah Abu Bakar bin Abu Daud as-Sijistany.
Tadlis Taswiyah
Yaitu bila seorang rawi meriwayatkan Hadis dari
gurunya yang tsiqah, yang oleh guru tersebut
diterima dari gurunya yang lemah, dan gurunya yang
lemah ini menerima dari seorang guru yang tsiqah
pula. Tetapi si mudallis tersebut meriwayatkannya
tanpa menyebutkan rawi-rawi yang lemah, bahkan ia
meriwayatkan dengan lafaz yang mengandung
pengertian bahwa rawinya tsiqah semua.
e. Hadis Muallal
Yaitu Hadis yang tersingkap dari dalamnya Illah
qadihah, meski lahiriahnya tampak bebas darinya.
1. Hadis Dhaif karena sebab selain ketidakmuttashilan
sanad.
Hadis Mudhaaf
Yaitu hadis yang tidak disepakati
kedhaifannya. Sebagian aahli hadis menilainya
mengandung kedhaifan, baik dalam sanad
maupun dalam matannya, dan sebagian lainnya
menilainya kuat. Akan tetapi penilaian dhaif itu
lebih kuat, bukannya lebih lemah. Atau tidak ada
yang lebih kuat antara penilaian dhaif dan
penilaian kuat. Karen tidak istilah istilah
mudha‘af untuk hadis yang penilaian kuatnya
lebih kuat.
Hadis Mudhtharib
Yaitu hadis yang diriwayatkan dengan
beberapa bentuk yang saling berbeda, yang tidak
mungkin mentarjihkan sebagiannya atas sebagian
yang lain, baik perawinya satu atau lebih.
Hadis Maqlub
42
Yaitu Hadsi yang mengalami pemutarbalikan
dari diri perawi mengenai matannya, nama salah
satu perawi dalam sanadnya atau suatu sanad
untuk matan lainnya.
Hadis syaz
Yaitu Hadis yang diriwayatkan oleh perawi
yang tsiqah tetapi bertentangan dengan
periwayatan para perawi yang lebih tsiqah.
Hadis Munkar
Yaitu Hadis yang diriwayatkan oleh perawi
dhaif yang berbeda dengan perawi-perawi lain
yang stiqah.
Hadis Matruk dan Mathruh
Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang
yang muttahan bi al-kidzbi (yang tertuduh
melakukan dusta) dalam hadis nabawi atau sering
berdusta dalam pembicaraannya, atau yang
terlihat kefasikannya melaui perbuatan maupun
kata-katanya ataupun yang sering sekali slah atau
lupa.
C. Sebab-sebab Dhaif
Sebab-sebab kedhaifan perawi ada dua sebab pokok, yaitu:
1. Kedhaifan karena cacatnya kualitas (‗adalah) perawi,
seperti berdusta atau tertuduh berdusta pada Rasul Saw.
Berdusta dalam menceritakan perkataan-perkataan orang
lain, kefasikan, tidak diketahuinya status perawi, berbuat
bid‘ah yang menjatuhkana pada kekafiran dan lain-lain.
Setiap hadis yang kedhaifannya dikarenakan salah satu
sebab di atas maka banyaknya sanad tidak akan
mempengaruhinya dan tidak bias mengangkatnya dari
derajat dhaif, karena sangat buruknya sebab-sebab itu.
2. Kedhaifan karena cacatnya kapasitas intelektual, yaitu
kelupaan, sering salah, buruk hapalan, kerancuan hapalan
dan kekeliruan.
43
D. Hukum Mengamalkan Hadis Dhaif
Ada tiga pendapat di kalangan ulama mengenai penggunaan
hadis dhaif:
1. Hadis dhaif tidak bias diaamalkan secara mutlak, baik
mengenai fadha‘il amal maupun ahkam. Ini diceritakan
oleh Ibn Sayyidinas dari Yahya bin Ma‘in. Dana pendapat
inilah yang dipilih oleh Ibn ‗Arabiy. Tampaknya juga
merupakan pendapat Imam Bukhari dan Imam Muslim,
berdasarkan kriteria-kriteria yang kita pahami dari
keduanya. Ini merupakan pendapat Ibn Hazm pula.
2. Hadis dhaif bias secara mutlak. Pendapat ini dinisbatkan
kepada Abu Daud dan Imam Ahmad. Keduanya
berpendapat bahwa hadis dhaif lebih kuat daripada ra‘yu
perseorangan.
3. Hadis dhaif bias digunakan dalam masalah fadha‘il,
mawa‘iz atau yang sejenis bila memenuhi beberapa syarat.
Ibn Hajar menyebutkan syarat-syarat itu sebagai berikut:
a. Kedhaifannya tidak terlalu. Sehingga tidak tercakup di
dalamnya seorang pendusta atau tertuduh berdusta yang
melakukan penyendirian, juga orang yang terlalu sering
mmelakukan kesalahan.
b. Hadis dhaif itu termasuk dalam cakupan pokok hadis
yang bias diamalkan.
c. Ketika mengamalkannya tidak meyakini bahwa ia
berstatus kuat, teta[pi sekedaar hati-hati.
44
BAB IX
SYARAT-SYARAT SEORANG PERAWI DAN
PROSES TRANSFORMASI HADIS
2. Kelayakan Ada‘
Mayoritas ulama hadis, ulama ushul, dan ulama fiqh
sependapat bahwa orang yang riwayatnya bias dijadikan
hujjah, baik laki-laki maupun wanita harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:
a. Islam
Sehingga tidaklah diteriama riwayat orang kafir,
berdasarkan ijma‘ulama, baik diketahui agamanya tidak
memperbolehkan dusta ataupun tidak. Dan sangat tidak
logis bila riwayatnya diterima. Sebab menerima riwayatnya
berarti membiarkan caciannya atas kaum muslimin.
Bagaimana mungkin riwayat perusak Islam bias diterima?
Di samping itu, Allah Azza wa Jalla juga memerintahkan
kita untuk mengecek berita yang dibawa oleh orang fasik,
melalui firmanNya : “Hai orang-orang yang beriman, jika
datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka
periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang mneyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu.” (al-Hujarat : 6)
b. Baligh
Ini merupakan pusat taklif. Karena itru riwayat anak
yang berada di bawah usia taklif tidak bias diterima.
46
c. Adil
Ia merupakan sifat yang tertancap dalam jiwa yang
mendorong pemiliknya untuk senantiasa bertakwa dan
memelihara harga diri. Sehingga jiwa kita akan percaya
akan kejujurannya. Menjauhi dosa besar termasuk ke
dalamnya, juga sebagian dosa kecil, seperti menguragi
timbangan sebiji, mencuri sesuap makanan, serta menjauhi
perkara-perkara mubah yang dinilai mengurangi harga diri,
seperti makan di jalan, buang air kecil di jalan, berteman
dengan orang-orang keji dan terlalu berlebihan dalam
berkelakar.
d. Dhabit
Yaitu keterjagaan seorang perawi ketika menerima
hadis dan memahaminya ketika mendengarnya serta
menghapalnya sejak menerima sampai menyampaikannya
kepada orang lain. Dhabit mencakup hapalan dan tulisan.
Maksudnya, seorang perawi harus benar-benar hapal bila ia
meriwayatkan dengan hapalannya, dan memahami
tulisannya dari adanya perubahan, penggantian atau
pengurangan bila ia meriwayatkandari tulisannya.
47
2. Al-Qira‘ah Ala ‗as-Syaikhi
Seseorang menyuguhkan hadis di hadapan gurunya baik
dia sendiri yang membacanya atau orang lain yang
membacanya sedang ia mendengarkannya.
Lafaz-lafaz yang dipergunakan untuk menyampaikan
hadis berdasarkan qira‘ah ini ialah:
ٗ١ٍ( لشاد ػAku telah membaca dihadapannya)
أب اعّغٚ ْ فالٍٝ( لشئ ػDibacakan oleh seseorang di
hadapannya guru sedang aku mendengarkannya)
ٗ١ٍ اخجشٔب لشاءح ػٚ( دذصٕب اTelah mengabarkan/menceritakan
padaku secara pembacaan di hadapannya)
3. Ijazah
Yakni pemberian izin dari seseorang kepada orang lain,
untuk meriwayatkan hadis daripadanya, atau kitab-
kitabnya.
Ijazah itu mempunyai tiga tipe, yakni:
Ijazah fi mu‟ayyanin (izin untuk meriwayatkan sesuatu
yang tertentu kepada orang yang tertentu), misalnya:
ٕٝ ػٝٔ خ رٍىزبة اٌفال٠اٚاجضد ٌه س
“Aku mengijazahkan kepadamu untuk meriwayatkan
kitab sipulaan dari saya”.
48
4. Munawalah
Yakni seorang guru memberikan sebuah naskah asli
kepada muridnya atau salinan yang sudah dikoreksinya
untuk diriwayatkan. Munawalah ada dua tipe, yakni dengan
dibarengi ijazah dan tanpa dibarengi ijazah.
Lafaz-lafaz yang digunakan oleh rawi dalam
meriwayatkan hadis atas dasar munawalah bersama ijazah,
ialah:
أجبٔبٝٔ( أجبSeorang telah memberikan kepadaku/kami)
5. Mukatabah
Yakni seorang guru yang menulis sendiri atau
menyuruh orang lain menuliss beberapa hadis kepada orang
di tempat lain atau yang ada di hadapannya.
Lafaz-lafaz yang digunakan untuk mmenyampaikan
Hadis yang berdsarkan mukatabah ialah:
فال ْ وزب ثخٕٝ( دذصSeseorang telah bercerita padaku dengan
surat- menyurat).
فال ْ وٕب ثذٝٔ(اخجشSeseorang telah mengabarkan
kepadaku dengan melalui surat).
ْ فالٌٝ(وزت اSeseorang telah menulis kepadaku).
6. Wijadah
Yakni memperoleh tulisan hadis orang lain yang tidak
diriwayatkannya, baik dengan lafaz sama‘, qira‘ah maupun
selainnya.
Lafaz-lafaz yang digunakan untuk menyampaikan hadis
berdasarkan wijadah ialah:
ْ(لشاد ثخظ فالSaya membaca khat seseorang)
ْجذد ثخظ فالْ دذصٕب فالٚ(Kudapati khat seseorang,
bercerita kepadaku Si pulan)
49
7. Washiyah
Yakni pesan seseorang di kala akan mati atau bepergian
dengan sebuah kitab supaya diriwayatkan. Lafaz-lafaz yang
dipakai untuk menyampaikan hadis berdasar wasiat:
ٖ اخشٌٝٗ دذصٕب ا١ فالْ ثىزبة لبي فٌٝ اٝطٚا
“seseorang telah berwasiat kepadaku dengan sebuah
kitab yang ia berkata dalam kitab itu: Telah bercerita
padamu sipulan.”
8. I‘lam
Yakni pemberitahuan guru kepada muridnya bahwa
hadis yang diriwayatkannya adalah riwayatnya sendiri yang
diterima dari guru sezeorang, dengan tidak mengatakan
agar si murid meriwayatkannya.
Lafaz-lafaz untuk menyampaikan hadis yang diterima
bardasar I‘lam ini ialah:
اٌخ... فالْ لبي دذصٕبٍّٕٝاػ
“Seseorang telah memberitahukan padaku, ujarnya,
telah berkata padaku….”
50
BAB X
ILMU AL-JARH WA AL-TA’DIL
52
Ternyata, kadang-kadang sebagian mentajrih berdasarkan
informasi jarh yang dahulu pernah didengarkan mengenai perawi
yang bersangkutan. Kemudian perawi itu bertaubat dan diketahui
oleh sebagian yang lain yang kemudian menta‘dilkannya. Dengan
demikian, sebenarnya tidak ada pertentangan antara keduanya.
Kadang-kadang ia juga dikenal tidak baik hapalannya dari
seorang yang ia tidak menulis dari guru tersebut karena ia
bertumpu pada hapalannya sewaktu masih bias diandalkan
hapalannya, tetapi dikenal hafiz dari guru lain karena ia bertumpu
pada kitab-kitabnya, misalnya. Sehingga dalam kondisi seperti ini
tidajk ada pertentangan.
Bila kemungkinan-kemungkinan itu bias diketahui, maka
seseorang bias mengambil sikap tegas. Namun bila tidak dikehui,
maka jelas terjadi pertentangan antara tajrih dan ta‘dil. Dlama hal
ini, ada tiga pendapat di kalangan ulama, yaitu:
Pertama, mendahulukan jarh daaripada ta‘dil, menki yang
menta‘dil lebih banyak daripada yang mentajrih. Karena yang
mentajrih mengetahui apa yang tidaak diketahui oleh yanag
menta‘dil. Inilah yang dipegangi oleh mayoritas ulama. Pendapat
pertama itulah yang dipegangi oleh ahli-ahli hadis, baik
mutaqaddimin maupun muta‘akhirin.
Kedua, ta‘dil didahulukan daripada jarh, bila yang
menta‘dil lebih banyak. Karena banyaknya yang menta‘dil bias
mengukuhkan keadaan perawi-perawi yang bersangkutan.
Pendapat ini tidak bias diterima, sebab yang menta‘dil meski
lebih banyak jumlahnya tidak memberitahukan apa yuang bias
menyanggah pernyataan yang mentajrih.
Ketiga, bila jarh dan ta‘dil bertentangan, maka salah
satunya tidak bias didahulukan kecuali dengan adanya perkara
yang mengukuhkan salah satunya. Yakni keadaan dihentikan
sementara, sampai diketahui mana yang lebih kuat di antara
keduanya.
53
BAB XI
HADIS MAUDHU‘
C. Sebab-sebab Pemalsuan
1. Pertentangan politik
Perpecahan umat islam yang diakibatkan politik yang
terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, yaitu
antara Ali dan Mu‘awiyah yang masing-masing didukung
oleh para pengikutnya, merupakan factor yang pertama
munculnya hadis-hadis palsu. Dari kedua kelompok
tersebut, hyang pertama kali melakukannya, sebagaimana
dikatakan ibn Abi al-Hadid, ialah kelompok Syi‘ah.
Mereka khususnya membuat hadis-hadis itu untuk
kepentingan politik dalam menghadapi lawan-lawannya.
54
2. Usaha kaum Zindiq
Golongan Zindiq, adalah golongan yang bderusaha
merusak Islam dari dalam, dengan berpura-pura masuk
Islam. Dengan menyatakan masuk Islam mereka memiliki
peluang-peluang, seperti menyebarkan fitnah,
mengobarkan api permusuhan di kalangan umat Islam
sendiri, menciptakan keraguan pada masyarakat terhadap
ajaran, dan merusak sumber ajaran dengan kebohongan-
kebohongan yang mereka ciptakan.
55
2. Meningkatkan Semangat Ilmiah dan Ktelitian dalam
Meriwayatkan Hadis.
Pada masa sahabat dan tabi‘in dalam menriwayatkan
hadia, mengirimkan para sahabat yang hafiz ke berbagai
daerah guna menyebarluaskan hadis, semua itu merupakan
bukti maraknya kehidupan ilmiah sejak masa awal Islam,
semangat ulama dalam menyebarkan hadis, penjelasan
yang maqbul dari yang mardud dan yang susupan dari yang
asli.
56
b. Adanya indikasi yang hamper sama dengan pengakuan.
Misalnya seseorang meriwayatkan dari syeikh yang ia
tidak pernah bertemu dengannya dan ia menggunakan
redaksi yang menunjukkan mendengar secara mantap,
atau meriwayatkan dari seorang gurudi suatru negeri
yang ia tidak pernah pergi ke sana, atau dari seorang
guru yang ia sendiri lahir setelah guru itu wafat, atrau
guru itu wafat tetapi perawi masih kecil dan tidak
mungkin mengambil hadis dari guru itu.
57
BAB XII
TAKHRIJ AL-HADIS
58
Adapun pengertian at-takhrij yang digunakan untuk
maksud kegiatan penelitian hadis lebih lkanjut ialah pengertian
yang dikemukakan pada bulir kelima. Berangkat dari pengertian
itu, maka yang dimaksud dengan takhrijul hadis dalam hal ini
ialah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab
sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam
sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis
yang bersangkutan.
59
untuk mengetahui seluruh riwayat hadis yang sedang akan
diteliti, maka kegiatan takhrij perlu dilakukan.
3. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya syahid atau mutabi‘
pada sanad yang akan diteliti. Ketika hadis diteliti salah satu
sanadnya, mungkin ada periwayat lain yang sanadnya
mendukung pada sanad yang sedang diteliti.
62
DAFTAR PUSTAKA
63